BAB II KAJIAN PUSTAKA
1. Asuransi
Asuransi dalam bahasa arab secara etimologi berasal dari kata At-ta’min yang secara bahasa tuma’niatun nafsi wa zawalul khauf, yang berarti tenangnya jiwa dan hilangnya rasa takut. Dalam hal ini maka dapat dikatakan bahwa orang yang mengikuti asuransi dirinya akan merasa tenang dan tidak merasa takut akan suatu kerugian atau kehilangan, dirinya akan tidak was-was karena dengan mengikuti kegiatan asuransi tentunya ada pihak yang akan menjamin atas segala kerugian maupun kehilangan tersebut. Kata asuransi berasal dari bahasa Belanda Assurantie, yang dalam hukum Belanda disebut Verzekering yang artinya pertanggungan. (Ghazaly, dkk, 2018)
Menurut C. Arthur William Jr, asuransi adalah perlindungan terhadap risiko finansial oleh penanggung terhadap tertanggung. Sedangkan menurut Wirjono Prodjodikoro mengatakan bahwa asuransi adalah suatu persetujuan dimana pihak yang menjamin untuk menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin, karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas akan terjadi. (Ghazaly, dkk, 2018)
Menurut PMK No. 18 dan No. 10 (2010), asuransi berdasarkan prinsip syariah adalah usaha yang dilandasi prinsip tolong-menolong (ta'awuni) dalam kegiatannya dan melindungi (takafuli) pihak atau peserta asuransi syariah.
Mengumpulkan dana tabarru yang dikelola sesuai dengan prinsip asuransi syariah. Menangani risiko tertentu sesuai dengan prinsip-prinsip hukum syariah.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa asuransi adalah jasa keuangan yang pola kerjanya menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi, dan memberi perlindungan kepada anggotanya terhadap kemungkinan timbulnya kerugian karena suatu peristiwa di masa mendatang atau terhadap hidup matinya seseorang.
14
Asuransi syari’ah secara teoritis menginduk pada kajian ekonomi islam.
Oleh karena itu asuransi syariah harus mematuhi dan tunduk dalam aturan-aturan syari’ah. Dari hal tersebut maka dapat dibedakan asuransi syariah memiliki karakteristik yang berbeda dengan asuransi konvensional. Berikut beberapa perbedaan asuransi syari’ah dengan asuransi konvensional: (Sula, 2004)
Tabel 2.1
Perbedaan Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional No Prinsip Asuransi Syariah Asuransi Konvensional 1 Konsep Sekumpulan orang yang
saling membantu, pihak atau lebih, dimana pihak penanggung sahabat, Urf, Maslahah Mursalah. maysir gharar dan riba.
Mengandung maysir,
15
6 Akad Akad tabarru dan akad tijaroh.
Akad jual beli, akad idz’aan, akad gharar dan akad mulzim.
7 Jaminan risiko Sharing of risk dimana saling menanggung satu sama lain.
Transfer of risk dimana adanya pemindahan
9 Investasi Berinvestasi sesuai dengan prinsip-prinsip
11 Unsur Premi Unsur kontribusi berunsur tabarru dan
Unsur premi terdiri dari tabel mortalitas, bunga, serta biaya-biaya asuransi.
12 Klaim Pembayaran klaim berasal dari rekening dana tabarru.
Pembayaran klaim berasal dari rekening perusahaan.
13 Loading Pada sebagai asuransi syariah, loading tidak dibebankan pada peserta
Loading cukup besar terutama untuk komisi agen. Oleh sebab itu,
16
tetapi dari pemegang saham. Sedangkan sebagian lagi
mengambil sekitar 20-30% dari premi tahun pertama. Dengan demikian nilai tahun pertama sudah ada.
nilai tunai di awal-awal tahun biasanya kecil atau belum ada.
14 Keuntungan Diperoleh dari surplus underwiriting, komisi
Menurut Al-Arif (2012) asuransi Syariah memiliki beberapa ciri utama yaitu:
a. Akad asuransi bersifat Tabarru.
b. Akad asuransi tidak bersifat mulzim (perjanjian yang wajib dilaksanakan) bagi kedua belah pihak.
c. Dalam asuransi terdapat kesetaraan tidak ada yang pihak yang lebih kuat dikarenakan keputusan dan aturan diambil menurut izin peserta.
d. Bersih dari maysir, gharar dan riba.
e. Bernuansa kekeluargaan.
Dalam asuransi syari’ah terdapat 3 unsur praktik yang dilarang yaitu gharar (ketidakpastian), maysir (judi atau spekulasi) dan riba. Ibnu Hazm menyatakan bahwa gharar adalah manakala pembeli tidak tau apa yang ia beli, atau penjual tidak tau apa yang ia jual. Sedangkan menurut Al-Shirazi gharar adalah sesuatu yang sifat dan konsekuensinya tersembunyi. Sifat gharar dalam asuransi tradisional adalah praktik pengalihan risiko, di mana risiko dialihkan dari pemilik kepada perusahaan. Dalam hal ini, perusahaan asuransi menerima
17
premi, dan terjadi pertukaran antara risiko dan premi. Dan itu bisa dipahami sebagai transaksi ba'i. Risiko dalam asuransi adalah tentang ketidakpastian akan terjadinya kerugian. Asuransi adalah kontrak untuk membeli dan menjual ketidakpastian, di mana ketidakpastian adalah risiko yang diambil. (Ghazaly, 2018)
Sifat gharar dalam transaksi tidak diperbolehkan, dan ambiguitas menjadi subjek atau substansi transaksi. Selain itu unsur gharar dalam asuransi konvensional yaitu apabila bayaran premi telah dibuat dan risiko diterima oleh pihak pengasuransi, uang premi tidak boleh dikembalikan jika tidak lunas sesuai tempo yang ditetapkan atau tidak terjadi peristiwa. Banyak kasus yang mana pihak yang diasuransikan tidak mendapat kembali bayaran preminya.
Menurut hukum islam hal tersebut merupakan suatu sifat gharar karena tidak jelas pengembaliannya. Sedangkan dalam takaful premi merupakan modal (mudharabah) yang nantinya uang itu dikembalikan beserta keuntungan yang didapatnya. Maka dari itu dalam takaful premi pada takaful tidak hangus.
(Ichsan, 2014)
Riba terbagi mejadi dua yaitu riba nasiah dan riba fadhal. Riba nasiah merupakan tambahan baik berupa tunai, benda, maupun jasa yang mengharuskan pihak peminjam untuk membayar selain daripada jumlah yang dipinjam kepada pihak yang meminjamkan pada hari jatuh tempo. Sedangkan riba fadhal menurut para fuqaha yaitu kelebihan yang terdapat dalam tukar menukar antara benda-benda sejenis seperti emas dengan emas, perak dengan perak dan lain sebagainya (Ghazaly, 2018).
Riba dalam asuransi yaitu riba fadl. Riba fadl dalam asuransi tradisional yaitu karena adanya pertukaran premi dengan pembayaran klaim dengan kata lain uang dengan uang. Dalam syariah pertukaran dua benda yang sama maka ukuran atau kuantitasnya harus sama, jika ada kelebihan maka kelebihan tersebut merupakan riba. Kenyataannya yang terjadi pada sistem asuransi konvensional pembayaran klaim selalu lebih besar daripada premi. Selisih inilah yang merupakan riba. Selain itu dalam asuransi tradisional riba didapat
18
pula dari kegiatan berinvestasi pada instrumen-instrumen berbasis bunga baik pada perbankan maupun pasar modal. (Ichsan, 2014)
Maysir yaitu judi atau spekulasi, implementasi maysir dalam asuransi konvensional yaitu tertanggung membeli asuransi dengan harapan mendapatkan kompensasi atau ganti rugi yang lebih besar daripada premi yang dibayarkan. Perusahaan asuransi pasti sangat mengharapkan tidak terjadi kerugian/bencana sehingga premi yang diterimanya lebih banyak dibanding klaim yang dibayarkan agar bisa mendapatkan keuntungan yang berlebih.
Dalam hal ini perusahaan asuransi menyandarkan bisnisnya pada sesuatu yang tidak pasti. Sedangkan keuntungan yang diperoleh takaful diambil berdasarkan perolehan keuntungan perjanjian mudharabah. (Ichsan, 2014)
Dari pembahasan gharar, maysir dan riba diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pokok persoalan tersebut berasal dari sistem transfer risk dalam asuransi konvensional dalam mengelola risiko. Sedangkan riba, gharar, maysir merupakan turunan sistem transfer risk dalam asuransi konvensional, dimana transfer risiko dihukumkan sebagai kontrak pertukaran atau jual beli. Maka dari itu dalam asuransi syari’ah sistem transfer risk diganti dengan risk sharing (berbagi risiko). Sistem risk sharing tidak lagi dipindahkan tertanggung kepada perusahaan tetapi ditanggung bersama oleh semua pemilik risiko. Risk sharing tidak dihukumkan sebagai jual beli atau kontrak komersil tetapi masuk kepada kontrak non-profit. Dengan demikian riba, gharar, dan maysir tidak wujud lagi.
(KNEKS, 2020)
Asuransi konvensional dan asuransi syariah memiliki perbedaan pada sistem yang digunakan. Dimana sistem risk transfer pada asuransi konvensional dan risk sharing pada asuransi syari’ah. Sistem risk transfer pada asuransi konvensional, tertanggung membayarkan premi kepada perusahaan yang berperan sebagai penanggung risiko. Sebaliknya apabila terjadi klaim pihak perusahaan membayarkan kepada tertanggung. Dalam proses transfer risiko terdapat unsur gharar dan maysir.
19
Hal berbeda ditunjukkan pada sistem asuransi syariah yaitu risk sharing.
Risk sharing dalam asuransi syari’ah memiliki konsep ta’awun (tolong-menolong). Perusahaan akan menanggung risiko peserta dengan menggunakan akad wakalah maupun mudharabah dimana apabila peserta asuransi menghadapai risiko, perusahaan akan menanggung dan memberikan klaim sesuai dengan jenis risiko kepada peserta asuransi. (Wardhani & Arifah, 2021)
Gambar 2.1
Risk Transfer dan Risk Sharing dalam Asuransi
Sumber: (Wardhani & Arifah, 2021)
Konsep dasar asuransi syari’ah yaitu tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan. Konsep tersebut dijadikan sebagai landasan dalam asuransi syariah yang menjadikan semua peserta asuransi sebagai keluarga dan saling menanggung satu sama lain dalam menghadapi risiko, sebagaimana dalam Al-Qur’an QS. Al-Maidah ayat 2 Allah SWT berfirman:
Risk Transfer dan Risk Sharing
Asuransi Konvensional – Risk Transfer – Terdapat unsur gharar dan maysir
Tertanggung
Asuransi Syariah – Risk Sharing – Tidak terdapat unsur gharar dan maysir
Perusahaan
Peserta Ta’awun (Membayar Premi dan Menerima
Klaim
Dana Tabarru
20
ِا ۗ َ هاللّٰ اوُقَّت ا َو ۖ ِن ا َوْدُعْل ا َو ِمْث ِ ْلَا ىَلَع ا ْوُن َواَعَت َلَ َو ۖ ى ٰوْقَّتل ا َو ِ رِبْلا ىَلَع ا ْوُن َواَعَت َو َّن
ب اَقِعْلا ُدْيِدَش َ هاللّٰ
ِِ
Artinya: "Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.
Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksa-Nya."(QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 2).
Konsep tolong menolong tersebut diwujudkan dengan pelaksanaan perjanjian. Premi yang dibayarkan peserta akan dikumpulkan dan ditempatkan dalam satu wadah yaitu dana tabarru’ yang kemudian apabila terjadi pengambilan klaim maka dana yang diambil berasal dari dana tabarru’.
Perusahaan bertindak sebagai penghimpun dana dan pengelola dana. Sehingga peserta saling tolong menolong dalam kebaikan. (Wardhani Arifah, 2021)
Asuransi syariah mempunyai beberapa prinsip syariah dalam kinerjanya.
Menurut KNEKS (2020) Prinsip syari’ah dalam asuransi syari’ah:
1. Akad tolong menolong antar pemegang polis.
2. Risiko dibagi antara perusahaan dan peserta.
3. Berbentuk dana hibah dalam rekening tabarru’.
4. Peserta asuransi berperan pula menjadi penanggung dan penerima dana tabarru’.
5. Transparan, tidak mengandung maysir, gharar dan riba.
6. Klaim dicairkan dari tabungan bersama (tabarru’).
7. Investasi dilakukan kepada lembaga keuangan berbasis syari’ah.
Dana yang terkumpul dari peserta asuransi (dana tabarru’) akan dikelola secara professional dan baik dengan menginvestasikan dana tersebut sesuai dengan prinsip syariah dengan menginvestasikannya melalui investasi syar’i.
Menurut Sula (2004) pengelolaan dana asuransi dikelola dengan prinsip syariah yang tentunya terhindar dari gharar (ketidakjelasan), riba, dan maysir (judi).
Dalam hal ini perusahaan asuransi syariah memegang amanah untk menginvestasikan dana peserta sesuai dengan syariah.
21
Asuransi syariah memiliki akad-akad dalam bekerjasama. Akad-akad dalam asuransi syariah sebagai berikut: (Abdullah, 2018)
1. Akad Tabarru’ digunakan oleh sesama anggota peserta asuransi syariah.
Setiap peserta memberikan hibah berupa kontribusi (premi) melalui dana tabarru’ yang akan digunakan untuk peserta lain yang terkena musibah. Perusahaan asuransi berperan sebagai pengelola dana hibah tersebut.
2. Akad Tijarah adalah akad antara peserta dengan perusahaan dengan tujuan komersil.
Dalam akad Tijarah dan Tabarru’ terdapat akad yang mengikuti dalam pelaksanaannya, akad-akad tersebut yaitu:
1. Akad Wakalah bil ujrah adalah akad yang digunakan sebagai dasar peserta menyerahkan pengelolaan keuangan kepada pihak perusahaan asuransi syariah dengan imbalan berupa fee (ujrah).
2. Akad Mudharabah yaitu akad tijarah dimana peserta memberikan kuasa perusahaan asuransi syariah (mudharib) untuk mengelola investasi dengan imbalan berupa bagi hasil (nisbah) yang telah disepakati keduanya.
3. Akad Mudharabah Musytarakah yaitu dimana peserta memberikan kuasa kepada perusahaan untuk mengelola dana tabarru atau dana investasi peserta yang digabungkan dengan kekayaan perusahaan dengan imbalan berupa bagi hasil (nisbah)yang besarnya ditentukan berdasarkan komposisi kekayaan yang digabungkan dan telah disepakati sebelumnya. (Abdullah, 2018)
Menurut pasal 3 UU No.2 Tahun 1992 tentang Undang-Undang usaha perasuransian dibagi atas dua macam yaitu usaha asuransi dan usaha penunjang asuransi (Ichsan, 2016). Adapun usaha asuransi terdiri tiga macam yaitu:
1. Asuransi kerugian, yaitu sebuah usaha asuransi yang memberikan jasa penanggulangan risiko kerugian, kehilangan, dan tanggung jawa hukum kepada pihak ketiga yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti.
22
2. Asuransi jiwa, yaitu sebuah usaha asuransi untuk menanggulangi risiko yang dikaitkan dengan jiwa atau wafatnya seseorang yang dipertanggungkan.
3. Reasuransi, reasuransi yaitu perjanjian asuransi yang memberikan jasa dan petanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi perusahaan asuransi kerugian dan perusahaan asuransi jiwa.
Adapun tiga jenis usaha asuransi tersebut yang wujudnya sesuai dan disamakan dengan tiga jenis usaha asuransi di atas, yaitu Takaful Keluarga (asuransi jiwa), Takaful Umum (asuransi kerugian), dan Retakaful (reasuransi).
(Ichsan, 2016)
Dalam Asuransi syari’ah risiko diklasifikasikan menjadi beberapa jenis yaitu: (Wardhani & Pratami, 2017)
1. Risiko Murni (Pure Risk)
Pure risk yaitu risiko yang apabila terjadi dapat menimbulkan kerugian dan apabila tidak terjadi tidak akan menimbulkan kerugian dan tidak menimbulkan keuntungan. Contoh dari pure risk yaitu seperti kebakaran, kecelakaan, bangkrut dan lain sebagainya.
2. Risiko Khusus (Particular Risk)
Suatu risiko yang dampak maupun penyebabnya hanya mempengaruhi diri sendiri baik secara kuantitas maupun kualitas.
Contoh dari pada particular risk yaitu adalah pengangguran atau pencuri. Ketika seseorang mencuri maka risiko yang ditimbulkan hanya mempengaruhi individu tersebut saja.
3. Risiko Fundamental
Risiko fundamendal yaitu risiko yang menimbulkan dampak yang luas. Risiko ini bisa terjadi disebabkan oleh faktor atau pihak tertentu seperti bencana alam, kebijakan pemerintah dan lain sebagainya.
4. Risiko Individual
23
Risiko individual adalah kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada kehidupan sehari-hari yang dapat mempengaruhi finansial seseorang. Contoh risiko pribadi adalah kecacatan, kehilangan pekerjaan meninggal dunia dan lain sebagainya.
5. Risiko Harta (Property Risk)
Risiko harta merupakan kerugian terkait dengan kepemilikan harta baik akibat pencurian ataupun kerusakan.
6. Risiko Tanggung-Gugat (Liability Risk)
Risiko tanggung jawab atas orang lain. Dengan kata lain risiko ini menanggung kerugian orang lain yang disebabkan oleh kita.
Contohnya yaitu peristiwa kecelakaan yang disebabkan oleh kelalaian kita.
Terkait dengan dengan risiko-risiko yang telah dijelaskan di atas, hanya risiko fundamental dan risiko murni saja yang bisa diasuransikan dengan syarat-syarat sebagai berikut:
1. Risiko terjadi karena terjadi ketidaksengajaan dan tidak terprediksi 2. Risiko yang ditanggung bersifat homogen atau umum terjadi 3. Dampak yang terjadi atas risiko tersebut bisa dinilai dengan uang 4. Ada obyek yang diasuransikan
5. Obyek yang diasuransikan tidak bertentangan dengan hukum 6. Premi yang dibayarkan sesuai dengan tingkat risiko yang
diasuransikan. (Wardhani & Pratami, 2017) 2. Asuransi Jiwa Syariah
Asuransi jiwa adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, yang mana pihak penanggung mengaitkan dirinya kepada tertanggung dengan menerima premi untuk memberikan suatu pembayaran atas meninggal atau hidupnya seseorang yang ditanggungkan. Sementara asuransi jiwa syariah yaitu pengolahan risiko berdasarkan prinsip syariah untuk saling tolong menolong dan melindungi dengan memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggal atau hidupnya seseorang yang ditanggungkan (Ajib, 2019).
24
Asuransi jiwa mempunyai tujuan yaitu menjamin biaya hidup orang-orang yang ditinggalkan bila pemegang polis meninggal dunia, menjamin biaya kesehatan pemegang polis danuntuk memenuhi kebutuhan hidupnya atau keluarganyaapabila pemegang polis usianya panjang melewati masa kontrak berakhir (Ghazaly, 2018).
Dalam akad peserta takaful dan perusahaan takaful mengikatkan diri dalam akad mudharabah, mudharabah musyarakah dan wakalah bil ujroh, serta menikmati hak dan kewajiban berdasarkan akad tersebut.
a. Mekanisme Asuransi Jiwa Syariah
Dalam mekanisme asuransi jiwa syariah dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Sistem pada produk saving (ada unsur tabungan)
Setiap peserta wajib membayar premi secara teratur kepada perusahaan. Setiap pembayaran premi akan dipisah dalam dua rekening yaitu rekening tabungan peserta dan rekening tabarru’.
Rekening Tabungan merupakan dana peserta yang dibayarkan apabila perjanjian berakhir, peserta mengundurkan diri dan peserta meninggal dunia. Sedangkan Rekening Tabarru’ merupakan kumpulan dana kebajikan dengan tujuan untuk saling tolong menolong, yang dibayarkan apabila peserta meninggal dunia dan perjanjian berakhir (jika ada surplus dana).
Selanjutnya kumpulan dana peserta ini akan diinvestasikan setelah dikurangi dengan beban asuransi (klaim dan premi reasuransi), akan dibagi menurut prinsip mudharabah dengan menggunakan perbandingan. Persentase pembagian mudharabah dibuat berdasarkan perjanjian kerjasama antara perusahaan dan peserta, misalnya dengan 70:30, 60:40 dan seterusnya. (Ajib, 2019)
2. Sistem pada produk non saving (tidak ada unsur tabungan)
Setiap premi yang dibayarkan oleh peserta akan dimasukkan dalam rekening tabarru’ perusahaan. yaitu kumpulan dana peserta yang ditujukan untuk saling tolong menolong. Kumpulan dana tersebut akan
25
diinvestasikan sesuai dengan syariah dan dibayarkan apabila peserta meninggal dunia dan perjanjian telah berakhir.
Dapat disimpulkan bahwa perusahaan asuransi sebagai pemegang amanah oleh peserta dengan mengelola premi yang terkumpul dan mengembangkan dengan jalan halal serta memberikan santunan kepada yang mengalami musibah sesuai isi dalam polis.
Semua premi yang masuk merupakan dana peserta sesuai setelah dikurangi fee perusahaan atas jasa pengelolaan dana. Ketika terjadi klaim, pembayaran klaim diambil dari dana tabarru’ peserta. (Ajib, 2019)
b. Sumber Biaya Operasional Asuransi Jiwa Syariah
Menurut Muhammad Syakir Sula sumber operasional asuransi jiwa syariah ada 4 sumber yaitu: (Ajib, 2019)
1. Bagi hasil surplus underwriting
Bagi hasil yang diperoleh dari surplus underwriting dibagi antara peserta dan pengelola sesuai dengan kesepakatan. Sedangkan, untuk produk non saving surplus diperoleh dari dana peserta yang diinvestasikan, lalu dikurangi biaya-biayaatau beban asuransi seperti reasuransi dan klaim.
2. Bagi hasil investasi
Profit yang diperoleh dari kegiatan investasi akan dilakukan bagi hasil antara peserta dan pengelola atau perusahaan asuransi sesuai dengan jumlah besaran dana yang diinvestasikan dan sesuai dengan kesepakatan.
3. Dana Pemegang Saham
Dana yang disiapkan pemegang saham sebagai modal setor bagi perusahaan atau dapat dikatakan akumulasi laba ditambah modal yang disetor oleh pemegang saham.
4. Loading (Kontribusi biaya)
Pada asuransi syariah loading adalah kontribusi biaya yang diambil dari sebagian kecil premi pada tahun pertama. Contohnya yaitu 20-30%
26
dari tahun pertama diambil, biaya tersebut diperuntukkan untuk komisi agen dan biaya penagihan.
c. Jenis-Jenis Asuransi Jiwa Syariah
1. Asuransi Kematian, nominal asuransi dibayarkan kepada ahli waris atau orang yang ditunjuk dalam polis setelah nasabah meninggal dunia.
2. Asuransi Hidup, peserta memperoleh dana asuransi dalam bentuk kontan atau dalam bentuk pemasukan bulanan (sesuai kesepakatan).
3. Asuransi Kematian dan Jaminan Hari Tua, peserta akan memperolah pemasukan bulanan dari nilai-nilai asuransinya jika pihak peserta telah pensiun, sementara sisanya akan diberikan kepada ahli waris jika peserta meninggal dunia.
3. Laba
Tujuan utama perusahaan adalah memaksimalkan keuntungan perusahaan. Menurut Darsono dan Purwanto (2008), laba adalah kinerja karyawan dalam perusahaan, yang dinyatakan dalam bentuk angka, yaitu selisih angka positif yang didapat dari pendapatan dikurangi biaya. Menurut Kasmir (2012) laba merupakan tujuan utama perusahaan dalam aktivitasnya.
Sedangkan dalam ilmu ekonomi laba dapat diartikan sebagai keuntungan yang didapat dalam suatu bisnis yang dijalankan. Dan dapat dikatakan pula bahwa laba merupakan selisih antara harga penjualan dan biaya yang dikeluarkan saat produksi. (Kasmir, 2012)
Laba merupakan suatu faktor yang dijadikan sebagai ukuran kesuksesan dalam suatu usaha dalam mengelola manajemen perusahaannya. Berhasil atau tidaknya suatu perusahaan dilihat dari kemampuan manajemen perusahaan dalam menghasilkan laba perusahaan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Informasi mengenai laba yang didapatkan perusahaan atas kinerjanya dapat dilihat pada laporan keuangan perusahaan dan dapat digunakan secara luas oleh pemegang saham, penanam modal maupun masyarakat luas dalam mengevaluasi kemampuan perusahaan. Laba yang diperoleh perusahaan digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan pemilik dan karyawan suatu perusahaan atas kinerjanya. Laba dipakai sebagai alat pengukur efisiensi kinerja
27
perusahaan dalam memanfaatkan sumber daya ekonomi perusahaan (Marwansyah & Utami, 2017). Laba yang stabil dan tidak mengalami penurunan menggambarkan kinerja yang baik atas perusahaannya dalam manajemennya dan menimbulkan citra baik suatu perusahaan sehingga hal tersebut dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat atas perusahaan asuransi jiwa tersebut dan hal tersebut dapat meningkatkan nasabah dan meningkatkan tingkat premi, investasi dan hasil investasi yang kemudian hal hal tersebut dapat berdampak pada meningkatnya laba itu sendiri.
Laba mempunyai unsur- unsur yaitu:
1. Pendapatan 2. Beban 3. Keuntungan 4. Kerugian
Menurut Kasmir (2012) laba yang diperoleh perusahaan mempunyai dua macam yaitu:
a. Laba Kotor (Gross Profit)
Yaitu laba operasi yang didapatkan perusahaan sebelum dikurangi biaya-biaya yang merupakan beban perusahaan. Artinya laba perusahaan secara keseluruhan disaat awal.
b. Laba Bersih (Net Profit)
Yaitu laba operasi yang didapatkan perusahaan yang telah dikurangi dengan biaya-biaya yang merupakan beban perusahaan dalam suatu periode dimana dalamnya termasuk pajak yang dibayarkan oleh perusahaan.
4. Premi
Premi asuransi adalah pembayaran sejumlah uang yang dibayarkan pihak tertanggung kepada pihak penanggung untuk mengganti suatu kerugian, kerusakan, ataupun kehilangan (Wulandari, dkk, 2019). Idealnya perusahaan yang mampu memperoleh premi dalam jumlah besar maka akan mendapatkan laba yang besar pula. Namun karena masih adanya komponen-komponen dalam
28
perhitungan laba dan rugi maka tentunya masih terdapat komponen-komponen lain yang mempengaruhi peningkatan dan penurunan laba lainnya.
Premi merupakan biaya yang dibebankan perusahaan kepada peserta asuransi sebagai biaya penanggungan apabila terjadi musibah. Tarif premi yang dibayarkan harus memadai sesuai dengan besarnya risiko yang ditanggung perusahaan agar perusahaan mempunyai cukup dana dalam membayarkan kerugian yang mungkin akan terjadi. Terdapat faktor-faktor yang turut dipertimbangkan dalam pembayaran tarif premi peserta yaitu sebagai berikut:
1. Invesment earnings (Pendapatan asuransi)
Dana yang diperoleh perusahaan asuransi atas investasi premi yang diterimanya
2. Expense (Biaya)
Semua biaya yang timbul atas atas penerbitan polis asuransi dan operasional asuransi.
Pendapatan perusahaan asuransi sebagian besar didapatkan dari perolehan premi dan pendapatan investasi perusahaan. Premi didapatkan dari penjualan produk asuransi kepada pihak tertanggung. Sementara pendapatan investasi
Pendapatan perusahaan asuransi sebagian besar didapatkan dari perolehan premi dan pendapatan investasi perusahaan. Premi didapatkan dari penjualan produk asuransi kepada pihak tertanggung. Sementara pendapatan investasi