• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.3 6  Bahan Bacaan yang Disukai Responden

Dalam dokumen Pemetaan Minat Baca Masyarakat (Halaman 196-200)

Menurut Razak (2004) yang lebih penting dalam mengukur lama membaca seseorang adalah proses yang mendorong kegiatan membaca seseorang dimana kegiatan membaca tersebut didorong oleh keinginan atau motivasi yang keluar dari dirinya, bukan karena dipaksa seperti disuruh oleh guru atau merupakan kewajiban dari sekolah. Lebih jauh Razak menyatakan dalam mengukur waktu membaca adalah:

“Waktu yang dicatat hanyalah waktu yang digunakan untuk membaca buku di luar  lingkungan sekolah, seperti di rumah, perpustakaan (bukan perpustakaan sekolah),  toko buku, pameran buku, rumah teman, atau tempat‐tempat lainnya.” 

Untuk mempermudah dalam memperoleh jenis bacaan yang dibaca oleh responden maka penelitian ini mengelompokkan bahan bacaan kedalam empat macam yaitu koran, majalah, buku dan komik. Responden dapat memilih lebih dari satu jenis bahan bacaan. Hasil dari survey ini menunjukkan bahwa buku merupakan bahan bacaan paling banyak dibaca menyusul koran, kemudian majalah dan terakhir adalah komik (lihat tabel 4.3.28). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sebagian besar responden memilih bacaan yang serius atau responden tersebut membaca dalam artian yang sebenarnya yaitu untuk menimba ilmu dari bahan bacaan yang dibacanya. Yang mengherankan adalah pada kelompok mahasiswa yang lebih banyak membaca koran daripada membaca buku. Membaca seperti itu termasuk kategori hanya ingin tahu sesuatu sehingga terbatas membaca surat kabar saja. Sedangkan pegawai swasta dan pedagang cukup wajar bila kelompok ini lebih banyak memilih membaca koran daripada membaca buku, sebab mereka memerlukan informasi mengenai perkembangan bisnis yang menjadi kompetensinya. Ibu rumah tangga memilih koran dan majalah sebagai bacaan yang lebih disukainya. Hal ini dapat dimengerti karena sebagian besar ibu rumah tangga membaca untuk mendapatkan bacaan hiburan sehingga mereka memilih koran (termasuk tabloit) dan majalah hiburan. Kelompok dosen memilih tiga kelompok bahan bacaan yaitu buku, majalah dan koran secara berimbang dan tidak membaca komik. Hal ini wajar karena sebagai dosen mereka harus

Siswa SD dan SLTP lebih banyak membaca buku dibandingkan dengan ketiga bahan bacaan lain. Diduga buku yang mereka baca adalah kelompok buku-buku cerita atau dongeng. Mereka juga membaca komik lebih banyak dibandingkan dengan membaca koran dan majalah. Namun siswa SMU justru lebih banyak membaca komik dibandingkan dengan membaca buku. Walaupun perbedaannya tidak terlalu mencolok, namun ini agak mengherankan sebab sebagai pelajar mestinya mereka lebih banyak membaca buku untuk meningkatkan pengetahuan serta wawasan mereka. Membaca komik termasuk kelompok yang membaca karena senang melihat gambar. Kelompok pegawai negeri, guru, TNI/POLRI, serta buruh lebih banyak membaca koran dibandingkan dengan bahan bacaan lainnya. Pegawai negeri sipil memilih bahan bacaan koran lebih banyak daripada jenis bahan bacaan lain, sedangkan guru berimbang antara membaca buku dengan membaca koran.

Tabel 4.3.28  Bahan bacaan yang dibaca oleh responden 

   Koran Majalah Buku  Komik

Mahasiswa  61 47 57 34 Pegawai Swasta  50 34 48 15 Petani/Nelayan  26 11 15 1 Ibu Rumah Tangga 25 25 24 1 Pedagang  20 11 14 0 Dosen  25 24 25 0 Siswa SD  45 49 126 85 Siswa SMP  58 76 102 93 Siswa SMU  75 85 80 89 PNS  52 38 42 6 Guru  35 28 34 1 TNI/Polri  21 9 3 4 Buruh  14 8 11 6  Total  507 445 581 335 Persen  56,27 49,39 64,48 37,18  

Informasi tentang jenis bacaan yang digemari berbagai kelompok profesi ini dapat membantu perpustakaan menentukan jenis bacaan yang disediakan untuk kalangan utama pembacanya.

   

   per hari  per hari  per hari  per hari per minggu per minggu  per minggu Baca Koran  20  33  157 371 15 11  50 3,0 %  6,4 %  23,9 % 56,5 % 2,3 % 1,7 %  7,6 % Baca Majalah  12  37  164 278 14 13  62 2,1 %  9,7 %  28,3 % 47,9 % 2,4 % 2,2 %  10,7 % Baca Buku  86  71  291 209 18 18  36 11,8 %  9,7 %  39,9 % 28,7 % 2,5 % 2,5 %  4,9 %

Kegiatan membaca koran dilakukan kurang dari satu jam setiap hari oleh sebagian besar responden (56,5 %), dan antara 1 – 2 jam setiap hari (23,9 %). Namun ada juga yang membaca koran lebih dari 2 jam setiap hari yaitu antara 2 – 3 jam (6,4 %), bahkan lebih dari 3 jam setiap hari (3 %). Hal ini tidak lazim dilakukan. Hal yang sama terjadi pada membaca majalah yaitu rata-rata responden membaca majalah antara kuran dari satu jam sampai 2 jam setiap hari. Membaca majalah lebih dari dua atau bahkan lebih dari 3 jam setiap hari tidak biasa dilakukan orang. Sebaliknya, membaca buku biasanya dilakukan lebih lama dibandingkan dengan membaca koran dan majalah. Kelompok orang yang membaca buku lebih dari 1 jam setiap hari ternyata cukup besar yaitu sebesar 61,4 % dan yang membaca buku kurang dari 1 jam setiap hari sebesar 28,7 %. Yang agak mengherankan adalah membaca buku antara 1 – 4 jam per minggu yang dilakukan oleh 9,9 % responden merupakan hal yang kurang lazim, karena biasanya membaca buku (untuk mengerti isi buku tersebut) merupakan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus tanpa terputus sampai buku tersebut selesai (tamat) dibaca.

 

Bahan bacaan yang paling populer adalah ilmu pengetahuan populer yaitu dipilih oleh 497 responden, diikuti dengan bacaan kelompok buku agama yang dipilih oleh 369 responden, kemudian bacaan pengetahuan populer oleh 218 responden, bacaan lain-lain dipilih oleh 169 responden, dan terakhir dan paling sedikit adalah buku-buku fiksi. Fakta ini menunjukkan bahwa masyarakat, khususnya di lokasi penelitian, tidak begitu menyukai fiksi/sastra. Hal ini memperkuat pernyataan Taufik Ismail yang menyatakan bahwa sejak tahun 1943 sekolah-sekolah SMA di Indonesia tidak pernah mewajibkan siswanya membaca buku-buku sastra. Dikatakan demikian oleh Taufik Ismail karena di sekolah-sekolah SMA buku sastra (1) tak disebut di kurikulum, (2) dibaca Cuma ringkasannya, (3) siswa tak menulis mengenainya, (4) tidak ada di perpustakaan sekolah, dan (5) tidak diujikan6. Jika siswa diberi tugas wajib untuk membaca buku sastra, maka diharapkan hal ini mendorong siswa tersebut untuk membaca karya-karya sastra yang lain.

      

6 Taufik Ismail (2005). Tragedi Nol Buku Tragedi Kita Bersama. Makalah Rapat Kerja Nasional Ikatan Pustakawan Indonesia, Hotel Mutiara Merdeka, Pekanbaru, tanggal 31 Mei 2005.

diikuti dengan meminjam dari meminjam dari teman (37,6 %), perpustakaan umum (36,3 %), dan meminjam dari kantor atau pejabat pemerintah (8,5 %).

Tabel 4.3.30  Gambaran Perolehan Buku Responden Sebagai Bahan Bacaan   

Responden  Membeli  Meminjam

dari Teman  Meminjam dari Kantor/  Pejabat/aparat  pemerintah  Perpustakaan  Umum  Mahasiswa  51  54  53  Pegawai Swasta  45  33  32  Petani/Nelayan  17  14  Ibu Rumah Tangga  17  23  Pedagang  16  12  Dosen  25  24  Siswa SD  135  26  20  41  Siswa SMP  117  70  28  Siswa SMU  106  92  42  PNS  33  11  21  36  Guru  34  16  26  TNI/Polri  Buruh   Jumlah  609  339  77  327  Persen dari sampel  67,6  37,6  8,5  36,3 

Tabel 4.3.30 diatas menunjukkan bahwa peran perpustakaan umum belum optimal sebab belum banyak responden yang memanfaatkan perpustakaan untuk memenuhi kebutuhan bahan bacaannya. Padahal usaha Pemerintah Provinsi sudah sangat gencar dilakukan misalnya melalui Gerakan Riau Membaca dan Gerakan Hibah Sejuta Buku. Tidak kurang dari Gubernur Riau sendiri yaitu H.M. Rusli Zainal yang mencanangkan gerakan tersebut. Gerakan ini didukung juga oleh DPRD Provinsi Riau, Penggerak PKK Provinsi Riau (yang memiliki rumah-rumah baca atau sudut-sudut baca), Harian Riau Pos, dan Yayasan Bandar Serai (memiliki kampung baca)7. Melalui gerakan ini Gubernur Riau meminta kepada setiap pejabat Provinsi Riau yang berkesempatan bertugas ke luar kota diwajibkan menyumbang dua buah buku sebagai oleh-oleh. Buku-buku tersebut dikumpulkan oleh Kantor Perpustakaan dan Arsip

      

Dalam dokumen Pemetaan Minat Baca Masyarakat (Halaman 196-200)

Dokumen terkait