VI. ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM SHIFT ANGKUTAN KOTA
6.2 Aturan Sistem Shift
Pada sistem shift terdapat aturan-aturan yang berlaku. Sistem shift tidak akan dapat dijalankan dengan baik jika tidak disertai dengan adanya instrumen regulatif dalam pengimplementasian sistem shift tersebut. Instrumen atau aturan- aturan tersebut terdiri dari aturan formal, aturan informal, boundary rule,
momitoring dan sanksi serta aturan dalam penyelesaian konflik. 6.2.1 Aturan Formal
Pada aturan formal terdapat aturan internal dan aturan eksternal. Aturan internal adalah aturan formal yang disepakati oleh sesama pelaksana secara tertulis dalam mengatur pelaksanaan sistem shift. Aturan formal secara internal dalam sistem shift belum ada, aturan internal hanya dibuat secara lisan. Sedangkan aturan eksternal adalah aturan formal yang mengatur tentang penyelenggaraan angkutan umum secara umum. Aturan eksternal ini dibuat oleh badan atau lembaga pemerintah sehingga berlaku sama untuk seluruh dinas perhubungan. Aturan formal secara eksternal dalam pelaksanaan sistem shift terdiri dari:
1. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
2. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 47 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum. 3. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 3 Tahun 2011 tentang
Penyelenggaraan Perhubungan.
4. Perturan Daerah Kota Bogor Nomor 6 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Tabel 16 berikut ini menyajikan lebih rinci mengenai hasil analisis aturan eksternal dalam sistem shift.
Tabel 16 Aturan eksternal dalam sistem shift
Peraturan Hal yang Diatur Implementasi Aturan
Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan
Angkutan Jalan.
Penyelenggaraan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan (LLAJ) dilakukan secara terkoordinasi. Koordinasi dilakukan oleh forum LLAJ dan forum ini bertugas melakukan koordinasi antar instansi
penyelenggaraan yang memerlukan
keterpaduan dalam merncanakan dan menyelesaikan LLAJ.
DLLAJ melakukan
koordinasi dengan instasi
terkait (Organda dan
Kepolisian) dan pengusaha serta pengemudi angkot untuk
menerapkan sistem shift
angkutan kota. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 47 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum. Prinsip-prinsip penyelenggaraan
angkutan orang dengan kendaraan umum:
a. Keseimbangan antara penyediaan
angkutan dengan kebutuhan
masyarakat akan jasa angkutan.
b. Pengembangan angkutan orang di
jalan dengan kendaraan umum
dilaksanakan dengan
memperhatikan sebesar-besarnya
kepentingan umum dan kemampuan
masyarakat serta kelestarian
lingkungan.
DLLAJ melakukan evaluasi
jaringan trayek dengan
memperhatikan kriteria
tingkat permintaan angkutan,
faktor muatan rata-rata
dinamis dan statis sekurang-
kurangnya 70%, waktu
perjalanan pulang, pergi,
waktu antara tiap kendaraan, dan panjang lintasan trayek.
Adanya sistem shift dapat
mengurangi tingkat polusi sehingga terjadi pengurangan pencemaran lingkungan. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 3 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Perhubungan
a. Arahan kebijakan Daerah dalam
peningkatan pelayanan angkutan jalan secara terpadu melalui penataan, sistem jaringan dan terminal serta perencanan manajemen dan rekayasa lalu lintas.
Penerapan sistem shift pada
angkot agar efektif dan
efisien sehingga mewujudkan
keamanan, keselamatan,
ketertiban dan kelancaran
mobilitas orang, barang dan
jasa serta meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 6 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
a. Manajemen lalu lintas yang meliputi
kegiatan perencanaan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian lalu lintas untuk ketertiban, keselamatan dan kelancaran lalu lintas.
b. Perumusan kebijakan dan
pelaksanaan teknis operasional
dibidang lalu lintas dan angkutan jalan.
DLLAJ Kota Bogor
merumuskan rencana dan
menerapkan sistem shift pada
angkutan kota.
Sumber: Data sekunder diolah, 2013 6.2.2 Aturan Informal
Aturan informal dalam sistem shift dibuat secara tidak tertulis dan dibuat berdasarkan hasil kesepakatan musyawarah dan mufakat bersama antar pihak pelaksana. Aturan informal berupa aturan dalam tahap operasional sistem shift.
Aturan tersebut berupa aturan pergantian waktu giliran pengoperaasian angkot. Pada masing-masing shift, waktu operasi dimulai pada pukul 00.00 sampai pukul 00.00 dan dalam satu hari hanya ada dua shift yang beroperasi. Aturan pengawasan dilakukan oleh masing-masing KKSU di setiap trayek dan sesama pengemud
Pada tahap operasional sistem shift masih terdapat pelanggaran dalam pelaksanaan, seperti adanya angkot yang keluar beroperasi sebelum jam pergantian shift. Hal tersebut terjadi karena sistem shift belum menerapkan sanksi tegas apabila ada yang melanggar aturan pergantian waktu operasi shift.
6.2.3 Boundary Rule, Monitoring, dan Sanksi
Boundary rule merupakan aturan yang secara spesifik mengatur bagaimana seseorang dapat masuk atau keluar dari posisi pengurus pelaksana sistem shift. Pelaksana ide dan regulator sistem shift adalah Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ). Pengurus adalah pihak dari KKU dan KKSU (Organda). Pihak yang menjalankan sistem shift adalah pengusaha dan pengemudi angkot.
KKU dan KKSU merupakan pihak yang mewadahi kepentingan pengusaha dan pengemudi angkot. KKU merupakan anggota dari organda. KKU dipilih oleh KKSU, sedangkan KKSU merupakan orang yang menjadi kepercayaan pengemudi, dimana KKSU ini dipilih atau ditetapkan oleh pengemudi angkot. Pergantian KKU dan KKSU dilakukan dua tahun sekali. Syarat untuk menjadi KKU atau KKSU adalah sebagai pemilik angkot atau orang yang berperan aktif dalam transportasi Kota Bogor. Sementara itu, untuk menjadi pengemudi dan pengusaha angkot ditentukan oleh pengemudi dan pengusaha dirinya sendiri.
Pembubaran sistem shift dapat dilakukan jika sistem shift ini sudah tidak diharapkan lagi keberlangsungan dan manfaatnya. Pembubaran sistem shift hanya dapat dilakukan dengan kehendak seluruh pengusaha dan pengemudi angkot yang sebelumnya diputuskan dengan cara musyawarah dan kesepakatan bersama. Apabila sistem shift ingin dibubarkan, pihak KKSU, perwakilan pengusaha dan pengemudi harus segera melapor kepada DLLAJ.
Sistem shift juga memiliki aturan monitoring dan sanksi bagi seluruh pengemudi. Monitoring dan sanksi ini bertujuan agar para pengemudi bertanggung jawab, patuh serta disiplin dalam penerapan sistem shift.
Sistem monitoring pada masing-masing trayek diserahkan pada masing- masing KKSU trayek dan sesama pengemudi. Monitoring ini dilakukan setiap saat dan dilakukan di jalur trayek atau di terminal. Apabila ada pengemudi yang melanggar aturan yaitu beroperasi sebelum waktu pergantian shift, maka pengemudi lain dapat memberikan teguran dan melakukan pengaduan kepada KKSU.
Pada sistem shift belum diterapkan sanksi yang tegas apabila terjadi pelanggaran oleh pengemudi. Sanksi yang diberikan hanya berupa teguran lisan disertai peringatan oleh KKSU dan pengemudi lainnya. Apabila dengan teguran dan peringatan tidak berubah, pengemudi tersebut masih melakukan pelanggaran, maka KKSU akan melaporkan ke pihak Organda dan akan dilakukan pembekuan izin operasi sampai pemilik mengambil dan membuat pernyataan. Pada umumnya pengemudi malu jika melakukan pelanggaran karena akan menjadi bulan-bulanan diantara pengemudi lain.
6.2.4 Aturan dalam Penyelesaian Konflik
Secara umum apabila terjadi konflik seperti perbedaan pendapat, penyelesaian konflik tersebut akan diselesaikan secara musyawarah. Konflik dapat terjadi antara pihak pelaksana dengan pengusaha dan pengemudi, dan dapat juga terjadi diantara pengemudi. Konflik yang timbul di dalam sistem shift terjadi pada setiap proses pelaksanaan.
Pertama, tahap awal yaitu tahap sosialisasi. Pada tahap sosialisasi terjadi ketidaksetujuan dengan adanya penerapan sistem shift dari pihak pengusaha dan pengemudi. Mereka khawatir akan menurunnya pendapatan dan meningkatnya pengangguran. Keputusan sistem shift ini dapat diterapkan atau tidak, dalam tahap sosialisasi dilakukan sistem votting dengan melihat suara terbanyak. Setelah itu dilakukan rapat susulan oleh para pengusaha dan pengemudi untuk bermusyawarah dan membuat kesepakatan. Jika pengusaha dan pengemudi
menyatakan setuju dengan adanya penerapan shift waktu operasi, mereka akan datang kembali ke DLLAJ untuk melakukan tahap persiapan pelaksanaan.
Kedua, tahap uji coba. Tahap uji coba dilakukan selama satu bulan dan pada tahap ini dilakukan evaluasi. Apabila dirasakan tidak terjadi dampak yang begitu merugikan para pengusaha dan pengemudi upaya pembagian waktu operasi (shift) dapat dilaksanakan secara tetap. Apabila pembagian waktu operasi (shift) memberikan kerugian maka shift akan dihentikan. Hal ini dimusyawarahkan kembali diantara pengusaha, pengemudi, DLLAJ dan organda.
Ketiga, tahap operasional pelaksanaan. Pada tahap ini biasanya terjadi konflik diantara pengemudi karena adanya pengemudi yang melanggar aturan waktu operasi. Hal ini membuat pengemudi lain kesal dan timbul ketegangan. Untuk menyelesaikan konflik tersebut, pengemudi yang melakukan pelanggaran diberikan teguran dan peringatan baik dari pengemudi lain maupun KKSU.
Kesepakatan aturan sistem shift dari seluruh anggota diambil agar tidak timbul konflik. Kesepakatan berupa pembagian hari waktu operasi. Pengemudi maupun pengusaha ada beberapa yang tidak setuju dengan kesepakatan ini, namun pada akhirnya dipatuhi oleh seluruh pengusaha dan pengemudi demi kepentingan bersama.
6.3 Persepsi Efektivitas Tingkat Pengawasan, Sanksi dan Tingkat