• Tidak ada hasil yang ditemukan

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

II. TINJAUAN PUSTAKA

4.3 Aspek Sosial .1 Masyarakat

Kawasan CA Lembah Harau terletak pada dua desa, yaitu Desa Tarantang Lubuak Limpato dan Desa Harau. Jumlah penduduk dari kedua desa dapat dilihat pada Tabel 18. Desa Tarantang memiliki kepadatan penduduk yang lebih tinggi daripada Desa Harau, yaitu 83 jiwa/ km2.

Tabel 18 Jumlah Penduduk Desa-Desa Penyangga Pada Tahun 2000

Desa Luas (km2) Penduduk (jiwa) Kepadatan (jiwa/km2) Laki-laki Perempuan Jumlah

Harau 29,75 448(47%) 505(53%) 953(100%) 32 Tarantang Lubuak

Limpato 22,63 916(49%) 953(51%) 1869(100%) 83

Sumber : Tim Unit Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Barat, 2000

BKSDA telah melakukan survei pada tahun 2000 mengenai sosial ekonomi dari Desa Tarantang Lubuak Limpato dan Desa Harau. Responden berjumlah 60 orang terdiri dari 30 orang dari Desa Tarantang dan 30 orang Desa Harau. Responden yang dipilih telah mewakili satu rumah tangga. Hal ini dilakukan agar dapat menggambarkan kondisi dari kedua desa secara menyeluruh. Tingkat pendidikan dari responden dapat dilihat pada Tabel 19. Dari segi pendidikan di kedua desa dapat disimpulkan cukup rendah, sebagian besar responden lulus pada tingkat Sekolah Dasar atau Sekolah Menengah Pertama. Namun, masyarakat telah memiliki kemampuan dalam membaca dan menulis, terlihat dari angka yang tidak sekolah hanya 1 orang dari 60 responden. Menurut data dari BKSDA (2000), terdapat satu Sekolah Dasar (SD) di Desa Harau, tiga Sekolah Dasar (SD), satu Sekolah Luar Biasa (SLB), dan satu Sekolah Mengengah Pertama (SMP) di Desa Tarantang Lubuk Limpato.

Tabel 19 Tingkat Pendidikan dan Jumlah Responden di Desa Harau dan Desa Tarantang Lubuak Limpato

Pendidikan Desa Jumlah

(%) Harau (%) Tarantang Lb. Limpato (%)

Tidak Sekolah - 2 2 Sekolah Dasar 25 18 43 SMP 13 23 36 SMA 12 5 17 Perguruan Tinggi - 2 2 Jumlah 50 50 100

Sumber : Tim Unit Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Barat, 2000

Mata pencaharian masyarakat dari kedua desa didominasi oleh bertani. Petani pada kedua desa adalah petani padi (sawah) dan gambir. Hal ini dikarenakan peruntukan lahan pada kedua kawasan dijadikan sebagai area pertanian (Tabel 20). Jenis Pekerjaan dari responden dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 20 Luas Peruntukan Lahan di Desa Harau

Peruntukkan Lahan Luas (ha)

Hutan 9,976 Sawah 563 Perkebunan 847 Permukiman 21 Rawa 10 Lahan Kritis 54 Lain-lain 130

Sumber: Kantor Wali Nagari Desa Harau, 2010

Tabel 21 Jumlah Responden Menurut Jenis Pekerjaan di Desa Harau dan Desa Tarantang Lubuak Limpato

Jenis Pekerjaan Desa Jumlah

(%) Harau (%) Tarantang Lb. Limpato (%)

Tani 40 45 85 Tukang 3 - 3 Dagang 5 3 8 Pegawai 2 - 2 Lainnya - 2 2 Jumlah 50 50 100

Sumber : Tim Unit Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Barat, 2000

Menurut data BKSDA pada tahun 2000, setiap petani sawah memiliki sawah sekitar 0,25-0,5 ha. Irigasi sawah menggunakan aliran sungai. Namun, menurut Pak Firdaus, Wali Nagari Harau, jumlah penghasilan beras (dalam kg) di Desa Harau lebih kecil daripada di desa yang lain. Hal inilah yang mendorong

masyarakat untuk menjadi petani gambir. Masalah dalam pertanian tanaman pangan adalah sulitnya mengalirkan air dari sungai ke kebun sehingga meningkatkan biaya pengolahan. Peternakan dan perikanan merupakan mata pencaharian sampingan.

Jumlah penghasilan yang didapat dapat dilihat dalam Tabel 22, sedangkan biaya hidup dapat dilihat dalam Tabel 23. Dari kedua data terlihat bahwa masyarakat dari kedua desa memiliki pengeluaran yang lebih besar daripada penghasilan yang didapat. Hal ini ditunjukkan oleh data penghasilan yang didominasi oleh Rp 200.000,00 hingga Rp 300.000,00, sedangkan pengeluaran didominasi dengan pengeluaran sebesar Rp 300.000,00 hingga Rp 500.000,00. Akibat dari hal ini, masyarakat mencari penghasilan tambahan dengan cara berjualan di sekitar kawasan TWA Lembah Harau, seperti menjual makanan, minuman, dan souvenir.

Tabel 22 Jumlah Responden Sesuai Kisaran Penghasilan di Desa Harau dan Desa Tarantang Lubuak Limpato

Penghasilan (x Rp 1000,-)

Desa Jumlah

(%) Harau (%) Tarantang Lb. Limpato (%)

<100 2 2 4 100-200 - 5 5 200-300 38 10 48 300-500 7 20 27 >500 3 13 16 Jumlah 50 50 100

Sumber : Tim Unit Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Barat, 2000

Tabel 23 Pengeluaran Biaya Hidup dari Responden di Desa Harau dan Desa Tarantang Lubuak Limpato

Penghasilan (x Rp 1000,-)

Desa

Jumlah (%) Harau (%) Tarantang Lb. Limpato

(%) <100 - 4 4 100-200 12 12 24 200-300 20 5 25 300-500 18 18 36 >500 - 11 11 Jumlah 30 50 100

4.3.2 Pengunjung

Jumlah pengunjung di kawasan TWA Lembah Harau cukup ramai, sebagaimana yang dapat dilihat pada Gambar 16. Jumlah pengunjung terbesar terjadi pada musim libur seperti Januari (8.924 orang), Mei (11.197 orang), dan Juni (18.416). Sifat musim yang insidental juga mempengaruhi jumlah pengunjung, seperti bulan ramadhan dan lebaran pada bulan Agustus sebanyak 12.027 orang. Menurut data tahun 2004, 2005, dan 2006, jumlah pengunjung terus meningkat (Gambar 17). Hal ini menunjukkan bahwa CA Lembah Harau mulai dikenal oleh banyak masyarakat dalam dan luar negeri.

WISNU : wisatawan nusantara WISMAN: wisatawan mancanegara

Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lima Puluh Kota, 2009

Gambar 16 Jumlah Kunjungan Wisatawan ke TWA Lembah Harau Tahun 2009

8824 4904 6228 5307 11097 18366 7781 11958 5979 3988 100 45 37 60 100 50 39 69 59 41 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 18000 20000 J um la h P e ng unj ung WISNU WISMAN

WISNU : wisatawan nusantara WISMAN: wisatawan mancanegara

Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lima Puluh Kota, 2009

Gambar 17 Jumlah Kunjungan Wisatawan ke TWA Lembah Harau Tahun 2004, 2005, dan 2006

4.4 Aspek Pengelolaan

4.4.1 Kronologi Pengelolaan TWA Lembah Harau

Pemerintah mulai membangun sarana dan prasarananya pada TWA Lembah Harau sejak tahun 1979. Pembangunan sarana dan prasarana pertama kali dilakukan oleh BAPPARDA Tingkat I Sumatera Barat yang kemudian berubah menjadi Kanwil Pariwisata Tingkat I Sumatera Barat. Sarana yang dibuat pada saat itu adalah gerbang pintu masuk, kupel, jalan setapak, area parkir, tempat bermain anak-anak, dan toilet. Setelah pembangunan selesai, BAPPARDA Tingkat I Sumatera Barat menyerahkan kawasan kepada Pemerintah Daerah Tingkat II Lima Puluh Kota. Pada tanggal 12 Desember 1990 keluarlah Surat Keputusan Bupati Lima Puluh Kota No.788/BLK/1990 tentang pembentukan Badan Pengelola Objek Wisata Alam Lembah Harau Kabupaten Lima Puluh Kota.

Pada tahun 1992, Dirjen Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam mengeluarkan buku kumpulan peraturan tentang pungutan dan iuran bidang Pariwisata Alam serta pungutan masuk kawasan pariwisata alam yang memuat surat-surat keputusan dari berbgagai instansi:

57000 53000 58500 176 407 353 0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 2004 2005 2006 J um la h P eng un jun g WISNU WISMAN

a. Kepmenhut No.878/Kpts-II/19992 tanggal 8 September 1992 tentang Tarif Pungutan Masuk ke Hutan Wiasata,Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Laut;

b. Kepmenhut No.441/Kpts – II /1990 tanggal 24 Agustus 1990 tentang Pengenaan Iuran dan Pungutan Usaha di Hutan Wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Nasionl Hutan Laut;

c. Kepmenhut No.688/Kpts-II/1989 tanggal 5 November 1989 tentang Tata cara Permohonn Izin Pengusahaan HutanWisata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Hutan Laut;

d. Kepmenhut No.687/Kpts-II/1989 tanggal 15 November 1989 tentang Pengusahaan Hutan Wiasata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Hutan Laut;

e. Kepsekjend DepHut No.45/Kpts/II- KUM/92 tanggal 16 Juli 1992 tentang Tata Cara Pengenatan, Pemungutan, Pembagian, dan Tata Usaha Pungutan Usaha, dan Iuran Usaha Pariwisata Alam di Hutan Wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Hutan Laut;

f. Surat Menteri Keuangan No.S- 978/MK.03/1992 tanggal 12 Agustus 1992 perihal Persetujuan Tarif Pungutan Masuk ke Hutan Wisata;

g. Kepdirjend PHPA No. 46/Kpts/ DJ- VI/1992 tanggal 1 Juli 1992 tentang Tarif Pungutan Usaha Pariwisata Alam di Hutan Wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Hutan Laut;

h. Kepdirjend PHPA No.77/ Kpts/ DJ-VI/1992 tanggal 1 Oktober 1992 tentang Tata Cara Pengenaan, Pemungutan, Penyetoran dan Penatausahaan Pungutan Masuk ke Hutan Wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Hutan Laut.

Buku ini kemudian direvisi kembali dengan PP No.18 Th 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam.

Kawasan TWA Lembah Harau mengalami beberapa kali pergantian pihak yang bertanggung jawab dalam mengelola kawasan. Pada tahun 1998, pihak pengelola diserahkan kepada Pd Gojong Limo Sakato dan pada tahun 2000, Dinas Pariwisata Kabupaten Lima Puluh Kota membuat surat perjanjian kerja sama

dengan PT Trio Dhora Nusantara Tour and Travel sebagai badan pengelola. Akibat adanya beberapa kali perpindahan pihak pengelola, Subseksi Wilayah KSDA Pasaman dengan surat no.10/5-SSKSDA-I/2001 tanggal 06 Februari 2001 membuat surat kepada Kepala unit KSDA Sumatera Barat untuk meminta penjelasan tentang penyerahan kewenangan Pemerintah Pusat ke Pemeritah Daerah. Masalah pihak pengelola mereda dengan perpindahan pengelolaan oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Lima Puluh Kota.

Pada 27 Februari 2007, Sekretaris Daerah Kabupaten Limapuluh Kota membuat surat kepada Kantor Pariwisata Lima Puluh Kota dengan No.500/132/Perek-PMD/2007 agar dapat memberikan informasi lengkap tentang ketentuan prosedur dan persyaratan pengelolaan kerjasama Lembah Harau oleh pihak swasta kepada Bupati Lima Puluh Kota. Sekda Kabupaten Lima Puluh Kota mengundang Kepala KSDA Sumatera Barat untuk rapat pembahasan pengelolaan Lembah Harau oleh pihak swasta. Hasil rapat tersebut adalah sebagai berikut. a. Pengelolaan TWA Lembah Harau oleh pihak ketiga izinnya dikeluarkan oleh

Menteri Kehutanan.

b. KSDA Sumatera Barat akan mengundang Pemda Kabupaten Lima Puluh Kota untuk rapat membahas pengelolaan TWA Lembah Harau.

c. Masa transisi pengelolaaan TWA Lembah Harau untuk sementara akan dikelola oleh Kantor Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lim Puluh Kota.

4.4.2 Rencana Pengembangan dan Pengelolaan TWA Lembah Harau

Pemda dan BKSDA memiliki beberapa rencana, yaitu Rencana Pengelolaan CA Lembah Harau Tahun 2000 oleh BKSDA dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Pariwisata Lembah Harau Tahun 2000 oleh Bappeda (Pemda). Kedua rencana ini dapat menjadi landasan dalam pembentukan konsep ekowisata. Di dalam Rencana Pengelolaan CA Lembah Harau Tahun 2000 terdapat butir-butir berikut:

a. pengukuhan dan pemeliharaan batas kawasan; b. penataan dan pengkajian kawasan;

c. pembangunan sarana dan prasarana;

e. pengelolaan potensi kawasan;

f. perlindungan dan pengamanan kawasan; g. pengelolaan penelitian dan pendidikan; h. pembinaan daerah penyangga;

i. pengembangan integrasi dan koordinasi.

Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) adalah panduan rancang bangun suatu kawasan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang yang memuat rencana program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengemdalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan. Di dalam RTBL Kawasan Pariwisata Lembah Harau Tahun 2000 terdapat butir-butir berikut:

a. identifikasi dan apresiasi konteks lingkungan; b. program peran serta masyarakat;

c. konsep umum perencanaan; d. panduan detail perancangan; e. program pembiayaan;

f. program pengendalian pelaksanaan;

V. ANALISIS DAN SINTESIS

5.1 Penilaian Objek dan Daya Tarik Wisata

Penilaian Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) memiliki lima aspek, yaitu daya tarik, aksesibilitas, lingkungan sosial ekonomi, akomodasi, serta sarana dan prasarana penunjang. Hasil dari penilaian dapat dilihat pada Tabel 24, 25, 26, 27, dan 28.

Tabel 24 Hasil Penilaian Aspek Daya Tarik

No Unsur/Sub unsur Skor

1 Keunikan sumber daya: ≥ 4 30

a. Air terjun b. Gua c. Flora d. Fauna e. Sungai f. Kesenian tradisional g. Peninggalan sejarah h. Upacara adat i. Kebudayaan masyarakat v v v v v v v v

2 Banyaknya potensi sumberdaya alam yang menonjol: ≥ 4 30 a. Batuan b. Flora c. Fauna d. Air e. Gejala alam v v v v

3 Kegiatan wisata yang dapat dilakukan: ≥ 5 30 a. Menikamati keindahan alam

b. Melihat flora dan fauna yang ada c. Memancing d. Trecking e. Mandi/berenang f. Penelitian/pendidikan g. Berkemah h. Berperahu v v v v v v

4 Kebersihan objek wisata tidak ada pengaruh dari: Ada 3-4 20 a. Industri

b. Jalan ramai motor/mobil c. Pemukiman penduduk d. Sampah e. Binatang f. Corat-coret (vandalisme) g. Pencemaran lainnya v v v v 5 Kenyamanan: Ada 4 25

a. Udara bersih dan sejuk

b. Bebas dari bau yang menganggu c. Bebas dari kebisingan

d. Pelayanan terhadap pengunjung yang baik

v v v v

6 Keamanan: Ada 4 25

b. Tidak ada pencurian

c. Tidak ada perambahan dan penebangan liar d. Tidak ada kepercayaan yang menggangu

e. Tidak ada penyakit yang berbahaya seperti malaria

v v v

Total 160

x Bobot (=6) 960

Tabel 25 Hasil Penilaian Aspek Aksesibilitas

No Unsur/Sub Unsur Kriteria Nilai

1 Kondisi jalan Baik 30

2 Jarak dari pusat kota < 5 km 30 3 Tipe jalan Jalan aspal lebar > 3 m 30 4 Waktu tempuh dari pusat 1-2 jam 30

Total 120

x Bobot (=5) 600

Tabel 26 Hasil Penilaian Kondisi Lingkungan Sosial Ekonomi

No Unsur/Sub Unsur Kriteria Nilai

1 Tata ruang wilayah objek Ada tapi tidak sesuai 25 2 Status lahan Lahan negara 30 3 Mata pencaharian penduduk Petani dan berkebun 20 4 Pendidikan Lulus SD sebagian besar 20

Total 95

x Bobot (=5) 475

Tabel 27 Hasil Penilaian Aspek Akomodasi

No Unsur/Sub Unsur Kriteria Nilai

1 Jumlah kamar (Buah) < 30 15 2 Jarak dari pusat kota Ada 1 15

Total 30

x Bobot (=3) 90

Tabel 28 Hasil Penilaian Aspek Sarana dan Prasarana Penunjang (Radius 10 km dari Objek)

No Unsur/Sub Unsur Kriteria Skor

1 Prasarana: ≥ 4 30 a. Kantor pos b. Jaringan telepon c. Puskesmas/klinik d. Wartel/faksimili e. Warnet f. Jaringan listrik g. Jaringan air minum h. Surat kabar v v v v v v 2 Sarana penunjang: ≥ 4 30

a. Rumah makan/minum b. Pusat perbelanjaan/pasar c. Bank/money changer d. Toko cindera mata e. Tempat peribadatan f. Toilet umum g. Transportasi

Total 90

x Bobot (=2) 180

Tabel 29 Kategori Penilaian ODTW

Kategori Derajat Interval Sangat baik Baik Sedang Buruk Sangat buruk 2328-2640 2016-2327 1704-2015 1392-1703 1080-1391

Berdasarkan rumus dalam penilitian Oktadiyani (2006), penilaian ODWT dibagi dalam lima kategori. Total dari kelima aspek di atas adalah 2305 (Tabel 29). Dalam tabel kategori penilaian ODTW, skor ini termasuk dalam kategori baik. Hasil ini menunjukkan bahwa dari segi penilaian ODWT, TWA Lembah Harau telah memiliki persyaratan yang cukup untuk dijadikan pengembangan wisata. Aspek daya tarik merupakan aspek yang memiliki skor yang paling tinggi, sedangkan aspek kondisi lingkungan sosial ekonomi memiliki skor yang paling rendah. Simpulan dari penilaian ini adalah sebagai berikut.

a. TWA Lembah Harau memiliki daya tarik yang tinggi dari segi keunikan sumber daya, kegiatan yang dapat dilakukan, kebersihan, dan kenyamanan; b. TWA Lembah Harau mudah di akses;

c. kondisi lingkungan sosial ekonomi masyarakat sekitar TWA Lembah Harau masih kurang karena tingkat pendidikan rendah dan masyarakat mayoritas adalah petani;

d. belum adanya pengadaan akomodasi yang baik;

e. memiliki sarana dan prasaran penunjang yang baik di sekitar kawasan TWA Lembah Harau.

5.2 Penilaian Kesiapan Pengembangan Community-Based Ecotourism

Penilaian kesiapan pengembangan Community-Based Ecotourism (CBE) memiliki empat aspek, yaitu sosial ekonomi, sosial budaya, lingkungan, dan pengelolaan. Hasil penilaian dapat dilihat pada Tabel 30, 31, 32, dan 33.

Berdasarkan rumus dalam penelitian Oktadiyani (2006), penilaian kesiapan masyarakat dalam pengembangan ekowisata dibagi dalam lima kategori. Total dari kelima aspek di atas adalah 1500 (Tabel 34). Dalam tabel kategori penilaian, nilai ini termasuk dalam kategori sedang. Aspek sosial ekonomi dan aspek pengelolaan menjadi aspek yang memiliki skor paling rendah. Simpulan dari penilaian ini adalah sebagai berikut.

a. TWA Lembah Harau memiliki potensi pasar tetapi kurang dalam pengelolaan karena kurangnya partisipasi masyarakat;

b. Masyarakat sekitar TWA Lembah Harau memiliki tingkat sosial budaya yang baik, yaitu masih terjaganya norma, nilai, dan kebudayaan setempat;

c. kelestarian lingkungan mulai terganggu karena kurangnya pengelolaan, konservasi, dan kesadaran lingkungan masyarakat maupun Pemda (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata);

Tabel 30 Hasil Penilaian Aspek Sosial Ekonomi

No Prinsip Kriteria Indikator Ada 1-2 Tidak Ada Skor

1 Pasar 1 Adanya potensi/peluang pasar 2 Tumbuhnya pelaku usaha

1 Peningkatan jumlah kunjungan

2 Pertumbuhan jumlah pelaku usaha v 20 2 Ekonomi

kerakyatan

Terbukanya peluang usaha dan kesempatan kerja

1 Peningkatan jumlah kunjungan

2 Tumbuhnya pelaku usaha ekonomi mikro v 20 3 Penggunaan

sumber daya setempat

Tumbuhnya kreativitas masyarakat 1 Peningkatan sarana/prasarana

2 Meningkatnya permintaan sumberdaya lokal

v 10 4 Unit selling point

(USP)

1 Branding Image

2 Produk layak jual dan kualitas

Kunjungan berkesinambungan

v 10 5 Partisispasi

masyarakat dalam investasi

Keberadaan sumber daya lokal sebagai aset

1 Setiap sumber daya lokal dapat menjadi nilai pokok

2 Meningkatnya alur distribusi lokal

v 10 6 Pembagian

keuntungan

Adanya pengaturan/kesepakatan antar-pihak bersama pemerintah

Kontribusi keuntungan semua pihak

v 10

Total 90

x Bobot (=6) 540

Tabel 31 Hasil Penilaian Aspek Sosial Budaya

No Prinsip Kriteria Indikator Ada 3 Ada 1-2 Tidak Ada Skor 1 Pelestarian Adanya norma dan nilai 1 Adanya norma dan nilai-nilai budaya

setempat yang masih berlaku dan dipegang teguh serta mengikat di dalam masyarakat 2 Adanya upacara-upacara adat yang masih

diselenggarakan

v 20

2 .

Apresiasi Adanya upacara adat Adanya kelempok kesenian

1 Jumlah/jenis upacara adat

2 Jumlah grup kesenian tradisional/modern 3 Interaksi seni budaya

v 20

3 Pengaturan Adanya pengaturan adat Masih adanya kelembagaan masyarakat v 20

Total 60

Tabel 32 Hasil Penilaian Aspek Lingkungan

No Prinsip Kriteria Indikator Ada 3 Ada 1-2 Tidak Ada Skor 1 Pengelolaan 1 Aturan tertulis/tidak

tertulis di desa 2 Sadar lingkungan

1 Adanya sanksi lingkungan 2 Masih adanya kegiatan kerja

bakti/gotong royong

3 Tertata, bersih, nyaman, dan asri

v 15

2 Konservasi Pemanfaatan lingkungan alam dan budaya yang

berkelanjutan

1 Lingkungan lestari 2 Seni budaya masih eksis

3 Masyarakat masih mendapatkan nilai ekonomi dari lingkungan

v 20

3 Sadar lingkungan Pemahaman tentang arti dan manfaat linkungan meningkat

1 Meningkatnya perhatian dan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan 2 Adanya pendidikan tentang lingkungan

pada sektor formal dan informal

v 10

Total 45

x Bobot (=6) 270

Tabel 33 Hasil Penilaian Aspek Pengelolaan

No Prinsip Kriteria Indikator ≥ 3 Ada 1-2 Tidak Ada Skor

1 Adanya institusi di masyarakat lokal

Partisipasi masyarakat 1 Adanya peran aktif dari institusi atau kelompok masyarakat 2 Keterlibatan pemangku kepentingan/stakeholders v 10 2 Melibatkan semua pemangku kepentingan

Transparansi 1 Meningkat jumlah masyarakat yang memperoleh manfaat

2 Tersedianya mekanisme pendistribusian keuntungan

3 Tidak ada masyarakat yang menyampaikan keluhan

v 10

3. Peningkatan kapasitas 1 Pengetahuan dan keterampilan kelompok masyarakat meningkat

2 Semua guide terlatih dan memperoleh lisensi (terdapat pelatihan setidaknya sekali setahun)

v

10

3 Kesadaran kelompok masyarakat tentang konservasi sumber daya alam meningkat 4 Terbentuknya monitoring unit di tingkat

masyarakat

5 Jumlah pelatihan (konservasi, skill, dan pengetahuan sebagai pemamdu) 6 Kepuasan pengunjung meningkat 4. Regulasi 1 Kesepakatan pengelolaan yang legalitas

hukumnya diakui masyarakat dan pemerintah desa

2 Adanya nota kerjasama atau management agreement dengan pemilik kawasan 3 Adanya code of conduct

v 15

5. Isu keberlanjutan 1 Tersedianya produk-produk yang ramah lingkungan

2 Mandiri

v 10

Total 55

x Bobot (=6) 330

Tabel 34 Kategori Penilaian Kesiapan Pengembangan CBE

Kategori Derajat Interval Sangat baik Baik Sedang Buruk Sangat buruk 1836-2040 1632-1835 1428-1631 1224-1427 1020-1223 50

5.3 Penilaian Kesiapan Masyarakat dalam Pengembangan Ekowisata

Penilaian kesiapan masyarakat dalam pengembangan ekowisata memiliki tiga aspek, yaitu karakterisitk masyarakat, persepsi masyarakat mengenai pengembangan ekowisata, serta partisipasi dan keinginan masyarakat. Penilaian ini dilakukan melalui hasil kuesioner dari Rencana Pengelolaan CA Lembah Harau Provinsi Sumatera Barat tahun 2000 yang dilakukan KSDA. Hasil penilaian dapat dilihat pada Tabel 35, 36, dan 37.

Berdasarkan rumus dalam penilitian Oktadiyani (2006), penilaian ODWT dibagi dalam lima kategori. Total dari kelima aspek di atas adalah 1460 (Tabel 38). Dalam tabel kategori penilaian, nilai ini termasuk dalam kategori sedang. Skor pada penilaian ini hampir mencapai kategori baik (1676-1464). Hal ini disebabkan oleh adanya beberapa aspek yang memiliki skor yang cukup rendah sehingga tidak cukup untuk mencapai kategori baik. Aspek persepsi masyarakat mengenai pengembangan ekowisata merupakan aspek yang memiliki skor paling rendah. Simpulan dari penilaian ini adalah sebagai berikut.

a. masyarakat memiliki tingkat pendidikan yang cukup rendah;

b. masyarakat mengetahui perlunya pelestarian tetapi belum adanya dukungan dalam bentuk tindakan;

c. partisipasi masyarakat masih kurang tetapi keinginan masyarakat untuk berpartisipasi sangat besar.

Tabel 35 Hasil Penilaian Karakteristik Masyarakat (berdasarkan kuesioner oleh KSDA tahun 2000)

No Unsur/Sub Unsur Kriteria Skor

1 Pendidikan Lulus SD sebagian besar 20

2 Mata pencaharian penduduk Petani dan berkebun 20 3 Status kependudukan Mayoritas responden asli 30

Total 70

x Bobot (=5) 350

Tabel 36 Hasil Penilaian Persepsi Masyarakat Mengenai Pengembangan Ekowisata

No Unsur/Sub Unsur Kriteria Skor

1 Objek yang perlu dilestarikan: ≥ 4 30

a. Keindahan alam

b. Keanekaragaman hayati (flora dan fauna) c. Peninggalan sejarah d. Kebudayaan lokal e. Lainnya v v v v

2 Pendapat pengembangan wisata ODWT dengan aspek kelesatarian Sangat sependapat 25 3 Kegiatan menjamin kelesatarian kawasan: Ada 1 15

a. Adanya pembatasan jumlah pengunjung

b. Kegiatan wisata yang bersifat merusak dihindarikan c. Melibatkan masyarakat dalam pengelolaan wisata d. Adanya dukungan pemerintah sebagai fasilitator e. Lainnya

v

4 Bentuk pelayanan dan fasilitas menjamin kelestarian kawasan/objek: Ada 1 15 a. Bangunan dengan bahan yang alami seperti kayu

b. Bangunan permanen dengan jumlah yang tidak terlalu banyak yang akan merusak keaslian kawasan objek wisata

c. Adanya interpreter (pemandu) yang dapat memberikan penjelasan mengenai kondisi kawasan objek wisata

d. Adanya homestay (penginapan) dan makanan tradisional yang dapat memberikan suasana alami pada

v

pengunjung e. Lainnya

Total 85

x Bobot (=6) 510

Tabel 37 Hasil Penilaian Partisipasi dan Keinginan Masyarakat

No Unsur/Sub Unsur Kriteria Skor

1 Partisipasi masyarakat Sedikit yang berpartisipasi 20

2 Persepsi masyarkat Mayoritas mendukung 25

3 Keinginan masyarakat ≥ 4 30

4 Dampak Perbandingan sama antara positif dan negatif 25

Total 100

x Bobot (=6) 600

Tabel 38 Hasil Kategori Penilaian Kesiapan Masyarakat dalam Pengembangan Ekowisata

Kategori Derajat Interval Sangat baik Baik Sedang Buruk Sangat buruk 1677-1890 1464-1076 1251-1463 1038-1250 825-1037 53

5.4 Strategi Pengembangan Lanskap Berbasis Ekowisata

Strategi pengembangan dan pengelolaan ekowisata dilakukan dengan analisis SWOT. Pada kasus ini, analisis SWOT merupakan analisis lanjutan dari analisis penilaian. Analisis SWOT dilakukan untuk menentukan langkah-langkah yang akan dilakukan dan menentukan prioritas strategi. Langkah pertama adalah menentukan faktor-faktor internal dan eksternal TWA Lembah Harau. Faktor-faktor ditentukan berdasarkan wawancara dengan pengelola dan masyarakat, analisis penilaian (ODTW, kesiapan pengembangan CBE, dan kesiapan masyarakat dalam pengembangan ekowisata), dan studi pustaka. Faktor internal terdiri dari kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses), sedangkan faktor eksternal terdiri dari peluang (opportunities) dan ancaman (threats). Kekuatan yang dimiliki TWA Lembah Harau adalah sebagai berikut:

a. memiliki objek wisata yang alami dan khas (S1);

b. memiliki potensi pengembangan kegiatan wisata lainya (S2); c. kawasan mudah di akses (S3);

d. tingkat sosial budaya masyarakat tinggi (S4);

e. adanya kesadaran masyarakat untuk melestarikan kawasan (S5); f. tingkat keinginan masyarakat untuk berpartisipasi tinggi (S6). Kelemahan yang dimiliki TWA Lembah Harau adalah sebagai berikut: a. masyarakat memiliki tingkat pendidikan yang cukup rendah (W1); b. kurangnya partisipasi masyarakat (W2);

c. pelestarian kawasan belum optimal (W3).

Peluang yang dimiliki TWA Lembah Harau adalah sebagai berikut: a. potensi pasar tinggi (O1);

b. adanya rencana pengembangan dan pengelolaan dari Pemda dan BKSDA (O2);

c. memiliki sarana dan prasaran penunjang yang cukup (O3). Ancaman yang dimiliki TWA Lembah Harau adalah sebagai berikut: a. kelestarian lingkungan mulai terganggu (T1);

b. belum adanya kerja sama antara Pemda dan BKSDA (T2).

Langkah kedua adalah penilaian faktor internal dan eksternal. Penilaian

Dokumen terkait