• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2. Aspek Kepuasan Kerja

Pegawai didalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya akan lebih maksimal apabila kebutuhan yang ada dalam dirinya terpenuhi. Kebutuhan ini berkaitan dengan aspek kepuasan kerja.

Menurut Smith, dkk (dalam Baron dan Greenberg,1990) ada lima aspek kepuasan kerja yang meliputi :

a. Aspek pekerjaaan itu sendiri meliputi isi pekerjaan tersebut, termasuk umpan balik dan otonomi, pekerjaan yang menarik dan menantang, tidak membosankan dan yang memberikan status bagi karyawan. Adanya tantangan dalam pekerjaan mendorong karyawan lebih merasa bergairah dan bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugasnya. Selain pekerjaan menjadi lebih menarik bagi pekerja itu sendiri.

b. Aspek pembayaran gaji yang sesuai akan memenuhi kepuasan kerja

karyawan dan juga merupakan gambaran manajemen menghargai kontribusi yang telah diberikan kepada organisasi. Anoraga dan Suyati (1995) menambahkan bahwa dengan pendapatan yang sesuai dengan usahanya dan standar yang ada maka seorang pekerja merasa bahwa keberadaannya dalam proses perkembangan organisasi diakui serta mendorong pekerja untuk bekerja dengan maksimal agar mendapatkan hasil yang lebih baik lagi.

c. Aspek kesempatan promosi. Pegawai yang dipromosikan berdasarkan penampilan kerjanya akan merasa puas daripada yang dipromosikan berdasarkan senioritas.

d. Aspek supervise, kepuasan kerja karyawan akan dapat ditingkatkan

melalui perhatian dan hubungan yang baik dari pimpinan kepada bawahan, sehingga karyawan kan merasa dirinya merupakan bagian yang penting dari organisasi kerja.

e. Aspek orang lain, karyawan akan merasakan kepuasan kerja bila rekan

kerjanya memiliki pandangan-pandangan yang sama dengan dirinya dan memberikan bantuan dalam mencapai tujuan-tujuannya (Locke dalam Schultz dan Schultz, 1994). Apabila kondisi kerja yang nyaman dan kondusif bagi karyawan maka karyawan dapat bekerja dengan maksimal dan kerja dengan nyaman. Terdapat iklim kompetisi yang sehat diantara sesama rekan kerja dapat mendorong pekerja agar bekerja dengan maksimal untuk mendapatkan hasil yang maksimal pula bagi si pekerja (Anoraga dan Suyati,1995).

Selain itu Berry dan Houston (1993) juga menguraikan tentang aspek-aspek kepuasan kerja yaitu :

a. Karakteristik pekerjaan, dimana terbagi dalam :

1). Bermacam-macam keahlian (skill variety), identitas atau

(task significance) merupakan faktor kerja yang mempengaruhi persepsi individu terhadap kerja yang bermakna.

2). Otonomi (autonomy), dimana keadaan yang dimiliki oleh

pegawai ini mempengaruhi rasa tanggung jawab terhadap hasil pekerjaan. Pegawai akan merasakan adanya kewajiban yang ia lakukan untuk meyelesaikan pekerjaannya.

3). Feedback memberikan pengaruh terhadap penguasaan hasil kerja. Pegawai akan mendapatkan evaluasi dari atasannya mengenai hasil kerja yang telah ia lakukan. Keadaan ini menjadikan pegawai dapat menilai atau mengukur sampai sejauh mana kemampuan yang ia miliki didalm menyelesaikan pekerjaan.

b. Interaksi kerja (Job Relationship)

Faktor interaksi kerja meliputi perilaku supervisor dan hubungan antar teman sekerja. Dalam penelitian ini kepala sekolah bertindak sebagai supervisor untuk melihat interaksi para guru dalam satu sekolah. Interaksi yang dilakukan secara kondusif antara atasan dengan bawahan mampu memberikan adanya kenyamanan bagi pegawai didalam bekerja.

c. Insentif dan imbalan kerja (Incentive and Salary)

Faktor insentif dan imbalan kerja meliputi gaji serta tunjangan yang didapatkan sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan dari organisasi tempat

bekerja. Adanya penghargaan terhadap pekerjaan yang telah dilakukan memacu pegawai untuk dapat lebih menunjukkan kualitas bekerja yang lebih baik.

Berdasarkan berbagai pandangan dan pendapat yang dikemukakan diatas maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja dipengaruhi oleh adanya situasi kerja, iklim kerja dan keadaan individu itu sendiri. Dimana semakin tinggi sikap individu melihat lebih positif aspek-aspek yang telah dikemukakan dan sesuai dengan harapan individu maka telah mendapatkan kepuasan sesuai dengan yang diharapkan.

3. Efek Kepuasan kerja

Kepuasan kerja akan memberikan kesempatan bagi pegawai didalam mencapai motivasi yang tinggi. Namun sebaliknya ketidakpuasan kerja akan menurunkan motivasi kerja pegawai (Schultz,1973). Adanya ketidakpuasan pada pegawai dalam bekerja akan membawa akibat-akibat yang kurang baik bagi perusahaan atau instansi manapun bagi pegawai itu sendiri. Mitchel (1982) menyebutkan ada empat hal yang merupakan akibat dari tidak terpenuhinya kepuasan, yaitu turn over, absensi, kesehatan dan produktivitas. Absensi dan turn over merupakan akibat yang muncul karena tidak adanya kepuasan kerja pada pegawai. Adanya ketidakpuasan kerja pada karyawan yang bekerja akan membawa akibat-akibat yang kurang menguntungkan, baik bagi sebuah organisasi maupun bagi pegawai itu sendiri. Hasil penelitian Muchinsky dan Tuttle (Muchinsky, 1983), tentang

hubungan antara kepuasan kerja dengan turn over juga menunjukkan bawa orang-orang yang tidak menyukai pekerjaannya lebih mungkin untuk keluar dari pekerjaannya. Martoyo (2000) mengemukakan bahwa masalah kepuasan kerja berpengaruh terhadap tingkat absensi karyawan,turn over, semangat kerja dan keluhan-keluhan.

Hal-hal yang dikemukakan diatas merupakan efek dari adanya kepuasan kerja. Semakin puas mereka bekerja dalam suatu organisasi, semakin kecil turn over dan semakin jarang adanya absensi karyawan. Sebaliknya kepuasan kerja yang rendah, akan mengakibatkan perputaran karyawan dan ketidakhadiran karyawan yang tinggi. Selain itu adanya semangat kerja yang tinggi, menunjukkan adanya kepuasan yang telah didapatkan dan sebaliknya. Namun adanya keluhan-keluhan yang sering diajukan oleh karyawan menunjukkan adanya ketidakpuasan kerja yang dirasakan.

C. Hubungan antara kepuasan kerja dengan performansi kerja

Performansi kerja pegawai akan terbentuk dengan adanya suatu perilaku pegawai tersebut ditempat kerja (Szilagy dan Wallace, dalam Cascio 2003) . Penilaian terhadap baik buruknya performansi kerja yang ditunjukkan oleh seorang pegawai tergantung pada kualitas hasil pekerjaan yang telah dilakukan dan kebutuhan dasar yang telah terpenuhi. Dimana apabila kualitas hasil pekerjaan yang telah dilakukan dan kebutuhan dasarnya telah dipenuhi maka pegawai akan memiliki performansi kerja yang baik.

Vroom (1964) dan Mischell (1982) menjelaskan performansi adalah fungsi dari motivasi dan kecakapan. Pemahaman tersebut dirumuskan dalam P=f(MxA). Hal ini berarti apabila seseorang memiliki nilai yang rendah pada salah satu komponennya berarti memiliki performansi yang rendah. Jika seseorang memiliki performansi kerja yang rendah, maka hal ini merupakan hasil dari kemampuannya yang rendah atau motivasinya yang kurang baik atau merupakan hasil motivasi dan kemampuan yang rendah. Faktor motivasi apabila dijelaskan merupakan dorongan dari dalam diri individu yang menggerakkan individu tersebut untuk bertingkah laku dan dalam perbuatannya memiliki tujuan tertentu. Dorongan tersebut muncul dalam diri individu karena adanya stimulus yang muncul. Dalam penelitian ini, stimulus tersebut ialah kepuasan kerja, kepuasan kerja yang dimiliki oleh individu akan memberikan dorongan untuk bekerja (pada saat ini muncul motivasi). Dorongan tersebut kemudian menggerakkan individu untuk berperilaku dalam bentuk performansi kerja. Perilaku seorang individu dalam bekerja akan membentuk performansi kerja dalam diri individu itu sendiri, hal ini menurut Szilagy dan Wallace (dalam Cascio 2003).

Kepuasan kerja sangat penting dimiliki karena secara langsung ataupun tidak langsung menentukan keberadaan individu bahkan dapat menentukan mutu pegawai, oleh karena itu apabila suatu organisasi menginginkan pegawainya memiliki performansi kerja yang tinggi maka hendaknya memberikan perhatian yang serius terhadap masalah kepuasan kerja pegawai. Sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh Schultz (1973), dimana adanya kepuasan kerja akan memberikan kesempatan bagi pegawai didalam mencapai motivasi yang tinggi. Namun

sebaliknya ketidakpuasan kerja akan menurunkan motivasi kerja pegawai. Kepuasan yang telah dapat dirasakan dan dipenuhi dalam bekerja menjadikan pegawai termotivasi di dalam melaksanakan pekerjaannya, serta dapat mencurahkan segenap kemampuan maupun perhatiannya pada pekerjaan sehingga performansi kerjanya akan bertambah baik dan efisien. Robbins (2003), kepuasan kerja sebagai sikap umum individu terhadap pekerjaannya, seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi mempunyai sikap positif terhadap pekerjaan. Hal ini didukung dengan adanya penelitian yang menyatakan bahwa faktor-faktor kepuasan kerja memiliki pengaruh terhadap performansi kerja ( Parwanto,2002). Terdapat penelitian yang juga menyatakan bahwa kepuasan kerja memiliki pengaruh terhadap adanya performansi kerja (Adianto,2005). Kepuasan kerja yang dapat dirasakan dalam bekerja menjadikan pegawai lebih termotivasi didalam mencurahkan kemampuan maupun perhatiannya pada pekerjaan dan mampu mewujudkan performansi kerja yang baik.

Bagan : Dinamika Kepuasan kerja-Performansi kerja

Kesadaran diri

Performansi kerja Motivasi diri akan tanggung

jawab dan tugas Kepuasan kerja

D. Hipotesis

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, maka hipotesis yang diajukan adalah hubungan yang signifikan antara kepuasan kerja dengan performansi kerja. Semakin tinggi kepuasan kerja, maka semakin tinggi pula performansi kerja. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah kepuasan kerja semakin rendah pula performansi kerja.

BAB III

Dokumen terkait