• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelibatan Masyarakat ke dalam Rencana Pengembangan dan Pengelolaan Pemda dan BKSDA

V. KONSEP PENGEMBANGAN LANSKAP BERBASIS EKOWISATA di KAWASAN TAMAN WISATA ALAM LEMBAH HARAU

6.1 Pelibatan Masyarakat ke dalam Rencana Pengembangan dan Pengelolaan Pemda dan BKSDA

Pelibatan masyarakat akan berdampak positif terhadap pengembangan dan pengelolaan suatu kawasan. Pelibatan tersebut yaitu adanya partisipasi masyarakat. Menurut Mitchell (1997), partisipasi akan meningkatkan harapan masyarakat luas dan kebutuhan untuk berperan serta, serta keengganan untuk menerima bahwa seorang ahli tentulah mengetahui apa yang terbaik. Melalui partisipasi masyarakat, berbagai bentuk ketidakpastian, terutama masalah sosial budaya, situasi akan mudah terpecahkan secara efektif untuk jangka panjang. Dalam Rencana Pengelolaan tahun 2000 oleh BKSDA dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) tahun 2000 oleh Bappeda (Pemda), dijelaskan bahwa diperlukan partisipasi masyarakat untuk mendukung berjalannya kedua rencana tersebut. Melalui kedua rencana tersebut, peluang masyarakat untuk berpartisipasi menjadi lebih besar.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam partisipasi masyarakat. Langkah awal adalah menentukan tingkat partisipasi dari masyarakat. Menurut Arnstein dalam Mitchell (1997), tingkat partisipasi masyarakat yang baik adalah kemitraan. Dalam partisipasi pada tingkat kemitraan, masyarakat akan terlibat dari awal kegiatan pengembangan hingga evaluasi. Rancangan dalam membentuk kemitraan adalah menentukan alasan pembentukan kemitraan, tingkat kesertaan, tipe peserta, jenis kemitraan, elemen yang mensukseskan, waktu, komponen program, mekanisme, dan pemantauan dan evaluasi (Mitchell, 1997). Kementrian Sumber Daya Alam Ontario dalam Mitchell (1997), mengidentifikasi bentuk-bentuk kerjasama dalam kemitraan, terdapat empat bentuk-bentuk. Bentuk yang cocok dalam kasus kawasan TWA Lembah Harau adalah kemitraan operasional (operasional partnership). Kemitraan operasional merupakan jenis kemitraan dengan peserta atau mitra melakukan pembagian kerja, tidak hanya pengambilan keputusan. Di sini penekanannya untuk mencapai kesepakatan atas tujuan yang diinginkan bersama, kemudian bekerja sama untuk mencapainya. Kerja sama ini

dapat begitu tinggi, pesertanya saling berbagi sumberdaya bukan uang dalam jumlah besar. Kekuasaan masih dipegang secara utama oleh peserta yang mempunyai sumber dana, dan ini biasanya lembaga-lembaga pemerintah. Namun, jika masyarakat telah siap (setelah pembelajaran berjalan efektif), bentuk kerja sama berubah menjadi tingkat yang lebih tinggi, yaitu kemitraan kolaboratif (collaborative partnership). Kemitraan ini hampir sama dengan kemitraan operasional, tetapi dalam kerja sama ini semua peserta termasuk masyarakat memiliki otonomi yang sama kuat. Terdapat bentuk lain dari partisipasi masyarakat dalam ekowisata berbasis masyarakat. Jain (2000) dalam Qomariah (2009) menyatakan bentuk-bentuk sebagai berikut.

a. Partisipasi dalam pengembangan

Partisipasi merupakan langkah awal bagi Pemda dan BKSDA untuk mengikutsertakan masyarakat pada awal pengembangan TWA Lembah Harau. Walaupun masyarakat tidak memiliki bidang keilmuan, informasi penting lainnya dapat menjadi faktor penting dalam pengembangan. Perlu ditekankan bahwa tahap ini merupakan tahap penting karena masyarakat dapat ikut terlibat dalam sistem. Masyarakat harus dihargai agar masyarakat termotivasi untuk melaksanakan hal ke tingkat yang lebih tinggi.

b. Partisipasi dalam pembuatan keputusan

Pembuatan keputusan harus benar-benar berdasarkan pemikiran yang matang. Tidak boleh terlalu memihak ke salah satu kelompok, termasuk masyarakat itu sendiri. Pada kasus kawasan TWA Lembah Harau, pengambilan keputusan harus dilaksanakan dengan hati-hati. Hal ini dikarenakan masyarakat belum terlalu mengerti dari proses formal yang ada. Pemda dan BKSDA harus dapat membimbing, tetapi bukan menjadi satu-satunya pihak yang memutuskan keputusan.

c. Partisipasi dalam pelaksanaan dan perjalanan prosesnya

Pelaksanaan merupakan tahapan penting. Jika keputusan telah disepakati bersama, proses pelaksanaan dapat berjalan lancar. Perlu dilakukan pemantauan dan evaluasi agar pelaksanaan dapat berjalan efektif.

Pembagian keuntungan ekonomi menjadi tahap yang sensitif. Semua pihak harus benar-benar ikut terlibat dalam pembagian. Keuntungan harus dibagikan sesuai dengan keputusan yang telah disepakati. Hal ini juga dapat menjadi motivasi masyarakat untuk lebih giat dalam sistem pengembangan dan pengelolaan.

Hal penting yang harus ditekankan dalam sistem kemitraan adalah masyarakat harus dilibatkan dari awal pengembangan. Menurut Mitchell (1997), terdapat kunci agar kemitraan dapat dilakukan dengan baik. Kunci ini, antara lain informasi harus disebarkan ke semua peserta terutama masyarakat. Kemudian semua ide ditampung dari semua peserta. Kedua hal ini disebut sebagai

information-out dan information-in. Terkumpulnya banyak ide memungkinkan penyelesaian menjadi semakin efektif. Namun, proses ini dapat menjadi menjadi faktor penghambat jika waktu yang dihabiskan dalam kedua proses ini berjalan terlalu lama. Diperlukan kesadaran setiap peserta untuk mencari penyelesaikan dengan waktu singkat. Terdapat bentuk-bentuk mekanisme partisipasi publik (Tabel 45). Mekanisme ini dapat dipilih salah satu atau dikombinasikan, disesuaikan dengan kondisi.

Tabel 45 Bentuk-bentuk Mekanisme Partisipasi Publik

Perwakilan Informasi masuk Informasi keluar Pertukaran menerus Kemampuan membuat keputusan Pertemuan publik

Kurang baik Kurang baik Baik Kurang baik Kurang baik - cukup Tugas

khusus

Kurang baik Baik Baik Baik Cukup - baik Kelompok-kelompok Kurang baik - baik Kurang baik - baik Kurang baik - baik Baik Cukup Penasehat Baik Baik Cukup Kurang baik Kurang baik Survey sosial Kurang baik Baik Kurang baik Kurang baik Baik Penyerahan

individu atau kelompok

Kurang baik Baik Baik Kurang baik Baik

Ligitation Kurang baik - cukup

Baik Baik Kurang baik Baik Abritasi Cukup Baik Baik Cukup Baik Mediasi

lingkungan

Kurang baik - cukup

Baik Baik Baik Baik Lobi Kurang baik -

cukup

Baik Cukup Baik Cukup

Langkah terakhir adalah pemantauan dan evaluasi. Tahapan ini penting untuk mengetahui seberapa besar penerapan dapat berjalan dengan lancar. Pemantauan dan evaluasi harus memiliki prosedur yang jelas agar dapat dilaporkan dan didiskusikan dengan mudah. Dalam kasus kawasan TWA Lembah Harau, pemantauan harus dilakukan oleh tim khusus yang terdiri dari anggota BKSDA. Hal ini dikarenakan KSDA memiliki pemahaman yang lebih tinggi mengenai ekowisata. Menurut Smith dalam Mitchell (1997) terdapat tiga bagian yang perlu dievaluasi, yaitu konteks, proses, dan keluaran atau hasil. Contoh lembar pemantauan dan evalusi dapat dilihat pada Tabel 46.

Tabel 46 Contoh Lembar Pemantuan dan Evalusi

Konteks

1 Latar belakang

2 Persiapan/pengaturan kelembagaan a. Struktur dan proses politik b. Regulasi dan legislasi c. Struktur administrasi 3 Penampilan lembaga a. Status b. Fungsi c. Kerangka kerja d. Persiapan/pengaturan pendanaan Proses

1 Tujuan dan sasaran partisipasi

a. Tugas yang diberikan pada partisipasi b. Tujuan peserta

2 Jumlah dan alasan kesertaan publik a. Siapakah mereka?

b. Sejauh manakah mereka mewakili? c. Sejauh manakah mereka terorganisir? 3 Metodologi yang digunakan

a. Teknik b. Akses ke informasi c. Sumber daya Keluaran/hasil 1 Hasil partisipasi 2 Keefektifan

a. Menekankan pada isu-isu b. Kesesuaian proses

c. Tingkat kesadaran yang dihasilkan d. Dampak dan pengaruh pada peserta e. Waktu dan biaya

Sumber: Mitchell, 1997

Setelah menentukan tahap-tahap dalam pembentukan partisipasi, perlu dibentuk wadah masyarakat. Pembentukan wadah merupakan bentuk nyata dari partisipasi masyarakat. Wadah yang dibentuk berupa kelembagaan sebagai tempat

melakukan kegiatan-kegiatan pengembangan ekowisata. Melalui kelembagaan, partisipasi masyarakat dapat dilaksanakan secara terencana dan terorganisasi.

Kelembagaan yang dibentuk berfungsi sebagai tempat pelatihan, pembinaan, forum diskusi, forum pengambilan keputusan, pengamatan, dan evaluasi, dengan peran serta Pemda dan KSDA sebagai fasilitator dalam kelembagaan. Hal ini dikarenakan kelembagaan untuk jangka panjang menjadi wadah mandiri masyarakat dalam berpartisipasi. Masyarakat setempat merupakan komunitas yang paling mengetahui kondisi lingkungan setempat sehingga peran KSDA dan Pemda hanya bersifat memfasilitasi, masyarakat sendiri yang akan menentukan bentuk wadah yang dibangun. Peran pemerintah lebih bersifat mengawasi, memfasilitasi, dan mengawal proses. Pengawasan dilakukan agar tetap pada koridor hukum sehingga tidak menyimpang dari peraturan perundangan yang berlaku. Jika kelembagaan telah mantap, masyarakat dapat mengembangkan dan mengelola kawasan tanpa bantuan pihak luar. Pada tahap ini ekowisata berbasis masyarakat akan tercapai.

Dalam tahap awal harus didiskusikan prosedur utama dalam kelembagaan seperti struktur, tugas, dan peran masing-masing pihak terkait. Prosedur yang ada harus disepakati bersama. Ristiyanti (2008) menjelaskan bahwa dengan pembentukan wadah dalam pengembangan desa wisata diharapkan aspirasi masyarakat dari berbagai bentuk partisipasi dan aspirasi secara umum dapat terakomodasi.

Dokumen terkait