• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil analisis diagram pareto menunjukan bahwa gula kelapa kristal (semut) di Kabupaten Banyumas banyak terjadi ketidaksesuaian variabel mutu terhadap standar yang ditentukan berdasarkan SNI-SII.0268-1985. Frekuensi ketidaksesuaian kadar abu sebesar 55 sampel dengan presentase 52,8% dari total penyimpangan, frekuensi ketidaksesuaian bahan tak larut sebesar 27 sampel dengan presentase 25,96%, frekuensi ketidaksesuaian kadar air sebesar 21 sampel dengan presentase 20,19% dan frekuensi ketidaksesuaian kadar gula reduksi sebesar 1 sampel dengan presentase 0,96% dari total penyimpangan. Hasil analisis diagram pareto dapat dilihat pada Gambar 13. Sedangkan untuk data mutu gula kelapa kristal dari beberapa variabel untuk masing-masing desa bisa dilihat pada lampiran 18. Pada data tersebut kadar abu juga menjadi penyebab penyimpangan paling banyak dari beberapa variabel di masing-masing desa.

Dilihat dari jumlah penyimpangan, kadar abu terjadi di semua desa yang menjadi tempat pengambilan sampel yakni untuk Desa Sokawera, Pageraji, Rancamaya dan Dalawangi dengan penyimpangan berturut-turut sebesar 60%, 84,6%, 71,4% dan 80%. Variabel selanjutnya yang menyimpang yakni bahan tak larut air, penyimpangan terjadi di Desa Rancamaya, Sokawera dan Pageraji dengan presentase penyimpangan berturut turut sebesar 57,14%, 13,3% dan 46,16%, sedangkan untuk data variabel berikutnya yang menyimpang adalah kadar air, dimana terjadi di semua desa yakni untuk Desa Sokawera, Pageraji, Rancamaya dan Dalawangi dengan penyimpangan berturut-turut sebesar 70%, 7,69%, 28,57% dan 60%.

Gambar 13. Diagram Pareto gula kelapa kristal (gula semut)

Berdasarkan Diagram Pareto diatas telah diketahui bahwa variabel penyimpangan mutu gula kelapa kristal yang paling banyak terjadi berturut-turut adalah kadar abu, bahan tak larut air dan kadar air. Sesuai dengan analisis diagram sebab akibat, penyebab penyimpangan mutu tersebut dikarenakan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu gula kelapa kristal diklasifikasikan menjadi empat faktor, yaitu bahan baku, proses pengolahan, pekerja dan peralatan (lampiran 14-17).

Bahan baku dan proses pengolahan merupakan faktor yang paling dominan terhadap mutu produk yang dihasilkan. Faktor lain seperti pekerja dan peralatan merupakan faktor yang menentukan apakah proses pengolahan berjalan dengan baik atau tidak. Bahan baku berkaitan dengan kualitas nira yang dihasilkan, sedangkan proses pengolahan disebabkan pengaruh pemberian bahan tambahan, pemasakan nira, pengemasan dan proses pengeringan. Disamping itu faktor peralatan juga berpengaruh terhadap mutu gula kelapa kristal yang dihasilkan,

Jenis Kerusakan Kadar Gula Total Kadar Sukrosa Kadar Gula reduksi Kadar Air Ketidaklarutan Kadar Abu Frek uen si K erus aka n 120.00 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 Pe rcen t 100% 75% 50% 25% 0% 1.00 21.00 27.00 55.00

perlatan tersebut meliputi alat pemasakan, alat pengering, alat pengemas, alat pengayak dan alat penyaring.

Faktor lain yang berpengaruh dan penting terhadap variabel mutu adalah kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia dalam hal ini pengrajin gula kelapa kristal dalam pembuatan gula kelapa kristal berperan sangat penting mengingat semua tahap dalam proses produksi dikerjakan oleh manusia. Pengetahuan dan ketrampilan kerja sangat dibutuhkan dalam proses pembuatan gula kelapa kristal. Proses pengolahan akan berlangsung lancar apabila pengrajin dibekali dengan ketrampilan ataupun pengetahuan yang dimilikinya. Pengetahuan dan ketrampilan pengrajin didapat berdasarkan tingkat pendidikan, pengalaman kerja maupun pelatihan-pelatihan. Berdasarkan hasil survey, rata-rata tingkat pendidikan para pengrajin hanya sebatas SD, dan mereka jarang sekali mendapat pelatihan-pelatihan.

Stamina dan kesehatan pengrajin juga berpengaruh pada kualitas pekerjaannya. Pekerja yang sehat akan memiliki stamina yang baik dapat melakukan pekerjaan yang lebih baik dibanding pengrajin yang sakit atau kecapekan, karena mereka lebih berkonsentrasi pada pekerjaan.

Kadar abu merupakan parameter yang paling banyak menyimpang. Hal ini diakibatkan berkaitan dengan penggunaan bahan tambahan yang berlebihan (Sunantyo, 1997). Penggunaan bahan tambahan akan mempengaruhi mutu gula kadar abu yang dihasilkan (lampiran 16). Pengrajin gula kelapa kristal di Kabupaten Banyumas menggunakan laru kapur sebagai bahan tambahan. Penggunaan bahan tambahan tersebut mencapai 1,5-5g/L nira, sedangkan menurut

Sunantyo (1997) dosis yang tepat untuk pengawet alami adalah 0,2 sampai 0,5 g/L nira.

Pemberian bahan tambahan untuk menaikan pH nira dapat menaikan kemurnian nira karena bahan-bahan bukan gula seperti protein, asam-asam organic, P2O5, SiO2, dan kotoran lain lebih banyak terendapkan sehingga menyebabkan nira jernih yang dapat menurunkan kadar abu gula kelapa (Goutara dan Wijandi, 1985). Tingginya kadar abu di Kabupaten Banyumas juga disebabkan oleh adanya partikel sisa pembakaran serbuk gergaji yang digunakan sebagai bahan bakar pemasakan yang masuk kembali, karena tidak adanya cerobong pembuangan asap. Hal ini sama dengan menambah impurities (bahan dari luar) ke dalam gula kelapa kristal. Jenis impurities ini berupa debu, partikel-partikel pati atau mineral. Penggunaan peralatan yang baik akan mempengaruhi kadar abu gula kelapa kristal yang dihasilkan (lampiran 16).

Variabel kadar bahan tak larut adalah variabel kedua yang banyak terjadi penyimpangan. Hal ini disebabkan oleh bahan-bahan lain non gula (impurities) yang ikut masuk, baik saat pangambilan nira yakni adanya potongan manggar ataupun partikel-partikel debu dan kotoran. Adanya kotoran dan debu yang masuk pada saat pemasakan dan pengolahan nira yaitu sisa pembakaran dari serbuk gergaji. Disamping itu penggunaan alat penyaring yang tidak terlalu rapat (bukan kain) saat penyaringan nira juga menjadi salah satu penyebab bahan-bahan tersebut turut masuk pada saat pemasakan (lampiran 15).

Faktor yang paling berpengaruh terhadap tingginya kadar air gula kelapa kristal diakibatkan adalah titik akhir pemasakan, pengolahan, pengemasan, serta penyimpanan (lampiran 14). Titik akhir pemasakan yang rendah akan

menyebabkan evaporasi air dalam gula rendah pula sehingga kadar air gula menjadi tinggi. Pengrajin di Banyumas tidak mengukur suhu pemasakan sehingga menyebabakan beragamnya suhu titik akhir pemasakan dan akibat adanya penambahan sukrosa sehingga menyebabkan titik akhir pemasakan menjadi rendah.

Kualitas alat dalam pengolahan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kadar air, seperti alat pengering, alat pemasakan, dan mesin pengayak (lampiran 14). Pengeringan yang dilakukan oleh pengrajin di Banyumas sebagian besar masih menggunakan sinar matahari. Sedangkan pengeringan gula kelapa kristal menggunakan alat pengering akan lebih menghasilkan hasil kadar air yang seragam karena panas yang dihasilkan dapat dikontrol dibandingkan dengan pemanasan menggunakan sinar matahari. Sementara alat pemasakan yang digunakan adalah wajan yang benar-benar terbuat dari tembaga. Menurut Ketaren (1986) tembaga merupakan logam yang mempunyai kemampuan penetrasi panas yang baik dan merata. Namun, sebagian besar pengrajin gula kelapa kristal di Banyumas masih menggunakan sinar matahari dalam proses pengeringanya dan masih beragamnya penggunaan alat pemasakan yang terbuat dari besi. Penggunaan besi menyebabkan proses pemanasan yang tidak merata, sehingga proses pematangan menjadi lebih lambat dan kurang sempurna.

Pengemasan dan penyimpanan juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan tingginya kadar air, pengemasan yang dilakukan masih sebatas menggunakan plastik biasa dengan seal yang sederhana, akibatnya uap air mudah sekali masuk yang menyebabkan gula menjadi lembab dan kadar air bertambah.

Proses penyimpanan yang dilakukan juga belum terlalu maksimal, yakni belum adanya gudang penyimpanan sendiri dan masih menyatu dengan rumah.

Keragaman kadar gula reduksi dipengaruhi oleh pencucian wadah nira, pemasakan nira setelah disadap dan lama penyimpanan. Nira sebagai bahan baku pembuatan gula kelapa mempunyai peranan yang penting dalam mempengaruhi kadar gula reduksi gula kelapa kristal (lampiran 17), nira yang digunakan para pengrajin di Banyumas memiliki kualitas yang cukup baik, hanya saja hasil pengukuran pH masih beragam. Pencucian wadah berkaitan dengan kebersihan wadah nira, dimana terjadi aktivitas mikroba yang dapat merusak nira karena terjadinya proses fermentasi yang menyebabkan kenaikan gula reduksi. Kerusakan nira juga menjadi faktor yang paling berperan dalam menentukan kadar gula reduksi gula kristal. pH yang rendah akibat terjadinya fermentasi karena nira yang telah rusak dapat menyebabkan inverse sukrosa menjadi gula reduksi sehingga kadar gula reduksi bertambah.

Kerusakan nira dimulai sejak nira keluar atau menetes dari manggar dan tangkai yang dilukai dengan pisau sadap yang tidak steril dengan lingkungan bejana bambu yang tidak terjaga kebersihannya (Sardjono et al., 1985). Penyebab kerusakan nira adalah kontaminasi mikrobia, yaitu Saccharomycess sp dan

Acetobacter sp yang menyebabkan terjadinya fermentasi nira. Gula yang ada

dalam nira dapat diubah menjadi alkohol dan diubah lebih lanjut menjadi asam cuka yang mengakibatkan penurunan pH nira (Hamzah dan Hasbullah, 1997). pH nira yang rendah dapat menyebabkan inversi sukrosa menjadi gula reduksi sehingga kadar gula reduksi bertambah. Bertambahnya gula reduksi menyebabkan gula kelapa bersifat higroskopis (Sudewo et al.,2000). Kontaminasi juga bisa

berasal dari pongkor yang dipakai, yang terkadang hanya dicuci seperlunya saja. Pencucian pongkor hanya bisa mengurangi populasi mikroba yang ada dalam pongkor (Tjahjaningsih, 1985).

Kenaikan gula reduksi juga dipengaruhi adanya penambahan gula pasir (sukrosa) pada saat pemasakan, sebanyak 27,5% pengrajin menambahkan sukrosa pada saat pembuatan gula kelapa kristal (lampiran 17), semakin tinggi penggunaan gula pasir maka semakin tinggi kemungkinan sukrosa mengalami penurunan karena tereduksi menjadi gula invert atau gula reduksi akibat intensifnya reaksi maillard karena proses pemanasan suhu tinggi dan waktu yang lama, sehingga gula reduksi yang terbentuk menjadi tinggi. Hal ini sesuai pendapat Goutara dan Wijandi (1985), yang menyatakan bahwa gula reduksi terbentuk sebagai hasil inverse sukrosa selama pemanasan. Inverse sukrosa ini akan bertambah dengan makin tingginya suhu dan makin rendahnya pH. Sedangkan lama penyimpanan menyebabkan adanya perubahan kadar air yang berdampak pada peningkatan gula reduksi. Sesuai dengan Gaman dan Sherrington (1992), yang menyatakan bahwa selama penyimpanan terjadi peningkatan kadar air sehingga dapat mempercepat proses hidrolisis sukrosa, hal ini dikarenakan pengikatan air menghasilkan molekul-molekul yang lebih kecil sehingga terjadi pemecahan kimiawi molekul.

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Analisis histogram memperlihatkan bahwa nilai rata-rata parameter mutu gula kelapa kristal untuk kadar abu sebagian besar berada diluar spesifikasi, hanya 27,5% dari sampel yang sesuai dari SNI-SII 0268-85. Nilai kadar air, kadar bahan tak larut dan kadar gula reduksi yang masuk spesifikasi masing-masing 80%, 72,5% dan 97,5% dari total sampel, sedangkan untuk kadar gula total dan kadar sukrosa semua sampel (100%) berada didalam spesifikasi.

2. Analisis bagan kendali X menunjukan untuk kadar abu, kadar air, kadar bahan tak larut, dan kadar gula reduksi sebagian besar berada diluar pengendalian statistik, sedangkan untuk kadar gula total dan sukrosa masih bisa dikendalikan. Hasil analisis bagan kendali R menunjukan untuk semua variabel masih dapat dikendalikan.

3. Analisis diagram pareto menunjukan bahwa variabel mutu yang paling banyak menyimpang dari SNI-SII 0268-85 adalah kadar abu, diikuti kadar bahan tak larut, dan kadar air dengan presentase penyimpangan berturut-turut sebesar 52.8%, 25,9%, dan 20,2% dari jumlah total penyimpangan. Penyimpangan kadar abu dan kadar air terjadi di semua desa (Sokawera, Pageraji, Rancamaya dan Dalawangi), sedangkan Bahan tak larut penyimpangan terdapat di Desa Rancamaya, Desa Sokawera dan Pageraji.

B. Saran

1. Perlu dilakukan perbaikan guna memperoleh target mutu yang sesuai dengan spesifikasi mutu SNI-SII 0268-85. Beberapa perbaikan tersebut diantaranya adalah perbaikan kualitas nira (pH dan kebersihan), pengaturan dosis dan keamanan bahan tambahan yang digunakan, dan perbaikan peralatan khususnya alat pengering.

2. Perlu adanya pengembangan industri gula kelapa kristal skala menengah-besar (modern) untuk dapat menghasilkan produk gula kelapa kristal yang sesuai dengan SNI-SII 0268-85.

Dokumen terkait