• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bagaimana Eksespsi Landlord dalam Hubungan Hukum Landlord Tenant

Dalam dokumen T1 312010022 BAB III (Halaman 51-60)

opportunity/peluang/kesempatan untuk menjaga citra bahkan meningkatkan citra akan popularitas dan kredebilitasnya bagi si Tenant, sebesar dua milyar lima ratus juta rupiah. Menyatakan keputusan hukum dalam perkara ini dapat dijalankan serta merta walaupun ada perlawanan, banding, kasasi dan atau peninjauankembali (uitvoerbaar bij voorraad).Menghukum si

Landlordmembayar seluruh ongkos yang timbul dalam perkara ini. Atau, menurut dalil si Tenant, apabila yang terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mengadili dan memutus perkara a quo berpendapat lain,ia, si Tenant mohonkan untuk memberikan putusan yang seadiladilnya (ex aequo et bono).

2.4. Bagaimana Eksespsi Landlord dalam Hubungan Hukum Landlord- Tenant

Setelah melihat gambaran hubungan hukum Landlord and Tenant yang terlihat dari posita yang dikemukakan oleh pihak Tenant dalam gugatannya di atas, berikut, dalam sub-judul 2.4 berikut ini dikemukakan gambaran hubungan hukum Landlord and Tenant dari sisi apa yang merupakan bantahan pihak

Landlord (eksepsi) sebagaimana dapat dilihat dalam Putusan MARI 2995 yang menjadi satuan amatan pertama dari penelitian dan penulisan karya tulis kesarjanaan dalam bidaang hukum ini. Dalam eksepsi tersebut, pihak Landlord

52

kuasa untuk beracara, dalam hal ini soal Surat Kuasa Khusus pihak Tenantuntuk mengajukan gugatan dalam perkara a quo yang bagi pihak Landlord tidak memenuhi syarat sebagai Surat Kuasa Khusus berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 6 tahun 1994 tanggal 14 Oktober 1994.

Pihak Landlord mendalilkan bahwa secara hukum apabila suatu gugatan diajukan oleh kuasa hukum yang ditunjuk oleh si Tenant, maka surat kuasa tersebut haruslah memenuhi ketentuan mengenai Surat Kuasa Khusus. Ketentuan Surat Kuasa Khusus dalam Hukum Acara Perdata Indonesia diatur dalam Pasal 123 HIR dan diatur lebih lanjut dalam beberapa SEMA seperti SEMA No. 2 tahun 1959, tanggal 19 Januari 1959 tentang Surat Kuasa Khusus; SEMA No. 5 tahun 1962, tanggal 30 Juli 1962 tentang Surat Kuasa; SEMA No. 01 tahun 1971, tanggal 23 Januari 1971 tentang Surat Kuasa Khusus sertaSEMA No. 6/1994. Dalam SEMA No. 6/1994 yang menjadi pedoman sampai saat ini, menurut dalil pihak Landlord, notabene memiliki substansi dan jiwa yang sama dengan SEMA No. 2/1959 dan SEMA No. 01/1971, dan sebagaimana disampaikan oleh M. Yahya Harahap, SH., yaitu bahwa surat kuasa khusus yang sah adalah yang memenuhi syarat secara kumulatif yaitu menyebut dengan jelas dan spesifik surat kuasa, untuk berperan di pengadilan; menyebut kompetensi relatif; menyebut identitas dan kedudukan para pihak (sebagai penggugat dan tergugat) dan menyebut secara ringkas dan konkret pokok dan objek sengketa yang diperkarakan.56

56

M. Yahya Harahap, SH; Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan; Penerbit Sinar Grafika; Jakarta. Cetakan Ketiga, Desember 2005, hal., 14 – 15.

53

Menurut pihak Landlord, dalam perkara a quo, pada bagian ―khusus‖

dalam Surat Kuasa Khusus yang diberikan oleh si pihak Tenant atau kuasanya itu kepada kuasanya, disebutkan:―Bertindak untuk dan atas nama Pemberi Kuasa untuk mewakili dan membela kepentingan hukum pemberi kuasa guna menyusun, menandatangani dan mendaftarkan gugatan perdata melalui PN Jakarta Selatan sehubungan dengan adanya perbuatan wanprestasi yang dilakukan oleh PT. Telkomsel terhadap Pemberi Kuasa, berkenaan dengan pemblokiran sepihak atas Kartu Hallo nomor 0811969697 milik Pemberi Kuasa yang dilakukan oleh PT. Telkomsel.‖ Kaitan dengan itu, Landlord mendalilkan bahwa dari uraian bagian ―khusus‖ dalam Surat Kuasa Khusus Penggugat sebagaimana dikutip itu, terlihat jelas bahwa si pihak Tenant tidak menyebutkan secara tegas tentang (i) siapa yang akan bertindak sebagai Penggugat dan (ii) siapa yang berkedudukan sebagai Tergugat, disamping itu, Surat Kuasa Khusus Penggugat juga tidak menyebutkan secara tegas identitas dari si Landlord karena sama sekali tidak disebutkan alamat dari pihak yang akan digugat. Atas dasar itu, menurut pihak Landlord atau kuasa hukumnya, dengan demikian, Surat Kuasa Khusus si pihak Tenanttidak sesuai dengan ketentuan butir 1 huruf (a) SEMA No. 6/1994 yang berbunyi sebagai berikut: ―Surat Kuasa harus bersifat khusus dan menurut Undang-Undang harus dicantumkan dengan jelas bahwa Surat Kuasa itu hanya dipergunakan untuk keperluan tertentu, misalnya: a. Dalam perkara perdata harus dengan jelas disebut antara (A) sebagai penggugat dan (B) sebagai tergugat, misalnya dalam perkara waris atau hutang piutang

54

tertentu dan sebagainya‖. Itu sebabnya, menurut si Landlord,karena Surat Kuasa Khusus si Tenant tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku yang mengatur mengenai syarat dan formulasi surat kuasa khusus, khususnya SEMA No. 6/1994, maka Surat Kuasa Khusus si Tenant tersebut adalah tidak sah menurut hukum, oleh karena itu gugatan dalam perkara a quo yang diajukan berdasarkan Surat Kuasa Khusus tersebut juga menjadi cacat dan sudah seharusnya menurut hukum dinyatakan untuk tidak dapat diterima.

Mengenai dalil eksepsi si pihak Landlord yang kedua, Penulis memeroleh temuan bahwa si pihak Landlord mendasarkan sanggahan kepada si pihak Tenant di atas, berkisar kepada gugatan si pihak Tenant yang kabur (Obscuur Libel). Menurut si pihak Landlord; ada obscuur liber di sisi gugatan pihak Tenant karena uraian jumlah tuntutan ganti kerugian immateriil yang disampaikan si Tenant di atas dalam Posita Gugatan, tidak sejalan atau tidak sinkron dengan Petitum Gugatan. Dengan kata lain, menurut si Landlord

gugatan Penggugat, terdapat ketidaksinkronan atau ketidaksesuaian antara Posita Gugatan dengan Petitum Gugatan terkait uraian jumlah kerugian immaterial yang dituntutkan oleh Penggugat. Dalam Posita Gugatan, tepatnya pada Posita butir 32 halaman 9 Gugatan, disebutkan ―… yakni adanya perbuatan pihak

Landlordyang merugikan si Tenant, antara lain si Tenanttelah kehilangan

opportunity/peluang/kesempatan untuk menjaga citra bahkan meningkatkan citra akan popularitas dan kredibilitasnya. Perbuatan Lanlordjuga telah menimbulkan

image negatif terhadap Tenantyang sedang menjaga dan membangun citra dan reputasinya seperti dimaksud dalam gugatan, sehingga menimbulkan kerugian

55

immateril dimaksud, termasuk dan tidak terbatas juga terhadap perasaan yang tidak nyaman dalam diri si Tenant, maka si Tenant menuntut ganti rugi terhadap si Landlordatas kerugian immateriil sebesar satu milyar rupiah‖. Namun demikian, menurut pihak Landlord, dalam Petitum Gugatan butir 10 halaman 11, si Tenant menyatakan:―Menghukum si Landlord membayar kepada si Tenant

ganti rugi immateriil atas ganti rugi akibat hilangnya opportunity

peluang/kesempatan untuk menjaga citra bahkan meningkatakan citra akan popularitas dan kredibilitasnya bagi si Tenant sebesar dua milyar lima ratus juta rupiah.‖ Dari uraian di atas, kata si Landlord, tampak jelas bahwa terdapat ketidak-sinkronan atau tidak sejalannya antara Posita dan Petitum dalam gugatan Penggugat terkait jumlah nilai tuntutan ganti kerugian immateriil, dimana dalam posita gugatan disebutkan bahwa pada pokoknya terdapat kerugian immateriil atas hilanggnya opportunity/peluang/kesempatan untuk menjaga citra bahkan meningkatkan citra akan popularitas dan kredibilitasnya sebesar satu milyar rupiah namun pada Petitum gugatan, kerugian immaterial tersebut oleh si

Tenantdisebutkan dan dituntutkan untuk dibayar sebesar dua milyar lima ratus juta rupiah. Ketidaksesuaian atau ketidaksinkronan tersebut telah membuat gugatan si Tenant, kata si Landlord, menjadi tidak jelas dan kabur karena besaran ganti kerugian immateriil menjadi tidak pasti. Selain itu, hal tersebut juga menunjukkan bahwa sebenarnya tuntutan ganti kerugian immateriil tersebut hanyalah dicari-cari karena si Tenant, menurut si Landlord, sendiripun bahkan tidak bisa memastikan secara tegas berapa taksiran jumlah kerugian immateriil tersebut, apakah sebesar satu milyar rupiahataukah sebesar dua milyar lima ratus

56

juta rupiah. Oleh sebab itulah, menurut Landlord,dengan telah terbukti adanya ketidak-sinkronan atau tidak sejalannya posita dan petitum gugatan, maka secara hukum gugatan si Tenant mengandung cacat berupa obscuur libel atau kabur yang oleh karenanya harus dinyatakan tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijk Verklaard), sebagaimana telah diberikan kaidah oleh Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 67K/Sip/1975 tanggal 13 Mei 1975, yang pada pokoknya menyatakan bahwa petitum yang tidak sejalan dengan posita adalah mengandung cacat berupa obscuur libel;Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 1075 K/Sip/1980 tanggal 8 Desember 1982 yang pada intinya Mahkamah

Agung RI memberikan pertimbangan hukum bahwa ―... karena petitum

bertentangan dengan posita gugatan, maka gugatan tidak dapat diterima‖.

2.4. 1. Wanprestasi ataukah PMH dalam Hubungan Hukum Landlord- Tenant

Eksepsi Landlord selanjutnya adalah bahwa menurut si pihak Landlord, Gugatan si Tenant itu juga Kabur (Obscuur Libel), karena si Tenant atau kuasa hukumnya, menurut si Landlord, mencampuradukkan Gugatan Wanprestasi dengan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Dijelaskan oleh si Landlord

bahwa secara garis besar, terdapat dua jenis gugatan yang dapat diajukan dalam perkara perdata, yaitu Gugatan Wanprestasi dan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum dimana keduanya masing-masing adalah jenis gugatan yang berbeda, dimana Gugatan Wanprestasi berkaitan adanya hubungan hukum yang bersumber dari perjanjian diantara para pihak, sedangkan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum berkaitan dengan adanya perbuatan yang melanggar hukum maupun

57

ketentuan peraturan perundang-undangan yang dilakukan salah satu pihak yang menimbulkan suatu kerugian bagi pihak lainnya. Menurut si Landlord, ia melancarkan eksepsi seperti itu kepada si Tenant, karena dalam gugatan yang diajukan oleh si Tenantdalam perkara a quo, ternyata si Tenanttelah mencampuradukkan antara dalil-dalil Gugatan Wanprestasi dan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum. Judul atau titel dari gugatan yang diajukan oleh si

Tenant, kata si Landlord, adalah ―Wanprestasi terhadap Perlindungan

Konsumen‖, selanjutnya dalam posita butir 5 s/d. 12 halaman 2-3 gugatan, si

Tenant mendalilkan bahwa telah terjadi perjanjian antara si Tenant dan si

Landlord mengenai pembayaran tagihan telepon yang dipergunakan si Tenant, namun menurut si Tenant, si Landlord ingkar janji (quod non) dan kemudian oleh si Tenant dimohonkan dalam petitum butir 4 halaman 10 yang pada intinya meminta kepada Majelis Hakim menyatakan bahwa si Landlordtelah cedera janji/wanprestasi. Menurut anggapan si pihak Landlord, dalam gugatan

wanprestasi, tidak dikenal adanya ―kerugian immateriil‖, dimana ―kerugian immateriil‖ dikenal dalam suatu gugatan Perbuatan Melawan Hukum. Ironisnya, kata si Landlord, dalam Gugatannya, Penggugat menuntut adanya ―kerugian

immateriil‖, dimana hal ini mempertegas kenyataan bahwa sesungguhnya si

Tenanttelah mengajukan gugatan yang obscuur karena tidak jelas apakah gugatan yang diajukan merupakan gugatan Wanprestasi atau gugatan Perbuatan Melawan Hukum sehingga gugatan terbukti telah mencampuradukkan gugatan Wanprestasi dengan Perbuatan Melawan Hukum, eksepsi si pihak Landlord.

58

Selanjutnya, menurut si pihak Landlord, bahwa pencampuradukkan tersebut semakin nyata dengan adanya fakta bahwa pada bagian lain ternyata si pihak Tenant juga menyampaikan dalil-dalil adanya pelanggaran peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh pihak Landlord(quod non), dimana dalil-dalil tersebut merupakan dalil-dalil untuk suatu Gugatan Perbuatan Melawan Hukum. Tepatnya pada posita butir 13 halaman 3, serta butir 21 halaman 5 dari gugatan, Tenant mendalilkan bahwa Landlordtelah melanggar beberapa ketentuan dalam UU Perlindungan Konsumen dan UU Telekomunikasi, selanjutnya dalam Petitum butir 5 halaman 10 gugatan,

Tenantjuga meminta kepada Majelis Hakim untuk menyatakan bahwa

Landlordtelah melakukan perbuatan yang melanggar UU No. 8/1999. Berdasarkan itu, menurut pihak Landlord, telah terbukti bahwa dalam gugatannya, si Tenant telah mencampuradukkan atau menggabungkan antara Gugatan Wanprestasi dan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum dalam perkara a quo.

Si pihak Landlord kemudian mengatakan bahwa terkait pencampuradukkan atau penggabungan antara Gugatan Wanprestasi dan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana dimaksud di atas, Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 879 K/Pdt/1997 tanggal 29 Januari 200157pada pokoknya memberikan kaidah bahwa ―Penggabungan PMH dengan wanprestasi dalam satu gugatan, melanggar tata tertib beracara karena keduanya harus diselesaikan tersendiri, konstruksi gugatan seperti itu mengandung

57

59

kontradiksi, dan gugatan dikategorikan obscuur libel, sehingga tidak dapat

diterima‖. Dengan demikian, menurut si Landlord, dalam perkara a quo,siTenanttelah menggabungkan atau mencampuradukkan Gugatan Wanprestasi dan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum, serta mengacu pada Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 879 K/Pdt/1997, tanggal 29 Januari 2001 sebagaimana tersebut di atas, maka secara hukum Gugatan Penggugat dalam perkara ini telah mengandung cacat berupa obscuur libel, dan sudah seharusnya dinyatakan untuk tidak dapat diterima (Niet Onvankelijk Verklaard).

Terhadap gugatan tersebut Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah menjatuhkan putusan, yaitu putusan No. 557/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Sel tanggal 17 Maret 2011 yang amarnya sebagai berikut: dalam eksepsi: menolak eksepsi si

Landlord tersebut di atas seluruhnya. Sedangkan dalam Pokok Perkara Pengadilan menolak gugatan si Tenant untuk seluruhnya.Pengadilan menghukum si Tenantuntuk membayarkan biaya perkara.Dalam tingkat banding atas permohonan si Tenant putusan Pengadilan Negeri tersebut telah dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakatra dengan putusan No. 18/PDT/2012/PT.DKI tanggal 29 Maret 2012. Sesudah putusan terakhir ini diberitahukan kepada Penggugat/Pembanding pada tanggal 10 Juli 2012 kemudian terhadapnya oleh si pihak Tenant dengan perantaraan kuasanya, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 10 Juli 2012 diajukan permohonan kasasi secara lisan pada tanggal 23 Juli 2012 sebagaimana ternyata dari akte permohonan kasasi No. 557/Pdt.G.2010/ PN.Jkt.Sel yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Selatan permohonan tersebut diikuti oleh memori kasasi yang memuat alasan-

60

alasan yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri tersebut pada tanggal 3 Agustus 2012. Si pihak Landlord telah pada tanggal 30 Agustus 2012 diberitahu tentang memori kasasi dari si Tenantmengajukan jawaban memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 12 September 2012. Karena permohonan kasasi a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan seksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam undang-undang, maka oleh karena itu permohonan kasasi tersebut formal dapat diterima.

Dalam dokumen T1 312010022 BAB III (Halaman 51-60)