EFEKTIVITAS KINERJA SERTA DAMPAK DARI SISTEM
PERGILIRAN OPERASIONAL ANGKUTAN KOTA
TERHADAP PENDAPATAN DAN BEBAN EMISI
DI KOTA BOGOR
ADINNA ASTRIANTI
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efektivitas Kinerja
serta Dampak dari Sistem Pergiliran Operasional Angkutan Kota terhadap
Pendapatan dan Beban Emisi di Kota Bogor adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Adinna Astrianti
ABSTRAK
ADINNA ASTRIANTI. Efektivitas Kinerja serta Dampak dari Sistem Pergiliran Operasional Angkutan Kota terhadap Pendapatan dan Beban Emisi di Kota Bogor. Dibimbing oleh ACENG HIDAYAT.
Sistem shift merupakan salah satu program DLLAJ Kota Bogor untuk mengurangi kemacetan dan menyeimbangkan jumlah angkot yang beroperasi. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis efektivitas sistem shift, mengestimasi pendapatan pengemudi dan pemilik angkot, mengestimasi pengurangan beban emisi dari angkot pada trayek sample dan menganalisis persepsi pengemudi serta masyarakat pengguna angkot terhadap penerapan sistem
shift. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif, analisis pendapatan dan estimasi beban pencemar dengan pendekatan penggunaan bahan bakar. Berdasarkan hasil penelitian, implementasi sistem shift dapat dikatakan efektif. Sanksi dalam sistem shift berupa teguran lisan dan peringatan. Selain itu, menurut pengemudi dan masyarakat pengguna angkot dengan adanya penerapan sistem shift dapat mengurangi jumlah angkot tetapi tidak dapat mengurai kemacetan di Kota Bogor. Pendapatan pengemudi 07, 03 dan 02 setelah penerapan sistem shift dalam satu hari meningkat masing-masing sebesar Rp 13.181,7, Rp 10.802,7 dan Rp 1.767,9. Tetapi dalam satu bulan pendapatan pengemudi menurun yang masing-masing sebesar Rp 412.727,3, Rp 438.157,9 dan Rp 320.982,1. Sedangkan pendapatan pengusaha per bulan meningkat sebesar Rp 37.333,3, Rp 121.985,2 dan Rp 155.524,5. Pengurangan beban emisi per bulan pada trayek 07, 03 dan 02 masing-masing sebesar 8,78 ton, 26,48 ton dan 38,25 ton. Selain itu terdapat penghematan biaya konsumsi bahan bakar pada trayek 07, 03, dan 02 masing-masing sebesar Rp 141.553.636,4, Rp 427.035.789,5 dan Rp 616.862.008,9.
ABSTRACT
ADINNA ASTRIANTI. Performance Effectiveness and Effects of Public Transportation Operational System Towards Income and Emission Load in The City of Bogor. Supervised by ACENG HIDAYAT.
Shifted system is one of DLLAJ programs for reducing traffic congestion and balancing the number of public transportation that operate in Bogor. The objectives of the research are to analyze the effectiveness of the shifted system, to estimate the income of the owners and the drivers of public transportation, to estimate the reduction of the emission load from public transportation and to analyze the perception of the drivers and the users of public transportation about the implementation of shifted system. The methods that used for this research are descriptive analysis, income analysis and estimating the pollutant loads through the consumption of fuel. Based on the research, the implementation of shifted system is effective, but the sanctions of this system merely by verbal reprimands and warnings. Moreover, the drivers and the public transportation’s users assume the implementation of a shifted system has diminished the number of public transportation but it hasn’t reduced the traffic congestion in Bogor. The driver’s income per day of route 07, 03 and 02 were increased about IDR 13.181,7, IDR 10.802,7 and IDR 1.767,9 by implementing the shifted system. However the income per month of each driver were decreased by IDR 412.727,3, IDR 438.157,9 and IDR 320.982,1. While income per month of the owner in each route increased by IDR 37.333,3, IDR 121.985,2 and IDR 155.524,5. The reduction of emission load per month of route 07, 03 and 02 were about 8,78 tons, 26,48 tons and 38,25 tons. There were cost saving on fuel consumption of route 07, 03 and 02 about IDR 141.553.636,4, IDR 427.035.789,5 and IDR 616.862.008,9.
EFEKTIVITAS KINERJA SERTA DAMPAK DARI SISTEM
PERGILIRAN OPERASIONAL ANGKUTAN KOTA
TERHADAP PENDAPATAN DAN BEBAN EMISI
DI KOTA BOGOR
ADINNA ASTRIANTI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
Pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : Efektivitas Kinerja Serta Dampak dari Sistem Pergiliran
Operasional Angkutan Kota terhadap Pendapatan dan Beban
Emisi di Kota Bogor
Nama : Adinna Astrianti
NIM : H44090117
Disetujui oleh
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul dari skripsi ini adalah
Efektivitas Kinerja Serta Dampak dari Sistem Pergiliran Operasional Angkutan
Kota terhadap Pendapatan dan Beban Emisi di Kota Bogor. Penulis juga ingin
menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada:
1. Mama dan papa tersayang, Ka Indah, Rizki, Ade, Ate Eni dan semua keluarga
Permedi atas segala doa, kasih sayang, bimbingan, masukan dan dukungan
yang luar biasa kepada penulis.
2. Bapak Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.
3. Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si selaku penguji utama dan Nuva, SP, M.Sc selaku
dosen perwakilan Departemen ESL.
4. Seluruh staff bidang angkutan umum Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Kota Bogor (Bapak Teten, Bapak Aria, Bapak Asep dll) dan Bapak Ade dari
DPC Organda Kota Bogor yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk melakukan penelitian dan informasi yang telah diberikan.
5. Teman-teman satu bimbingan Eyi, Chintia, Ichi, Cicit, Nobel dan Dinda.
6. Spesial untuk Reyna, Ai, Intan, Citra, Nando, Abhe, Dear, Gugat, Galuh,
Romil, Rizal dan Opiq yang sangat banyak membantu.
7. Teman-teman Charra, Tata, Sandra, Resty, Febi, Yuki, Anin, Abida, Gilang,
Kukuh, Qyqy Yasmin, Hilman, Luthfi, Ka Iki, Ka Putri yang telah meluangkan
waktunya untuk berdiskusi serta teman-teman ESL 46 yang tidak dapat
disebutkan satu per satu. Teman-teman Arga, Risanti, Kikia, Intan dan Ayu
yang telah memberi masukan, dorongan serta semangat.
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan
skripsi ini, sehingga segala saran dan kritik penulis terima. Semoga skripsi ini
bermanfaat bagi seluruh pihak yang terkait dan para pembaca.
Bogor, Juli 2013
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Tinjauan Teoritis ... 7
2.1.1 Angkutan Kota ... 7
2.1.2 Peran Transportasi terhadap Ekonomi dan Lingkungan ... 8
2.1.3 Kelembagaan ... 9
2.1.4 Pendapatan ... 10
2.1.5 Emisi Gas Buangan Kendaraan Bermotor ... 10
2.1.6 Estimasi Beban Emisi ... 11
2.1.7 Persepsi ... 12
2.2 Penelitian Terdahulu yang Terkait ... 12
III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 14
IV. METODE PENELITIAN... 17
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 17
4.2 Jenis dan Sumber Data ... 17
4.3 Metode Penentuan Sampel ... 17
4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 18
4.4.1 Analisis Efektivitas Sistem Shift ... 20
4.4.2 Analisis Pendapatan ... 21
4.4.3 Estimasi Beban Emisi CO ... 23
4.4.4 Analisis Persepsi ... 24
V. GAMBARAN UMUM ... 26
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 26
5.1.1 Gambaran Umum Kota Bogor ... 26
5.1.2 Kependudukan ... 26
5.2.1 Sistem Shift Angkutan Kota di Kota Bogor ... 29
5.2.2 Angkutan Kota yang Diteliti ... 31
5.3 Karakteristik Pengemudi Angkutan Kota ... 32
5.3.1 Usia ... 33
5.3.2 Pendidikan Terakhir ... 33
5.3.3 Jumlah Tanggungan Keluarga ... 34
5.4 Karakteristik Pengusaha Angkutan Kota ... 34
5.4.1 Jenis Kelamin ... 35
5.4.2 Usia ... 35
5.4.3 Pendidikan Terakhir ... 36
5.5 Karakteristik Masyarakat Pengguna Angkutan Kota ... 36
5.5.1 Jenis Kelamin ... 36
5.5.2 Usia ... 37
5.5.3 Pendidikan Terakhir ... 38
5.5.4 Pekerjaan ... 38
5.5.5 Tingkat Pendapatan... 39
5.5.6 Tujuan Menggunakan Angkot ... 40
5.5.7 Frekuensi Penggunaan Angkot ... 40
5.5.8 Alternatif Kendaraan Lain yang Digunakan ... 41
VI. ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM SHIFT ANGKUTAN KOTA DI KOTA BOGOR ... 42
6.1 Pelaku Pelaksanaan Sistem Shift ... 42
6.2 Aturan Sistem Shift ... 45
6.2.1 Aturan Formal ... 45
6.2.2 Aturan Informal ... 46
6.2.3 Boundary Rules, Monitoring dan Sanksi ... 47
6.2.4 Aturan dalam Penyelesaian Konflik ... 48
6.3 Persepsi Efektivitas Tingkat Pengawasan, Sanksi dan Tingkat Kepatuhan Sistem Shift ... 49
6.3.1 Tingkat Pengawasan ... 50
6.3.2 Sanksi ... 52
6.3.3 Tingkat Kepatuhan ... 54
VII. ESTIMASI PENDAPATAN PENGEMUDI DAN PENGUSAHA ANGKUTAN KOTA ... 57
7.1 Pendapatan Pengemudi Angkutan Kota ... 57
VIII. ESTIMASI PENGURANGAN BEBAN EMISI ANGKUTAN
KOTA SETELAH PENERAPAN SISTEM SHIFT ... 62
IX. ANALISIS PERSEPSI PENGEMUDI DAN MASYARAKAT PENGGUNA ANGKUTAN KOTA ... 65
9.1 Persepsi Masyarakat Pengguna Angkot terhadap Informasi Sistem Shift ... 65
9.2 Persepsi Pengemudi dan Pengguna Angkot 07 ... 66
9.3 Persepsi Pengemudi dan Pengguna Angkot 03 ... 68
9.4 Persepsi Pengemudi dan Pengguna Angkot 02 ... 71
X. SIMPULAN DAN SARAN ... 73
10.1 Simpulan ... 73
10.2 Saran ... 74
DAFTAR PUSTAKA ... 75
LAMPIRAN... 78
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1 Faktor emisi kendaran berdasarkan jenis bahan bakar ... 11
2 Matriks keterkaitan antara tujuan penelitian, sumber data, metode, dan jenis data ... 19
3 Matriks analis efektivitas sistem shift angkutan kota di Kota Bogor ... 20
4 Matriks hubungan antar stakeholder dalam pelaksanaan system shift ... 21
5 Matriks analisis pendapatan kumulatif pengemudi angkot setelah adanya sistem shift angkot di Kota Bogor ... 22
6 Matriks analisis pendapatan kumulatif pengusaha angkot setelah adanya sistem shift angkot di Kota Bogor ... 23
7 Matriks estimasi emisi dari angkot setelah adanya sistem shift angkot di Kota Bogor ... 24
8 Matriks analisis persepsi terhadap sistem shift ... 25
9 Jumlah dan persebaran penduduk kota bogor menurut kecamatan tahun 2010 ... 27
10 Jaringan trayek angkutan kota (AK) di Kota Bogor tahun 2012 ... 28
11 Jaringan trayek angkutan perkotaan (AKDP) di Kota Bogor tahun 2012 ... 29
12 Jumlah kendaraan angkutan massal trans pakuan ... 29
13 Realisasi penerapan operasional angkutan kota di Kota Bogor... 30
14 Persepsi mengenai keharmonisan antar stakeholder ... 44
15 Persepsi mengenai sinergisme antar stakeholder... 44
16 Aturan eksternal dalam sistem shift ... 46
17 Sebaran persepsi informan terhadap tingkat pengawasan program shift ... 50
18 Sebaran persepsi pengemudi dan pengusaha angkot terhadap tingkat pengawasan sistem shift... 51
19 Sebaran persepsi informan terhadap sanksi sistem shift ... 52
20 Sebaran persepsi pengemudi dan pengusaha angkot terhadap sanksi sistem shift ... 53
21 Sebaran persepsi informan terhadap tingkat kepatuhan pengemudi angkot ... 54
23 Rata-rata pendapatan kotor dan pengeluaran pengemudi sebelum
dan setelah sistem shift ... 58
24 Rata-rata pendapatan bersih pengemudi sebelum dan setelah penerapan sistem shift ... 59
25 Rata-rata setoran dan biaya perawatan angkot sebelum dan setelah sistem shift ... 60
26 Rata-rata pendapatan pengusaha sebelum dan setelah system shift .... 61
27 Jumlah angkot yang beroperasi sebelum dan setelah penerapan sistem shift ... 62
28 Rata-rata konsumsi BBM (liter per bulan) sebelum dan setelah penerapan sistem shift ... 63
29 Faktor emisi CO bahan bakar (g/liter) ... 63
30 Biaya konsumsi bahan bakar (per bulan) sebelum penerapan sistem shift dan penghematan biaya konsumsi bahan bakar (per bulan) ... 64
31 Sebaran persepsi pengguna angkot terhadap pengetahuan informasi sistem shift ... 66
32 Persepsi pengemudi angkot 07 terhadap penerapan sistem shift ... 67
33 Persepsi masyarakat pengguna angkot 07 terhadap penerapan sistem shift ... 68
34 Persepsi pengemudi angkot 03 terhadap penerapan sistem shift ... 69
35 Persepsi masyarakat pengguna angkot 03 terhadap penerapan sistem shift ... 70
36 Persepsi pengemudi angkot 02 terhadap penerapan sistem shift ... 71
37 Persepsi masyarakat pengguna angkot 02 terhadap penerapan sistem shift ... 72
DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1 Jumlah penduduk Indonesia tahun 1997-2010 ... 1
2 Jumlah penduduk Kota Bogor tahun 2010-2012 ... 2
3 Pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor Kota Bogor tahun 2010-2013 ... 2
4 Diagram alur kerangka pemikiran operasional ... 16
5 Karakteristik pengemudi berdasarkan usia ... 33
7 Karakteristik pengemudi berdasarkan jumlah tanggungan keluarga .... 34
8 Karakteristik pengusaha berdasarkan jenis kelamin ... 35
9 Karakteristik pengusaha berdasarkan usia ... 35
10 Karakteristik pengusaha berdasarkan pendidikan terakhir ... 36
11 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin ... 37
12 Karakteristik responden berdasarkan usia ... 37
13 Karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir ... 38
14 Karakteristik responden berdasarkan jenis pekerjaan ... 39
15 Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendapatan ... 39
16 Karakteristik responden berdasarkan tujuan menggunakan angkot ... 40
17 Karakteristik responden berdasarkan frekuensi pengguna angkot dalam satu minggu ... 41
18 Karakteristik responden berdasarkan alternatif kendaraan lain yang digunakan... 41
19 Struktur hubungan pelaku pelaksana sistem shift ... 42
DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1 Peta Kota Bogor ... 79
2 Kuisioner Penelitian Responden ... 80
3 Kriteria Persepsi Pengemudi dan Masyarakat Pengguna Angkot terhadap Penerapan Sistem Shift ... 95
4 Kriteria Persepsi Responden terhadap Efektivitas Sistem Shift ... 96
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jumlah penduduk Indonesia terus mengalami pertumbuhan. Pada tahun
2000 hingga 2010, penduduk Indonesia meningkat sebanyak 31.376.731 jiwa dari
206.264.595 menjadi 237.641.326 jiwa (BPS 2012). Pertambahan penduduk itu
dipengaruhi oleh perkawinan, kelahiran, migrasi, dan mobilitas. Peningkatan
jumlah penduduk Indonesia khususnya di Pulau Jawa telah menyebabkan
peningkatan konsentrasi penduduk di perkotaan. Hal ini dapat menyebabkan kota
semakin padat (Mawardi 2006). Secara lebih jelas peningkatan jumlah penduduk
Indonesia tahun 1997 hingga 2010 disajikan pada Gambar 1.
Sumber : Badan Pusat Statistik Indonesia, 2012
Gambar 1 Jumlah penduduk Indonesia tahun 1997-2010
Kota Bogor merupakan kota yang mengalami peningkatan jumlah penduduk
setiap tahunnya. Menurut data BPS Kota Bogor, pada tahun 2012 jumlah
penduduk Kota Bogor diperkirakan mencapai 998.565 jiwa. Setiap tahun rata-rata
peningkatan penduduk sebesar 1,7 persen, peningkatan dari tahun 2010 sampai
2011 sebesar 3,8 persen dan peningkatan dari tahun 2011 sampai 2012 sebesar 1,2
persen. Secara lebih jelas jumlah proyeksi penduduk Kota Bogor tahun 2010-2012
disajikan pada Gambar 2. 0
50.000.000 100.000.000 150.000.000 200.000.000 250.000.000
1971 1980 1990 1995 2000 2010
Penduduk
(
ji
w
a)
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Bogor, 2012
Gambar 2 Jumlah penduduk Kota Bogor tahun 2010-2012
Peningkatan jumlah penduduk di Kota Bogor berkaitan erat dengan masalah
transportasi. Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan peningkatan mobilisasi
penduduk sehingga permintaan jasa transportasi ikut meningkat. Transportasi
merupakan sarana pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat
tujuan. Adanya transportasi dapat memudahkan manusia dalam melakukan
aktivitasnya, terutama dalam hal mobilisasi sehingga dapat mengefisiensikan
waktu.
Jumlah kendaraan bermotor di Kota Bogor semakin meningkat sejak tahun
2010. Rata-rata peningkatan kendaraan bermotor di Kota Bogor dari tahun 2010
sampai 2013 sebesar 9,78 persen untuk semua jenis kendaraan. Hal ini menjadi
suatu indikasi bahwa masyarakat semakin membutuhkan sarana transportasi
sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk. Berikut grafik pertambahan
jumlah kendaraan bermotor di Kota Bogor berdasarkan jenis dari tahun 2010
sampai dengan 2013 disajikan pada Gambar 3.
Sumber: Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Bogor, 2013
Angkutan umum memainkan peran penting dalam pemenuhan permintaan
kebutuhan pelayanan jasa transportasi untuk masyarakat di Kota Bogor yang tidak
memiliki kendaraan pribadi atau pergerakannya biasa menggunakan kendaraan
umum. Berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 47 Tahun 2006
Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum
disebutkan bahwa terdapat dua jenis pelayanan angkutan orang dengan kendaraan
umum yaitu angkutan dalam trayek dan angkutan tidak dalam trayek. Salah satu
jenis angkutan dalam trayek adalah Angkutan Kota atau angkot. Angkot
merupakan jasa transportasi yang dominan di Kota Bogor. Menurut data dari
Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) Kota Bogor, jumlah angkot di
Kota Bogor sebanyak 3.412 unit kendaraan yang melayani 23 trayek. Dalam
pemenuhan kebutuhan kendaraan pada masing-masing trayek, pemerintah
memberikan izin kepada perorangan untuk mengelola dan menyediakan
pelayanan. Setiap orang yang mampu secara finansial dapat memiliki usaha jasa
angkot tersebut.
Saat ini penyedian angkot tidak terkendali. Banyaknya jumlah angkot yang
beroperasi setiap harinya telah melebihi jumlah kebutuhan pengguna angkot.
Angkot yang idealnya dapat terisi 70% penumpang tetapi hanya terisi di bawah
70% yaitu 40,28% (DLLAJ Kota Bogor 2012). Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Chaeriwati pada tahun 2004 mengenai permintaan jumlah angkot
di Kota Bogor, baik pada jam sibuk maupun jam sepi, semua trayek angkot
mengalami kelebihan penawaran (excess supply). Total kelebihan angkot pada jam sibuk sebanyak 261 unit dan pada jam sepi sebanyak 449 unit. Hal ini
menunjukkan bahwa terjadi ketidakseimbangan supply dan demand angkot di Kota Bogor.
1.2 Perumusan Masalah
Ketidakseimbangan supply dan demand angkot menimbulkan inefisiensi penggunaan angkot. Pengemudi angkot harus bersaing untuk mencari penumpang
karena penumpang yang ada hanya sedikit. Secara langsung hal ini dapat
Pengemudi angkot dalam bersaing mencari penumpang sering kali sengaja
memeperlambat kendaraan dan menjaga jarak sejauh mungkin dari angkot pesaing
di depannya. Hal ini dapat menghambat jalannya kendaraan yang lain sehingga
kemacetan dan kepadatan terjadi pada titik tertentu. Kemacetan dan kepadatan
dapat membuat keterlambatan orang yang berpergian. Distribusi barang dan jasa
pun menjadi terhambat.
Kemacetan dan kepadatan menyebabkan penggunaan bahan bakar menjadi
lebih boros. Hal ini dapat menimbulkan pencemaran lingkungan seperti
peningkatan polusi udara. Polusi udara merupakan permasalahan yang rumit,
karena menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan karakteristik fisik dan sumber
emisi zat pencemar. Kendaraan bermotor merupakan sumber pencemar terbesar
yang menghasilkan gas buangan/emisi. Emisi tersebut merupakan hasil sampingan
pembakaran yang terjadi dalam mesin-mesin kendaraan. Terlalu banyaknya
jumlah kendaraan bermotor yang beroperasi di jalan maka akan semakin banyak
gas buangan/emisi yang dihasilkan.
Upaya untuk menghadapi masalah di atas dibutuhkan adanya sistem
transportasi yang efektif dan efisien. Transportasi yang efektif artinya kapasitas
mencukupi, terpadu, tertib dan teratur, lancar, cepat dan tepat, selamat, aman,
nyaman serta biaya terjangkau. Sedangkan transportasi yang efisien artinya beban
publik rendah dan kepuasan masyarakat yang tinggi (Butar Butar 2008). Dinas
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) Kota Bogor melakukan
langkah-langkah untuk mengantisipasi agar kemacetan dan kepadatan tidak semakin
memburuk dan penggunaan angkot efisien, salah satunya dengan penataan angkot.
Penataan angkot ini dilakukan dengan penerapan sistem shift pada operasional angkot. Sistem shift adalah pembatasan jumlah angkot yang beroperasi pada setiap trayek per hari. Sistem shift ini dibagi menjadi dua sistem yaitu (1) shift A, B, dan C di mana angkot beroperasi 2 hari dan libur 1 hari, dalam sebulan angkot
beroperasi selama 20 hari. (2) shift A dan B di mana angkot berjalan 1 hari dan libur 1 hari, dalam sebulan angkot beroperasi selama 15 hari.
Pada tahun 2009 sistem shift ini diterapkan pada empat trayek angkot, meliputi trayek 06-AK, trayek 07-AK, trayek 11-AK, dan trayek 13-AK. Pada
trayek 02-AK, trayek 03-AK, trayek 05-AK, trayek 10-AK, dan trayek 14-AK.
Tahun 2011 juga diterapkan pada lima trayek yaitu trayek 08A-AK, trayek
05A-AK, trayek 04-05A-AK, trayek 04A-AP, dan trayek 03-AP. Pada tahun 2012 sistem
shift juga diterapkan pada trayek 07-AK.
Manfaat yang diharapkan dari penerapan sistem shift ini yaitu: (1) Bagi pengemudi, dapat meningkatkan penghasilan, efisiensi biaya operasional (BBM),
ada waktu istirahat yang dapat digunakan untuk mencari penghasilan lainnya. (2)
Bagi pemilik angkot, ketercapaian setoran, efisiensi biaya pemeliharaan atau
perawatan (sparepart, olie dan ban) karena mobil tidak beroperasi setiap hari, serta
ada waktu istirahat untuk perbaikan/pemeliharaan kendaraan. (3) Bagi masyarakat
umum, peningkatan waktu tempuh perjalanan dan mengurangi pencemaran udara
akibat emisi gas buangan (DLLAJ Kota Bogor 2012).
Untuk mengetahui apakah sistem shift ini berjalan efektif atau tidak dan bagaimana mekanisme dari sistem ini, maka dari itu penelitian ini dilakukan.
Selain itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah manfaat yang sudah
disebutkan sebelumnya dapat tercapai dengan adanya penerapan sistem shift ini. Berdasarkan uraian di atas, beberapa pertanyaan permasalahan yang akan
dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana efektivitas sistem shift angkutan kota di Kota Bogor?
2. Bagaimana dampak setelah adanya sistem shift angkutan kota di Kota Bogor terhadap pendapatan pengemudi dan pengusaha angkutan kota?
3. Bagaimana dampak setelah adanya sistem shift angkutan kota di Kota Bogor terhadap pengurangan beban emisi angkutan kota?
4. Bagaimana persepsi pengemudi serta masyarakat pengguna angkutan kota
terhadap penerapan sistem shift?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan dalam penelitian ini yaitu :
1. Menganalisis efektivitas sistem shift angkutan kota di Kota Bogor.
2. Mengestimasi besarnya pendapatan pengemudi dan pengusaha angkutan
3. Mengestimasi besarnya pengurangan beban emisi angkutan kota setelah ada
penerapan sistem shift angkutan kota di Kota Bogor.
4. Menganalisis persepsi pengemudi serta masyarakat pengguna angkutan kota
terhadap penerapan sistem shift.
1.4 Ruang Lingkup Penelitian
Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini mengambil sample nomor trayek yang terkena penerapan
sistem shift A B C. Nomor trayek yang diambil adalah 02, 03 dan 07. Pemilihan nomor trayek 02 karena trayek ini memiliki jumlah kendaraan
sebanyak 563, memiliki jarak pulang-pergi sekitar 28,8 km, dan melayani
lokasi yang strategis. Pemilihan nomer trayek 03 karena trayek ini memiliki
jumlah kendaraan sebanyak 382, memiliki jarak pulang pergi sekitar 22,6
km, dan melayani lokasi yang strategis. Pemilihan nomor trayek 07 karena
trayek ini melewati lintasan yang berbeda dari lintasan trayek 02 dan 03,
melewati lokasi yang strategis dan sistem shift ini baru ditetapkan pada November 2012.
2. Penelitian hanya dilakukan terhadap dinas terkait, supir angkot dengan
nomor trayek 02, 03 dan 07, pengusaha angkot dengan nomor trayek 02, 03
dan 07, dan masyarakat pengguna angkot nomor trayek 02, 03 dan 07 serta
karakteristiknya tidak diperhitungkan dalam penelitian ini.
3. Dalam penelitian ini, pendapatan pengemudi dan pengusaha sama dengan
pendapatan bersih dari hasil usaha angkot, tidak menghitung pendpatan dari
pekerjaan lainnya.
4. Beban pencemar yang diestimasi adalah beban pencemar dari polutan CO
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis
Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakan, mengangkut, atau
mengalihkan suatu objek dari satu tempat ke tempat lain. Transportasi wilayah
merupakan sistem pergerakan manusia dan barang antara satu zona asal dan zona
tujuan di suatu wilayah. Sistem pergerakan tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan berbagai sarana atau moda yang menggunakan berbagai sumber
tenaga, dan dilakukan untuk suatu keperluan tertentu. Pada suatu kegiatan
transportasi dibutuhkan alat pendukung yang memiliki karakteristik aman, cepat,
lancar, nyaman, ekonomis dan terjamin keberadaannya (Miro 2005 dan
Setijowarno dan Frazila 2003).
Objek yang diangkut seiring berjalannya waktu akan bertambah. Hal ini
karena adanya pertambahan penduduk, urbanisasi, produksi barang-barang
ekonomi, peningkatan pendapatan dan kesajahteraan, adanya perkembangan
pusat-pusat kegiatan dan pertambahan keinginan untuk melakukan perjalanan.
Adanya pertambahan tersebut dengan sendirinya akan menuntut pertambahan alat
pendukungnya yaitu sarana transportasi. Pertambahan tersebut harus diantisipasi
agar di masa mendatang tidak terjadi masalah yang tidak diinginkan yaitu
terjadinya ketidakseimbangan antara kebutuhan transportasi dengan ketersediaan
alat pendukung proses perpindah. Hal tersebut dapat menimbulkan persoaalan,
yaitu :
1. Kemacetan, tundaan, kecelakaan, dan kesemrawutan lalu lintas
2. Sulitnya suatu kawasan perkembangan
3. Tingginya biaya ekonomi yang terjadi.
2.1.1 Angkutan Kota
Angkutan kota adalah angkutan dari satu tempat ke tempat lain dalam
wilayah kota dengan menggunakan bus atau mobil penumpang umum yang terikat
dalam trayek tetap dan teratur. Angkutan kota ini dapat berupa angkutan massal
perjalanan. Sistem jaringan rute angkutan di perkotaan biasanya terbagi menjadi 2
kelompok, yaitu:
1. Jaringan rute yang terbentuk dimulai oleh pihak-pihak pengelola secara
sendiri-sendiri.
2. Jaringan rute yang terbentuk secara menyeluruh, yang dilakukan oleh
pengelola angkutan massal secara simultan dan bersama-sama.
Pada sistem jaringan rute, jarak antara rute merupakan aspek yang cukup
penting untuk diperhatikan karena jarak antar rute berpengaruh langsung terhadap
penumpang dan operator. Selain itu terdapat faktor-faktor yang harus diperhatikan
dalam masalah ini yaitu lebar koridor daerah pelayanan, frekuensi pelayanan,
jarak tempuh penumpang ke lintasan rute dan waktu tunggu rata-rata di perhentian
(Setijowarno dan Frazila 2003).
2.1.2 Peran Transportasi terhadap Ekonomi dan Lingkungan
Tujuan transportasi adalah memberikan kemudahan dalam pergerakan
masyarakat, seperti mudahnya mencapai lokasi tujuan. Beberapa aspek
kemudahan dapat dilihat berdasarkan kemudahan dalam mendapatkan
faktor-faktor produksi, mudahnya informasi menyebar, kemudahan pergerakan
(mobilitas) penduduk, dan lain-lain.
Sektor transportasi merupakan bagian penting dari ekonomi yang sangat
mempengaruhi proses produksi, distribusi produk, dan pertukaran kelebihan. Pada
proses produksi, transportasi berperan penting dalam menyatukan semua faktor
produksi (sumber daya) yang tersebar diberbagai tempat yang berbeda.
Transportasi berfungsi mempermudah dan mempercepat tersedianya sumberdaya
atau faktor produksi itu di tempat tersebut. Pada proses distribusi, transportasi
berfungsi mendistribusikan barang atau jasa ke suatu tempat yang
membutuhkannya dan menjamin sampai ketempat tujuan. Sedangkan pada proses
pertukaran keahlian, transportasi berperan mengangkut tenaga-tenaga ahli ke
suatu daerah yang tidak memiliki tenaga ahli. Secara keseluruhan, transportasi
mempengaruhi harga barang dan jasa yang siap dikonsumsi di pasar. Jika sistem
transportasi tidak efisien, maka akan menyebabkan biaya ekonomi tinggi dan
Transportasi dan lingkungan merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan dan saling terkait antar satu dengan lainnya. Seiring dengan pesatnya
perkembangan sistem dan teknologi transportasi, faktor lingkungan juga harus
diperhatikan terutama masalah dampak yang diakibatkannya. Pergerakan
transportasi yang terjadi di perkotaan berdampak negatif terhadap pengotoran
udara. Selain itu pemakaian ruang terbuka yang tidak terkendali tanpa adanya
manajemen transportasi yang baik akan berdampak luas terhadap lingkungan.
Termasuk pemakaian energi yang berlebihan dapat mempercepat menghabiskan
cadangan energi yang tersedia (Setijowarno dan Frazila 2003).
Dampak-dampak akibat aktivitas transportasi terhadap lingkungan
diantaranya adalah pencemaran udara, kebisingan, getaran, dan pengotoran air.
Dampak yang timbul bisa akibat keberadaan dari prasarana transportasi yang
secara fisik mempengaruhi lingkungan sekitarnya atau akibat pengoprasian
fasilitas tersebut. Dampak lingkungan yang dirasakan akibat pengoperasian
transportasi ini, umumnya menjadi isu-isu yang berkepanjangan karena terus
berkembang seiring dengan perkembangan aktivitas manusia (Morolok 1978).
2.1.3 Kelembagaan
Kelembagaan terdiri dari norma dan konvensi (norms and conventions) serta aturan main (rules of the game). Kelembagaan dapat ditulis secara formal dan ditegakkan oleh aparat pemerintah, dan kelembagaan juga dapat secara informal
seperti pada aturan adat dan norma yang dianut masyarakat (Arifin 2005).
Kelembagaan dapat didefinisikan sebagai aturan-aturan sosial, kesepakatan
dan elemen lain dari struktur kerangka kerja interaksi sosial (Bardhan, 1989 dalam
Yustika, 2006). Kelembagaan juga merupakan suatu aturan main pada suatu
kelompok sosial dan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi, sosial dan
politik. Institusi dapat berupa aturan formal atau dalam bentuk kode etik informal
yang disepakati bersama. Aturan yang telah disepakati bersama tersebut
merupakan infrastruktur dalam kelembagaan. Menurut North (1994) dalam
Yustika (2006), aturan kelembagaan tersebut dibagi menjadi:
1. Aturan formal (formal institutions) yaitu konstitusi, statuta, hukum dan seluruh regulasi pemerintah lainnya. Aturan formal membentuk sistem
kepemilikan dalam kondisi kelangkaan sumberdaya dan kontrak, dan sistem
keamanan (peradilan dan politik).
2. Aturan informal (informal institutions) yaitu pengalaman, nilai-nilai tradisional, agama dan seluruh faktor yang mempengaruhi bentuk persepsi
subjektif, agama dan seluruh faktor mempengaruhi bentuk persepsi subjektif
individu tentang di mana mereka tinggal.
3. Mekanisme penegakan (enforcement mechanism) pada setiap kelembagaan harus terdapat penegakan tanpa adanya mekanisme penegakan kelembagaan
tersebut tidak akan efektif.
2.1.4 Pendapatan
Keuntungan atau pendapatan adalah selisih antara total penerimaan dengan
total pengeluaran. Menurut Soekartawi (1995) perhitungan keuntungan atau
pendapatan pelaku usaha digunakan rumus sebagai berikut:
I=TR-TC
Keterangan:
I = Pendapatan (Rp)
TR= Total Penerimaan (Rp)
TC= Total Pengeluaran (Rp)
Di mana ketika total penerimaan lebih besar dari total pengeluaran maka
usaha menguntungkan. Sebaliknya jika total penerimaan lebih kecil dari total
pengeluaran maka usaha dapat dikatakan rugi. Namun, jika total penerimaan dan
total pengeluaran seimbang usaha dikatakan impas yaitu tidak untung dan tidak
rugi.
2.1.5 Emisi Gas Buangan Kendaraan Bermotor
Emisi adalah zat atau bahan pencemar yang dikeluarkan langsung dari
kendaraan bermotor melalui pipa pembuangan (knalpot) kendaraan bermotor
sebagai sisa pembakaran bahan bakar dalam mesin. Terdapat lima unsur dalam
gas buangan kendaraan bermotor yaitu senyawa CO, HC, CO2, O2 dan senyawa
NOX (Suryani 2010).
CO atau Karbon monoksida adalah salah satu unsur gas buangan yang
berwarna, lebih ringan dari udara, terbentuk sebagai hasil dari pembakaran tidak
sempurna. Gas ini merupakan polutan udara yang paling lazim dijumpai. Gas ini
sangat bercun bagi manusia dan hewan. CO dapat menyebabkan supply O2 ke seluruh tubuh menurun sehingga kontraksi jantung dapat melemah dan volume
darah yang didistribusikan menurun (Kojima et al. 2000). 2.1.6 Estimasi Beban Emisi
Pengukuran kualitas dan beban emisi secara langsung dalam suatu kegiatan
tidak mungkin dilakukan untuk setiap sumber pencemar, apalagi pengukuran
langsung terhadap kendaraan bermotor yang jumlahnya tidak sedikit. Pengukuran
perkiraan besarnya beban pencemar dapat dirumuskan dengan menggunakan dua
pendekatan yaitu pendekatan panjang perjalanan kendaraan bermotor dan
pendekatan penggunaan bahan bakar (KLH 2007). Menurut Chandrasiri (1999)
perhitungan emisi kendaraan bermotor dapat dirumuskan sebagai berikut:
Emisi = (FEabc x aktivitas abc)
Dimana :
FE = faktor emisi
Aktivitas = jumlah konsumsi bahan bakar atau panjang perjalanan kendaraan
a = tipe bahan bakar (bensin, solar, dll)
b = tipe kendaraan (mobil, truk, dll)
c = kontrol emisi
Faktor emisi adalah massa dari suatu polutan yang dihasilkan oleh setiap
unit proses. Beban massa ini dapat berupa per satuan massa bahan bakar yang
dikonsumsi atau per unit produksi (Porteous 1996 dalam Kusuma 2010). Faktor
emisi masing-masing gas buang kendaraan berdasarkan jenis bahan bakar tertera
pada Tabel 1.
Tabel 1 Faktor emisi kendaraan berdasarkan jenis bahan bakar
Bahan Bakar CO NOX HC TSP SO2 CO2
Bensin (kg/ton) 377 10,3 14,5 2 0,54 3150
Solar (kg/ton) 43,5 11 26 2,4 19 3150
2.1.7 Persepsi
Sombowidjojo (1999) dalam Kurniawan (2013) mendefinisikan persepsi
sebagai pengamatan yang merupakan kombinasi dari penglihatan, penciuman,
pendengaran, serta pengalaman masa lalu. Persepsi seseorang terhadap objek yang
sama dapat bervariasi karena pengamatan mereka dari sudut pandang yang
berbeda-beda.
Persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau
hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan
pesan. Persepsi dapat dikatakan juga memberi makna. Persepsi ditentukan oleh
faktor personal dan faktor situasional (Rakhmat 2003).
2.2 Penelitan Terdahulu yang Terkait
Agustina (2009) menganalisis persepsi dan preferensi pengunjung serta
dampak ekonomi kegiatan wisata Gunung Salak Endah dengan menggunakan
skala likert. Skala yang harus dipilih oleh pengunjung antara lain 1 untuk nilai sangat buruk, 2 untuk nilai buruk, 3 untuk nilai sedang, 4 untuk nilai baik, dan 5
untuk nilai sangat baik. Data yang dikumpulkan kemudian diolah dan
diinterpretasikan. Metode pengukuran persepsi menggunakan skala likert dengan lima skala tersebut dapat digunakan untuk mengukur persepsi informan mengenai
efektivitas sistem shift, persepsi pengemudi angkot dan persepsi masyarakata pengguna angkot terhadap sistem shift yang sudah diterapkan di Kota Bogor. Ratmoko (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Kinerja
Kelembagaan Pangan Lokal terhadap Peningkatan Ketahanan Pangan Rumah
Tangga Miskin di Kasepuhan Sinar Resmi Kabupaten Sukabumi untuk
menganalisis efektifitas kinerja kelembagaan dengan memperhatikan tiga hal
yaitu, keefektifan kelembagaan dalam mencapai tujuan, efisiensi penggunaan
sumberdaya, dan keberlanjutan kelembagaan. Dalam mencapai outcome
dibutuhkan suatu kejelasan dan keefektifan. Indikator yang diperhatikan dalam
kejelasan adalah kejelasan dan kelengkapan aturan serta tingkat pengetahuan
masyarakat. Sedangkan indikator yang diperhatikan dalam keefektifan adalah
keberhasilan. Hal tersebut dapat digunakan untuk melihat efektivitas pada sistem
shift.
Dinah (1992) dalam tesisnya yang berjudul Profil Pendapatan dan
Hubungan Kerja Usaha Transportasi Opelet di Kotamadya Palembang Suatu Studi Eksploratif mengestimasi pendapatan bersih supir opelet dengan mengurangi pendapatan kotor dengan jumlah setoran harian dan pengeluaran lainnya. Cara
perhitungan pendapatan ini dapat dijadikan rujukan untuk menghitung rata-rata
penghasilan kumulatif pengemudi dan pengusaha angkot sebelum dan setelah ada
sistem shift.
Rahmawati (2009) dalam tesisnya yang berjudul Analisis Penerapan
Kebijakan Pengendalian Pemcemaran Udara dari Kendaraan Bermotor
Berdasarkan Estimasi Beban Emisi (Studi Kasus: DKI Jakarta) untuk perhitungan
estimasi beban emisi pada penelitian ini dilakukan dengan pendekatan nilai
panjang perjalanan kendaraan (vehicle kilometers traveled-VKT). Dibutuhkan data masa per unit aktivitas (faktor emisi), jumlah kendaraan dan panjang
perjalanan kendaraan (km/waktu). Berdasarkan parameter pencemaran yang
diteliti, kontribusi terbesar emisi di DKI Jakarta didominasi pencemar CO sebesar
72,7 persen, NOx sebesar 24,6 persen dan PM10 sebesar 2,7 persen. Suryani (2010)
mengestimasi beban emisi CO kendaraan bermotor dengan menggunakan
pendekatan konsumsi bahan bakar. Dalam kedua penelitian tersebut estimasi
beban emisi dilakukan pada seluruh jenis kendaraan, sedangkan pada penelitian
ini hanya menghitung beban emisi CO pada kendaraan angkutan kota yang
III KERANGKA PEMIKIRAN
Menurut BPS Kota Bogor 2011, rata-rata pertumbuhan penduduk Kota
Bogor sebesar 1,7 persen per tahun. Penduduk Kota Bogor mengalami
peningkatan dari tahun 2010, 2011 dan 2012 yang masing-masing mencapai
950.334 jiwa, 986.772 jiwa dan 998.565 jiwa. Seiring dengan pertumbuhan
penduduk tersebut diikuti terjadinya peningkatan mobilisasi penduduk. Adanya
peningkatan mobilisasi penduduk menyebabkan permintaan kebutuhan jasa
transportasi meningkat.
Jasa transportasi yang paling dominan tersedia di Kota Bogor adalah
Angkutan Kota atau angkot. Penyediaan angkot di Kota Bogor dikelola oleh
perorangan yang berarti oleh swasta bukan pemerintah. Jumlah pengusaha angkot
yang tidak dibatasi dan dikontrol oleh pemerintah menyebabkan jumlah angkot
tidak terkendali. Banyak angkot yang beroperasi per hari (supply) tidak sebanding dengan penggunanya (demand). Hal ini berimplikasi pada ketidakseimbangan
supply dan demand angkot di Kota Bogor. Sehingga penggunaan angkot tidak efisien, dimana penumpang tidak sesuai dengan jumlah angkot yang tersedia pada
waktu-waktu terentu. Jumlah penumpang yang tidak sesuai dengan jumlah angkot
dapat menyebabkan para pengemudi angkutan kota saling bersaing untuk mencari
penumpang. Secara langsung inefisiensi penggunaan angkot akan menyebabkan
penurunan pendapatan pengemudi angkot. Selain itu banyaknya jumlah angkot
yang beroperasi di jalan dapat memicu terjadinya peningkatan volume lalu lintas
(kepadatan dan kemacetan) di Kota Bogor. Hal ini dikarenakan adanya
ketidaktertiban pengemudi angkot dalam menaikan dan menurunkan penumpang.
Kemacetan dan kepadatan lalu lintas juga dapat menyebabkan pemborosan
penggunaan BBM serta peningkatan emisi.
Salah satu upaya untuk mengantisipasi masalah di atas, Dinas Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan Kota Bogor melakukan penataan angkutan umum melalui
sistem shift atau pergiliran operasional pada angkutan kota. Penerapan program
shift pada angkutan kota ini merupakan penanganan masalah transportasi jangka pendek (2010-2014). Sistem shift ini terdiri dari dua sistem yaitu shift A-B-C dan
satu bulan angkot beroprasi selama 15 hari. Angkot beroperasi satu hari dan satu
hari libur. Penerapan shift ini akan memberikan dampak terhadap penguraian kemacetan lalu lintas, pengurangan gas buangan atau emisi, dan peningkatan
pendapatan pengemudi serta pengusaha angkot.
Pada penelitian ini tahap pertama yang dilakukan adalah menganalisis
efektivitas sistem shift angkutan kota di Kota Bogor dengan melihat struktur pengurus dan aturan, tingkat pengawasan, sanksi dan tingkat kepatuhan
pengemudi. Proses analisis dilakukan melalui proses wawancara dengan informan
yang terkait. Kedua melihat dampak penerapan sistem shift terhadap penghasilan pengemudi dan pengusaha angkot dan mengestimasi pengurangan emisi.
Estimasi pendapatan pengemudi dan pengusaha angkot dihitung dengan
menggunakan analisis perubahan pendapatan. Perhitungan ini akan
membandingkan rata-rata penghasilan pengemudi serta pengusaha angkutan kota
sebelum dan setelah diterapkannya sistem shift dan setelah itu diselisihkan antara pendapatan setelah dan sebelum penerapan sistem shift.
Estimasi pengurangan beban emisi dihitung menggunakan metode
kuantitatif dengan perhitungan beban emisi berdasarkan pendekatan konsumsi
bahan bakar. Dimana faktor emisi dikali dengan rata-rata penghematan konsumsi
bahan bakar dalam satu bulan dan jumlah kendaraan angkot yang tidak beroperasi.
Tahap ketiga adalah menganalisis persepsi pengemudi angkot dan
masyarakat pengguna angkot terhadap penerapan sistem shift. Analisis persepsi pengemudi angkot dan masyarakat dilakukan dengan mewawancarai responden
menggunakan skala likert.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai persepsi
efektivitas, dampak dari penerepan sistem shift di Kota Bogor terhadap perubahan penghasilan pengemudi dan pengusaha angkot setelah adanya sistem
shift, dampak terhadap gas buangan atau emisi yang dihasilkan, serta persepsi pengemudi angkot dengan masyarakat pengguna angkot terhadap penerapan
Gambar 4 Diagram alur kerangka pemikiran operasional Peningkatan Jumlah Penduduk Kota Bogor
Peningkatan Permintaan Kebutuhan Jasa Transportasi
Penyediaan Jasa Angkutan Kota oleh Swasta
Adanya Indikasi Ketidakseimbangan Supply dan Demand Angkutan Kota
Sistem Pergiliran (shift) Operasional Angkot di Kota Bogor
Estimasi pendapatan
IV METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kota Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara
sengaja dengan mempertimbangkan: (1) Kota Bogor merupakan salah satu kota
yang memiliki banyak angkot, (2) Kota Bogor menerapkan shift angkot dalam penataan angkot, (3) Kota Bogor merupakan salah satu kota yang mengalami
kemacetan lalu lintas dari waktu ke waktu. Pengambilan data primer melalui
kuisioner dilakukan pada bulan Maret 2013 hingga Mei 2013.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh dengan melakukan wawancara menggunakan kuisioner kepada
pengemudi dan pengusaha angkot, masyarakat pengguna angkot, staff Dinas Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan, wakil sekretaris Organda dan Ketua Kelompok Kerja
Sub Unit (KKSU) Trayek 07, 03 dan 02. Sementara data sekunder diperoleh dari
berbagai instansi yang terkait dengan objek penelitian seperti Badan Pusat
Statistik (BPS), DLLAJ Kota Bogor, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH),
perpustakaan, jurnal, internet serta berbagai penelitian terdahulu yang terkait
dengan penelitian ini.
4.3 Metode Penentuan Sampel
Sampel yang menjadi sumber informasi dalam penelitian ini meliputi key person dan responden. Informan adalah pihak-pihak yang berpotensi untuk memberikan informasi mengenai diri sendiri, keluarga, pihak lain dan
lingkungannya. Key person yang dipilih adalah orang-orang yang mengetahui secara mendalam terkait dengan sistem shift dengan menggunakan teknik
purposive sampling. Pada penelitian ini key person yang dijadikan narasumber adalah sebanyak 7 orang.
Responden terdiri dari pengemudi angkot, pengusaha angkot dan
masyarakat pengguna angkot. Pemilihan sampel nomor trayek menggunakan
(Bubulak-Sukasari), trayek 03 (Baranangsiang-Bubulak), dan trayek 07 (Ciparigi-Terminal
Merdeka). Berdasarkan data yang diperoleh dari DLLAJ Kota Bogor jumlah
angkutan kota pada trayek 02 adalah sebesar 563 unit, 03 adalah sebesar 382 unit,
dan pada trayek 07 adalah sebesar 219 unit. Sedangkan jumlah pengusaha
angkutan kota, nomer trayek 02 adalah sebesar 300 pengusaha, nomer trayek 03
adalah sebesar 220 pengusaha, dan nomer trayek 07 adalah sebesar 150
pengusaha.
Teknik pemilihan responden pengemudi dan pengusaha angkot
menggunakan teknik accidental sampling di mana penentuan sampel berdasarkan kebetulan. Diasumsikan satu mobil angkot dikendarai oleh satu pengemudi.
Menurut metode Gay, jumlah sampel yang dinilai cukup mewakili keseluruhan populasi yaitu minimal 10% dari total populasi sehingga responden penelitian ini
diambil sebanyak 86 orang untuk nomer trayek angkutan 02, pengemudi angkot
sebanyak 56 orang dan pengusaha angkot sebanyak 30 orang. Pada nomer trayek
03 diambil sebanyak 60 orang, pengemudi angkot sebanyak 38 orang dan
pengusaha angkot sebanyak 22 orang. Pada nomer trayek 07 diambil sebanyak 37
orang, pengemudi angkot sebanyak 22 orang dan pengusaha angkot sebanyak 15
orang.
Responden lainnya berasal dari masyarakat pengguna angkot. Metode
pengambilan sampel terhadap masyarakat pengguna angkot menggunakan metode
non-probability sampling karena daftar populasi dari masyarakat pengguna angkutan kota sulit untuk diketahui dan tidak dapat diperkirakan secara pasti.
Sama halnya dengan teknik pengambilan sampel pada pengemudi dan pengusaha
angkot, teknik pengambilan pada responden masyarakat juga dilakukan secara
kebetulan (accidental sampling). Apabila masyarakat pengguna angkot bersedia untuk di wawancarai maka orang tersebut akan menjadi responden. Jumlah
responden untuk masyarakat pengguna angkot masing-masing trayek adalah 30
responden.
4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data yang telah diperoleh selanjutnya diolah secara kualitatif dan kuantitatif.
Analisis kualitatif menggunakan analisis deskriptif untuk menganalisis efektivitas
sistem shift dan menganalisis persepsi pengemudi serta masyarakat pengguna angkot terhadap penerapan sistem shift angkot. Analisis kuantitatif digunakan untuk mengestimasi rata-rata pendapatan dan pengurangan beban emisi.
Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual dan menggunakan
komputer dengan program Microsoft Office Excel 2007. Matriks metode penelitian yang digunakan untuk menjawab tujuan-tujuan dalam penelitian
tersedia pada Tabel 2 berikut ini:
Tabel 2 Matriks keterkaitan antara tujuan penelitian, sumber data, metode, dan jenis data
No. Tujuan Penelitian Sumber Data Metode
Analisis Data Jenis Data
4.4.1 Analisis Efektivitas Sistem Shift
Pada penelitian ini untuk mengetahui efektivitas sistem shift menggunakan analisis deskriptif. Analisis deskriptif bertujuan untuk membuat suatu deskripsi,
gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta,
sifat-sifat serta fenomena yang akan diselidiki (Nazir 1999).
Analisis efektivitas dilihat dari kemampuan sistem shift dalam mengelola dan menata angkot secara efektif serta berjalan atau tidak sistem ini. Efektivitas
sistem shift dapat dilihat dari beberapa tolok ukur, yaitu kejelasan kelembagaan, di mana terdiri dari pihak yang terlibat dan memiliki peran serta fungsi yang jelas,
peraturan dan penetapan sanksi, serta monitoring selama sistem shift berjalan. Efektivitas juga diukur dari persepsi informan, pengemudi dan pengusaha
terhadap berjalannya sistem shift angkutan kota dengan melihat kepatuhan pengemudi terhadap sistem shift, sanksi yang ditetapkan, dan tingkat pengawasan terhadap sistem shift. Berikut adalah tabel yang menyajikan matriks analisis efektivitas sistem shift angkutan kota di Kota Bogor.
Tabel 3 Matriks analisis efektivitas sistem shift angkutan kota di Kota Bogor Tujuan Indikator/Parameter Mengumpulkan Data Jenis Data dan Cara Menganalisis 2. Peraturan dan sanksi 3. Pengawasan
dianalisis dari hasil kuisioner dengan parameter keharmonisan dan sinergisme
Tabel 4 Matriks hubungan antar stakeholder dalam pelaksanaan sistem shift
Untuk mengetahui bagaimana pola interaksi antar aktor atau stakeholder yang terlibat dalam pelaksanaan program shift kategorinya adalah:
1. keharmonisan antar stakeholder
Tinggi, jika semuanya berjalan selaras dan tidak ada konflik Sedang, jika masih terdapat konflik
Rendah, jika sering tidak terjadi konflik 2. Sinergisme antar stakeholder
Tinggi, jika interaksi antar stakeholder saling mendukung dan bekerjasama.
Perubahan pendapatan pengemudi angkot didapat dari pengurangan antara
pendapatan bersih sebelum sistem shift dan pendapatan bersih setelah adanya penerapan sistem shift. Pendapatan bersih pengemudi adalah pendapatan kotor dikurangi jumlah setoran harian dan pengeluaran lainnya. Pendapatan kotor
merupakan jumlah uang yang diterima dalam mengoperasikan angkot per hari
kerja. Jumlah setoran harian merupakan besarnya jumlah setoran per hari kerja
kepada pemilik angkot. Sedangkan pengeluaran lainnya mencakup biaya
pemakaian BBM, iuran KKSU, retribusi, upah calo angkot, dan lainnya. Dalam
perhitungan ini rumus dari perubahan pendapatan adalah adalah: ∆I = IA - IB TR = Total Pendapatan Kotor (Rp)
TC = Total Biaya (Rp)
K = Biaya Konsumsi BBM
S = Setoran
R = retribusi
L = Biaya Lain-lain
Tabel 5 Matriks analisis pendapatan kumulatif pengemudi angkutan kota setelah adanya sistem shift angkutan kota di Kota Bogor
Tujuan Indikator/Parameter Jenis Data dan Cara
Mengumpulkan Data
1. Pendapatan Kotor (per hari) 2. Besar Setoran (per hari) 3. Pengeluaran BBM (per
Data yang diperlukan untuk estimasi pendapatan kumulatif pengemudi
angkot adalah data mengenai rata-rata pendapatan per hari yang didapat dari
responden sebelum dan setelah adanya penerapan shift. Setelah didapat nilai rata-rata dikalikan dengan jumlah hari angkot beroperasi dalam sebulan, sehingga
didapat penghasilan kumulatif per bulan sebelum dan sesudah adanya penerapan
shift dan hasilnya dibandingkan untuk mengetahui berapa besar selisih perubahan pendapatan pengemudi angkot.
Perhitungan ini menggunakan perhitungan rata-rata contoh. Rata-rata
merupakan suatu nilai pusat data bila data itu dijumlahkan kemudian dibagi oleh
banyaknya sampel yang ada. Rata-rata contoh untuk menghitung pendapatan
adalah sebagai berikut (Walpole 1992) :
Ave IA =
Ave IA = rata-rata pendapatan per hari sebelum diterapkan sistem shift
Ave IB = rata-rata pendapatan per hari sesudah diterapkan sistem shift
IA = pendapatan per hari sebelum diterapkan sistem shift
IB = pendapatan per hari sesudah diterpakan sistem shift
Selain mengestimasi perubahan pendapatan pengemudi, pada penelitian ini
juga mengestimasi perubahan pendapatan pengusaha angkot. Perubahan
pendapatan pengusaha didapat dari pengurangan antara pendapatan sebelum
sistem shift dengan pendapatan setelah sistem shift, di mana pendapatan adalah penerimaan setoran per bulan dikurangi dengan biaya perbaikan atau perawatan
seperti sparepart, olie, dan ban selama satu bulan. Berikut adalah tabel yang menyajikan matriks keterkaitan yang digunakan dalam estimasi pendapatan
kumulatif pengusaha angkot setelah adanya sistem shift angkot di Kota Bogor. Tabel 6 Matriks analisis pendapatan kumulatif pengusaha angkutan kota setelah
adanya sistem shift angkutan kota di Kota Bogor
Tujuan Indikator/Parameter Jenis Data dan Cara
Mengumpulkan Data
per bulan (sparepart, olie, ban)
Data Primer
4.4.3 Estimasi Beban Emisi CO
Estimasi beban emisi pada penelitian ini dilakukan dengan pendekatan
konsumsi bahan bakar. Secara umum perhitungan beban emisi dari kendaraan
bermotor menurut KLH (2007) adalah sebagai berikut :
ECO = ∑ volbensin x FE x 10-6
Keterangan :
ECO = Beban Emisi CO dari angkot (ton/bulan)
∑ volbensin = Konsumsi bahan bakar bensin (liter/bulan)
FE (Faktor Emisi) = Besarnya polutan CO yang diemisikan dari setiap liter
penggunaan bahan bakar bensin (gram/liter)
Estimasi beban emisi berdasarkan pendekatan konsumsi bahan bakar
dilakukan dengan mengetahui rata-rata besar konsumsi bahan bakar oleh tiap
angkutan kota dalam satu hari. Setelah didapat data tersebut, dikonversikan ke
masing-masing trayek sampel. Data ini didapat dari hasil wawancara terhadap
pengemudi angkutan kota.
Faktor emisi adalah massa pencemar dalam gram atau kilogram per
kilogram atau per liter bahan bakar yang dikonsumsi atau per kilometer jarak
tempuh kendaraan. Data faktor emisi yang digunakan dalam perhitungan
diperoleh dari data sekunder. Matriks estimasi beban emisi dari angkot setelah
adanya sistem shift disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Matriks estimasi beban emisi dari angkutan kota setelah adanya sistem
shift angkutan kota di Kota Bogor
Tujuan Indikator/Parameter Jenis Data dan Cara
Mengumpulkan Data
2. Jumlah Angkot per trayek
Data primer
Persepsi merupakan suatu proses individu mengamati dan mengidentifikasi
lingkungan atau obyek tertentu kemudian mengevaluasi dan menilainya
menggunakan panca indera sehingga menimbulkan makna tertentu. Setiap orang
memberikan pengertian atau makna terhadap lingkungan atau obyek yang sama
dengan cara yang berbeda (Invancevich et al. 2007).
Pengukuran persepsi responden diukur dengan menggunakan skala likert. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok tentang kejadian atau gejala sosial (Riduwan 2010). Pada metode
ini sebagian besar pertanyaan dikumpulkan, setelah itu pertanyaan disusun
sedemikian rupa sehingga bias dijawab dalam lima tingkatan jawaban (Gumilar
2012). Adapun lima skala yang harus dipilih oleh responden antara lain 1 = sangat
kemudian diolah denga menggunakan software Microsoft Office Excel 2007, setelah itu hasilnya diinterpretasikan.
Analisis persepsi dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis
persepsi mengenai efektivitas sistem shift. Selain itu digunakan untuk melihat persepsi dari pengemudi dan masyarakat pengguna angkot terhadap dampak
adanya penerapan sistem shift angkutan kota di Kota Bogor. Persepsi pengemudi dan masyarakat pengguna angkot dengan melihat pengaruh sistem shift terhadap kemacetan, jumlah angkot yang beroperasi, waktu tempuh perjalanan, jumlah
penumpang pada saat jam sepi dan jam ramai, waktu tunggu penumpang pada saat
jam sepi dan jam ramai, jumlah ritasi dan penggunaan BBM. Berikut adalah tabel
yang menyajikan matriks analisis persepsi informan, pengemudi dan pengusaha
mengenai efektivitas sistem shift, pengemudi dan masyarakat pengguna angkot terhadap sistem shift.
Tabel 8 Matriks analisis persepsi terhadap sistem shift
Tujuan Indikator/Parameter
a. Persepsi informan, pengemudi dan pengusaha terhadap efektivitas sistem shift 1. Kepatuhan pengemudi terhadap sistem
shift
2. Sanksi bagi yang melanggar peraturan sistem shift
3. Pengawasan sistem shift
b. Analisis persepsi pengemudi angkot pengaruh sistem shift terhadap: 1. Kemacetan
2. Jumlah Angkutan kota yang beroperasi. 3. Waktu tempuh Perjalanan
4. Jumlah penumpang 5. Waktu tunggu pengemudi 6. Jumlah ritasi
7. Penggunaan Bensin
c. Analisis persepsi masyarakat pengaruh sistem shift terhadap :
1. Kemacetan
V GAMBARAN UMUM
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Gambaran Umum Lokasi Penelitian yang dijelaskan dalam penelitian ini
meliputi kondisi fisik daerah dan kependudukan.
5.1.1 Gambaran Umum Kota Bogor
Letak geografis Kota Bogor berada pada 106˚43'30" BT - 106˚51'00" BT
dan 30'30" LS - 6˚41'00" LS. Kota Bogor memiliki topografi dengan ketinggian
tanah rata-rata minimal 190 meter dan maksimal 350 meter di atas permukaan
laut. Kemiringan tanah berkisar antara 0-15% dan hanya sebagian kecil daerahnya
mempunyai kemiringan antara 15-30%. Terdapat beberapa sungai yang mengalir
di mana permukaan airnya jauh di bawah permukaan tanah, yaitu sungai
Ciliwung, Cisadane, Cipakancilan, Cidepit, Ciparigi, dan Cibalok. Dengan kondisi
sungai seperti ini, Kota Bogor relatif aman dari bahaya banjir.
Luas wilayah Kota Bogor adalah 11.850 ha. Kota Bogor memiliki enam
kecamatan yaitu, Kecamatan Bogor Timur, Bogor Selatan, Bogor Barat, Bogor
Utara, Bogor Tengah dan Kecamatan Tanah Sareal. Jarak Kota Bogor dengan
ibukota Jakarta kurang lebih 60 km. (BPS Kota Bogor 2011).
Adapun batas-batas administrasi Kota Bogor yaitu sebagai berikut :
1. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan
Caringin Kabupaten Bogor.
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan
Ciawi Kabupaten Bogor.
3. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja, Kecamatan
Bojonggede, dan Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor.
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kemang dan Kecamatan
Dramaga Kabupaten Bogor.
5.1.2 Kependudukan
Menurut data yang diperoleh dari BPS Kota Bogor 2011, jumlah penduduk
Kota Bogor pada tahun 2010 adalah 950.334 orang terdiri dari 484.791 laki-laki
penduduk Kota Bogor sebanyak 986.772 orang dan 998.565 orang. Kepadatan
jumlah penduduk di Kota Bogor adalah 8.020 orang/km2. Kecamatan yang
memilik kepadatan tertinggi adalah Kecamatan Bogor Tengah yaitu 12.472
orang/km2 dengan luas 8,13 km2, dan kepadatan terendah ada di Kecamatan
Bogor Selatan yaitu 5.887 orang/km2 dengan luas 30,81 km2. Jumlah dan
persebaran penduduk Kota Bogor menurut Kecamatan Tahun 2010 ditunjukkan
pada tabel di bawah ini.
Tabel 9 Jumlah dan persebaran penduduk Kota Bogor menurut kecamatan tahun 2010
Kecamatan Luas Penduduk (orang) Kepadatan
Penduduk
(Orang/km2)
km2 % Laki-laki Perempuan Jumlah %
Bogor Selatan 30,81 26,0 93.442 87.950 181.392 19,1 5.887
Bogor Timur 10,15 8,6 48.350 46.748 95.098 10,0 9.369
Bogor Utara 17,72 15,0 86.962 83.481 170.443 17,9 9.619
Bogor Tengah 8,13 6,9 51.296 50.102 101.398 10,7 12.472
Bogor Barat 32,85 27,7 107.465 103.619 211.084 22,2 6.426
Tanah Sareal 18,84 15,9 97.276 93.643 190.919 20,1 10.134
Jumlah 118,5 100 484.791 465.543 950.334 100 8.020
Sumber : BPS Kota Bogor, 2011
5.2 Transportasi Kota Bogor
Panjang jalan yang ada di Kota Bogor pada tahun 2011 adalah sekitar
754.754 km, terdiri atas jalan negara sepanjang 33.948 km, jalan provinsi
sepanjang 8.989 km, dan jalan kabupaten/kota sepanjang 711.817 km. Dari
keseluruhan jalan yang ada, 237.504 km dalam kondisi baik sekali, 417.620 dalam
kondisi baik, 87.817 dalam kondisi sedang dan 11.808 dalam kondisi buruk (BPS
Kota Bogor 2011).
Alat transportasi primadona bagi masyarakat Kota Bogor yang bekerja di
luar Bogor adalah kereta api. Jumlah penumpang yang tercatat oleh BPS 2011
sebanyak 12.716.108 orang. Selain itu sarana angkutan yang ada dalam melayani
pergerakan masyarakat Kota Bogor terdiri atas kendaraan pribadi dan angkutan
kota.
Sararana angkutan di Kota Bogor yang melayani angkutan kota dan antar
1. Angkutan Kota (AK/Angkot) sebanyak 3.412 unit, terdiri dari 23 trayek.
2. Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) sebanyak 4.462 unit, terdiri dari 10
trayek.
3. Trans Pakuan yang memiliki 2 koridor sebanyak 30 unit.
Tabel 10, Tabel 11, dan Tabel 12 menjelaskan jaringan trayek Angkot,
Angkutan Perkotaan AKDP, dan angkutan Trans Pakuan di Kota Bogor Tahun
2012.
Tabel 10 Jaringan trayek angkutan kota (AK) di Kota Bogor tahun 2012
No Kode
Trayek
Jaringan Trayek (Berdasarkan Keputusan Walikota Bogor Nomor: 551.2.45-109.1 Tahun 2011)
Jumlah Armada
1 01-AK Cipinang Gading –Terminal Merdeka 52
2 01A-AK Terminal Baranangsiang – Ciawi 170
3 02-AK Sukasari – Terminal Bubulak 563
4 03-AK Terminal Baranangsiang – Terminal Bubulak 382
5 04-AK Warung Nangka – Ramayana 182
18 15-AK Sindang Barang Jero – Terminal Merdeka 105
19 16-AK Pasar Anyar – Salabenda 219
Tabel 11 Jaringan trayek angkutan perkotaan (AKDP) di Kota Bogor tahun 2012
No Kode Trayek Jaringan Trayek (Berdasarkan Keputusan Walikota Bogor Nomor: 551.2.45-109.1
Sumber : Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Bogor, 2012 Tabel 12 Jumlah kendaraan angkutan massal Trans Pakuan
No Kode
Trayek
Jaringan Trayek (Berdasarkan Keputusan Walikota Bogor Nomor: 551.2.45-109.1
Tahun 2011)
Jumlah Kendaraan
1 AK-1A Terminal Bubulak – Baranangsiang 20
2 AK-1B Baranangsiang – Ciawai 10
JUMLAH 30
Sumber : Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Bogor, 2012 5.2.1 Sistem Shift Angkutan Kota di Kota Bogor
Pemerintah Kota Bogor melakukan upaya untuk mengurai kemacetan dan
meningkatkan kualitas pelayanan penumpang, salah satunya adalah dengan
penataan angkutan umum melalui sistem shift (sistem operasi bergilir). Penerapan sistem shift telah berlangsung sejak Tahun 2009 hingga sekarang dan telah diterapkan pada 16 trayek. Sistem shift adalah pembatasan operasional jumlah angkutan kota yang beroperasi pada setiap trayek per hari, dengan cara
penjadwalan. Penjadwalan dilihat dari jumlah kendaraan yang tersedia pada
masing-masing trayek, diseimbangkan dengan panjang trayek dan potensi
penumpang, sehingga terjadi keseimbangan antara supply dan demand. Sistem
shift ini terdiri dari dua sistem yaitu shift A-B-C dan shift A-B. Shift A-B-C dalam satu bulan, angkot beroperasi selama 20 hari di mana angkot beroperasi dua hari