• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Tingkat Penghasilan terhadap Lama Membaca

Dalam dokumen Pemetaan Minat Baca Masyarakat (Halaman 125-152)

BAB IV.  HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2.4   Hubungan Tingkat Penghasilan terhadap Lama Membaca

Pada masyarakat yang mempunyai kegemaran membaca yang tinggi, maka membeli buku untuk memuaskan dirinya dalam hal memenuhi bahan bacaan akan selalu dilakukan. Oleh karena itu asumsi sementara adalah semakin tinggi penghasilan seseorang maka akan semakin tinggi kegiatan membacanya yang ditandai dengan semakin tingginya korbanan waktu mereka dalam membaca.

      

2 Andi Hakim Nasoetion. Panduan Berpikir dan Meneliti Secara Ilmiah bagi Remaja. Jakarta: Grasindo, 1992. hal 62.

 

  Gambar 4.2.14  Grafik Hubungan antara Pendapatan dengan Lama Membaca Responden Makassar   

Dari tabel dan grafik di atas dapat dilihat bahwa pola membaca dari beberapa kelompok penghasilan menunjukkan pola yang hampir sama dimana pada semua kelompok penghasilan sebagian besar responden membaca selama kurang lebih 1 jam setiap hari. Jika besarnya penghasilan berpengaruh kepada lamanya membaca,

Tingkat Penghasilan  Jumlah jam membaca rata‐rata  1‐2 j/mg  2‐3 j/mg 3‐4 j/mg < 1 j/hr 1‐2 j/hr 2‐3 j/hr  > 3 j/hr < 500 rb (65 resp)  4 2 27 14 7 500 ‐ 1 jt (88 resp)  2 1 20 24 33 lbh 1 jt ‐ 1,5 jt (84 resp)  2 3 15 23 31 lbh 1,5 jt ‐ 2,5 jt (112 resp)  0 1 24 45 10  30 lbh 2,5 jt ‐ 3,5 jt (56 resp)  1 2 16 29 1 lbh 3,5 ‐  4,5 jt (18 resp)  3 1          2  4 3 > 4,5 jt (14 resp)  1 0 0 4 5  Total  13 10 104 143 48  110

dan sebaliknya yang berpenghasilan tinggi akan bergerak dari tinggi ke rendah. Namun kenyataannya tidak demikian. Semua garis menunjukkan pola yang sama yaitu bergerak dari rendah pada kelompok orang yang kebiasaan membacanya rendah (lama membaca lebih dari 1-2 jam per minggu), naik pada kelompok orang yang kebiasaan membacanya sedang (lama membaca sekitar 1 jam per hari), dan bergerak turun lagi pada kelompok orang yang durasi membacanya tinggi (lama membacanya lebih dari 3 jam per hari). Hanya pada kelompok orang yang berpenghasilan antara 3,5 sampai 4,5 juta per bulan yang memperlihatkan gambaran seperti yang kita harapkan yaitu sebagian besar responden membaca lebih dari 3 jam setiap hari. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa sebagian besar responden melakukan kegiatan membaca selama kurang lebih 1 jam setiap hari. Ini merupakan indikasi bahwa besarnya penghasilan ternyata tidak berpengaruh kepada kegiatan membaca.

Namun berdasarkan analisis data yang lebih akurat menggunakan uji statistik Rank Spearman dengan alat hitung SPSS didapat hasil pengolahan seperti berikut:

Tabel. 4.2.20  Korelasi pendapatan terhadap durasi membaca  Durasi membaca Spearman's rho Pendapatan Correlation Coefficient ,253(**) Sig. (2-tailed) ,000 N 355

** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Tabel 4.2.21  Korelasi pendapatan terhadap frekuensi membaca  Frekuensi membaca Spearman's rho Pendapatan Correlation Coefficient ,086 Sig. (2-tailed) ,181 N 245

Hasil uji statistik diatas menunjukkan bahwa ada korelasi antara pendapatan responden dengan durasi membaca walau sangat kecil yaitu yaitu 0,253 pada tingkat kepercayaan 0,01. Namun tidak ada koralesi nyata antara tingkat pendapatan dengan frekuensi membaca responden.

Salah satu hal yang diduga mempunyai hubungan dengan minat baca yang ditandai dengan lamanya membaca (durasi), frekuensi membaca yang ditandai dengan frekuensi datang ke perpustakaan, serta korbanan untuk memperoleh bahan bacaan yang ditandai dengan membeli buku dan jumlah kepemilikan buku adalah tingkat pendidikan masyarakat. Tabel 4.2.22  Hubungan antara Pendidikan dengan Lama Membaca    Pendi-dikan Jumlah Responden

Jumlah jam membaca rata-rata

> 3 jam/hr 2 - 3 jam/hr 1 - 2 jam/hr < 1 jam/hr 3-4 jam/mg 2-3 j/mg 1-2 jam/mg jml (%) jml (%) jml (%) jml (%) jml (%) jml (%) jml (%) Tdk tamat SD 208 28 13,5  24 11,5  83 39,9  55 26,4  8 3,9  4 1,9  6 2,9  Tamat SD 25 5 20,0  2 8,0  6 24,0  10 40,0  0 0,0  1 4,0  1 4,0  Tamat SLTP 133 72 54,1  8 6,0  21 15,8  26 19,6  1 0,8  3 2,3  2 1,5  Tamat SLTA 156 19 12,2  26 16,7  58 37,2  37 23,7  7 4,5  9 5,8  0 0,0  Diploma 35 11 31,4  4 11,43  11 31,4  9 25,7  0 0,0  0 0,0  0 0,0  Sarjana 64 4 6,3  12 18,8  22 34,4  21 32,8  3 4,7  0 0,0  2 3,1  Pascasarjana 8 0 1 12,5  3 37,5  4 50,0  0 0,0  0 0,0  0 0,0  Total 629  139  1,37  77  0,85  204  2,20  162  2,18  19  0,14  17  0,14  11  0,12        Gambar 4.2.15 Sebaran Rata‐rata Lama Membaca berdasarkan Latar Belakang Pendidikan 

kurang dari satu jam per hari sampai dua jam per hari. Hal ini menunjukkan bahwa dari yang tidak tamat SD sampai responden yang berpendidikan pascasarjana tidak banyak membaca lebih dari 3 jam sehari. Padahal ukuran seseorang yang termasuk rajin membaca atau mempunyai minat baca tinggi untuk mahasiswa (dalam hal ini termasuk diploma sarjana dan pasca sarjana) adalah membaca antara 3 jam sampai 3,5 jam setiap hari (Razak, 2004). Sedangkan yang dikategorikan sangat rajin atau mempunyai minat baca tinggi untuk kelompok ini adalah yang membaca lebih dari 3,5 jam setiap hari. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa mayoritas kelompok lulusan perguruan tinggi di lokasi penelitian termasuk memiliki minat baca yang kurang atau menurut Razak (2004) termasuk malas membaca, yaitu membaca antara 2,5 sampai 3 jam dan bahkan ada yang sangat malas karena membaca kurang dari 2,5 jam setiap hari. Gambar … menegaskan bahwa kelompok mahasiswa sebagian besar (53,0 %) membaca antara 1 – 2 jam setiap hari, dan membaca kurang dari 1 jam setiap hari (18,1 %). Hal ini menunjukkan bahwa kelompok mahasiswa di lokasi penelitian memiliki minat baca rendah atau sangat malas membaca. Jika kita hanya mengelompokkan dua kelompok saja mengenai membaca ini yaitu memiliki minat baca yang tinggi dan dan memiliki minat baca yang rendah, maka kelompok mahasiswa sebagian besar (75,9 %) memiliki minat baca yang rendah, dan hanya 24,1 % saja yang memiliki minat baca tinggi.

Korbanan untuk membeli buku bagi mahasiswa juga tidak terlalu tinggi. Jumlah mahasiswa yang membeli buku kurang dari Rp. 50.000,- setiap bulan cukup tinggi (46,8 %) dan yang berbelanja buku antara Rp. 50.000,- - Rp 100.000,- juga cukup tinggi (32,9 %). Sedangkan yang berbelanja lebih dari Rp. 100.000,- sangat sedikit (18,5 %). Dari aspek kepemilikan buku pada responden mahasiswa juga tidak memberikan gambaran yang menggembirakan. Sebagian besar mahasiswa memiliki buku antara 0 – 10 judul buku (64,7 %), memiliki buku antara 10 – 25 judul (23,2 %), memiliki buku antara 25 – 50 judul buku (3,0 %), 50 – 100 judul buku (5,0 %), dan ada juga yang meiliki koleksi buku di atas 100 judul (4,02 %). Logikanya, jika mereka tidak membeli buku sehingga mereka tidak memiliki koleksi buku di rumahnya, maka mereka akan ke perpustakaan untuk memenuhi kebutuhan bacaannya. Namun, kenyataan ini tidak terjadi. Sebagian besar mahasiswa hanya berkunjung ke perpustanaan umum sebanyak antara satu kali sampai dua kali seminggu (70,9 %). Jumlah yang berkunjung ke perpustakaan umum setiap hari tidak banyak yaitu hanya 13, 9 %. Yang mengherankan adalah masih ada mahasiswa yang jarang datang ke perpustakaaan umum yaitu berkunjung sekali sebulan (10,1 %), berkunjung sekali setiap tiga bulan (1,3 %), berkunjung sekali setiap enam bulan (1,3 %), dan berkunjung sekali setiap satu tahun (2,5 %).

Untuk lulusan SMA atau SLTA sebagian besar responden membaca antara kurang dari satu jam dan antara 1 sampai 2 jam setiap hari. Hal ini juga dapat dikatakan sebagian besar responden memiliki minat baca yang kurang atau menurut Razak (2004) malas membaca (76,5 % membaca kurang dari 2 jam per hari). Ukuran rajin membaca

2,5 jam setiap hari, sedangkan membaca antara 1,5 jam sampai dua jam setiap hari termasuk kategori malas, apalagi yang kurang dari 1,5 jam setiap hari dimasukkan dalam kategori sangat malas. Namun demikian ada sebagian responden yang termasuk kategori rajin membaca bahkan sangat rajin membaca dimana mereka membaca lebih dari 2 jam dan lebih dari 3 jam setiap hari (16,7 % responden membaca lebih dari 2 jam dan bahkan lebih dari 3 jam setiap hari sebesar 6,8 % responden). Ukuran sangat rajin membaca bagi siswa SMU adalah membaca lebih dari 2,5 jam setiap hari. Grafik pada gambar 4.3.18 memperlihatkan gambaran minat baca siswa SMA.

  Gambar 4.2.17  Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca Kelompok Siswa SLTA 

Dari besarnya dana yang dianggarkan untuk belanja buku tiap bulannya juga tidak menampakkan minat terhadap membaca yang tinggi. Pada umumnya responden kelompok ini berbelanja buku kurang dari Rp. 50.000,- per bulan (67,3 %), dan antara Rp. 50.000,- sampai Rp. 100.000,- (21,2 %). Sedangkan yang berbelanja buku lebih dari

juga menunjukkan hal yang sama, yaitu minat baca responden belum tinggi. Responden kelompok ini sebagian besar memiliki koleksi buku kurang dari 10 judul (79,1 % diantaranya tidak memiliki buku sama sekali sebesar 29,1 %). Sedangkan yang memiliki buku antara 10 sampai 25 judul hanya sebesar 14,9 %. Apalagi yang memiliki koleksi buku lebih dari 25 judul yaitu hanya sebesar 6,0 %. Walaupun tingkat kepemilikan buku mereka rendah dan kemauan untuk membeli buku rendah, kunjungan ke perpustakaan umumpun menunjukkan persentase yang rendah yaitu mayoritas responden berkunjung ke perpustakaan sekali dalam se minggu (33,3 %), sekali dalam sebulan (25,0 %). Sedangkan yang berkunjung dua kali dalam seminggu hanya 15,3 %, apalagi yang berkunjung tiap hari ke perpustakaan umum yang hanya 2,8 %. Bahkan ada yang lebih jarang lagi dari sekali sebulan yaitu sekali dalam tiga bulan (5,6 %), sekali dalam enam bulan (5,6 %), dan yang hanya sekali dalam satu tahun (12,5 %).

Untuk lulusan SMP membaca antara 1 sampai 2 jam setiap hari termasuk memiliki minat baca antara sedang sampai tinggi. Menurut Razak (2004) ukuran rajin membaca bagi SLTP adalah antara 1,25 jam sampai 1,5 jam per hari. Oleh karena itu lulusan SLTP di lokasi penelitian termasuk memiliki minat baca antara sedang atau rajin membaca sampai tinggi atau sangat rajin membaca (70,1 %), sedangkan sisanya berada pada posisi malas membaca dan bahkan malas sekali membaca. Grafik pada gambar 4.3.19 memberikan gambaran lebih spesifik mengenai minat baca kelompok siswa SLTP. Pada gambar tersebut kelompok siswa yang membaca antara 1 – 2 jam menduduki posisi terbanyak yaitu 53,5 %. Artinya kelompok siswa SLTP di lokasi penelitian termasuk yang memiliki minat baca antara sedang sampai tinggi (rajin membaca). Bahkan sebanyak 16,7 % responden kelompok ini memiliki minat baca yang tinggi atau sangat rajin membaca. Hanya 29,9 % responden yang termasuk malas membaca.

Jika salah satu ukuran minat baca adalah korbanan biaya untuk membeli buku, maka kelompok responden ini tidak jauh berbeda dengan kelompok responden SMA maupun mahasiswa dimana mayoritas mereka berbelanja buku kurang dari Rp. 50.000,- dalam sebulan (67,2 %), dan antara Rp.50.000,- sampai Rp.100.000,- dalam sebulan (19,8 %), sedangkan sisanya mengaku berbelanja buku lebih dari Rp.100.000,- setiap bulan (13,0 %). Dari sisi kepemilikan buku juga sama yaitu tidak menunjukkan minat yang tinggi teradap membaca. Mayoritas responden memiliki buku kurang dari 10 judul (82,5 %), memiliki buku antara 10 sampai 25 judul (9,5 %), dan memiliki buku lebih dari 25 judul (8,1 %). Yang agak menggembirakan adalah kunjungan mereka ke perpustakaan umum. Mayoritas responden kelompok ini berkunjung ke perpustakaan antar sekali dalam seminggu sampai dua kali dalam seminggu (64,2 %), dan bahkan ada yang tiap hari berkunjung ke perpustakaan (12,3 %). Hanya 16,7 % responden saja yang

antara sekali dalam tiga bulan sampai hanya sekali dalam satu tahun.

Kelompok responden tamat SD dan tidak tamat SD juga berada pada posisi membaca antara 1 – 2 jam per hari. Oleh karena ukuran rajin dan tidaknya membaca bagi siswa SD semakin turun dibandingkan dengan SLTP, SLTA maupun mahasiswa, maka kelompok ini termasuk yang rajin membaca, yaitu berada pada kisaran membaca antara 45 menit sampai satu jam (Razak, 2004), dan bahkan berada di atas satu jam dimana menurut Razak termasuk yang sangat rajin membaca. Grafik pada gambar .. berikut memberikan gambaran yang lebih jauh mengenai minat baca siswa SD. Sebagian besar (47,1 %) responden kelompok siswa SD mengaku membaca antara 1 – 2 jam setiap hari, dan ini termasuk kepada kelompok yang mempunyai minat baca yang tinggi. Bahkan 19,8 % termasuk yang memiliki minat baca sangat tinggi. Hanya 33,2 % siswa SD yang memiliki minat baca antara rendah sampai sedang. Menurut Razak (2004) siswa SD yang termasuk malas membaca adalah mereka yang membaca kurang dari 30 menit setiap hari.

Jika dilihat dari korbanan biaya untuk membeli buku, tingkat kepemilikan buku serta kunjungangan ke perpustakaan, maka kelompok responden SD tidak banyak berbeda dengan kelompok responden lainnya dimana korbanan biaya untuk membeli buku berada pada kurang dari Rp. 50.000,- setiap bulan, kepemilikan buku berada pada jumlah di bawah 10 judul buku. Namun demikian untuk kunjungan ke perpustakaan umum, kelompok ini agak mirip dengan kelompok siswa SMP, bahkan lebih baik, dimana frekuensi berkunjung mereka ke perpustakaan dapat dikatakan lumayan sering yaitu antara sekali dalam seminggu sampai setiap hari (58,3 %). Yang berkunjung sekali dalam sebulan sebesar 22,5 %. Sisanya mengaku jarang berkunjung ke perpustakaan (18,1 %). Tabel 4.2.23  Hubungan antara Pendidikan dengan Besarnya Biaya Belanja Buku   Pendidikan Terakhir  Responden   Jumlah biaya berbelanja buku responden  <50 rb  50rb‐ 100rb  100rb‐ 200rb  200rb‐ 300rb  300rb‐ 400rb  400rb‐ 500rb  >500rb  Tdk tamat SD  Jml   14  12  37,8  32,4  13,5  0,0  8,1  5,4  2,7  Tamat SD  Jml   148  62  20  61,4  25,7  8,3  1,2  1,7  0,0  1,7  Tamat SMP  Jml   75  37  61,0  30,1  5,7  0,0  2,4  0,0  0,8  Tamat SMA  Jml Resp  58  42  10  50,4  36,5  8,7  1,7  0,9  0,9  0,9  Tamat  Diploma  Jml   15  17  39,5  44,7  10,5  5,3  0,0  0,0  0,0 

<50 rb  100rb  200rb  300rb  400rb  500rb  >500rb  Tamat S1  Jml   25  31  15  10  27,2  33,7  16,3  10,9  9,8  2,2  0,0  Tamat S2‐S3  Jml   12,5  37,5  0,0  25,0  0,0  25,0  0,0  Total  Jml   336  204  61  19  20  51,4  31,2  9,3  2,9  3,1  1,1  1,1  Gambar 4.2.20  Grafik Hubungan Tingkat Pendidikan terhadap Belanja Buku  Tabel 4.3.24  Hubungan antara Pendidikan dengan Jumlah Pemilikan Buku  Pendidikan  Responden   Jumlah responden memiliki buku  0 < 10  10‐25 25‐50 50‐75 75‐100  >100  Tdk tamat SD  Jml resp  17 10 5 1 0 51,5 30,3 15,2 3,0 0,0 0,0  0,0  Tamat SD  Jml resp  73 120 55 16 8 26,4 43,5 19,9 5,8 2,9 0,7  0,7  Tamat SMP  Jml resp  38 72 41 9 0 23,2 43,9 25,0 5,5 0,0 2,4  0,0  Tamat SMA  Jml resp  65 45 36 17 7 36,7 25,4 20,3 9,6 4,0 1,1  2,8  Tamat Diploma  Jml resp  4 13 16 6 2 9,3 30,2 37,2 14,0 4,7 0,0  4,7 

Tamat S1  Jml resp  6 16 30 18 10 15  11  5,7 15,1 28,3 17,0 9,4 14,2  10,4  Tamat S2‐S3  Jml resp  0 0 2 0 0 0,0 0,0 28,6 0,0 0,0 42,9  28,6  Total  Jml resp  203 276 185 67 27 26  22  25,2 34,2 23,0 8,3 3,3 3,2  2,7  Gambar 4.2.21 Grafik Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pemilikan Buku   

Tingkat pendidikan memang berkorelasi positif terhadap korbanan responden untuk membeli buku dan tingkat kepemilikan buku dengan nilai koefisein korelasi masing-masing sebesar 0,186 dan 0,3. Khusus untuk tingkat kepemilikan buku ternyata antara tingkat pendidikan dengan kepemilikan buku hubungannya lumayan tinggi. Dari tabel 4.3.21 dapat terlihat bahwa semakin tinggi pendidikan responden semakin banyak responden yang memiliki buku dalam jumlah besar dan semakin sedikit responden yang tidak punya koleksi buku pribadi.

Pendidikan   Responden   Jumlah kunjungan responden ke perpustakaan  1x/th  1x/6bln  1x/3bln  1x/bln  1x/mg  2x/mg  1X/h  Tdk tamat SD  Jml resp  0,0  0,0  14,3  0,0  28,6  57,1  0,0  Tamat SD  Jml resp  14  21  53  56  20  7,9  2,3  5,1  11,9  29,9  31,6  11,3  Tamat SMP  Jml resp  10  20  14  12  15,2  1,5  7,6  30,3  21,2  18,2  6,1  Tamat SMA  Jml resp  21  35  22  31  4,0  1,6  6,5  16,9  28,2  17,7  25,0  Tamat Diploma  Jml resp  13  10  2,7  2,7  0,0  8,1  35,1  24,3  27,0  Tamat S1  Jml resp  15  32  26  14  3,3  1,1  0,0  16,5  35,2  28,6  15,4  Tamat S2‐S3  Jml resp  0,0  0,0  0,0  0,0  42,9  42,9  14,3  Total  Jml resp  33  23  80  152  132  80  6,5  1,8  4,5  15,7  29,9  25,9  15,7  Gambar 4.2.22 Grafik Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan 

Pada hubungan antara pendidikan dengan frekuensi berkunjung ke perpustakaan malah negatif dengan nilai koefisien korelasi sebesar -0,200. Artinya,

semakin jarang datang ke perpustakaan. Dengan kondisi perpustakaan yang belum dapat memuaskan pelanggannya, maka hal ini dapat dimengerti. Kemudian kebutuhan bahan bacaan tersebut dipenuhi dengan cara membeli sehingga tingkat kepemilikan, bagi kelompok tertentu, juga menjadi tinggi.

Berdasarkan analisis data yang lebih akurat menggunakan uji statistik Rank Spearman dengan alat hitung SPSS untuk mengukur hubungan antara tingkat pendidikan dengan durasi membaca responden didapat hasil pengolahan bahwa tidak terdapat korelasi nyata antara tingkat pendidikan dengan durasi membaca sbagaimana ditunjukkan pada tabel berikut berikut:

Tabel 4.2.26  Korelasi Pendidikan terhadap Durasi Membaca 

Durasi membaca

Spearman's rho Pendidikan Correlation Coeficient -,068

Sig. (2-tailed) ,052

N 824

** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

4.2.6  Bahan Bacaan yang Disukai Responden 

Menurut Razak (2004) yang lebih penting dalam mengukur lama membaca seseorang adalah proses yang mendorong kegiatan membaca seseorang dimana kegiatan membaca tersebut didorong oleh keinginan atau motivasi yang keluar dari dirinya, bukan karena dipaksa seperti disuruh oleh guru atau merupakan kewajiban dari sekolah. Lebih jauh Razak menyatakan dalam mengukur waktu membaca adalah:

“Waktu yang dicatat hanyalah waktu yang digunakan untuk membaca buku di luar lingkungan sekolah, seperti di rumah, perpustakaan (bukan perpustakaan sekolah), toko buku, pameran buku, rumah teman, atau tempat-tempat lainnya.”

Untuk mempermudah dalam memperoleh jenis bacaan yang dibaca oleh responden maka penelitian ini mengelompokkan bahan bacaan kedalam empat macam saja yaitu koran, majalah, buku dan komik. Responden dapat memilih lebih dari satu jenis bahan bacaan. Hasil dari survey ini menunjukkan bahwa buku merupakan bahan bacaan paling banyak dibaca menyusul koran, kemudian majalah dan terakhir adalah komik (lihat tabel 4.2.20). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sebagian besar

yang sebenarnya yaitu untuk menimba ilmu dari bahan bacaan yang dibacanya. Sedangkan pegawai swasta dan pedagang agak mengherankan ternyata mereka pun lebih banyak membaca buku dibandingkan dengan koran dan majalah. Ibu rumah tangga memilih koran dan majalah sebagai bacaan yang lebih disukainya. Hal ini dapat dimengerti karena sebagian besar ibu rumah tangga membaca untuk mendapatkan bacaan hiburan sehingga mereka memilih koran (termasuk tabloit) dan majalah hiburan. Kelompok dosen memilih tiga kelompok bahan bacaan yaitu buku, majalah dan koran secara berimbang dan hampir tidak membaca komik. Hal ini wajar karena sebagai dosen mereka harus terus memperbaharui pengetahuannya melalui ketiga kelompok bahan bacaan tersebut. Siswa SD dan SLTP lebih banyak membaca buku dibandingkan dengan ketiga bahan bacaan lain. Diduga buku yang mereka baca adalah kelompok buku-buku cerita atau dongeng. Mereka juga membaca komik lebih banyak dibandingkan dengan membaca koran dan majalah. Siswa SMU juga lebih banyak membaca buku dibandingkan dengan jenis bacaan lain, sedangkan secara berimbang mereka senang membaca koran dan majalah. Kelompok pegawai swasta, guru, TNI/POLRI, serta buruh juga menurut data penelitian lebih banyak membaca buku dibandingkan dengan bahan bacaan lainnya. Pegawai negeri sipil memilih bahan bacaan koran lebih banyak daripada jenis bahan bacaan lain, demikian pula dengan guru yang sedikit lebih senang baca koran dibandingkan dengan buku dan majalah. Memang sangat sedikit guru yang senang baca komik.

Tabel 4.2.27  Bahan bacaan yang dibaca oleh responden 

   Koran  Majalah Buku  Komik 

Mahasiswa  61  49  82  21  Pegawai Swasta  12  44  33  Petani/Nelayan  12  Ibu Rumah Tangga  50  44  42  17  Pedagang  19  20  53  28  Dosen  24  14  23  Siswa SD  48  33  130  80 

Siswa SMU  65  66  84  51  PNS  124  73  116  15  Guru  32  19  27  TNI/Polri  16  23  42  26  Buruh   Total  525  397  776  351  25,62%  19,38%  37,87%  17,13%   

Informasi tentang jenis bacaan yang digemari berbagai kelompok profesi ini dapat membantu perpustakaan menentukan jenis bacaan yang disediakan untuk kalangan utama pembacanya. Tabel 4.2.28  Durasi membaca Koran, majalah dan buku     > 3 jam  per hari  2 – 3 jam  per hari  1 – 2 jam per hari  < 1 jam per hari 3 – 4 jam  per minggu 2 – 3 jam  per minggu  1 – 2 jam  per minggu Baca Koran  15  24  218 357 14 18  32 2,21%  3,54%  32,15% 52,65% 2,06% 2,65%  4,72% Baca Majalah  38 65 4 13 5,80%  5,07%  27,54% 47,10% 2,90% 2,17%  9,42% Baca Buku  15  20  59 56 2 3 9,62%  12,82%  37,82% 35,90% 1,28% 0,64%  1,92%  

Kegiatan membaca koran dilakukan kurang dari satu jam setiap hari oleh sebagian besar responden (62,09 %), dan antara 1 – 2 jam setiap hari (32,15 %). Namun ada juga yang membaca koran lebih dari 2 jam setiap hari yaitu antara 2 – 3 jam (3,54 %), bahkan lebih dari 3 jam setiap hari (2,21 %). Hal ini tidak lazim dilakukan. Hal yang sama terjadi pada membaca majalah yaitu rata-rata responden membaca majalah antara kuran dari satu jam sampai 2 jam setiap hari (61,59 %). Membaca majalah lebih dari dua atau bahkan lebih dari 3 jam setiap hari tidak biasa dilakukan orang. Sebaliknya, membaca buku biasanya dilakukan lebih lama dibandingkan dengan membaca koran dan majalah. Kelompok orang yang membaca buku lebih dari 1 jam

dari 1 jam setiap hari sebesar 39,74 %.

  Gambara 4.2.23  Grafik Gambaran Jenis Bacaan yang Digemari Responden 

Bahan bacaan yang paling populer adalah bacaan agama yang dipilih oleh 503 responden, diikuti dengan bacaan kelompok buku ilmu pengetahuan yang dipilih oleh 486 responden, kemudian bacaan pengetahuan populer oleh 207 responden, bacaan lain-lain dipilih oleh 168 responden, dan terakhir dan paling sedikit adalah buku-buku fiksi. Pada kolom lain-lain responden umumnya menulis novel, cerpen. komik, dongeng, Fakta ini menunjukkan bahwa masyarakat, khususnya di lokasi penelitian, tidak begitu menyukai fiksi/sastra oleh 160 responden. Hal ini memperkuat pernyataan Taufik Ismail yang menyatakan bahwa sejak tahun 1943 sekolah-sekolah SMA di Indonesia tidak pernah mewajibkan siswanya membaca buku-buku sastra. Dikatakan demikian oleh Taufik Ismail karena di sekolah-sekolah SMA buku sastra (1) tak disebut di kurikulum, (2) dibaca hanya ringkasannya, (3) siswa tak menulis mengenainya, (4) tidak ada di perpustakaan sekolah, dan (5) tidak diujikan3. Jika siswa diberi tugas wajib

      

3 Taufik Ismail (2005). Tragedi Nol Buku Tragedi Kita Bersama. Makalah Rapat Kerja Nasional Ikatan Pustakawan Indonesia, Hotel Mutiara Merdeka, Pekanbaru, tanggal 31 Mei 2005.

membaca karya-karya sastra yang lain.

Untuk membaca buku, sebagian besar responden mengaku membeli (67,6 %), diikuti dengan meminjam dari meminjam dari teman (37,6 %), perpustakaan umum (36,3 %), dan meminjam dari kantor atau pejabat pemerintah (8,5 %).

Tabel 4.2.29  Gambaran perolehan buku responden sebagai bahan bacaan    Membeli  Meminjam dari  Teman  Meminjam dari   Kantor/Pejabat/aparat pemerintah  Perpustakaan   Umum  Mahasiswa  61  66  54  Pegawai Swasta  28  21  10  Petani/Nelayan  11  18  Ibu Rumah Tangga  37  16  22  Pedagang  28  11  Dosen  22  16  14  Siswa SD  136  24  69  Siswa SMP  103  56  62  Siswa SMU  93  96  32  PNS  31  21  15  37  Guru  37  15  13  TNI/Polri  21  12  Buruh   Jumlah  617  375  70  337  % dr sampel  66,56%  40,45%  7,55%  36,35% 

Data tabel 4.2.21 menunjukkan bahwa peran perpustakaan umum belum optimal sebab belum banyak responden yang memanfaatkan perpustakaan untuk memenuhi kebutuhan bahan bacaannya. Padahal usaha Pemerintah Provinsi sudah sangat gencar dilakukan misalnya melalui Gerakan Makassar Gemar Membaca GMGM) yang dicanangkan oleh Walikota Makassar Ir.H. Ilham Arief Sirajuddin sejak tanggal 05 Juni 2006. GMGM merupakan salah satu program Pemerintah Kota Makassar, yang bertujuan meningkatkan minat baca dengan program antara lain pendirian rumah baca atau Taman Bacaan Masyarakat (TBM). Untuk tahap awal sudah didirikan di setiap

2007 semakin gencar dilakukan berbagai kegiatan yang mendukung tercapainya tujuan dicanangkannya GMGM.

Kepedulian Pemerintah Kota Makasssar dalam mengembangkan minat baca masyarakat sesungguhnya sudah tampak, terutama dalam menggerakkan pengusaha dan komponen masyarakat lainnya untuk berpartisipasi dalam mengembangkan minat baca masyarakat. Bahkan Walikota Makassar Ilham Arief Sirajuddin sempat mendapat penghargaan Nugra Jasadarma Puspataloka (NJP). Nugra Jasadarma Puspataloka adalah penghargaan atas prestasi Kota Makassar dalam peningkatan minat baca. Penghargaan dari Perpustakaan Nasional itu diserahkan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Penghargaan yang sama pada kesempatan yang sama juga diberikan kepada perorangan, pejabat dan instansi yang berperan nyata dalam meningkatkan minat baca masyarakat, misalnya Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan, Gubernur Riau Rusli Zainal, Wali Kota Malang Peni Suparto, Pimpinan Perpustakaan Prof Dr Doddy A Tisna Amidjaja Bandung, Dien Sardinah dan penulis Gola Gong dari Rumah Dunia, Serang, Banten, penerbit Serambi Ilmu Semesta, PT Bina Media Tenggara, LIPI Press, Gema Nada Pertiwi, Dirjen Pemberdayaan Masyarakat Departemen Dalam Negeri dan Badan Penasihat Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Departemen Agama.

Pemda Kota Makassar memang pemda belum memberikan anggaran secara khusus untuk program peningkatan minat baca masyarakat. Hal ini diakui oleh yang

Dalam dokumen Pemetaan Minat Baca Masyarakat (Halaman 125-152)

Dokumen terkait