• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesimpulan dan Rekomendasi

1. Pemerintah kabupaten/kota belum sepenuhnya melaksanakan kewajiban dalam mengintegrasikan upaya pemenuhan target SPM bidang kesehatan ke dalam dokumen perencanaan dan penganggaran daerah baik dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang bersifat tahunan maupun Rencana Kerja Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

2. Pemerintah (Kementerian Dalam Negeri) dan Pemerintah Provinsi dalam menjalankan fungsi pengawasan maupun pembinaan teknis idak memiliki kewenangan untuk memberikan sangsi kepada kabupaten/kota jika kinerja yang ditargetkan idak tercapai.

3. Pemenuhan anggaran kabupaten/kota dalam upaya percepatan pencapaian SPM bidang kesehatan masih dalam batas kurang dari presentase yang diharuskan.

4. Dominasi peran anggaran poliis kepala daerah masih berorientasi pada kepeningan daripada pencapaian kinerja pelayanan dasar minimal. 5. Validasi dan pemutahiran data menjadi salah satu kendala cukup serius

baik di internal instansi maupun antar instansi yang pada gilirannya akan sangat menyulitkan dalam proses perencanaan dan penganggaran. 6. Pelaksanaan prakik-prakik cerdas penerapan SPM bidang kesehatan di

beberapa daerah membutuhkan dana yang sangat variaif, bergantung pada kondisi daerah, ketersediaan sumber daya, dan faktor-faktor lain yang dapat menunjang keberhasilan pelaksanaan prakik cerdas.

Hal lain yang cukup menarik selain beberapa tantangan dan hambatan diatas dan berkontribusi terhadap terjadinya Prakik Cerdas, adalah:

• Adanya ruang terbuka bagi masyarakat sipil untuk dapat berperan serta dalam mengatasi masalah penyelenggaraan kesehatan menjadi salah satu kunci keberhasilan pada seiap pelaksanaan program.

• Komitmen para pemangku kepeningan (baik eksekuif maupun legislaif, dan stakeholder lainya) terbuki cukup efekif untuk mengatasi masalah pemenuhan hak dasar masyarakat khususnya bidang kesehatan di wilayah kepulauan dan desa terpencil

5.2 Rekomendasi

1. Dukungan anggaran untuk memasikan keberlanjutan prakik cerdas dan dengan dukungan kebijakan Kepala Daerah melalui pembuatan regulasi daerah yang menjamin keberlanjutan program-program yang berkontribusi langsung pada peningkatan pelayanan dasar kesehatan dan pencapaian SPM dan MDGs bidang kesehatan

2. Kemitraan bidan-dukun: dukungan legal (MOU, SK Kades) berperan pening setelah penyadaran melalui proses pelibatan mulipihak, selain dukungan anggaran untuk memasikan keberlanjutannya. Bidan Kontrak yang dihasilkan melalui proses panjang antarjenjang pemerintah-pemerintah daerah, menunjukkan sangat dibutuhkan keberanian dalam menghasilkan invosasi berbasis peraturan sebagai buki otonomi daerah.

3. Pengembangan dari Desa Siaga diperlukan dengan penguatan berbasis kearifan lokal. Dorongan semangat budaya ‘Mapalus’ yang sarat kebersamaan dan kegotongroyongan dalam menangani kesehatan bersama ‘tou’ yang dilengkapi dengan alihpengalaman dan pengetahuan, pokja-binamoivas, telah memperkokoh program nasional diadaptasi dan diperkaya oleh nilai budaya lokal yang berakar. Desa ‘Mandara Mandidoha’ bahkan telah mendiversiikasi idak hanya pada kesehatan, tetapi juga mendukung pendidikan anak bersekolah dan modal usaha mikro sehingga pendidikan bagi semua menjadi lebih nyata.

4. Intergrasi Standar Pelayanan Minimal dalam perencanaan dan penganggaran: Peraturan Kepala Daerah tentang SPMl diperlukan untuk memasikan SPM menjadi fokus dalam perencanaan dan penganggaran dan kepasian ketersediaan dana, sebagai indakan yang mengurangi ruang gerak poliik anggaran. Pendampingan dengan pelibatan akif muli-pihak memasikan komitmen dilaksanakan pada kondisi nyata lapangan. Pelibatan masyarakat sebagai pengawas berperan menjaga kesesuaian dan kesinambungan program. Dengan masuknya SPM dalam dokumen perencanaan dan penganggaran formal, maka pemerintah daerah kabupaten/kota dapat dinilai kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah urusan wajib bidang kesehatan melalui pengorganisasian antar jenjangpemerintahan, baik oleh DPRD maupun oleh pemerintah/Kemendagri.

5. Peningkatan kapasitas dan pelibatan Mulipihak: peningkatan kapasitas dibutuhkan pada aspek teknis pemahaman peraturan dan standar cakupan pelayanan kesehatan. Selain itu aspek pendanaan membutuhkan teknis perhitungan dan analisis yang dapat mengkonversi cakupan standar pelayanan minimal kesehatan menjadi program dan kegiatan sesuai peraturan keuangan daerah. Peningkatan kapasitas ini diperlukan bagi satuan kerja perangkat daerah, pelaksana pelayanan dan pemerhai. Kekuatan modul dan pendampingan menjadi pening, sehingga peningkatan kapasitas diperlukan, yaitu:

a. Pada perangkat daerah teknis kesehatan menjadi tutor dan analis kesehatan untuk pembinaan teknis kesehatan bagi pelaksana pelayanan.

b. Pada pelaksana pelayanan kesehatan menguatkan demand side, yaitu pemberian pelayanan sesuai standar cakupan pelayanan dan janji layanan, tatalaksana pelayanan prima, dan utamanya memberikan pelaporan berbasis data dengan pelibatan akif MSF untuk diberikan kepada perangkat kerja daerah dalam melaksanakan analisis dan pembinaan teknis.

c. Pada pemerhai (MSF) menguatkan proses demand side, yaitu penyadaran hak warga atas pelayanan kesehatan, penguatan media untuk promosi dan advokasi, pergerakan, dan pengawasan bersama warga atas pemenuhan hak yang patut diterimanya, parisipasi pada pemenuhan kecukupan anggaran yang idak dapat dipenuhi oleh pemerintah daerah setelah dilakukan pengkajian bersama yang mendalam dan sistemais.

6. Anggaran: direncanakan dengan ukuran berbasis kinerja melalui indikator yang mewakili cakupan pelayanan kesehatan yang secara minimal wajib dipenuhi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah urusan wajib kesehatan ataupun dalam pemenuhan janji layanan. Pelaksanaan anggaran dipenuhi melalui ikatan dalam dokumen formal pemerintah daerah baik perencanaan maupun penganggaran (jangka menengah, tahunan, APBD). Penguatan dengan keputusan kepala daerah jika ada menjadi lebih baik sebagai acuan untuk pemantauan dan pelaporan formal yang akan dievaluasi oleh pemerintah di atasnya. Pengawasan pelaksanaan anggaran

diperlukan pelibatan MSF atas serapan anggaran dalam pencapaian cakupan pelayanan sesuai janji layanan. Fase berikutnya diperlukan pengawasan oleh badan pengawasan/inspektorat idak hanya mengawasi capaian pembangunan isik, tetapi sekarang ini sudah seharusnya pengawasan kinerja atas pelayanan kesehatan.

7. Bagi Kabupaten/Kota yang berkeinginan menerapkan atau mereplikasi beberapa prakik-prakik cerdas ini dapat melakukan modiikasi, mendesain ulang sehingga lebih aplikaif pada daerah dimana akan dilakukan replikasi, sehingga kebutuhan dana akan sangat dinamis sesuai dengan situasi dan kondisi daerah setempat.