Resusitasi
Tujuan Pembelajaran:
1. Memahami aspek eka dalam resusitasi
2. Memahami kapan menghenkan usaha resusitasi
W
alaupun dunia medis di bidang perinatal telah berkembang dengan baik dan pesat, tetapi hal tersebut tidak menjamin semua bayi akan lahir hidup atau tetap hidup dengan/ tanpa melewati masa kritis. Bayi prematur/ berat lahir rendah khususnya memiliki risiko tinggi untuk komplikasi jangka panjang dengan biaya pengobatan yang tidak murah, seperti: penyakit paru kronik, kebutaan, gangguan kognitif, kelainan neurologis, gagal tumbuh dan gangguan perkembangan.1
Orang tua/ keluarga pasien memiliki hak untuk mengambil keputusan terhadap tindakan yang akan dilakukan ke bayi mereka, namun di sisi lain tenaga medis juga mempunyai kewajiban untuk menolong setiap insan manusia. Hal tersebut menjadi cikal bakal pro-kontra antara orang tua/ keluarga bayi dengan tenaga medis,1 dan memunculkan pertanyaan, siapakah yang berhak memutuskan untuk melakukan dan menghentikan resusitasi sebagai upaya penyelamatan bayi?
Resusitasi Neonatus
A. Penolakan resusitasi2
Beberapa literatur menyebutkan bahwa pada kondisi tertentu tenaga medis dan/atau keluarga dapat menolak tindakan resusitasi. Kondisi tersebut antara lain:
- Anensefali
- Bayi prematur ekstrim dengan kemungkinan hidup kecil - Pada bayi dengan kelainan kongenital mayor
- Pada bayi sakit berat dengan prognosis jangka panjang sangat buruk
Perlu diperhatikan bahwa perintah penolakan tindakan seperti Do Not Resuscitate (DNR) harus didokumentasikan secara tertulis dalam rekam medis dan ditandatangani oleh keluarga pasien di dalam rekam medis.
B. Menghentikan usaha resusitasi2
Pedoman untuk menghentikan resusitasi mengacu pada denyut jantung bayi yang terdeteksi dalam 10 menit:
- Bila dalam 10 menit denyut jantung bayi tidak terdeteksi, maka usaha resusitasi dapat dipertimbangkan untuk dihentikan.
- Bila dalam 10 menit denyut jantung bayi sulit ditentukan atau sangat lemah, maka resusitasi dapat terus dilanjutkan. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh:
o Diagnosis yang belum pasti
o Usia gestasi neonatus
o Ada atau tidaknya komplikasi
o Harapan orangtua terhadap kehidupan bayinya
American Medical Association Code of Medical Ethics menyatakan bahwa untuk menentukan keputusan medis resusitasi untuk bayi kritis meliputi banyak pertimbangan sulit antara lain:3
Aspek Eka dalam Resusitasi
6
- Kemungkinan keberhasilan resusitasi
- Risiko yang mungkin timbul dengan atau tanpa resusitasi - Kemungkinan tindakan medis akan memperpanjang
kehidupan atau tidak
- Rasa sakit dan ketidaknyamanan yang timbul - Kemungkinan peningkatan derajat kualitas hidup bayi
Setiap intervensi medis memiliki risiko terjadinya komplikasi atau bahkan kematian, namun tenaga medis tidak boleh meremehkan kekuatan bertahan hidup dari seorang bayi. Oleh karena itu, usaha untuk memertahankan hidup dengan meresusitasi bayi harus terus dilakukan secara optimal.
Referensi
1. Fanaroff JM, Nelson LJ. Ethical issues in the perinatal period. Dalam: Fanaroff AA, Fanaroff JM, penyunting. Care of the High-Risk Neonate. Edisi ke-6. Philadelphia: Saunders; 2013. h.535-42.
2. Queensland Maternity and Neonatal Clinical Guidelines Program. Neonatal Resuscitation. Queensland: State of Queensland; 2011.h.19. 3. Hird M, Larcher VF. Ethical and legal aspects of neonatology. Dalam:
Rennie JM, penyunting. Roberton’s Textbook of Neonatology. Edisi ke-4. Philadelphia: Elsevier; 2005. h.97-100.
7
KASUS 1
Seorang bayi dengan berat 1400 gram dilahirkan dari ibu G2P1 A0 dengan preeklamsia berat pada usia kehamilan 31 minggu. Ibu belum pernah mendapat suntikan kortikosteroid sebelum persalinan. Pada saat dilahirkan bayi menangis kuat disertai pergerakan dan eksi pada keempat ekstremitas. Tangan dan kaki bayi terlihat sianotik. PERTANYAAN: Langkah apa yang akan anda lakukan selanjutnya? Pada usia 5 menit, bayi tampak mengalami retraksi interkostal dan supraklavikula disertai napas cuping hidung, merintih, dan frekuensi napas 70 kali/ menit. Bayi masih mengalami sianosis pada tangan dan kaki.
PERTANYAAN: Langkah apa yang anda lakukan selanjutnya?
KASUS 2
Seorang bayi dengan berat 2700 gram dilahirkan dari ibu G3P1 A1 secara bedah kaisar pada usia kehamilan 40 minggu. Sebelumnya ibu mengeluh gerakan janin berkurang disertai hasil pemeriksaan CTG berupa deselerasi lambat. Ibu tidak memiliki riwayat penyakit maupun penyulit selama kehamilan. Pada saat dilahirkan bayi tampak mengalami lilitan tali pusat erat sebanyak 2 kali, tidak menangis, dan tampak kebiruan. Bayi dibebaskan dari lilitan tali pusat dan diserahkan kepada anda selaku penolong resusitasi. Bayi tampak megap-megap dan lunglai disertai warna kebiruan disekitar mulut, tangan, dan kaki. Cairan ketuban tampak kehijauan namun tidak berbau.
Resusitasi Neonatus
PERTANYAAN: Langkah apa yang anda lakukan selanjutnya? Setelah melakukan langkah di atas, bayi tampak memperlihatkan usaha napas namun disertai dengan retraksi epigastrium dan subcostal, napas cuping hidung, merintih, dan frekuensi napas 65 kali/ menit. Sekitar mulut bayi masih tampak kebiruan. Laju denyut jantung bayi 130 kali/ menit.
PERTANYAAN: Langkah apa yang anda lakukan selanjutnya?
KASUS 3
Seorang bayi dengan berat 3200 gram dilahirkan dari ibu G1P0 A0 melalui persalinan normal pada usia kehamilan 42 minggu. Pada saat persalinan tampak cairan ketuban bercampur mekoneum kental. Bayi lahir menangis dengan tonus otot yang cukup. Tangan dan kaki bayi tampak kebiruan.
PERTANYAAN: Langkah apa anda lakukan selanjutnya?
KASUS 4
Seorang bayi dengan berat 1100 gram dilahirkan dari ibu G1P0 A0 melalui bedah kaisar atas indikasi ketuban pecah dini dan oligohidramnion pada usia kehamilan 28 minggu. Ibu tidak memiliki riwayat penyakit maupun penyulit selama kehamilan. Pada saat dilahirkan bayi tidak bernapas, tidak bergerak dan lunglai, serta tampak kebiruan. Laju denyut jantung 90 kali/ menit.
PERTANYAAN: Tindakan apa yang akan anda lakukan?
Setelah dilakukan tindakan dan dievaluasi, bayi tetap tidak bernapas, tidak bergerak dan lunglai, dengan laju denyut jantung
80 kali/ menit.
Megacode
7
KASUS 5
Seorang bayi dengan berat 2400 gram dilahirkan dari ibu G2P0 A1 melalui persalinan normal pada usia kehamilan 36 minggu. Ibu mengaku mengeluarkan cairan seperti air seni sejak 18 jam yang lalu. Ibu memiliki riwayat infeksi saluran kemih sejak sekitar 1 tahun yang lalu. Pada saat dilahirkan bayi tidak bernapas dan lunglai, serta tampak kebiruan seluruh tubuh. Frekuensi denyut jantung 90 kali/ menit.
PERTANYAAN: Langkah apa yang anda lakukan selanjutnya? Setelah langkah tersebut dilakukan dan dievaluasi, bayi mulai menangis, tidak ada retraksi maupun napas cuping hidung dan tidak merintih. Frekuensi napas 40x/ menit dan laju denyut jantung 110x/ menit namun tangan dan kaki masih tampak kebiruan. PERTANYAAN: Langkah apa yang anda lakukan selanjutnya?
KASUS 6
Bayi dengan berat 1800 gram dilahirkan dari ibu G2P1 A0 melalui bedah kaisar emergensi atas indikasi solusio plasenta pada usia kehamilan 30 minggu. Pada saat dilahirkan bayi tampak menangis lemah, tonus otot lemah disertai kebiruan. Pada usia 1 menit bayi tampak mengalami retraksi dalam di epigastrium, merintih, napas cuping hidung, dengan frekuensi napas 65 kali/ menit. Laju denyut jantung 110 kali/ menit. Tangan dan kaki masih tampak kebiruan.
PERTANYAAN: Langkah apa yang anda lakukan selanjutnya? Pada usia 5 menit retraksi bertambah dalam dengan frekuensi napas 80 kali/ menit. Laju denyut jantung 120 kali/ menit. Bayi tampak pucat dan saat dievaluasi waktu pengisian kapiler 4 detik disertai tangan dan kaki yang dingin.