• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI. KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN

6.2 Aspek Teknis

Aspek teknis berhubungan dengan input-output proyek; bagaimana secara teknis mengubah input-input menjadi output, sehingga dapat diidentifikasi alat/fasilitas yang dibutuhkan untuk menunjang kegiatan. Selain itu, pertimbangan/penilaian lokasi dimana proyek akan didirikan juga menjadi penting, karena lokasi mempengaruhi akses, baik akses terhadap penyediaan input maupun pemasaran output.

6.2.1 Lokasi Usaha

Lokasi usaha PT. X dibagi menjadi dua yaitu unit pemasaran (kantor) dan unit produksi (plant). Kantor terletak cukup dekat dengan kota Karawang sehingga dapat dijangkau dengan mudah dan memudahkan kegiatan pemasaran. Kantor yang digunakan untuk pemasaran adalah bangunan yang disewa setiap tahunnya. Plant sendiri berlokasi cukup jauh dari kantor, karena plant merupakan pusat kegiatan pengolahan dan pemanfaatan limbah, sehingga diusahakan sejauh mungkin dengan aktivitas masyarakat.

Plant merupakan gabungan dari tiga bagian produksi yang terpisah, yaitu untuk pengolahan limbah (incinerator dan penjernihan solvent), batako 1 (pemanfaatan abu batu bara sebagai bahan baku pembuatan paving block) dan batako 2 (pemanfaatan sludge sebagai bahan baku low grade paper), Berdasarkan tinjauan ke lapangan, plant telah memenuhi syarat untuk menyimpan bahan berbahaya dan beracun sesuai panduan penyimpanan B3 yang diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Meskipun jauh dari lingkungan masyarakat, akses ke plant cukup mudah dan lancar sehingga mempermudah aktivitas pengangkutan limbah ke PT. X, pembelian produk, maupun jika sewaktu-waktu terjadi keadaan darurat. Plant berada di tepi jalan dan sungai, dan untuk melindungi plant dari luapan air sungai, didirikan tembok yang mengelilingi plant yang juga berfungsi untuk menghindari kontaminasi B3 yang disimpan di dalam

45 dengan lingkungan sekitatr ketika terjadi banjir atau kebakaran. Tempat penyimpanan B3 berada pada lahan bebas, atau tidak ada bangunan lain yang berada di sekitar plant sehingga tidak menyebabkan efek domino jika terjadi kebakaran, gempa, ataupun longsor. Tempat B3 berada di bagian terluar dari keseluruhan plant sehingga akses untuk menjangkau bagian ini tidak sulit. Pembangunan plant juga mempertimbangkan faktor pencahayaan dan aliran udara di dalam plant. Pada umumnya, keseluruhan plant memiliki atap yang melindungi dari hujan, tetapi untuk pencahayaan, bagian pengelolaan limbah memiliki celah pencahayaan yang lebih sedikit dibandingkan dengan Batako 1 dan Batako 2, karena bagian ini merupakan tempat penyimpanan limbah B3 baik yang cair maupun padat. Batako 1 memiliki aliran udara dan cahaya yang cukup luas, karena fly ash yang masuk ke Batako 1 pada umumnya bersifat panas karena merupakan sisa dari pembakaran. Faktor-faktor lain yang juga turut diperhatikan dalam pembangunan plant adalah pintu darurat (terbuat dari baja), lantai yang kedap air (kecuali Batako 1 tidak memiliki lantai), perlindungan petir, kelistrikan, rambu dan penandaan, serta sistem kesiagaan dan tanggap darurat. Untuk ukuran plant, dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Investasi lahan PT. X

No. Bahan Baku yang Disimpan Kapasitas/Luas

1 Sludge kertas untuk mesin kertas (Batako 2) 620 m2

2 Fly Ash/ Bottom ash/ Sands Foundry untuk

pembuatan Paving block (Batako 1)

472 m2 3 Oil sludge (pengelolaan) 828 m2

4. Limbah B3 campuran (pengelolaan) 360 m2

5. Limbah B3 beracun (pengelolaan) 217 m2

6. Limbah B3 cair (pengelolaan) 474 m3

7. Limbah B3 cair untuk Waste Waster Treatment

(pengelolaan)

288 m2

Sumber : PT. X (2014)

6.2.2 Pengolahan Limbah B3

Bentuk pengolahan limbah B3 yang disediakan oleh PT. X sebenarnya ada tiga, yakni pemusnahan limbah dengan incinerator, pengolahan limbah B3 cair dengan WWTP (IPAL), dan pengolahan limbah B3 cair dengan cara destilasi (pengolahan limbah solvent), namun yang menjadi ruang lingkup penelitian ini adalah pengolahan limbah dengan cara incinerator dan destilasi.

46

Penggunaan incinerator untuk memusnahkan berbagai macam limbah B3 mengikuti kaidah yang telah ditetapkan. Pada umumnya, jenis limbah yang dimusnahkan adalah waste waster treatment sludge, paper sludge, paint sludge, silica sludge, resin, spin earth, thinner bekas, grease, polimer bekas, minyak kotor, oil sludge, oli bekas, coolant, slope oil, oil filter, buffing dust, scrap/ timming shaving, carbon active, saw dust terkontaminasi B3, majun yang terkontaminasi B3, tinta bekas, limbah medis, contaminated material, solvent, drilling mud, limbah karbit, dye waste, larutan bekas pickling, larutan bekas elektroplating, limbah B3 cair dari laboratorium, contaminated liquid waste, dan larutan asam/ alkali bekas. Limbah-limbah ini dipisah berdasarkan karakteristiknya yakni berdasarkan sifat dan karakteristik limbah, sehingga tidak menimbulkan sifat kimia maupun sifat fisika yang berbahaya, tetapi limbah- limbah yang dapat dicampur proses pembakarannya seperti kemasan produk, produk yang telah kadaluarsa, atau produk gagal (rejected product), dapat dibakar bersam-sama. Sedangkan untuk limbah medis/klinis tidak boleh dicampur dengan limbah B3 lainnya.

Setelah limbah-limbah dipisahkan, limbah-limbah tersebut kemudian di masukkan ke dalam incinerator melalui chamber (ruang bakar) pertama melalui pintu feeding double gate. Pengumpulan limbah awal ke ruang bakar setelah pproses pemanasan incinerator pada ruang bakar pertama mencapai temperatur paling rendah 700°C, dan pada ruang bakar kedua maksimal 1.100°C. Selama proses pembakaran, pengendali pencemaran harus diaktifkan, sehingga asap dari sisa pembakaran adalah asap yang dapat dilepas ke udara. Dan karena tidak ada sistem yang 100% efisien, maka proses pembakaran ini pun menghasilkan sisaan berupa abu, yang harus ditangani secara khusus karena karakteristiknya yang berbahaya. Abu sisa pembakaran ini disimpan pada wadah sebelum akhirnya di serahkan ke pihak ke tiga yang memiliki kapasitas dalam penanganan abu ini dalam waktu tidak lebih dari 24 jam.

Solvent adalah larutan yang digunakan sebagai pelarut, yang umumnya digunakan untuk tinta (dalam industri percetakan). Karena solvent dapat digunakan berkali-kali maka solvent dapat di-recycle dengan sistem destilasi, sehingga diperoleh solvent yang jernih dan dapat digunakan kembali. Untuk me-

47 recycle sovent dibutuhkan alat yang disebut dengan mesin penjernih solvent. Ketika perusahaan pelanggan ingin mengolah solvent, tenaga kerjanya haruslah dari perusahaan pelanggan sendiri, sehingga PT. X hanya menyediakan tenaga pengawas saja. Solvent yang sudah selesai dijernihkan dimasukkan ke dalam jerigen/wadah yang juga disediakan oleh pelanggan sendiri, sedangkan abu sisa penjernihan yang telah dipisahkan diperlakukan sama seperti abu sisa pembakaran, yakni diserahkan ke pihak ketiga.

Untuk mendukung kegiatan pengolahan limbah-limbah tersebut, alat-alat yang dibutuhkan dijelaskan pada Tabel 9.

Tabel 9 Investasi Pengolahan Limbah B3 PT. X

No. Nama/Tipe Spesifikasi Umur Teknis Jumlah

1 Incinerator Reciprocating Grate State

Incinerator kapasitas limbah padat 300 kg/jam dan limbah cair 100 liter/jam

10 tahun 1 unit

2 Mesin Penjernih

Solvent

solvent recovery machine

(ETA-RS 10, kapasitas 25L/jam)

8 tahun 1 unit

Sumber : PT. X (2014)

6.2.3 Pemanfaatan B3

Limbah yang diterima oleh PT. X dapat dimanfaatkan menjadi produk, sehingga menjadi nilai tambah bagi perusahaan. Limbah-limbah hasil pembakaran dengan menggunakan batu bara sebagai bahan bakar berupa fly ash, bottom ash, dan sands foundry dimanfaatkan oleh PT. X menjadi paving block. Saat limbah ini diterima dari perusahaan pelanggan, limbah ditempatkan pada sejumlah luas ruang lahan secara terpisah. Kemudian limbah-limbah tersebut dicampur dengan menggunakan mesin pengaduk (mixer) bersama-sama dengan altras dan semen. Setelah pencampuran, adonan kemudian dimasukkan ke dalam mesin cetak batako (mesin press) yang memiliki kapasitas pencetakan 3000-4000 pcs setiap produksi nya. Setelah paving block dicetak, paving block kemudian dijemur di bawah sinar matahari, dan jika sudah kering paving block siap dipasarkan. Jika ternyata ada paving block yang rusak atau gagal dalam proses pembuatannya, paving block dihancurkan dengan crusher agar dapat digunakan kembali sebagai bahan campuran baru.

48

Untuk mengawasi proses produksi ini, dibutuhkan dua orang mekanik yang bertugas untuk mengawas dan mengambil keputusan-keputusan produksi, sedangkan untuk pengerjaan paving block dibutuhkan tiga sampai empat orang tenaga kerja yang dibayar dengan sistem borongan. Untuk mendukung proses pemanfaatan limbah menjadi paving block, PT. X juga mengeluarkan biaya-biaya investasi untuk pembelian peralatan seperti pada Tabel 10.

Tabel 10 Investasi alat pemanfaatan limbah batu bara (fly ash) menjadi paving block PT. X

No. Nama/Tipe Umur Teknis Jumlah

1 Mesin press batako 5 tahun 5 unit

2 Crusher 5 tahun 1 unit 3 Mixer 5 tahun 1 unit

Sumber PT. X (2014)

Pemanfaatan limbah sludge menjadi low grade paper dijelaskan sebagai berikut Limbah-limbah yang dibutuhkan untuk pembuatan low grade paper ini disimpan pada sejumlah ruang setelah limbah diangkuat dari perusahaan- perusahaan pelanggan. Kemudian limbah-limbah tersebut seperti sludge, scrap shaving, trimming shaving, dan karbit dicampur pada bak-bak pencampuran atau yang disebut dengan kempu sampai berbentuk bubur kertas dan diaduk dengan mesin pembuburan. Bubur kertas kemudian dipompa ke dalam mesin pencetak kertas, dan setelah lembaran kertas terbentuk, kertas dipotong-potong dengan ukuran tertentu, dikeringkan dan dipress, dan siap untuk dijual. Low grade paper biasanya dijual untuk pabrik sepatu untuk digunakan sebagai sol. Peralatan yang dibutuhkan untuk pembuatan low grade paper dijelaskan pada Tabel 11.

Tabel 11 Investasi alat pemanfaatan limbah sludge IPAL kertas menjadi low grade paper PT.X

No. Nama/Tipe Umur Teknis

(tahun)

Jumlah (unit)

1 Bak Pembuburan (kempu) 1 4

2 Mesin cetak kertas 8 14

49

Dokumen terkait