• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tantangan Dalam Pengelolaan Bidan Kontrak Meski beberapa pengamat menganggap program

Bidang Kesehatan

D. Tantangan Dalam Pengelolaan Bidan Kontrak Meski beberapa pengamat menganggap program

Bidan Kontrak yang dikelola oleh pemerintah daerah dipandang lebih prakis dibandingkan program PTT Kementerian Kesehatan, namun tetap terdapat beberapa tantangan yang dihadapi dalam pengelolaanya, antara lain:

1. Adanya kecenderungan Pemda untuk menempatkan bidan-bidan di daerah terpencil melalui jalur PNS kesehatan. Untuk

itu inisiaif bidan kontrak yang dimuat dalam peraturan bupai menjadi salah satu jawabannya.

2. Tidak selalu mudah mendapatkan calon bidan yang berasal dari daerah setempat yang memiliki kualiikasi tepat, yang bersedia untuk ditempatkan di pulau-pulau dan desa terpencil dengan status kontrak. Solusi alternaif adalah one-one soluion (opimalisasi bidan yang tersedia untuk membantu persalinan ibu di desa terdekat).

3. Ketersediaan anggaran Pemda untuk mendukung program Bidan Kontrak yang masih terbatas dibandingkan program PTT Kementerian Kesehatan, meski keduanya memiliki tujuan yang sama. Untuk itu upaya sinkronisasi kedua program ini perlu terus menerus dilakukan.

E. Pembelajaran

Beberapa hal yang menarik untuk dijadikan pembelajaran dari program ini adalah:

1. Inisiaif Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sitaro dengan dukungan Proyek BASICS dalam upaya mengatasi kekurangan tenaga kesehatan

(bidan) dengan cara Bidan Kontrak atau sebagai Pegawai Tidak Tetap (PTT) merupakan terobosan dalam upaya meningkatan akses dan kualitas layanan kesehatan ibu dan bayi di pulau-pulau dan daerah terpencil.

2. Proses rekrutmen bidan berbasis pada sumber daya manusia lokal sangat men-dukung bagi komitmen bidan untuk bertugas di lokasi-lokasi terpencil dan sangat terpencil

3. Mekanisme rekrutmen, pembinaan dan penempatan bidan di daerah terpencil dan sangat terpencil merupakan satu bentuk distribusi kewenangan Pemer-intah Pusat pada Pemerintah Kabupaten yang perlu dilakukan. Pengelolaan kewenangan ini membutuhkan komitmen para pihak terkait, pembinaan yang tepat perlu didukung kebijakan Pemerintah Kabupaten.

4. Keberhasilan inisiaif Bidan Kontrak sangat tergantung pada proses pelembagaan melalui serangkaian kebijakan, regulasi dan prosedur/ mekanisme serta pengalo-kasian anggaran (APBD). Selain itu, keterlibatan yang berkelanjutan dari semua jajaran tenaga kesehatan, kader kesehatan dan tentu saja pelibatan Mama Biang juga akan membantu mengubah pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan.

F. Pembiayaan

Pembiayaan untuk Program Bidan Kontrak yang mungkin ini salah satu kiat baru untuk pemenuhan kebutuhan bidan di daerah kepulauan dan desa terpencil di Kabupaten Sitaro telah dialokasikan sekitar Rp. 332 juta untuk beberapa kegiatan antara lain: Pengadaan sepeda motor bagi bidan, workshop penyusunan ROP Program dan kegiatan media penyuluhan dan evaluasi.

G. Tesimoni

Jesika Silangan, 23 tahun (Bidan Kontrak yang sudah Lulus jadi PNS Tahun 2014)

Kita merasa bersyukur bole menjadi bagian dari program bidan kontrak ini, selain kita so bole ba’tolong pa masyarakat, deng kita rasa lantaran Program Bidan Kontrak ini le kita bole terangkat menjadi CPNS di Sitaro, terimakasih Program BASICS.”

Kontak Detail

Dinas Kesehatan Kab. Kepl. Sitaro Jl. Lokongbanua Ondong, Sitaro

4.1.4 Mandara Mandidoha: Inovasi untuk Membentuk Desa

Sehat, Cerdas dan Sejahtera, Kabupaten Konawe Selatan,

Sulawesi Tenggara

Kabupaten Konawe Selatan merupakan kabupaten yang memiliki kondisi geograi dan topograi yang menantang karena sangat luas dan terdiri dari beberapa kepulauan. Kondisi tersebut berdampak pada akses masyarakat untuk menuju pusat pelayanan, baik kesehatan maupun pendidikan. Pada sebagian besar lokasi sangat sulit mengakses pusat pelayanan dan membutuhkan waktu dan biaya yang cukup besar sementara idak tersedia tenaga kesehatan dan pendidikan yang merata di seluruh wilayah kabupaten. Hal inilah yang kemudian mendorong Pemerintah Kabupaten Konawe Selatan meningkatkan kapasitas desa dalam menyediakan pelayanan kesehatan dan pendidikan melalui Program Mandara Mendidoha.

Mandara Mendidoha merupakan bahasa lokal di Kabupaten Konawe Selatan (Konawe Selatan) yang berari masyarakat desa yang sehat, cerdas, dan sejahtera. Pengerian Desa Mandara Mendidoha merupakan adopsi dan pengembangan desa siaga akif yang dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan dan kemudian dideinisikan menjadi: desa atau kelurahan yang memiliki sistem kesiapsiagaan, kemandirian, kemampuan, dan kreaivitas dalam mengideniikasi serta menyelesaikan berbagai masalah kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan masalah sosial lainnya sesuai potensi dan kearifan lokal menuju masyarakat sehat, cerdas dan sejahtera.

A. Masalah dan Peluang

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan Tahun 2010, Kabupaten Konawe Selatan merupakan salah satu kabupaten dengan kategori bermasalah di bidang kesehatan. Hal ini ditunjukkan dari Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) yang dirilis Kementerian Kesehatan RI Tahun 2011, bahwa Kabupaten Konawe Selatan berada di peringkat 314 dari 440 kabupaten/kota di Indonesia. IPKM merupakan indeks komposit dari berbagai indikator kemajuan bidang

ke-sehatan, termasuk indikator SPM dan MDGs bidang kesehatan.

Dari sisi pelayanan kesehatan, sebuah survei kepuasan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan se-Kabupaten Konawe Selatan pada Tahun 2011 menyebutkan bahwa sebagian besar responden mengatakan idak puas terhadap pelayanan kesehatan, baik di ingkat desa (Poskesdes), ingkat kecamatan (Puskesmas) maupun Rumah Sakit Kabupaten, meskipun faktanya fasilitas kesehatan telah tersedia dan mencukupi. Hal ini menunjukkan bahwa peran pelayanan kesehatan yang dilakukan belum opimal.

Masalah lainnya terkait dengan parisipasi masyarakat dalam mendukung upaya peningkatan kualitas kesehatan masih kurang opimal. Hal ini ditunjukkan dengan masih rendahnya penerapan Desa Siaga Akif di Kabupaten Konawe Selatan. Tahun 2010, cakupan Desa Siaga Akif di Konawe Selatan adalah 15 desa atau hanya 9,6% dari 156 Desa Siaga yang ada.

Untuk bidang pendidikan, data yang diperoleh dari survei yang dilakukan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kabupaten Konawe Selatan bersama Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) pada Tahun 2011 menunjukkan bahwa jumlah anak putus sekolah masih cukup inggi: sebanyak 182 (71 anak perempuan) putus sekolah sekolah dasar dan 888 (351 anak perem-puan) anak putus sekolah SMP. Alasan-alasan utama anak putus sekolah yang tercatat pada temuan survey pendidikan tersebut adalah beratnya biaya yang harus dikeluarkan keluarga untuk mengakses fasilitas pendidikan, baik berupa pemenuhan perlengkapan sekolah mau-pun biaya transportasi yang dibutuhkan.

Masalah lain pada bidang pendidikan adalah masih kurangnya perhaian pemerintah terha-dap Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), padahal PKBM menjadi salah satu alterna-if masyarakat mengikui kegiatan belajar. Kurangnya perhaian pemerintah terungkap dari pernyataan Kepala BAPPEDA dan Dispora pada Tahun 2011, yang menyatakan bahwa selama ini program pendidikan lebih fokus pada pendidikan formal (sekolah) karena itu dukungan program dan anggaran daerah untuk PKBM yang sangat minim.

B. Langkah-langkah Pelaksanaan

Menghadapi persoalan pelayanan pendidikan dan kesehatan, BASICS bersama Pemerintah Daerah Konawe Selatan menginisiasi beberapa pendekatan. Berikut beberapa langkah sehingga terbentuknya konsep dan kebijakan tentang Mandara Mandidoha.

1. Pengelolaan Data Kesehatan dan Pendidikan.

Langkah pertama yang dilakukan adalah menggali data di lapangan dan memvalidasi data-data sekunder (BPS, Proil, Laporan Puskesmas, Laporan Sekolah). Data yang digali di lapangan terkait dengan jumlah ibu hamil, jumlah kema-ian ibu dan anak, jumlah anak idak sekolah, buta aksara dan potensi desa. Pengambilan data dilaksanakan di sebelas desa pada sebelas kecamatan yang menjadi desa percontohan.

Proses ini dilakukan oleh dinas teknis (Dinkes dan Dispora), BAPPEDA, Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) dan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS). Data-data ini kemudian diolah untuk memudahkan unit layanan dalam memetahkan persoalan di desa. Hasil ini kemudian dipresentasikan kepada DPRD dan Bupai untuk mendapatkan dukungan dari Kepala Pemerintah Daerah.

2. Membangun Komitmen Parapihak di Tingkat Kabupaten.

Untuk memperoleh dukungan yang lebih luas dilakukan upaya membangun komitmen dengan pihak-pihak terkait lainnya. Dalam hal ini BAPPEDA melakukan serangkaian kegiatan pertemuan kordinasi dengan sejumlah pihak, antara lain DPRD, Dinkes, Dispora, BPMD, BPPKB, RSUD, Bagian Keuangan, Bagian Kepegawaian dan beberapa organisasi masyarakat sipil

di Kabupaten Konawe Selatan. Temua survei pendidikan maupun kesehatan menjadi bahan pembahasan para pihak untuk kemudian disinkronkan dengan program-program masing-masing insitusi.

3. Mengideniikasi Desa Percontohan.

Untuk menunjukkan satu upaya yang terpadu dan efekif dilakukan ideniikasi satu desa percontohan yang berpotensi dapat mendukung dan menginspirasi desa-desa lainnya. Salah satu desa tersebut adalah Desa Tirtamartani. Desa tersebut idak ditemukan kemaian ibu dan bayi selama beberapa tahun, masyakat memiliki ingkat parisipasi yang inggi termasuk memiliki dana desa yang dikelola secara profesional melalui koperasi. Sukses desa inilah yang dimanfaatkan untuk dipromosikan dan transformasikan kepada sebelas desa lain yang menjadi desa percontohan. 4. Mengembangkan 11 Desa Percontohan di 11 Kecamatan.

Awalnya program ini dilakukan oleh Dinas Kesehatan untuk menangani masalah kemaian ibu dan bayi di 11 desa dan kecamatan. Pendekatan yang dilakukan merujuk pada konsep Desa Siaga Akif (DSA) yang merupakan salah satu Program yang dikembangkan Kementerian Kesehatan. Fokus program ini menekankan parisipasi masyarakat di desa dengan didukung oleh fasilitas kesehatan yang harus dipenuhi pemerintah, seperi bidan desa, alat kesehatan dan fasilitas pelayanan.

DSA berupaya meningkatkan kesadaran dan parisipasi warga dalam turut mendu-kung upaya penanganan masalah kesehatan di desa, khususnya terkait ibu melahirkan, termasuk dalam mendukung ketersediaan fasilitas, misalnya: ambulan desa, pengelolaan darah bagi ibu bersalin, serta pengelolaan dana sehat desa. Sumber pendanaan untuk dana sehat ini bisa berasal dari sumbangan warga, unit usaha desa maupun dukungan pihak lain. Mengingat Program DSA dinilai cukup berhasil dan efekif, maka muncullah pemikiran untuk mengembangkan cakupannya, idak hanya pada bidang kesehatan, tapi juga untuk bidang pendidikan dan kesejahteraan warga. Inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya program Mandara Mendidoha ini.

5. Menyusun Pedoman Pelaksanaan Program Mandara Mendidoha

Pedoman Pelaksanaan Mandara Mendidoha disusun berdasarkan pengalaman atau learning by doing, dimana konsep ini disusun setelah

Project. Penyusunan pedoman ini dilakukan dengan melibatkan sejumlah pihak yang terkait, antara lain: BAPPEDA, DPRD, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, BP-PKB, OMS, dan pihak terkait lainnya. Pelaksanaan program ini sejalan dengan fokus Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dalam meningkatkan nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

6. Membentuk Kebijakan Daerah

Untuk memasikan penerapan konsep tersebut tetap berjalan, dilaksanakan di desa-desa lain serta didukung APBD secara tetap, maka dipandang pening adanya Peraturan Daerah (Perda). Simultan dengan proses penerapan mandara mandidoha disusunlah Perda tentang Desa Mandara Mendidoha. Proses penyusunan dilakukan secara kolaboraif melibatkan eksekuif, legislaif dan OMS. Pada bulan Oktober 2013 ditetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Konawe Selatan Nomor 22 Tahun 2013 Tentang Mandara Mendidoha (Desa Sehat Cerdas)

7. Sosialisasi Kebijakan Daerah

Dengan ditetapkannya Perda tentang Mandara Mendidoha, Pemerintah Kabupaten Konawe Selatan giat melakukan sosialisasi ke berbagai kecamatan dan desa dengan tujuan agar konsep ini dapat diterapkan di desa-desa lain di seluruh kabupaten. Pelaksanaan awal sosialisasi Perda Mandara Mendidoha dilakukan langsung oleh Bupai Konawe Selatan kepada seluruh aparat pemerintahan. Kemudian sosialisasi kepada masyarakat secara umum dilakukan melalui kerjasama dengan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS), lembaga donor, perguruan inggi, media cetak dan elektronik serta pihak-pihak terkait lainnya.

C. Dampak dan Perubahan

Pelaksanaan Program Mandara Mendidoha di sebelas desa yang menjadi percontohan membawa berbagai dampak dan perubahan posiif, diantaranya: 1. Replikasi Konsep Mandara Mendidoha

Berangkat dari pengalaman penerapan Mandara Mendidoha di 11 desa percontohan pada tahun 2012, Pemerintah Kabupaten Konawe Selatan melakukan replikasi dengan menerapkan konsep ini di 11 desa lain di 11 kecamatan yang berbeda pada tahun 2013. Proses replikasi di 11 desa baru ini cukup sukses dilakukan.

2. Kontribusi bagi SPM dan MDGs

Kontribusi pelaksanaan program Mandara Mendidoha ini bagi SPM dan MDGs bisa dilihat dari idak ditemukannya kasus kemaian ibu dan bayi, penurunan angka putus sekolah, dan terbentuknya DSA di 22 desa sepanjang tahun 2012 s/d 2013. Selain itu, capaian dua target SPM Kesehatan lainnya adalah pemeriksaan kehamilan (kunjungan K4) dan persalinan yang dibantu tenaga kesehatan terus meningkat. Hal itu disampaikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe Selatan pada September 2013.

3. Lahirnya Konsep dan Perda tentang Mandara Mendidoha

Program ini telah menghasilkan konsep yang kemudian dituangkan dalam Perda tentang Desa Mandara Mendidoha. Lahirnya Perda adalah insiaiif DPRD, yang didukung oleh banyak pihak, yang ditetapkan pada Rapat Paripurna DPRD Konawe Selatan pada Oktober 2013. Suatu hal yang baru pertama kali terjadi di daerah ini. Keberadaan Perda Nomor 22 Tahun 2013 ini memberikan payung hukum dan ketersediaan anggaran dalam APBD, sehingga inisiaif yang sudah dikembangkan di 11 desa dapat dilaksanakan di seluruh desa yang ada di Kabupaten Konawe Selatan.

4. Dukungan Pendanaan

Dampak lain dari program ini adanya alokasi anggaran untuk percepatan pencapaian SPM dan MDGs Pendidikan Dasar dan Kesehatan. Dalam kegiatan Sosialisasi Implementasi Perda, Bupai menyatakan akan mendorong peningkatan anggaran Tahun 2014 (yang cukup signiikan) khusus untuk kesehatan dan pendidikan, juga akan ada penambahan alokasi ADD (Anggaran Dana Desa) termasuk simulan untuk kader desa. Kepala Bappeda dalam pertemuan ini menyebutkan angka kenai-kan tersebut. Jika selama ini alokasi Kese hatan hanya sebesar Rp 6 Milyar, maka pada Tahun 2014 dinaikkan menjadi Rp 25 Milyar.

Selain itu, alokasi anggaran pendidikan yang selama ini hanya 65 Milyar akan dinaikan menjadi 100 milyar. Alokasi ADD yang sebelumnya sebesar Rp 75 juta pertahun akan dinaikan menjadi Rp 100 juta pertahun di Tahun 2014. Terkait bantuan simulan dana sehat (komponen BRI) untuk 22 desa yang dialokasikan masing-masing sebesar Rp 2 juta per desa. Proses ini juga akan direplikasi oleh BPMD (Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa) pada tahun-tahun berikutnya. Dukungan pendanaan juga diberikan oleh proyek lain yaitu PNPM. Tahun 2013 PNPM memberikan duku ngan anggaran sebesar Rp 80 juta yang dialokasikan masing-masing sebesar Rp 5 juta ke

5. Penguatan Peran Desa

Bagi warga desa salah satu dampak lain dari program ini adalah terbentuknya Dana Desa. Dana ini bisa digunakan untuk kebutuhan penanganan masalah kesehatan, pendidikan dan modal usaha. Pengelolaan dana desa juga mengembangkan usaha desa. Beberapa inisiif usaha desa yang

dikembangkan dari dana desa antara lain: Pengelolaan air desa, usaha simpan pinjam dan lainya.

Keberadaan program ini telah mampu membangun kesadaran dan parisipasi warga. Banyak hal yang berhasil dikembangkan dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat desa, di antaranya: kesukarelaan warga yang memiliki kendaraan untuk menjadi ambulans desa, kesukarelaan warga desa untuk bersedia mendonorkan darah bagi ibu bersalin di lingkungannya, serta kepercayaan masyarakat desa untuk menyim-pan Dana Sehat Desa untuk menolong warga yang mengalami kondisi darurat.

6. Peningkatan Peran OMS

Dari segi pelaksanaan program, peran OMS yang telah diingkatkan kapasitasnya ter-buki mampu berkolaborasi dengan pemerintah dalam proses pembentukan konsep, kebijakan dan pengelolaan Desa Mandara Mendidoha.

D. Pembelajaran

1. Untuk mengetahui dampak pencapaian SPM dan MDGs dapat dilihat di ingkat desa, sehingga upaya untuk mencapai tujuan itu akan sangat tergantung pada desa itu sendiri. Pendekatan yang dilakukan dalam Desa Mandara Mendidoha merupakan pendekatan terpadu dari berbagai bidang yang menjadi target SMP dan MDGs.

2. Pelaku (aktor) ingkat desa sangat strategis dalam mendukung penerapan dan adaptasi program/pendekatan nasional.

3. Penerapan program nasional perlu dikembangkan dengan strategi dan pendeka-tan sesuai kondisi dan kebutuhan riil masing-masing daerah. Belajar keberhasilan dari tempat-tempat terdekat, mendayagunakan peran OMS lokal, serta melakukan ujicoba, memperluas melalui replikasi serta dukungan kebijakan daerah akan mem-berikan dampak lebih luas.

E. Pembiayaan

Pembiayaan untuk Program Mandara Mendidoha ini adalah sebesar Rp. 101.445 juta yang dialokasikan pendataan, pengelolaan kegiatan di desa percontohan dan penyusunan peraturan daerah.

F. Tesimoni

Bupai Konawe Selatan, Drs. H. Imran, M.Si

Perda Mandara Mendidoha ini semakin mengukuhkan desa sebagai garda terdepan untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat khususnya dalam bidang pendidikan dan kesehatan.”

(kuipan sambutan Bupai Konawe Selatan pada kegiatan Sosialisasi Perda Mandara Mendidoha di Desa Tumbu-Tumbu Jaya, Kecamatan Kolono, 12 Maret 2014).

DR. H. Arsalim, SE., M.Si (Kepala Bappeda Kab. Konawe Selatan)

Perda Mandara Mendidoha ni merupakan salah satu inovasi yang dilakukan oleh pemerintah

Kabupaten Konawe Selatan yang menyadari bahwa sebagian besar masyarakat Konawe Selatan inggal di desa, sehingga perlu penguatan dan penjaminan aspek-aspek pelayanan dasar yaitu

kesehatan dan pendidikan. Bappeda Kabupaten Konawe Selatan akan selalu memprioritaskan

perencanaan pembangunan daerah yang berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat desa.”

Kontak Detail

Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe Selatan Jl. Poros Andooto (depan RSUD Konawe Selatan) Ket. Potoro, Kec. Andooto, 93384

4.2 Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang

Kesehatan Proyek KINERJA-USAID

4.2.1 Perencanaan dan Penganggaran Kesehatan Berbasis SPM,

Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh.

Kabupaten Bener Meriah berdiri sejak Tahun 2004, merupakan kabupaten pemekaran dari Kabupaten Aceh Tengah. Sesuai data RISKESDAS Tahun 2011, Bener Meriah menjadi salah satu daerah bermasalah Kesehatan. Daerah bermasalah kesehatan sesungguhnya daerah tersebut dapat disebut daerah bermasalah dalam pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM). Letak geograis wilayah yang berada didataran inggi serta luas wilayah dengan rasio 6 jiwa/KM menjadi tantangan dalam pencapaian SPM di Bener Meriah terutama dalam opimalisasi akses penduduk terhadap pelayanan kesehatan dasar di Bener Meriah.