• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi kemitraan bidan-dukun dengan melibatkan lintas sector

Bidang Kesehatan

B. Strategi Implementasi

5. Evaluasi kemitraan bidan-dukun dengan melibatkan lintas sector

a. Evaluasi kemitraan bidan dan dukun dilakukan seiap bulan bersama komite Kesehatan

b. Evaluasi kemitraan bidan dan dukun tahunan di puskesmas dengan menghadirkan dukun, kepala desa, bidan, puskesmas, komite kesehatan kecamatan, Muspika dan dinas kesehatan.

C. Dampak dan Perubahan

Pelaksanaan kemitraan bidan dan dukun bayi membawa dampak dan perubahan posiif di kabupaten Aceh Singkil, baik dari sehi kontribusi pada peningkatan cakupan SPM kesehatan, akses kepada pelayanan kesehatan, maupun dampak terhadap publik atau masyarakat secara umum.

Dampak terhadap Cakupan SPM:

1. Staisik kesehatan menunjukkan bahwa angka kemaian ibu diPuskesmas Singkil menurun ke iik nol pada Tahun 2013. Pada Tahun 2012, terdapat satu kemaian ibu.

2. Staisik serupa yang dikelola oleh Puskesmas Singkil menunjukkanadanya penurunan jumlah persalinan yang ditangani oleh dukun dalam pelayanan Puskesmas dari 17 persalinan pada Tahun 2011 menjadi delapan pada Tahun 2012, dan menjadi hanya dua pada Tahun 2013. Patut diperhaikan

bahwa dua persalinan yang dibantu oleh dukun pada Tahun 2013 terjadi di desa di luar wilayah program percontohan. Dari Januari 2012 sampai Oktober 2013, sebanyak 214 persalinan telah dibantu melalui kemitraan baru bidan dan dukun. Puskesmas Singkil sudah melampaui target SPM dalam persalinan oleh tenaga terlaih.

3. Hasil diskusi kelompok fokus memperlihatkan bahwa kepercayaan antara bidan dan dukun telah semakin baik di desa-desa program percontohan. Bidan dan dukun menyatakan bahwa kemitraan mereka telah memperjelas batas-batas tugas dan tanggung jawab mereka. Dukun merasa bahwa, dengan kemitraan, tugas mereka menjadi lebih mudah karena bidan bertanggung jawab atas aspek klinis dan dapat diandalkan keika terjadi komplikasi. Demikian pula, bidan mengatakan bahwa dukun telah membantu berbicara dengan ibu-ibu dan keluarga mereka serta menenangkan mereka selama proses persalinan, menangani aspek-aspek pening non-medis. 4. Kepala Puskesmas Singkil mengatakan bahwa melalui perluasan jaringan

dukun, puskesmas mendapatkan kesempatan yang lebih baik untuk mengetahui adanya ibu-ibu hamil muda di wilayah pelayanan puskesmas. Karena dukun sekarang membagikan informasi kepada puskesmas maka cakupan Kunjungan pertama (K1) murni dan K4 (kunjungan ke 2 pada trisemester ke 3) semakin mencapai target SPM. Kehamilan dengan risiko inggi dan persalinan yang akan segera terjadi lebih cepat terideniikasi. Dampak terhadap Akses ke Pelayanan Kesehatan:

1. Dukun terbuki sangat pening dalam mendorong ibu hamil untuk menjalani pemeriksaan kehamilan di sarana kesehatan yang tepat. Sebagai hasilnya, 113 ibu hamil melakukan pemeriksaan triwulan pertama kehamilan mereka pada Tahun 2012 dan 109 ibu lagi sampai Oktober 2013.

2. Program kemitraan bidan-dukun telah mengideniikasi kendala transportasi yang menghambat pelayanan kesehatan sehingga akhirnya mendorong pembentukan pelayanan hotline Puskesmas Singkil untuk keadaan darurat. Melalui nomor hotline ini, ibu-ibu yang akan melahirkan dapat memesan ambulan dan ambulan air untuk transportasi darurat ke puskesmas. Pendekatan seperi ini menjadi fokus pemerintah dan WHO agar ibu-ibu yang berisiko inggi melahirkan di fasilitas kesehatan.

3. Berkat adanya kemitraan bidan-dukun, kaum ibu sekarang dapat mengakses informasi kesehatan lebih baik dalam bahasa yang mereka pahami. Dengan adanya pelayanan dukun sebagai perantara bagi masyarakat desa, bidan sekarang dapat lebih efekif berkomunikasi dengan pasien-pasiennya. Dampak terhadap Publik:

1. Diskusi kelompok fokus telah meningkatkan kesadaran masyarakat di desa-desa yang ikut dalam program kemitraan tentang peningnya pemeriksaan kehamilan dan mencari bantuan medis untuk proses persalinan yang aman. 2. Diskusi kelompok fokus telah menciptakan peluang baru bagi desa-desa yang bermitra untuk berparisipasi dalam perluasan pelayanan kesehatan secara keseluruhan. Sebagian besar penerima manfaat langsung dengan terus terang mengatakan mendukung penerapan inisiaif yang lebih luas dan replikasi lebih jauh di desa-desa lain dan di kecamatan baru.

Berdasarkan kehasilan tersebut, inisiaif ini sudah dinominasikan untuk lomba internasional United Naions Public Service Award (UNPSA).

D. Pembelajaran

Inisiaif ini berhasil berkat adanya komitmen dari pemerintah lokal dan tokoh masyarakat. Tanpa kerjasama dari mereka, inisiaif dinas kesehatan ini idak akan diterima oleh masyarakat atau perubahan perilaku idak akan terjadi begitu cepat. Pendekatan yang menekankan parisipasi publik untuk meningkatkan rasa memiliki dan akuntabilitas atas hasil terbuki sangat diperlukan.

Pembelajaran yang dipeik dari Kemitraan Bidan dan Dukun:

1. Parisipasi publik sangat pening untuk keberhasilan. Komitmen yang kuat dari para pemangku kepeningan termasuk dinas kesehatan, puskesmas, bidan, dukun dan kepala desa merupakan kunci keberhasilan dalam

pelaksanaan inisiaif kemitraan. Tanpa adanya parisipasi akif masyarakat, kesadaran dan komitmen untuk menanggulangi masalah idak mungkin terwujud.

2. Kepercayaan antara mitra-mitra pembangunan merupakan prasyarat untuk keberhasilan. Pengakuan dukun sebagai sumber daya masyarakat yang pening dan pelaku utama perubahan terhadap hasil-hasil kesehatan ibu dan anak menjadi faktor pening bagi keberhasilan inisiaif. Bidan idak lagi menjadi ancaman terhadap mata pencaharian dukun terutama dengan terbitnya peraturan desa yang lebih akuntabilitas menjamin penghasilan dukun.

3. Insenif yang tepat dibutuhkan untuk membuat perubahan perilaku. Peraturan yang jelas, yang menjelaskan dan melindungi peranan seiap pihak merupakan pendorong yang besar bagi keberhasilan program ini. 4. Komunikasi yang terus-menerus dibutuhkan untuk menjaga hubungan

kerjasama. Kunjungan ke masyarakat seiap bulan oleh staf puskesmas dan nomor hotline 24 jam/hari membantu menjaga jalur komunikasi tetap terbuka, yang menjadi kunci dalam mengideniikasi dan menyelesaikan kendala yang imbul.

5. Perubahan tradisi budaya yang telah dipelihara selama berpuluh-puluh tahun, barangkali bahkan selama berabad-abad, idak mudah dan membutuhkan strategi dan pendekatan yang sesuai dengan adat isiadat di masyarakat.

E. Rekomendasi

Untuk memasikan agar kemitraan bidan-dukun di Puskesmas Singkil dan Kabupaten Aceh Singkil secara keseluruhan berjalan secara berkelanjutan, maka langkah-langkah berikut ini adalah pening sekali:

1. Dukungan secara hukum atau legal sangat pening. Di Aceh Singkil, sudah ada berperapa surat keputusan kepala desa/ kampung .

2. Pembuatan MOU di antara bidan dan dukun harus tranparan dan melibatkan pemangku kepeningan.

3. Dukungan anggaran yang memadai adalah kunci sukses juga. Untuk memasikan bahwa inisiaif ini terus lanjut, Dinas Kesehatan Aceh Singkil sudah mengalokasikan Rp 938.6 juta untuk replikasi inisiaif ini, ditambah dengan Rp 6 juta untuk evaluasi inisiaif yang sudah dilaksanakan.

4. Parisipasi para pihak pening untuk membangun percaya diantara pemerintah dan masyarakat serta kesepahaman bersama antar sektor.

Para lokakarya mini diadakan untuk mempertemukan bidan, dukun, kepala desa, tokoh agama, petugas kesehatan desa, tokoh masyarakat dan aktor yang lain.

F. Pembiayaan

Untuk melaksanakan kemitraan dukun-bidan di Aceh Singkil, berbagai pemangku kepeningan menyediakan dana guna mendukung inisiaif ini:

• Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2012 sebesar Rp 56.250.000 untuk kegiatan kemitraan bidan-dukun.

• Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2013 sebesar Rp 37.577.000, termasuk dana untuk replikasi inisiaif ini di puskesmas-puskesmas lain. • Puskesmas Singkil dengan dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK)

Tahun 2013 sebesar Rp 25.000.000

• IMPACT-Yayasan Daun dari hibah internasional sebesar Rp 40.000.000. • Daun dari kontribusi sumber sendiri sebesar Rp 141.346.584

• Anggaran Jaminan Persalinan sebesar Rp 50.000 untuk seiap persalinan yang dibantu bersama .

• Anggaran desa Teluk Rumbia dan Rantau Gedang sebesar Rp 50.000 per bulan per dukun.

G. Tesimoni

Rahma Efrida Pohon

Bidan Desa Rantau Gedang, Aceh Singkil

“Setelah adanya kemitraan ini, saya merasa lebih terbantu karena seiap ada pasien persalinan saya ditelpon lebih cepat dan idak ada kata terlambat. Dan saya terbantu dengan hubungan dengan masyarakat. Harapan saya ke depannya dengan keadaan-nya kemitraan ini saya harapkan persalinan di desa Rantau Gedang ini adalah di-tolong oleh tenaga kesehatan atau bidan. Dan kepada aparat desa atau toko-toko masyarakat agar dapat mendukung saya sepenuhnya dalam melakukan kerjasama ini dengan dukung kampung.”

Kontak Detail

Bapak Eddy Widodo

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Singkil Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Singkil Jl. Bahari No. 55, Aceh Singkil

4.2.3 Parisipasi Masyarakat dalam Perencanaan Standar Pelayanan

Minimal Kesehatan di Kabupaten Jayapura, Papua.

IPM atau Indeks Pembangunan Manusia di Papua menduduki urutan ke-33 dari ke-33 propinsi yang ada di Indonesia. Status IPM yang rendah tersebut, salah satunya di sebabkan karena buruknya/rendahnya kualitas pelayanan publik, termasuk dalam pelayanan kesehatan, padahal anggaran besar telah dialokasikan oleh pemerintah.

Peningkatan kualitas pelayanan publik agar memenuhi Standar Pelayanan Minimum termasuk di dalamnya bidang kesehatan merupakan jalan terbaik untuk meningkatkan IPM dari tahun ke tahun, dan parisipasi akif masyarakat menjadi salah satu strategi kunci untuk pencapaiannya.

A. Situasi Sebelum Inisiaif

Tren anggaran untuk sektor kesehatan di Kab Jayapura menurun dari Tahun 2009 (11%) hingga Tahun 2013 yang hanya teringgal sebesar 5% dari total belanja daerah semakin memprihainkan. Komitmen pemerintah daerah untuk pembangunan di bidang kesehatan idak tercermin dalam anggaran urusan kesehatan. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Kabupaten Jayapura pada Tahun 2012 sebanyak 118.046 jiwa, maka anggaran kesehatan untuk seiap penduduk Kabupaten Jayapura hanya 249 ribu rupiah pertahun atau hanya 24 ribu rupiah perbulan.

Berdasarkan hasil evaluasi pemenuhan SPM yang difasilitasi oleh Kinerja, SPM Kesehatan Kab.Jayapura pada tahun 2013 hanya mencapai 36%. Pemahaman pemerintah daerah terhadap Permenkes Nomor 741 Tahun 2008 tentang SPM Kesehatan serta Permenkes 828 tahun 2008 Petunjuk Teknis penerapan SPM juga masih rendah. SPM masih belum dianggap pening untuk dijadikan landasan dalam

perencanaan dan penganggaran sektor kesehatan, dan juga belum dipakai sebagai alat manejemen untuk menilai kinerja sektor kesehatan di daerah. Beberapa indikator SPM belum dijadikan acuan indikator dan target program kerja dan kegiatan dalam pengembangan rencana kerja sektor.

Selain itu, masyarakat masih belum dilihat sebagai mitra yang strategis untuk pembangunan sektor kesehatan di daerah dalam proses ini. Parisipasi masyarakat dalam menentukan kebutuhan kesehatan untuk pemenuhan hak dasarnya belum banyak didorong dan disaat yang sama keidak pahaman mengeni standar pelayanan kesehatan yang menjadi hak-nya belum banyak dipahami dengan baik

B. Strategi Implementasi

Kinerja-USAID di Papua menerapkan pendekatan untuk perbaikan pelayanan publik dari dua sisi, yakni sisi penyedia dan pengguna. Dari sisi penyedia, Kinerja melakukan asistensi dan penguatan kapasitas organisasi lokal dalam melakukan upaya penyadaran akan hak-hak masyarakat, sehingga mampu melakukan advokasi untuk peningkatan kualitas pelayanan publik. SPM diletakkan dalam bingkai hak dasar masyarakat untuk mendapatkan pelayanan publik, sehingga disseminasi SPM dan penyadaran akan peningnya pemerintah memenuhi SPM bagi masyarakat menjadi prioritas dalam penyediaan pelayanan publik yang berbasis standar.

Dari sisi pemerintah, sebagai penyedia pelayanan publik, Kinerja-USAID memberikan peningkatan pemahaman dalam penyediaan pelayanan publik yang berkualitas mengacu kepada standar layanan, asistensi dalam melakukan penelaahan pencapaian SPM untuk mengetahui kesenjangan nya, dan kemudian memberikan asistensi dalam penghitungan dan skema pembiayaan

dalam memenuhi SPM serta intervensi kebijakan, program dan kegiatan yang diperlukan untuk memenuhi kesenjangan yang ada .

Tim teknis ingkat kabupaten terdiri dari pengambil kebijakan diingkat kabupaten, yang berperan menjadi penasihat program ingkat kabupaten serta memainkan peran pening dalam mendorong pelaksanaan pendampingan dan penghitungan SPM kesehatan sesuai dengan rencana kerja. Selain itu, im teknis ini juga akif melakukan mendorong integrasi SPM bidang kesehatan ke dalam perencanan dan pengganggaran daerah.

Bantuan teknis Kinerja-USAID menekankan peningnya keterlibatan masyarakat dalam proses pengembangan dan pembiayaan SPM kesehatan dan mendorong pemerintah daerah untuk melibatkan masyarakat dalam proses ini, serta sebagai bagian dari upaya untuk memenuhi amanat akuntabilitas dan transparansi penyelenggara pelayanan publik.

Beberapa tahapan pelaksanaan kegiatan antara lain:

1. Lokakarya awal sosialisasi standar layanan kesehatan dan startegi