• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bagan kendali yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagan kendali variabel untuk variabel kadar air, kadar abu, bahan tak larut, gula reduksi, sukrosa dan gula total. Bagan kendali variabel terdiri dari bagan kendali rata-rata (X) dan bagan kendali Range (R). Bagan kendali X berfungsi untuk memantau tingkat kualitas rata-rata sedangkan bagan kendali R berfungsi untuk mengetahui kisaran kualitas yang menjelaskan tentang perubahan yang terjadi dalam ukuran keragaman atau variasi.

1. Kadar air

Bagan kendali X-bar untuk parameter mutu kadar air (Gambar 7) memperlihatkan terdapat banyak titik yang berada diluar batas kendali, enam titik diatas batas kendali dan tiga belas berada dibawah kendali, namun banyak juga titik yang bersinggungan dengan batas kendali baik atas maupun bawah. Hal ini menunjukan adanya keragaman kadar air berada diluar pengendalian statistik. Bagan kendali R untuk parameter kadar air menunjukan bahwa sebagian besar berada dalam batas kendali dan hanya ada satu titik yang berada diluar batas kendali.

Keragaman kadar air tersebut diakibatkan karena beberapa faktor. Kadar air dipengaruhi oleh tempat penanaman pohon kelapa, dimana ini berhubungan dengan proses fotosintesis, pohon kelapa yang mendapat sinar matahari secara maksimal mempunyai penyimpangan kadar air rendah (Sunantyo, 1997). Kemudian frekuensi penyadapan, hal ini berhubungan dengan selang waktu penyadapan nira. Faktor yang paling berpengaruh terhadap tingginya kadar air gula kelapa kristal adalah titik akhir pemasakan, pemberian bahan tambahan,

pengolahan, pengemasan, serta penyimpanan. Titik akhir pemasakan yang rendah akan menyebabkan evaporasi air dalam gula rendah pula sehingga kadar air gula menjadi tinggi. Pemberian bahan tambahan mengakibatkan impurities dalam gula semakin tinggi sehingga gula menjadi semakin higroskopis. Sedangkan pada pengolahan, diakibatkan penggunaan alat pengering yang berbeda.

Gambar 7. Bagan kendali X-bar (A) dan R (B) kadar air Gula kelapa kristal 2. Bahan tidak larut (Ketidaklarutan)

Bagan kendali X-bar untuk parameter mutu kadar ketidaklarutan (Gambar 8) memperlihatkan terdapat titik yang berada diluar batas kendali, empat titik diatas batas kendali dan tiga berada dibawah kendali, namun banyak juga titik yang bersinggungan dengan batas kendali baik atas maupun bawah. Hal ini menunjukan adanya keragaman kadar ketidaklarutan berada diluar pengendalian statistik. Bagan kendali R untuk parameter mutu kadar ketidaklarutan memperlihatkan adanya titik-titik yang berada didalam batas pengendalian, dan hanya ada 1 titik yang berada diluar batas kendali. Hal ini berarti bahwa keragaman produk untuk parameter ini masih terkendali.

Sampel Sampel

Keragaman bahan tidak larut pada gula kelapa kristal ditentukan oleh bahan-bahan lain non gula (impurities) seperti potongan manggar yang ikut masuk dan kotoran dari kayu bakar, baik saat pangambilan nira maupun saat pemasakan dan pengolahan nira. Bahan lain non gula (impurities) akan mempengaruhi kelarutan, dimana bahan tersebut tidak akan ikut larut, sehingga kelarutan gula tersebut menjadi berkurang.

Gambar 8. Bagan kendali X-bar (A) dan R (B) kadar ketidaklarutan gula kelapa kristal

3. Kadar abu

Bagan kendali X-bar untuk parameter mutu kadar abu (Gambar 9) memperlihatkan terdapat titik yang berada diluar batas kendali, enam titik diatas batas kendali dan delapan berada dibawah kendali, namun banyak juga titik yang bersinggungan dengan batas kendali baik atas maupun bawah. Hal ini menunjukan adanya keragaman kadar abu yang berada diluar pengendalian statistik. Namun, pada bagan kendali R untuk parameter mutu kadar abu memperlihatkan bahwa semua titik berada didalam batas pengendalian. Hal ini berarti bahwa keragaman produk untuk parameter ini masih terkendali.

Sampel Sampel

Keragaman kadar abu diakibatkan karena pemberian bahan tambahan. Kadar abu yang berada diluar batas kendali berkaitan dengan penggunaan bahan pengawet yang berlebihan (Sunantyo, 1997). Pengrajin gula kelapa kristal di Kabupaten Banyumas menggunakan kulit manggis dan laru kapur sebagai bahan tambahan. Tujuan pemberian bahan tambahan adalah untuk menaikkan pH nira sehingga mencegah terjadinya fermentasi oleh mikrobia (Hamzah dan Hasbullah, 1997). Namun, dalam upaya menghambat dan menekan kerusakan nira akibat mikroba selama proses penyadapan berlangsung dapat digunakan suatu bahan tambahan yang alami (Sunantyo, 1997). Penggunaan kulit dan batang manggis serta tatal nangka sebagai pengawet karena kandungan tannin yang terdapat pada keduanya. Hal ini sesuai dengan pendapat Child (1974) dalam Suwardjono (2001) yang menyatakan bahwa materi yang mengandung tannin dapat menghambat proses fermentasi.

Pemberian bahan tambahan untuk menaikan pH nira dapat menaikan kemurnian nira karena bahan-bahan bukan gula seperti protein, asam-asam organik, P2O5, SiO2, dan kotoran lain lebih banyak terendapkan sehingga menyebabkan nira jernih yang dapat menurunkan kadar abu gula kelapa (Goutara dan Wijandi, 1985). Kadar abu yang berada diluar standar SNI berkaitan dengan penggunaan bahan pengawet yang berlebihan.

Gambar 9. Bagan kendali X-bar (A) dan R (B) kadar abu gula kelapa kristal 4. Kadar gula reduksi

Bagan kendali X-bar untuk parameter mutu kadar gula reduksi (Gambar 10) memperlihatkan terdapat titik yang berada diluar batas kendali, enam titik diatas batas kendali dan lima berada dibawah kendali, dan hanya beberapa titik yang bersinggungan dengan batas kendali bawah. Hal ini menunjukan adanya keragaman kadar gula reduksi yang berada diluar pengendalian statistik. Namun, pada bagan kendali R untuk parameter mutu kadar gula reduksi memperlihatkan bahwa semua titik berada didalam batas pengendalian. Hal ini berarti bahwa keragaman produk untuk parameter ini masih terkendali.

Keragaman kadar gula reduksi dipengaruhi oleh pencucian wadah nira, pemasakan nira setelah disadap dan lama penyimpanan. Pencucian wadah berkaitan dengan kebersihan wadah nira, dimana terjadi aktivitas mikroba yang dapat merusak nira karena terjadinya proses fermentasi yang menyebabkan kenaikan gula reduksi. Kerusakan nira juga menjadi faktor yang paling berperan dalam menentukan kadar gula reduksi gula kristal. pH yang rendah akibat terjadinya fermentasi karena nira yang telah rusak dapat menyebabkan inverse sukrosa menjadi gula reduksi sehingga kadar gula reduksi bertambah, sebagian

Sampel Sampel

besar pengrajin tidak mengukur pH nira (lampiran 20). Kenaikan gula reduksi juga dipengaruhi adanya penambahan gula pasir (sukrosa) pada saat pemasakan, beberapa pengrajin melakukan penambahan sukrosa (lampiran 20) dengan maksud untuk mempermudah proses pengkristalan, semakin tinggi penggunaan sukrosa maka semakin tinggi kemungkinan sukrosa mengalami penurunan karena tereduksi menjadi gula invert atau gula reduksi akibat intensifnya reaksi maillard karena proses pemanasan suhu tinggi dan waktu yang lama, sehingga gula reduksi yang terbentuk menjadi tinggi. Hal ini sesuai pendapat Goutara dan Wijandi (1985), yang menyatakan bahwa gula reduksi terbentuk sebagai hasil inverse sukrosa selama pemanasan. Inverse sukrosa ini akan bertambah dengan makin tingginya suhu dan makin rendahnya pH. Sedangkan lama penyimpanan menyebabkan adanya perubahan kadar air yang berdampak pada peningkatan gula reduksi.

Gambar 10. Bagan kendali X-bar (A) dan R (B) kadar gula reduksi gula kelapa kristal

5. Kadar sukrosa

Bagan kendali X-bar untuk parameter mutu kadar sukrosa (Gambar 12) memperlihatkan hanya terdapat empat titik yang berada diluar batas kendali baik atas maupun bawah dan beberapa titik yang berada pada batas kendali. Hal ini

Sampel Sampel

menunjukan adanya keragaman kadar gula total yang masih dalam batas kendali walau masih ada beberapa titik yang berada diluar batas kendali. Bagan kendali R untuk parameter mutu kadar gula total memperlihatkan adanya titik-titik yang berada didalam batas pengendalian, dan hanya ada 1 titik yang berada diluar batas kendali. Hal ini berarti bahwa keragaman produk untuk parameter ini masih terkendali.

Keragaman kadar sukrosa diakibatkan karena adanya penggunaan sukrosa dalam pembuatan gula kelapa kristal pada beberapa pengajin. Berdasarkan hasil survey, 27,5 % pengrajin gula kelapa kristal menambahkan sukrosa dalam pembuatan gula kelapa kristal (lampiran 20), akibatnya kadar sukrosa dari gula kelapa kristal sendiri menjadi beragam. Semakin banyak penggunaan sukrosa (gula pasir) sebagai bahan baku pembuatan gula kelapa kristal maka semakin tinggi kemungkinan sukrosa mengalami penurunan karena tereduksi menjadi gula invert atau gula reduksi.

Gambar 11. Bagan kendali X-bar (A) dan R (B) kadar sukrosa gula kelapa kristal

Sampel Sampel

6. Kadar gula total

Bagan kendali X-bar untuk parameter mutu kadar gula total (Gambar 11) memperlihatkan hanya terdapat satu titik yang berada diluar batas kendali dan beberapa titik yang berada pada batas kendali. Hal ini menunjukan adanya keragaman kadar gula total yang masih dalam batas kendali walau masih ada beberapa titik yang berada diluar batas kendali. Bagan kendali R untuk parameter mutu kadar gula total memperlihatkan adanya titik-titik yang berada didalam batas pengendalian, dan hanya ada 1 titik yang berada diluar batas kendali. Hal ini berarti bahwa keragaman produk untuk parameter ini masih terkendali.

Keragaman kadar gula total diakibatkan karena adanya bahan lain non gula (impurities) yang masuk pada saat pemasakan yang menyebabkan total gula menjadi berkurang, jenis impurities ini dapat berupa debu, karbon, atau mineral. Disamping itu juga terdapat penambahan sukrosa (lampiran 20) mengakibatkan kadar sukrosa dan gula reduksi sebagai bentuk inverse sukrosa menjadi bertambah, dan ini mengakibatkan tingginya kadar gula total.

Gambar 12. Bagan kendali X-bar (A) dan R (B) kadar gula total gula kelapa kristal

Sampel Sampel

Dokumen terkait