• Tidak ada hasil yang ditemukan

2005 Audited Restated

Dalam dokumen Pertamina - Hubungan Investor (Halaman 110-119)

Jakarta II Balongan Pipe Construction This project aims at strengthening distribution

2005 Audited Restated

Penjualan DN minyak mentah

Penggantian biaya dari Pemerintah

Ekspor minyak mentah dan hasil minyak

Domestic Market Obligation (DMO) fees

Imbalan Jasa Pemasaran Pendapatan usaha lainya Jumlah Pendapatan Usaha

, Gas, Panas bumi dan hasil minyak

Penjualan

Pokok BBM Subsidi

2006 Audited

miliar rupiahbillion rupiah Restated

Domestic Sales of Crude Oil, Gas, Geothermal And Oil Product BBM Fuel Costs Subsidy Reimbursements from the Government Export of Crude Oil and Oil Products

Marketing Fees Other Total Revenues Total Revenues

Domestic Market Obligation (DMO) fees 3.491 355.580 m ili ar ru pi ah bi lli on r up ia h

90%

2005

restated

2006

Pendapatan usaha lainya

Other operating Revenues

Penjualan & Pendapatan Usaha Lainnya/Sales & Other Operating Revenues

0%

Imbalan Jasa Pemasaran

Marketing Fees

Ekspor minyak mentah dan hasil minyak

Export of Crude oil & Oil Products

Penggantian biaya pokok produksi BBM subsidi dari Pemerintah

BBM Fuel Costs Subsidy Reimbursements from the Government

2005 Audited Pembelian minyak mentah gas, panas bumi

dan hasil minyak Beban eksplorasi Beban produksi Beban pengolahan Beban distribusi Beban perkapalan

mum dan administrasi

Beban Penyusutan, deplesi dan amortisasi Beban usaha lainnya

Jumlah Beban u 2006 Audited 100,000 150,000 200,000 250,000 300,000

350,000 Beban Usaha LainnyaOther operating expenses

Beban Produksi & Beban Usaha/Production & Other Operating Expenses

0

2006

Beban Penyusutan, deplesi dan amortisasi

Depreciation, depletion and amortization expenses

Umum dan Administrasi

General overhead and administration expenses

Beban Perkapalan

Shipping expenses

Beban Distribusi

Domestic supply expenses

Beban Pengolahan Processing expenses Beban Produksi Production expenses Beban eksplorasi Exploration expenses

Pembelian minyak mentah dan hasil minyak

Crude oil and oil products purchases

Beban Operasi dan Beban Usaha adalah sebesar Rp 325,81 trilyun pada tahun 2006 dan Rp 301,46 trilyun pada tahun 2005, terjadi kenaikan sebesar 8%.

Production & Other Operating Expenses in 2006

were Rp 325,81 trillion, and Rp 301,46 trillion for 2005, increasing by 8%.

Penjualan dalam negeri minyak mentah dan hasil minyak

Domestic Sales of Crude Oil and Oil Products

10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 100% 50,000 2005 restated Bi lli on Rup iah M ili ar Ru pi ah Bi lli on Rupi ah M ili ar Rupi ah

Purchase of crude oil, gas and geothermal & oil products Exploration expenses Production expenses Processing expenses Distribution expenses Shipping expenses General Affairs & administrations expenses Depreciation, depletion and amortization expenses Other operating expenses Total

miliar rupiah

billion rupiah

Pembelian minyak mentah gas,panas bumi dan hasil minyak adalah sebesar Rp. 285,79 triliun pada tahun 2006 dan Rp. 267,18 triliun pada tahun 2005. Nilai pembelian ini naik sebesar 7%. Beban eksplorasi tahun 2006 sebesar Rp. 0,30 triliun, sedangkan tahun 2005 adalah sebesar Rp. 0,32 triliun, terjadi penurunan sebesar 8%. Beban produksi mengalami kenaikan sebesar 32% pada tahun 2006.

Beban pengolahan tahun 2006 sebesar Rp. 5,38 triliun, sedangkan tahun 2005 sebesar Rp. 5,51 triliun, naik sebesar 4%. Beban distribusi adalah sebesar Rp. 5,61 triliun pada tahun 2006 dan sebesar Rp. 3,38 triliun pada tahun 2005,

menunjukkan peningkatan sebesar 66%, dan biaya perkapalan menunjukan kenaikan sebesar 17%.

Purchases of crude oil, gas, geothermal and oil products for 2006 were Rp. 285.79 trillion, and Rp. 267.18 trillion for 2005, increasing by 7%.

Exploration expenses for 2006 were Rp. 0.30 trillion, and Rp. 0.32 trillion for 2005, decreasing by 8%. Production expenses rose by 32% in 2006.

Processing expenses increased by 4%, from Rp. 5.38 trillion for 2006 to Rp. 5.51 trillion for 2005. Distribution expenses were Rp. 5.61 trillion for 2006, and Rp. 3.38 trillion for 2005, showing quite a substantial increase by 66%, and shipping

expenses rose by 17%.

Liquidity ratios Current ratio Cash Ratio Capital structure ratios

Debt to equity ratio Debt to assets ratio Long-term debt to equity Long term debt to assets Profitability ratio

Profit margin ratio ROA

ROE ROI Activity Analysis

Collection Period (CP) Number of receivables days Inventory turnover

Number of inventory days Total Asset Turn Over

8 178,72 % % % % % % % % % % 8 183,36 % % % % % % % % % % % % % % Audited 2006 Audited Restated2005

Likuiditas dan Pendanaan

Rasio lancar Pertamina untuk tahun 2006 dan 2005 masing-masing adalah sebesar 1,62 dan 1,47. Tingkat rasio ini masih dalam kisaran yang diharapkan manajemen dalam pengelolaan aktiva lancar serta kecukupan perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban lancarnya. Rasio Kas menunjukkan peningkatan dari 18,31% pada tahun 2005 menjadi 16,27% di tahun 2006 hal ini menunjukkan kecukupan dana untuk melunasi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya atau membiayai kegiatan operasi perusahaan. Debt to equity ratio sebesar 10,50% di tahun 2005 dan 16,32% di tahun 2006, peningkatan di tahun 2006 disebabkan peningkatan hutang pinjaman bank jangka. Peningkatan pinjaman bank jangka pendek sejalan dengan peningkatan aktivitas pembelian minyak mentah dan hasil minyak sedangkan peningkatan pada hutang jangka panjang antara lain diperolehnya pinjaman untuk mendanai Proyek Pagar Dewa.

Dalam hal manajemen persediaan, tingkat perputaran persediaan pada tahun 2006 dan 2005 masing-masing adalah sebesar 43 hari di tahun 2005 dan meningkat menjadi 40 hari ditahun 2006 Tingkat perputaran ini sesuai dengan kisaran yang diharapkan Manajemen dalam kegiatan produksi dan antisipasi penjualan.

Secara keseluruhan, kegiatan Pertamina pada tahun 2006 ini menunjukkan tingkat perputaran aset sebesar 183,36%, sedangkan tahun 2005 sebesar 178,72%. Dengan tingkat pemanfaatan aset tersebut Manajemen Pertamina berkeyakinan bahwa Pertamina akan mampu mempertahankan posisi keuangan yang kuat serta tingkat likuiditas yang cukup dalam memenuhi kebutuhan usaha dan kewajibannya.

Funding and Liquidity

Liquidity Ratios of Pertamina for the years 2006 and 2005 were 1.62 and 1.47, respectively. These ratios were still still within the range of management's expectations regarding current assets and Company's financial capability in meeting its current liabilities.

Cash ratio for 2006 dropped from 18.31% to 16.27% for 2005, indicating company's financial adequacy in meeting with its short-term liabilities and finance its operations.

Debt to equity ratio increased from 10.50% in 2005 to 16.32% in 2006 due to increasing long- term bank loans. The increase in short-term bank loans was in line with the rising activity of crude oil and oil products activity, while the increasing long-term loans was intended for funding Proyek Pagar Dewa.

Inventory turnover ratios increased from 43 days in 2005 to 40 days in 2006. These ratios were still up to management's expectations regarding production activity and sales anticipation.

In general, Pertamina activities in 2006 resulted in assets turnover as much as 183.36% and 178.72% in 2005. Given these assets utilization level, the Management of Pertamina is convinced that the Company will be able to maintain its strong financial position and adequate liquidity level to fulfill its business needs and settle its loans.

Pada tahun 2006, jumlah total perubahan arus kas adalah sebesar Rp. 5,63 triliun atau naik sebesar Rp. 7,31 triliun dibandingkan tahun 2005. Kenaikan tersebut disebabkan oleh turunnya penggunaan pada aktivitas investasi dari sebesar Rp. 7,04 triliun pada tahun 2005 menjadi sebesar Rp. 4,43 triliun pada tahun 2006.

Pada tahun 2006, arus kas bersih dari kegiatan operasi berjumlah Rp. 5,91 triliun, yang berarti turun dari tahun 2005 yang berjumlah Rp. 15,84 triliun.

Belanja Modal

Belanja Modal Perusahaan pada tahun 2006 sebesar Rp. 2,51 triliun dibandingkan dengan Rp. 5,16 triliun pada tahun 2005 atau turun sebesar 49%. Belanja Modal kegiatan usaha Hulu tahun 2006 sebesar Rp. 1,76 triliun sedangkan tahun 2005 sebesar Rp. 3,86 triliun atau turun 46%. Pada tahun 2006 belanja usaha Hilir yang terbagi dalam tiga bidang: Bidang Pengolahan, Bidang Pemasaran dan Niaga, dan Bidang Perkapalan pada tahun 2006 sebesar Rp. 500,67 milyar sedangkan pada tahun 2005 adalah sebesar Rp. 1,30 triliun, atau turun sebesar 38%.

Rencana Belanja Modal untuk periode satu tahun ke depan, Pertamina memproyeksikan jumlah Belanja Modal sebesar Rp. 14.914,24 milyar yang akan digunakan untuk investasi di sektor hulu sebesar Rp. 10.154,46 milyar, sektor hilir sebesar Rp. 3.713,82 milyar, dan kantor pusat sebesar Rp. 9,24 milyar.

In 2006, the change in company's total cash flow was Rp. 5.63 trillion, increasing by Rp. 7.31 trillion in 2005. This was due to the decrease in

investment activity from Rp. 7.04 trillion in 2005 to Rp. 4.43 trillion in 2006.

Net cash flow from operational activity in 2006 was Rp. 5.91 trillion, which fell compared to Rp. 15.84 trillion in 2005.

.

Capital Expenditures

The company's capital expenditure for 2006 was Rp. 2.52 trillion, compared to Rp. 5.16 trillion for 2005, decreasing by 49%. Capital expenditure of the Upstream business activity for 2006 was Rp. 1.76 trillion, decreasing by 46% from 2005, which was Rp. 3.86 trillion.

Downstream capital expenditure for 2006 consisted of three sectors: Refining, Marketing & Trading, and Shipping, which amounted to Rp. 500.67 billion for 2006, 38% lower than 2005 which was

Rp. 1.30 trillion.

For the next year, Pertamina has projected Rp. 14,914.2 billion for its capital expenditure, Rp. 10,154.46 billion will be used for investments in the Upstream Business Sector; Rp. 3,713.82 billion for Processing Business Sector; and

Struktur dan Sumber Modal

Pengeluaran kas bersih untuk kegiatan pendanaan mengalami penurunan sebesar Rp. 7,82 miliar dari Rp. 3,17 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp 3,16 pada tahun 2006. Penurunan ini terutama disebabkan oleh adanya peningkatan pembayaran dividen kepada pemerintah sebesar Rp. 12,06 triliun.

Hutang Jangka Panjang Pertamina terdiri dari pinjaman yang bersifat Non Recourse dan yang

bersifat Recourse. Hutang Jangka Panjang Non

Recourse merupakan pinjaman yang pembayaran angsuran untuk pelunasannya menggunakan hasil dari proyek yang dibiayai, sedangkan hutang

jangka panjang Recourse adalah pinjaman yang

pembayaran angsuran untuk

pelunasannyabersumber dari dana perusahaan. Rasio hutang jangka panjang perusahaan dibandingkan dengan total aset pada tanggal 31 Desember 2006 adalah sebesar 2,33% dan 31 Desember 2005 sebesar 3,47%.

Dengan rasio hutang terhadap seluruh Aset Pertamina pada tahun 2005 dan 2004 masing-masing adalah sebesar 7,62% dan 4,22%, Manajemen berkomitmen untuk terus mengelola struktur modal secara efisien untuk

mempertahankan dan mengembangkan operasi Perusahaan. Dengan tetap mengusahakan sumber kas utama dari operasi, Manajemen berkeyakinan bahwa struktur hutang jangka panjang Pertamina yang ada serta kapasitas Pertamina dalam memperoleh pinjaman akan mencukupi kebutuhan usaha perusahaan.

Risiko dan Ketidakpastian

Dalam menjalankan aktivitasnya, Pertamina tidak terlepas dari risiko dan ketidakpastian yang melekat di dalam industri minyak dan gas.

Pada tanggal 31 Desember 2005, Pertamina tidak memiliki kontrak derivatif, baik yang berhubungan dengan kurs valuta asing maupun komoditas.

Capital Structure and Resources

The net cash expenditures for funding activities decreased by Rp. 7.82 billion, from Rp 3.17 trillion in 2005 to Rp. 3.16 trillion in 2006, due to an increase in dividends paid to the Government in the amount of Rp. 12.06 trillion.

Pertamina long term debts comprise “Non

Recourse” and "Recourse" liabilities. Non Recourse liabilities are liabilities, the installments of which are taken from proceeds of the financed projects, while Recourse liabilities are liabilities that are derived from corporate funds. Long term liabilities to total assets ratios as at 31 December 2006 was 2.33%, and 3.47% as at 31 December 2005.

With debt to asset ratios of Pertamina amounting to 7.62% and 4.22% for 2006 and 2005 respectively, management remains committed to managing its capital structure efficiently in order to maintain and develop company operations. By adhering to company policy to generate operating income as its main source of internal funding, Pertamina management believes that its current long-term debt structure and borrowing capacity will enable the Company to meet its operational needs.

Risk and Uncertainty

In carrying out its activities, Pertamina's operations are exposed to risks and uncertainties, inherent in the oil and gas industry.

As at 31 December 2005 Pertamina did not have any derivative contracts, related to either foreign exchange or commodity transactions.

Fluktuasi harga minyak dan gas

Fluktuasi harga minyak dipengaruhi oleh

perubahan penawaran dan permintaan, peraturan pemerintah domestik dan luar negeri, munculnya jenis energi baru dan kondisi ekonomi dan politik. Fluktuasi harga minyak ini dapat memberikan pengaruh yang negatif terhadap pendapatan, arus kas dan profitabilitas Pertamina.

Kegagalan mitra kerja Pertamina memenuhi perjanjian kontrak

Pertamina memiliki kontrak jangka panjang dan kontrak jangka pendek dengan pihak lain,

termasuk kontrak pembelian dan penjualan produk minyak dan gas. Pertamina menghadapi risiko kegagalan mitra kerja dalam memenuhi kewajiban kontrak yang terjadi di luar kendali Pertamina.

Kegagalan memperoleh sumber-sumber pembiayaan untuk melaksanakan strategi Pertamina

Untuk beberapa proyek, Pertamina memerlukan pembiayaan baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Ketersediaan dana pembiayaan sangat tergantung kepada beberapa faktor yang berada di luar kendali Pertamina, antara lain kondisi

perekonomian dan pasar keuangan, harga minyak dan gas, serta kinerja Pertamina.

Kegagalan membiayai rencana belanja modal

(capital expenditure)

Rencana belanja modal dibuat untuk jangka waktu tertentu. Apabila fluktuasi harga minyak dan gas, penundaan ekplorasi atau produksi, dan hambatan operasi lain yang di luar kendali Pertamina, menyebabkan pendapatan dan arus kas Pertamina menurun. Pertamina akan memiliki keterbatasan untuk mendanai pengeluaran untuk penyelesaian proyek baru atau proyek yang tertunda.

Oil and gas price fluctuations

Fluctuations of oil and gas prices are largely affected by changes in supply and demand, domestic and foreign government regulations, emergence of alternative sources of energy, and economical and political conditions. Extreme fluctuations of crude prices may have negative impacts on Pertamina's earnings, cash flows and profitability.

Failure of Pertamina's business partners to meet contract agreements

Pertamina has long-term and short-term contracts with other parties, including contracts for the purchase and sale of oil and natural gas products. Pertamina is exposed to risk of business partners failure to meet their contract obligations, which is beyond Pertamina's control.

Failure to obtain funding sources to implement Pertamina's strategies

To finance a number of projects Pertamina requires funds from domestic and overseas sources. The availability of fund, however, depends on several factors that are beyond Pertamina's control, such as economic and financial market conditions, oil and natural gas prices, and Pertamina's own performances.

Failure to finance capital expenditure plans

Capital expenditure plans are designed for a certain period of time. During the period, oil and natural gas prices fluctuations, exploration or production delays, and other operational

constraints beyond Pertamina's control, may affect its potential revenues and cash flows.

Consequently, Pertamina may face limitations in its ability to finance its expenditures for new projects or to complete deferred projects.

Ketidaktepatan Estimasi Cadangan Minyak dan Gas

Proses untuk memperkirakan cadangan minyak dan gas alam sangat kompleks sehingga

memerlukan keputusan yang signifikan dan asumsi dalam mengevaluasi data geologis, teknis dan ekonomis untuk setiap cadangan, yang sensitif pada perubahan seiring berjalannya waktu.

Kegagalan penggantian cadangan yang telah diproduksi

Volume produksi minyak dan gas alam Pertamina akan menurun seiring dengan adanya aktivitas eksploitasi cadangan, kecuali jika Pertamina dapat menemukan cadangan minyak dan gas baru. Masa depan Pertamina sangat tergantung kepada tingkat kesuksesan penemuan dan akuisisi cadangan baru. Karena aktivitas eksplorasi bersifat padat modal dan penuh ketidakpastian, Pertamina memiliki risiko kegagalan investasi modal yang memadai untuk mempertahankan atau

meningkatkan cadangannya jika arus kas menurun secara signifikan dan sumber pembiayaan eksternal menjadi terbatas atau tidak tersedia.

Risiko kredit

Perubahan kondisi pasar secara drastis yang berada di luar kendali Pertamina dapat berakibat pada meningkatnya risiko kredit.

Risiko Operasi

Kegiatan eksplorasi, pengembangan dan produksi minyak dan gas alam memiliki potensi risiko operasional yang cukup tinggi, antara lain kebakaran, ledakan, blow-out, kerusakan pipa, tekanan formasi yang abnormal, kerusakan lingkungan seperti tumpahan minyak (oil spills), kebocoran gas, kerusakan jaringan pipa dan munculnya gas beracun. Potensi kerugian yang ditimbulkan antara lain luka, kematian, kerusakan properti, sumber daya alam dan peralatan

Pertamina, polusi kerusakan lingkungan, kewajiban pada pihak ketiga, penyelidikan pihak berwenang, denda, suspensi operasi, atau hilangnya potensi bisnis.

Inaccurate Estimate of Oil and Natural Gas Reserves

The process of estimating oil and natural gas reserves is very complex and requires significant decisions and assumptions in evaluating

geological, technical and economical data for any reserves. Such estimates are inherently sensitive to change over time.

Failure to replace depleted reserves

Pertamina's oil and gas production volume will decrease due to reserves exploitation activity unless Pertamina is able to find new oil and gas reserves. Pertamina's future will very much dependent on the success rate of finding and acquiring these reserves. Given the fact that exploration activity is capital intensive and uncertain in nature, Pertamina faces failures in obtaining adequate capital to sustain or increase its reserves if cash flows fall drastically and external funding sources become limited or unavailable.

Credit Risk

Drastic change in market conditions which is beyond Pertamina's control can increase credit risk.

Operational Risk

Oil and gas exploration, and development and production activities of oil and gas have potentials to trigger operational risks, such as fires,

explosions, blow-out, pipeline break-down, abnormal formation pressures, environmental damages such as oil spills, gas leakage, pipeline break-down and toxic gas. Potential damages include injury, death, damage to property, natural resources and Pertamina's equipment,

environmental pollution, environmental damage, third-party liability, investigation by the authority, fines, operation suspension, or business interruptions.

Risiko berkenaan dengan perubahan peraturan

Peraturan pemerintah sangat mempengaruhi operasi Pertamina dan akan berubah seiring dengan perubahan kondisi ekonomi dan politik. Peraturan yang secara langsung mempengaruhi Pertamina antara lain kewajiban Pertamina untuk memprioritaskan pemenuhan kebutuhan BBM masyarakat Indonesia, deregulasi industri minyak dan gas Indonesia, otonomi daerah, pelestarian lingkungan hidup dan peraturan lainnya.

Kompetisi di industri minyak dan gas

Pertamina beroperasi dalam lingkungan kompetisi yang ketat terutama setelah UU No. 22/2001 berlaku efektif. Persaingan dengan perusahaan minyak dan gas internasional dalam memperoleh sumber-sumber energi, memperoleh sumber daya manusia dan peralatan yang diperlukan, dan pemasaran produk. Umumnya, mereka memiliki sumber daya keuangan dan sumber daya lain yang lebih besar, sehingga Pertamina memiliki risiko kegagalan bersaing dalam kompetisi di industri minyak dan gas.

Exposure to regulation changes Government regulations affect Pertamina operations significantly and will change inevitably along with economic and political dynamics. The regulations which directly affect Pertamina's operations include its obligation to prioritize on meeting domestic demand for fuel, Indonesian oil and gas industries de-regulations, regional autonomy, environmental preservation and other regulations.

Competition in oil and gas industry Pertamina operates in a highly competitive environment, particularly after Law No. 22/2001 came into force. The competition with word-class oil and gas companies in obtaining energy resources, human resources and required equipment, as well as in marketing sector. Since competitors generally have stronger financial capability and other resources, Pertamina faces risk of failure in competing with them.

Dalam dokumen Pertamina - Hubungan Investor (Halaman 110-119)

Dokumen terkait