• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek Pengetahuan: Menjelaskan perubahan musiman dan jangka panjang

BAB II MATERI UNIT KOMPETENSI MENJELASKAN BEBERAPA PROSES DAN

5.1 Aspek Pengetahuan: Menjelaskan perubahan musiman dan jangka panjang

Siklus musiman terjadi di semua ekosistem laut, walaupun pada beberapa e kosistem siklus tersebut terlihat lebih jelas dibanding pada ekosistem yang lain, seperti pada perairan subtropis dan perairan tropis. Pada perairan subtropis siklus musiman bagi plankton sangat bergantung pada cahaya, kedalaman pengadukan vertikal, ketersediaan unsur hara, dan tekanan pemangsaan – proses-proses tersebut mengendalikan struktur komunitas plankton dari waktu ke waktu. Dalam pesisir perairan tropis, di mana unsur hara cenderung lebih stabil dan rendah, terdapat sedikit fluktuasi pada populasi fitoplankton dengan sedikit pola musiman zooplankton yang memuncak pada akhir musim panas. Kawasan laut lepas tropis, kawasan pelagis terstratifikasi dengan kolom air paling atas merupakan zona fotik yang miskin unsur hara.

5.1.1 Upwelling di Samudra Hindia dan kawasan Indonesia

Terdapat beberapa pembalikan massa air terkait dengan angin muson barat daya, yang bertiup dari April hingga September. Pembalikan massa air terjadi pada Arus Somalia, di barat daya Arabia, dan pesisir Malabar, India. Pembalikan massa air tersebut merupakan pembalikan massa air geostrofi yang diakibatkan oleh kemiringan dan struktur suhu ketika arus bergerak ke timur menjauhi Tanduk Afrika (Warren, Stommel dan Swallow, 1966; Swallow dan Bruce, 1966). Kaitannya denga angin muson barat daya hanya karena arus tersebut muncul saat angin tersebut bertiup. Arus tersebut menjadi batas paling barat dan berasosiasi dengan tekanan angin di seluruh laut maupun secara lokal. Pembalikan massa air terbatas pada area antara Tanjung Guardafui, ujung selatan Pula Socotra, 9.5°N, 54.5°E (dalam lintang yang sama dengan Ras Mabber), dan sebuah titik di pesisir Somalia yang berpindah berdasarkan musim. Kemungkinan efek biologis dari pembalikan massa air hanyut ke arah laut dalam arus yang cepat (Ryther et al., 1966).

Pada saat angin muson barat daya bertiup, sebuah arus dari selatan muncul, dengan kemiringan termoklin di sepanjang pesisir Malabar, India. Pembalikan massa air yang terjadi berada sangat dangkal, kemungkinan sumbernya hanya 20 m (Darbyshire, 1967), Tetapi, permukaan air menjadi lebih dingin 6°C. Pada bulan Juli hingga Oktober, air dengan salinitas rendah menyebar dari sungai dan merupakan puncak periode produksi alga (Subramanyan dan Sarma, 1965). Pada bulan

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan KKP.02.001.01 Kode Modul:

Judul Modul: Menjelaskan Beberapa Proses dan Interaksi Penting pada Ekosistem Laut

Buku Informasi Versi: Agustus 2011 Halaman: 37 dari 63

September dan Oktober, pasca periode muson, terjadilah pembalikan massa air yang benar-benar diakibatkan oleh angin antara Alleppey dan Guilon, pesisir Cochin, dan sebuah arus balik akan berkembang antara 75-100 m (Rama Sastry dan Myrland, 1959). Situasi di lepas pantai Malabar sangat rumit dan kemungkinan produksinya cukup tinggi, dengan indikasi munculnya deposit fosfat di lepas pantai (Tooms, 1967; lihat Gambar 19). Jelas sekali menunjukkan pembalikan massa air memanjang dari Trivandrum hingga jauh ke Utara sampai Panjim, tetapi karena dasarnya dangkal, lokasi asal pembalikan massa air tidak dapat diperkirakan dengan metode yang digunakan di lokasi lain. Sangat mungkin terjadi bahwa deposit fosfat menunjukkan kawasan pembalikan massa air seperti yang ditunjukkan metode lain saat ini.

Banse (1968) telah mengamati sistem pembalikan massa air sepanjang pesisir dan menjelaskan bahwa kekurangan oksigen dapat terjadi di bawah termoklin pada saat terjadi pembalikan massa air; dan memang tangkapan ikan demersal telah berkurang di zona dengan kadar oksigen rendah (<2 ml/l).

Pada Teluk Bengal, pembalikan massa air telah terdeteksi terjadi di pantai Walthair pada bulan Februari dan Maret (LaFond, 1954); dan kemungkinan pembalikan massa air memanjang hingga pesisir Pulau Sangor pada bulan Juni. Ganaparti dan Murthy (1954) telah menjelaskan sirkulasi pada masa tersebut di Teluk Bengal. Di bawah angin muson barat daya, pembalikan massa air kemungkinan terjadi di sepanjang pesisir Orissa, yang pararel dengan arah angin. Hasil dari LaFond (1957) telah menunjukkan adanya pembalikan massa air pesisir yang panjang. Luas kawasan pesisir tersebut telah diperkirakan berdasarkan panjang garis pantai dan jarak sejauh 200 km ke laut lepas. Wyrtki (1964)memperkirakan bahwa pembalikan massa air dapat ditemukan di Laut Banda, Laut Flores, dan timur Laut Arafura, saat angin muson tenggara bertiup (dari Cushing 1969).

Pembalikan massa air di Indonesia telah diidentifikasi terjadi pada beberapa kawasan. Pembalikan

massa air yang terjadi antara Jawa dan Australia dideteksi dari distribusi suhu permukaan laut dalam (Wyrtki 1964). Pembalikan massa air yang terjadi Teluk Thailand dan perairan Vietnam diketahui melalui ekspedisi Naga (Wyrtki 1964). Pembalikan massa air yang terjadi di Laut Flores, Banda, dan Arafura diperhitungkan berdasarkan luas laut, karena tidak adanya observasi suhu permukaan laut yang menunjukkan pembalikan massa air, maka kemungkinan terjadi perkiraan berlebih. Wyrtki melandaskan keputusannya pada beberapa lokasi yang dapat digunakan sebagai acuan perkiraan.

Hand-out 2.3: Pengamatan suhu permukaan air laut di BHS

Ekosistem laut juga terpapar pada perubahan skala besar dan bertahun-tahun – dari pengaruh alam dan manusia. Beberapa perubahan skala besar dan bertahun-tahun yang dapat terjadi adalah seperti di bawah ini.

5.1.2 Perubahan iklim

Perubahan iklim, bersama dengan peningkatan suhu, karbon dioksida, radiasi UV telah dan akan terus berdampak pada ekosistem laut. Berikut ini adalah diagram yang menjelaskan faktor-faktor perubahan iklim yang mempengaruhi sistem di laut.

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan KKP.02.001.01 Kode Modul:

Judul Modul: Menjelaskan Beberapa Proses dan Interaksi Penting pada Ekosistem Laut

Buku Informasi Versi: Agustus 2011 Halaman: 38 dari 63

Gambar 2.4 Faktor-faktor perubahan iklim yang mempengaruhi ekosistem pesisir.

Suhu laut meningkat dan telah menyebabkan pemutihan karang akibat hilangnya simbion alga (zooxanthellae), dan kematian terumbu karang besar besaran (lihat materi 2.3). Suhu yang tinggi juga menyebabkan karang lebih rentan terhadap radiasi ultra violet (UV). Penyebaran dan kelimpahan jenis akan berubah sebagai tanggapan terhadap perubahan suhu.

Meningkatnya karbon dioksida di atmosfer juga dapat mempengaruhi fotosintesis, pernafasan, dan pertumbuhan tanaman. Perpindahan dan penyimpanan karbon dioksida di lautan akan menyebabkan perubahan pH yang membuat laut menjadi lebih asam. Hal tersebut akan sangat mempengaruhi organisme dengan kerangka kapur, seperti beberapa jenis produsen tingkat pertama, seperti coccolithophora, serta organisme seperti karang, kepiting, kerang, dan ikan. Peningkatan permukaan laut akibat perubahan iklim akan menyebabkan hilangnya lingkungan pesisir, intrusi air laut, kehilangan tanah untuk hunian dan pertanian, serta rawa payau dan hutan mangrove kemungkinan tidak dapat melakukan akresi secepat naiknya permukaan laut, belum lagi dampak terhadap komunitas pesisir.

Beberapa negara Pasifik Barat, seperti Indonesia, adalah bagian dari komite WESTPAC dari UNESCO. WESTPAC memiliki program untuk mengevaluasi dampak perubahan iklim pada terumbu karang bernama “Coral Reefs under Climate & Anthropogenic Perturbations (WESTPAC-CorReCAP”. Untuk mendapatkan informasi program tersebut Anda dapat mengunjungi

http://www.unescobkk.org/special-programmes/westpac/projects/ocean-sciences/coral-reefs-under-climate-&-anthropogenic-perturbations-westpac-correcap/

program WESTPAC terkait perubahan iklim juga dapat dilihat di sana.

Selain itu, Badan Oseanografi dan Atmosfer Amerika Serikat (NOAA) telah menanamkan investasi dalam bentuk observasi iklim lautan dengan DKP dan BPPT, yang memasang dan memantau empat mooring iklim di barat daya Sumatra.

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan KKP.02.001.01 Kode Modul:

Judul Modul: Menjelaskan Beberapa Proses dan Interaksi Penting pada Ekosistem Laut

Buku Informasi Versi: Agustus 2011 Halaman: 39 dari 63

Upaya konservasi untuk meningkatkan ketahanan (kemampuan bertahan dari perubahan) dan kelentingan (kemampuan untuk pulih dari perubahan) terhadap perubahan iklim sebai knya mengurangi tekanan antropogenik pada sistem sehingga ia dapat membentuk pertahanan diri. Pendekatan tersebut meliputi pengelolaan kegiatan yang memperparah dampak kerubahan iklim, seperti pembangunan pesisir, wisata, polusi dari satu titik atau lainnya, perikanan berlebih, dan jenis-jenis invasif.

Salah satu pendekatan untuk membangun ketahanan dan kelentingan terhadap ekosistem adalah dengan mendesain strategi konservasi yang menjawab seluruh tekanan pada sistem. Tiga pendekatan telah diajukan: 1) menyediakan tempat yang cukup bagi perubahan, 2) mengurangi tekanan yang bukan disebabkan oleh iklim, dan 3) mengidentifikasi populasi yang tahan dan lenting untuk dilindungi (WWF Agustus 2003, hal.165).

5.1.3 El Nino dan Osilasi Selatan (ENSO)

Siklus 4-7 tahun perubahan pusat tekanan di Samudra Hindia, dan Pasifik khatulistiwa dan subtropis, disebut Osilasi Selatan (OS), yang mengakibatkan perubahan pada angin, curah hujan, arus, dan permukaan laut di sebagian besar Samudra Pasifik. Pada Pasifik Timur, OS menyebabkan angin skala besar yang membawa air hangat, dengan salinitas dan unsur hara rendah ke pesisir yang mengatasi permasalahan pembalikan massa air lokal, dan peningkatan permukaan laut. OS bersama dengan El Niño menghasilkan peristiwa El Nino and Southern Oscillation (ENSO). ENSO dapat bervariasi tergantung intensitasnya, tetapi peristiwa dengan intensitas yang tinggi terjadi di lepas pantai Peru dan Ekuador pada tahun 1972-73 yang menyebabkan pengurangan drastis tangkapan teri, yang berdampak pada pasukan protein dunia dan menyebabkan efek domenito pada ekosistem. Hal yang sama juga terjadi pada peristiwa ENSO di 1982-83 yang mengganggu kondisi pembalikan massa air alami, membatasi pertumbuhan fitoplankton yang kemudian mempengaruhi zooplankton, dan menyebabkan penangkapan sarden di Amerika utara melorot, dan pemangsa sarden di air dingin

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan KKP.02.001.01 Kode Modul:

Judul Modul: Menjelaskan Beberapa Proses dan Interaksi Penting pada Ekosistem Laut

Buku Informasi Versi: Agustus 2011 Halaman: 40 dari 63

berkurang drastis, selain itu, tertangkap pula jenis-jenis dari air hangat yang tidak biasa seperti tuna. Dampak dari ENSO mulai dari meningkatnya badai, ombak, salinitas menurun, dan suhu menghangat terasa mulai dari Chili hingga Kalifornia, dan pemutihan karang dari Ekuador ke Kosta Rika. Penurunan drastis tangkapan teri terjadi lagi di Ekuador dan Peru, dan meningkatnya permukaan laut hingga 2m di kawasan mongrove dan menyebabkan penimbunan lumpur dan garam mengakibatkan kematian mangrove. Tidak semua efek ENSO diketahui, tetapi terdapat beberapa laporan yang meliputi meningkatnya badai pasir dan kebakaran semak di Afrika dan Australia saat ENSO, dan meningkatnya kekeringan dan banjir di beberapa tempat di Amerika Selatan.

5.1.4 Berkurangnya stok ikan

Kita akan lebih banyak membahas permasalahan tersebut dalam modul perikanan berkelanjutan, tetapi tangkapan komersial dunia telah melewati batas tangkapan berkelanjutan, dan dampak tertinggi terjadi di habitat pesisir dan paparan benua. Hilangnya biomassa konsumen dalam skala besar dari bagian atas rantai makanan akan mengakibatkan perubahan jangka panjang skala besar pada ekosistem.

5.1.5 Eutrofikasi

Eutrofikasi adalah sebuah proses yang menyebabkan perairan pesisir menerima unsur hara berlebih

sehingga menyebabkan ledakan pertumbuhan tumbuhan (biasanya alga). Hal tersebut menyebabkan ledakan alga yang mengurangi oksigen terlarut saat sisa-sisa tanaman membusuk dan dimakan bakteri. Rendahnya kadar oksigen dapat menyebabkan organisme lain mati. Air buangan dan pupuk merupakan pemasok nitrogen paling tinggi di perairan pesisir. Penyimpanan dari atmosfir juga terjadi, dan merupakan pemasok nitrogen utama pada laut lepas.

Pasokan unsur hara dari berbagai sumber terus meningkat di seluruh dunia. Perubahan unsur hara menyebabkan perubahan penyebaran dan kelimpahan jenis. Terdapat variasi tahunan dan musiman pada peningkatan pasokan unsur hara.

Eutrofikasi dapat merusak ekosistem padang lamun, melalui tumbuhnya epifit pada daun lamun dan meningkatnya fitoplankton yang mengakibatkan terhalangnya sinar matahari, dan pada akhirnya mengurangi biomassa lamun. Karena padang lamun mendukung beragam jenis dan merupakan daerah asuhan bagi beberapa jenis perairan dalam, kerusakan padang lamun juga akan menyebabkan hilangnya hewan.

Makroalga yang cepat tumbuh, hidup dengan baik ketika unsur hara meningkat; tetapi, jika laju pasokan unsur hara terus meningkat, cahaya akan menjadi faktor pembatas bagi fitoplankton dan alga lain, dan akhirnya makroalga akan mati. Perubahan komposisi tumbuhan juga merubah populasi herbivora dan karnivora. Pada terumbu karang, karang dapat tergantikan oleh makroalga jika terjadi eutrofikasi. Dalam kasus terumbu karang, unsur hara yang penting adalah fosfat dan nitrogen. Meningkatnya unsur hara juga berdampak tidak langsung pada meledaknya populasi jenis lain, termasuk jenis yang mengganggu.

5.1.6 Pencemaran limbah beracun

Zat pencemar antropogenik (kimia) biasanya terbawa ke laut melalui aliran air tawar ke lingkungan pesisir dan oleh sebab itu, menjadi masalah bagi lingkungan sekitar pesisir. Sebagian besar dampak dari racun zat kima biasanya bersifat lokal, dan dampaknya juga dapat hanya mengenai jenis tertentu. Racun zat kimia memiliki masa degradasi yang bervariasi.

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan KKP.02.001.01 Kode Modul:

Judul Modul: Menjelaskan Beberapa Proses dan Interaksi Penting pada Ekosistem Laut

Buku Informasi Versi: Agustus 2011 Halaman: 41 dari 63

Mungkin, hal yang harus diperhatikan adalah zat kimia organik yang tahan lama ( Persistent Organic

Pollutants – POPs). POPs adalah bahan kimia yang terdapat pada lingkungan, diakumulasi melalui

rantai makanan, dan beresiko mengakibatkan gangguan kesehatan manusia dan lingkungan. POPs terbukti dapat terbawa hingga jarak jauh dan dapat mencapai kawasan-kawasan yang tidak pernah menggunakan atau memproduksinya, sehingga menjadi ancaman bagi lingkungan di seluruh dunia. POPs meliputi zat kimia seperti polychlorinated biphenyls (PCB).

Sejak 2008 hingga 2010 Badan PBB untuk Lingkungan (United Nations Environment Programme - UNEP) menjadi sponsor proyek yang sedang dilaksanakan di tujuh negara Kepulauan Pasifik Selatan, seperti Fiji, Kiribati, Niue, Samoa, Palau, Kepulauan Solomon, dan Tuvalu. Koordinasi regional dilakukan oleh University of South Pacific, Institute of Applied Science.

Polybromenitated Diphenyl Ether (PBDE), zat kimia yang sering digunakan sebagai penahan api

sejak tahun 1970an adalah zat kimia beracun. PBDE digunakan dalam beragam produk, meliputi material bangunan, elektronika, alat-alat rumah tangga, kendaraan bermotor, plastik busa polyurthane, dan tekstil. Penelitian menunjukkan bahwa paparan PBDE dapat mengganggu kesehatan hewan, termasuk manusia. Penelitian toksikologi menunjukkan bahwa hati, kelenjar tiroid, dan perkembangan saraf tingkah laku dapat terhambat akibat paparan PBDE. PBDE juga diketahui dapat diturunkan dari ibu ke anaknya melalui air susu ibu.

PBDE dan PCB memiliki sifat kimia yang mirip,dan para ilmuwan dan pengelola menduga dampaknya terhadap kesehatan manusia juga dapat diperbandingkan. Produksi PBDE telah dilarang di beberapa negara Eropa dan Asia. Di Amerika Serikat, produksi bahan-bahan campuran PBDE telah dihentikan secara suka rela.

Hidrokarbon minyak, dari tumpahan minyak skala besar maupun skala kecil tetapi sering, harus

menjadi perhatian. Menityak dan gemuk adalah kelompok pencemar yang paling perlu diperhatikan di lingkungan laut, dan telah diidentifikasi sebagai parameter utama untuk pengembangan kriteria kualitas air ASEAN oleh Kelompok Kerja ASEAN Marine Environmental Quality Criteria. Prioritas ditentukan berdasarkan kemungkinan jumlah dan konsentrasi hidrokarbon, berikut dampaknya terhadap ekosistem laut dan kesehatan manusia. Tumpahan menityak dan gemuk serta penyebarannya di lingkungan laut cenderung membentuk sekelompok komponen dibanding satu jenis zat kimia.

Hal lain yang perlu diperhatikan di Indonesia, adalah potensi pencemaran dari kegiatan penambangan yang meliputi logam berat dan zat tambahan, seperti sianida. Saat ini Conservation International sedang menyelidiki potensi dampak tambang nikel terbuka yang terjadi di pesisir Utara Waigeo dan Teluk Mayalibit. Bukti kerusakan habitat dan gangguan terhadap populasi laut tampak nyata terjadi akibat tambang tembaga Ok Tedi.

Handout 2.4: Studi kasus – Tambang di Papua New Guinea 5.1.7 Spesies eksotik dan invasif

Jenis eksotik, juga dikenal denga nama jenis asing, non alami, dan jika merugikan, ia disebut jenis invasif, dapat masuk ke dalam sistem melalui berbagai penyebab, seperti pertukaran air balas, pengotoran badan kapal, praktik akuakultur dan marikultur. Indonesia merupakan jalan masuk antara dua samudra (Samudra Pasifik dan Hindia) dan dua benua (Asia – Australia), sehingga lalu lintas perairan menjadi ramai dan berpotensi memasukkan jenis-jenis non alami melalui rute tersebut. Menyebarnya organisme eksotis dapat berdampak pada dinamika ekosistem dengan memodifikasi keanekaragaman hayati sistem, terutama ekosistem kepulauan. Jenis alami terkadang

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan KKP.02.001.01 Kode Modul:

Judul Modul: Menjelaskan Beberapa Proses dan Interaksi Penting pada Ekosistem Laut

Buku Informasi Versi: Agustus 2011 Halaman: 42 dari 63

tidak dapat menyaingi jenis eksotis, dan terkadang ia juga membawa penyakit dan ditularkan ke jenis alami.

Beberapa jenis eksotis telah didokumentasikan di Indonesia dalam Global Invasive Sp ecies Database

yang dikelola oleh IUCN (http://www.issg.org/database/), yang meliputi jenis-jenis yang memiliki

potensi invasif. Beberapa jenis telah diintroduksi dengan untuk marikultur. Beberapa jenis introd uksi tersebut adalah sejenis alga merah (Kappaphycus spp.) dan jenis ikan nila (Oreochromis). Berikut adalah penjelasan ketiga spesies tersebut.

Kappaphycus spp. adalah alga merah yang diintroduksi di berbagai tempat di bumi sebagai

bahan pembentuk agar-agar kappa karagenan. Bahan ini digunakan dalam industri permen

karet dan sebagai pelembut dalam bebergai produk seperti es krim, pasta gigi, jeli,

obat-obatan, dan cat. Jenis alga ini dapat dengan mudah tumbuh dari potongan atau fragmen

berukuran 0,5 cm sehingga menjadi jenis alga yang sulit dikendalikan.

Ikan nila (Oreochromis spp.) adalah nama umum untuk tiga marga ikan dari suku Cichlidae,

yaitu Oreochromis, Sarotherodon & Tilapia. Ketiga jenis ikan tersebut meliputi 70 spesies

ikan dan delapan di antaranya merupakan ikan yang dibudidayakan. Ikan-ikan sebagian

besar berasal dari Afrika; ikan-ikan ini mengeram anak-anaknya dalam mulut. Budidaya nila

di keramba dapat menurunkan kualitas air sehingga dapat mempengaruhi kawasan-kawasan

yang memiliki nilai ekologi penting. Lolosnya sejumlah ikan ini tidak dapat dihindari sehingga

muncul nila di alam telah menyebabkan beragam masalah serius lainnya, seperti

menurunnya ikan alami lain yang dibudidaya, terutama Cichlidae, dan perubahan komunitas

bentik alami.

Nila mozambik (Oreochromis mossambicus) telah menyebar di seluruh dunia

melalui introduksi akuakultur. Populasi ikan nila ini di alam berasal dari ikan yang

meloloskan diri dari tambak ikan. Jneis ikan ini merupakan omnivora yang dapat makan

berbagai jenis makanan mulai dari alga hingga serangga.

5.1.8

Biostatus belum ditentukan

(1). Acanthaster planci (bintang laut)

Kebun karang dari Mikronesia dan Polinesia menyediakan sumber daya laut bagi komunitas

lokal dan lingkungan bagi jenis lama seperti ikan laut. Dalam terumbu karang yang terkena

pemutihan karang, wisata berlebih, atau gangguan alami seperti badai dan

El Niño, efek dari

bintang laut pemangsa karang

(Acanthaster planci)

berdampak pada komunitas karang alami yang

telah dalam kondisi buruk.

Acanthaster planci mengancam terumbu karang yang rapuh

tersebut, dan kerusakan pada kebun karang akibat bintang laut telah banyak ditemui di

beberapa ekosistem terumbu karang.

Nama lokal: bintang laut pemakan karang, bintang

laut berduri, bulu seribu, crown of thorns starfish.

(2). Acanthophora spicifera (alga)

Acanthophora spicifera adalah alga merah yang ditemukan di laut tropis dan subtropis di

seluruh dunia. Morfologinya yang seperti plastik membuatnya dapat beradaptasi pada

berbagai kondisi lingkungan, dan oleh sebab itu, ia dapat menginvasi beragam habitat. Ia

adalah jenis asing invasif di Hawaii. Ia juga salah satu alga asing yang paling sukses hidup di

kawasan tersebut, dimana ia mengubah komunitas alami dan bersaing dengan alga asli

kawasan tersebut.

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan KKP.02.001.01 Kode Modul:

Judul Modul: Menjelaskan Beberapa Proses dan Interaksi Penting pada Ekosistem Laut

Buku Informasi Versi: Agustus 2011 Halaman: 43 dari 63 (3). Gracilaria salicornia (alga)

Introduksi alga asing di lingkungan laut dapat menjadi ancaman bagi kesehatan dan

stabilitas ekosistem pesisir. Gracilaria salicornia mengancam terumbu karang dan komunitas

bentik alami di Hawaii dan berbagai tempat lain. Ia dapat mengurangi keanekaragaman jenis

dan mengubah struktur komunitas laut.

(4). Tubastraea coccinea (karang)

Tubastraea coccinea (karang mangkok oranye) telah diintroduksi ke seluruh benua kecuali

Antartika dan diduga menjadi kompetitor ruang dan membahayakan komunitas avertebrata

bentik. Pengurangan spons dan karang asli daerah tersebut juga berdampak lanjutan besar

bagi seluruh ekosistem.

(5). Varanus indicus (reptil)

Varanus indicus (biawak mangrove) adalah reptil darat yang hidup di pohon dan telah

diintroduksi di beberapa lokasi untuk mendapatkan daging, kulit, atau sebagai agen

pengontrol biologis. Ia telah membuat permasalahan di beberapa pulau dengan memangsa

ayam dan telur penyu. Bufo marinus (kodok laut) pernah diintroduksi untuk menjaga

populasi biawak mangrove di beberapa lokasi, tetapi berakibat buruk. Kedua jenis tersebut

telah menjadi hama serius di beberapa tempat, dengan potensi pengontrolan yang kecil

.

(6). Watersipora subtorquata (bryozoa)

Waterspora subtorquata (d’Orbigny, 1852) adalah bryozoa mengerak. Ia tahan terhadap zat

anti pengotor berbasis tembaga dan terkenal telah mengotori lambung kapal dan

membantu pengotoran dan penyebaran jenis-jenis invasif lainnya Watersipora subtorquata

dianggap kosmopolitan dan sangat invasif di pelabuhan di perairan subtropis. Upaya

pencegahan adalah satu-satunya cara pengendalian yang diketahui.

5.1.9 Ledakan populasi alga beracun

Ledakan populasi alga beracun (harmful algal bloom - HAB) telah diketahui menyebabkan kematian ikan dan kerang, mengancam kesehatan manusia, dan kerusakan ekosistem di seluruh dunia. Penyebab HAB belum dipahami dengan baik, begitu pula dengan meningkatnya frekuensi kemunculan; tetapi, yang terakhir kemungkinan disebabkan oleh aktivitas manusia. Semakin sering dan meningkatnya pengaruh aktivitas manusia terhadap ekosistem pesisir, berikut dampak lingkungan dan ekonomi dari HAB, telah menjadi tantangan pengelolaan pesisir pada beberapa