• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemetaan Minat Baca Masyarakat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pemetaan Minat Baca Masyarakat"

Copied!
270
0
0

Teks penuh

(1)

                                                                   

 

LAPORAN PENELITIAN

 

     

 

Pemetaan Minat Baca 

Masyarakat

Di Tiga Provinsi: Sulawesi Selatan, Riau dan  

Kalimantan Selatan 

 

Program Sinergi Departemen Pendidikan Nasional  

dengan Perpustakaan Nasional 

 

Departemen Pendidikan Nasional 

Dengan

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

2007

(2)

RINGKASAN 

Berdasarkan beberapa laporan, tingkat minat baca masyarakat Indonesia disebutkan tergolong rendah dibandingkan bangsa lain, bahkan dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN. Laporan UNDP tahun 2003 yang menyatakan bahwa Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index - HDI) berdasarkan angka buta aksara posisi Indonesia berada pada urutan 112 dari 174 negara.

Salah satu faktor penyebab rendahnya kebiasaan dan kegemaran membaca masyarakat Indonesia adalah karena masih dominannya budaya tutur dari pada budaya baca. Selain itu tidak meratanya penyebaran koleksi bahan perpustakaan dan fasilitas baca di berbagai lapisan masyarakat dan belum optimalnya pemberdayaan perpustakaan di masyarakat.

Sesungguhnya sejak tahun 1972 UNESCO telah memprioritaskan masalah pembinaan minat baca. Pada tahun tersebut diluncurkan program yang disebut

Books for All (buku untuk semua orang), yang bertujuan untuk meningkatkan minat

dan kegemaran membaca di masyarakat dunia. Di Indonesia sendiri, Presiden Soeharto pada tahun 1996 mencanangkan Hari Kunjung Perpustakaan, Presiden Megawati pada tahun 2002 mencanangkan Gerakan Nasional Gemar Membaca, dan yang terakhir pada bulan Mei 2007 Wakil Presiden Yusuf Kalla memberi perhatian penuh terhadap kegemaran membaca tersebut dengan meresmikan layanan Perpustakaan Elektronik Keliling yang diselenggarakan oleh Perpustakaan Nasional RI. Namun sampai sekarang gaung dari gerakan-gerakan tersebut belum menampakkan hasil yang memuaskan. Karena itu usaha “senafas” dengan program tersebut perlu selalu dikembangkan. Dewasa ini, dengan semangat otonomi daerah, pemerintah daerah mencoba untuk membuat program untuk meningkatkan minat baca masyarakat. Salah satu contoh adalah Pemerintah Kota Makassar yang mencanangkan program Gerakan Makassar Gemar Membaca mulai dicanangkan tahun 2005. Selain itu Pemerintah Provinsi Riau, pada tahun 2006 juga mencanangkan Gerakan Riau Membaca.

Untuk memetakan kondisi minat baca masyarakat maka dilakukan penelitian yang merupakan Kegiatan Sinergi Departemen Pendidikan Nasional dan Perpustakaan Nasional RI. Penelitian dilakukan di tiga provinsi yaitu Propivinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Riau, dan Provinsi Kalimantan Selatan dengan pengambilan sampel di Kota Makassar, Kota Pekanbaru, dan Kota Banjarmasin.

Penelitian yang dilakukan dari bulan Juni sampai November 2007 ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui pemberdayaan perpustakaan oleh masyarakat sebagai sarana informasi; (2) Mengetahui gambaran tingkat minat baca masyarakat di tiga lokasi; (3) Mengetahui faktor yang mempengaruhi perkembangan minat baca masyarakat; (4) Mengetahui kemampuan masyarakat setempat dalam membaca; (5) Memetakan pengembangan minat baca di tiga lokasi; (6) Meningkatkan kerja sama sinergis Depdiknas dengan Perpusnas RI.

Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah: (1) Teridentifikasinya keadaan masyarakat di tiga kota tersebut sebagai representasi dari keadaan masyarakat Indonesia secara umum baik dari segi pendidikan, minat baca, pola perilaku anggota keluarga dalam memenuhi kebutuhan informasi, dan lain sebagainya; (2) Terdeteksinya informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia, sehingga mereka merasa perpustakaan dapat menjadi salah satu tempat untuk mencari jawaban bagi masalah yang mereka hadapi; (3) Rekomendasi

(3)

terhadap perlu tidaknya didirikan perpustakaan serta jenis koleksi yang harus dikoleksi oleh perpustakaan yang akan didirikan.

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan Stratified

Proportional Purposive Sampling. Teknik ini digunakan karena secara umum

berdasarkan literatur dan beberapa penelitian sebelumnya sudah diperoleh gambaran umum tentang kondisi masyarakat yang diteliti mengenai pemetaan minat baca. Data responden dengan unit satuan analisis berupa individu sebanyak 1000 orang untuk masing-masing wilayah (Kota Makassar, Pekanbaru, dan Banjarmasin) dipilih secara acak dari kecamatan yang dipilih. Selain itu untuk memperdalam pemahaman terhadap kondisi setempat termasuk keadaan masyarakat dilakukan pula tinjauan ke lapangan untuk melihat lokasi dan kegiatan taman bacaan masyarakat serta melakukan wawancara khusus kepada beberapa pejabat, tokoh masyarakat serta pengguna awam dan petugas dan pengelola perpustakaan atau taman bacaan masyarakat berkaitan dengan topik penelitian.

Dalam penelitian ini diajukan sembilan hipotesis yaitu:

1) Semakin tua umur seseorang semakin singkat durasi membacanya; 2) Semakin tua umur seseorang semakin rendah frekuensi membacanya;

3) Semakin tua umur seseorang semakin kecil korbanannya untuk mengadakan bahan bacaan;

4) Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin lama durasi membacanya;

5) Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin tinggi frekuensi membacanya;

6) Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin besar korbanannya untuk mengadakan bahan bacaan;

7) Semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang semakin lama durasi membacanya;

8) Semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang semakin tinggi frekuensi membacanya;

9) Semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang semakin besar korbanannya untuk mengadakan bahan bacaan.

Berdasarkan deskripsi dan kecenderungan korelasi data serta analisis kecenderungan, disertai dengan masukan yang didapatkan melalui wawancara, peninjauan lapangan serta studi literatur, maka berikut disajikan berbagai kesimpulan pemetaan minat baca di tiga kota yaitu Kota Makassar, Kota Pekanbaru, dan Kota Banjarmasin, saran-saran untuk pengembangan program-program kerja dalam rangka peningkatan minat baca masyarakat di ketiga kota. Pihak-pihak yang diharapkan menjalankan saran-saran yang diberikan adalah: (1) Departemen Pendidikan Nasional RI; (2) Perpustakaan Nasional RI; (3) Pemerintah Daerah dan lembaga terkait di daerah; (4) Badan Perpustakaan Daerah; dan (5) Lembaga Swadaya Masyarakat. Kesimpulan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pada umumnya masyarakat mengisi waktu luangnya dengan membaca, menonton, mendengarkan radio dan rekreasi. Frekuensi membaca dengan menonton hampir seimbang.

2. Pada umumnya waktu yang digunakan oleh responden untuk menonton lebih lama (lebih dari 3 jam sehari) dibandingkan dengan waktu yang digunakan untuk membaca (antara 1 – 2 jam sehari).

(4)

3. Pada umumnya minat baca dapat dikategorikan rendah di tiga kota, terutama jika dibandingkan dengan standar yang diberikan oleh Abdul Razak dalam buku Formula 247 Plus: Metoda Mendidik Anak Menjadi Pembaca yang Sukses (2004). Apalagi jika dibandingkan dengan standar luar negeri misalnya Jepang, Amerika bahkan Singapura.

4. Berdasarkan perhitungan rata-rata untuk tiga indikator minat baca (durasi membaca, frekuensi membaca, dan korbanan untuk bahan bacaan), maka skor rata-rata masyarakat di tiga kota adalah 3,2 pada skala 1 sampai 7, dimana nilai 1 adalah minat baca rendah dan 7 adalah minat baca tinggi, atau berada pada tingkat agak sedang.

5. Terdapat korelasi tidak nyata negatif walau sangat kecil antara umur dengan durasi membaca (r = -0,031). Ini berarti makin tua umur seseorang, makin singkat durasi membacanya.

6. Terdapat korelasi tidak nyata negatif walau kecil antara umur dengan frekuensi membaca (r = -0,022). Artinya semakin tua umur seseorang semakin jarang berkuunjung ke perpustakaan.

7. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara umur dengan korbanan membeli bahan bacaan (r = 0,130). Artinya, semakin tua umur seseorang, semakin besar biaya yang dikorbankan untuk membeli bahan buku.

8. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara umur dengan korbanan kepemilikan buku (r = 0,176), artinya, semakin tua umur seseorang, semakin banyak memiliki buku.

9. Terdapat korelasi tidak nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan durasi membaca (r = 0,008), artinya, semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin lama korbanan waktu yang digunakan untuk membaca.

10. Terdapat korelasi tidak nyata negatif walau kecil antara pendidikan dengan frekuensi membaca (r = -0,011), semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin jarang berkunjung ke perpustakaan.

11. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan korbanan membeli buku (r = 0,152), artinya semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin besar biaya yang digunakan untuk membeli buku.

12. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan korbanan memiliki bahan bacaan (r = 0,267), artinya semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin banyak memiliki koleksi buku.

13. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan durasi membaca (r = 0,134), artinya semakin tinggi pendapatan seseorang, maka semakin lama korbanan waktu yang digunakan untuk membaca.

14. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan frekuensi membaca (r = 0,231), artinya semakin tinggi pendapatan seseorang, maka semakin sering berkunjung ke perpustakaan.

15. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan korbanan membeli bahan bacaan (r = 0,225), artinya semakin tinggi pendapatan seseorang, maka semakin besar korbanan biaya yang digunakan untuk membeli buku.

16. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan korbanan memiliki bahan bacaan (r = 0,386), artinya semakin tinggi pendapatan seseorang, semakin banyak memiliki koleksi buku.

17. Kesimpulan untuk masing-masing kota baik Makassar, Pekanbaru, maupun Banjarmasin untuk pola membaca masih sama dengan kesimpulan secara umum.

(5)

18. Namun usaha yang telah dilakukan untuk meningkatkan minat baca masyarakat ini di tiga kota bervariasi, misalnya di Makassar gencar dilaksanakan program Gerakan Makassar Gemar Membaca (GMGM) dan pendirian Taman-taman Bacaan Masyarakat; di Pekanbaru telah dilaksanakan Gerakan Riau Membaca (GRM), Gerakan Hibah Sejuta Buku (GHSB), pendirian sudut-sudut baca dan lain-lain; Namun yang belum terlihat melakukan usaha peningkatan gemar membaca, setidaknya dengan program yang terstruktur, adalah di Banjarmasin, walaupun di Banjarmasin terdapat Rumah Baca yang sangat representatif dan dibiayai oleh sebuah yayasan dari Jakarta.

19. Jenis bahan bacaan yang paling digemari masyarakat di tiga kota berturut-turut adalah koran, majalah, buku dan komik.

20. Topik bacaan yang paling digemari masyarakat di tiga kota berturut-turut adalah pengetahuan umum, ilmu pengetahuan, agama, sastra.

21. Masyarakat banyak yang belum tahu keberadaan perpustakaan umum/taman bacaan masyarakat.

22. Masyarakat banyak yang belum sering (jarang) berkunjung ke perpustakaan. 23. Alasan masyarakat banyak yang belum sering (jarang) berkunjung ke

perpustakaan berturut-turut adalah jauh, tidak ada waktu, punya sendiri, malas, tidak suka baca, koleksi tidak menarik, koleksi tidak pernah ganti. 24. Pada umumnya masyarakat di tiga kota untuk berbagai kelompok profesi

mendapatkan informasi melalui media elektronik terutama televisi.

Berikut saran-saran yang diusulkan untuk dilaksanakan oleh berbagai pihak dalam rangka meningkatkan minat baca masyarakat di tiga kota:

1. Perlu usaha memasukkan dan mengintegrasikan ke dalam kurikulum sekolah tentang bahan bacaan yang harus dibaca terutama buku sastra, agar dapat “memaksa” siswa (SD, SMP, SMA) untuk membaca buku sastra. Misalnya setiap siswa harus baca buku sastra/novel minimal dalam jumlah tertentu dalam satu tahun. Pihak Departemen Pendidikan yang berwewenang menindaklanjuti saran ini.

2. Tenaga pendidik (guru) harus memberi contoh dalam mengembangkan minat baca di sekolah dengan menunjukkan bahwa tenaga pendidik mempunyai minat baca tinggi. Dinas Pendidikan di tiap Pemerintah Daerah yang dapat melakukan himbauan untuk melaksanakan saran ini.

3. Tiap sekolah harus punya perpustakaan. Memenuhi standar perpustakaan sekolah dan yang kini sudah dipayungi oleh UU nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan. Departemen Pendidikan Nasional harus memaksa semua sekolah untuk mematuhi peraturan tentang standar perpustakaan sekolah.

4. Perpustakaan sekolah pada hakekatnya juga melayani kebutuhan bacaan untuk komunitas sekolah (misalnya siswa, guru, orangtua murid) termasuk masyarakat sekitarnya, bukan hanya untuk siswa. Dinas Pendidikan Nasional di daerah yang dapat berperan untuk memasyarakatkan hal ini ke sekolah-sekolah di daerah. 5. Perlu anggaran khusus dan rutin dari pemda untuk melaksanakan

program-program peningkatan minat baca (ini juga sesuai dengan amanat UU nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan). Pihak DPRD dan Pemerintah Daerah yang berwewenang melaksanakan saran ini.

(6)

6. Perlu dikembangkan kebijakan lokal yang kondusif dalam meningkatkan semangat belajar masyarakat dan juga meningkatkan minat baca. Pihak Pemerintah Daerah yang harus mendorong pelaksanaan saran ini.

7. Perlu perangkat aturan khusus setingkat perda untuk mendorong/memayungi program peningkatan minat baca. Misalnya diberlakukan aturan dimana pada jam-jam tertentu yaitu jam-jam belajar, siswa dilarang menonton televisi di rumah. Pihak DPRD dan Pemerintah Daerah yang harus melaksanakan saran ini.

8. Dalam melaksanakan berbagai program pengembangan minat baca masyarakat, dapat manfaatkan payung hukum UU nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan. Semua pihak terkait harus memanfaatkan keberadaan UU Perpustakaan ini untuk mendorong peningkatan minat baca.

9. Pemerintah Daerah perlu mendorong agar setiap kantor mendirikan perpustakaan untuk dimanfaatkan oleh karyawan dan keluarganya.

10. Pemerintah daerah harus selalu mendorong dan mendukung sehingga setiap kelurahan perlu ada taman bacaan agar masyarakat makin menjangkau sumber-sumber bacaan yang murah.

11. Departemen Pendidikan Nasional, Perpustakaan nasional, Pemerintah daerah, Badan Perpustakaan Daerah bertanggungjawab dalam pengembangan SDM perpustakaan yang senantiasa perlu ditingkatkan melalui berbagai metode.

12. Selain sarana fisik perpustakaan yang perlu ditingkatkan, sistem perpustakaan juga perlu dibenahi. Perpustakaan Nasional dan Badan Perpustakaan Daerah dan didukung oleh Departemen Pendidikan Nasional dan Pemerintah Daerah harus berperan dalam mengembangkan sistem perpustakaan sehingga dapat mendukung terciptanya peningkatan minat baca masyarakat.

13. Gerakan semacam GMGM (Gerakan Makassar Gemar Membaca) dan GRM (Gerakan Riau Membaca) perlu senantiasa digencarkan dan digaungkan terutama dengan memanfaatkan publik-publik figur. Pemerintah daerah dan Perpustakaan Nasional perlu senantiasa mendorong gerakan semacam ini.

14. Diskon besar buku-buku dari penerbit dan toko buku serta bazar buku murah perlu sering diadakan untuk mendorong masyarakat gemar membeli buku. 15. Kompetisi dan lomba-lomba untuk merangsang minat baca perlu lebih sering

dilakukan (lomba mengarang, resensi, duta baca dan lain lain) baik tingkat nasional maupun di daerah. Perpustakaan Nasional dan Pemerintah Daerah harus melaksanakan saran ini secara berkesinambungan.

16. Perlu disosialisaikan penyediaan bahan bacaan berupa buku ringan di pesawat oleh maskapai penerbangan dan di kapal-kapal penumpang, dan di bis kota bukan hanya menyediakan koran seperti selama ini pada pesawat komersial. Perpustakaan Nasional dan Pemerintah Daerah dapat mendorong dan menyarankan kepada pihak maskapai penerbangan melaksanakan saran ini. 17. Di halte-halte percontohan disediakan buku bacaan ringan, yang dapat dibaca

diatas kendaraan umum dan dapat dikembalikan pada halte berikutnya ketika penumpang turun. Pemerintah Daerah berwewenang melaksanakan saran ini. 18. Perlu disediakan lebih banyak TBM (Taman Bacaan Masyarakat) di

(7)

Pekanbaru dan di Banjarmasin. Pemerintah Daerah berwewenang melaksanakan saran ini.

19. Perlu dilakukan pembentukan kelompok baca di perkampungan atau di kompleks perumahan, dimana anggota kelompok dibantu dalam melakukan program-program ekonomis yang dapat menghasilkan tambahan pendapatan untuk keluarga seperti sudah dicoba dilakukan di Pekanbaru. Pemerintah Daerah berwewenang melaksanakan saran ini.

(8)

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allat SWT atas selesainya tugas Penelitian Pemetaan Minat Baca di Tiga Provinsi (Sulawesi Selatan, Riau dan Kalimantan Selatan) ini. Penelitian ini terselenggara berkat program sinergi Departemen Pendidikan nasional dengan Perpustakaan nasional RI. Tim peneliti berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi peningkatan minat baca masyarakat, bukan saja masyarakat untuk ke tiga provinsi, tetapi juga bermanfaat bagi masyarakat Indonesia pada umumnya. Seperti diketahui minat baca masyarakat Indonesia saat ini oleh banyak pihak, baik para akademisi, pengamat pendidikan, pejabat pemerintah maupun berbagai komponen masyarakat, pada umumnya berpendapat bahwa minat baca masyarakat Indonesia masih rendah. Demikian pula yang tergambar dalam berbagai indikator statistik yang dilansir oleh banyak pihak, dalam negeri maupun luar negeri. Dari laporan hasil penelitian ini kiranya pemerintah, baik pusat maupun daerah dan pihak-pihak terkait dapat memetik informasi yang berguna sebagai dasar perencanaan dalam pengembangan minat baca masyarakat.

Terima kasih kepada Departemen Pendidikan Nasional dan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia yang telah memberi kepercayaan kepada kami sebagai tim peneliti untuk melaksanakan kegiatan penelitian ini. Mudah-mudahan kegiatan seperti ini dapat terus dipertahankan dan bahkan dapat lebih ditingkatkan di masa yang akan datang. Terima kasih pula kepada pihak-pihak yang telah membantu terselenggaranya penelitian ini, khususnya di tiga lokasi yaitu di Kota Makassar, Pekanbaru dan Banjarmasin.

Akhirnya, kami sampaikan bahwa tentunya masih ada kekurangan pada laporan ini. Untuk itu kami sangat terbuka untuk menerima kritik dan saran guna penyempurnaan laporan ini.

Jakarta, November 2007

(9)
(10)

iii  BAB I. PENDAHULUAN ………. 1  Latar belakang ... 1  Tujuan ... 2  Hasil Yang Diharapkan ... 3  Lokasi Pemetaan ... 3  Sasaran ... 3  Wilayah dan Penduduk Tiga Kota ... 3  BAB II.  METODOLOGI ... 9  Data dan Sumber Data ... 9  Metode Pengumpulan dan Analisis Data ... 9  Pengolahan Data ... 10  Hipotesis Penelitian ... 10  Keluaran ... 11  BAB III. TINJAUAN PUSTAKA ... 13  Definisi Membaca ... 13  Kondisi Minat Baca ... 14  BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25  4.1 Umum (Tiga kota: Makassar, Pekanbaru dan Banjarmasin) ... 25  4.1.1 Membaca dan Menonton untuk Mengisi Waktu Luang ... 32  4.1.2 Hubungan antara kelompok umur dengan membaca ... 37  4.1.3 Hubungan Pendidikan terhadap Lama Membaca ... 47  4.1.4 Hubungan Tingkat Penghasilan terhadap Membaca ... 59  4.1.5 Kunjungan ke Perpustakaan ... 66  4.1.6 Bahan Bacaan yang Disukai Responden... 69  4.1.7  Korelasi Karakteristik Responden dengan Minat Baca ... 75  4.2. Makassar ... 81  4.2.1 Gambaran Umum Responden Kota Makassar ... 81  4.2.2  Membaca dan Menonton untuk Mengisi Waktu Luang ... 88  4.2.3  Hubungan antara Kelompok Umur dengan Membaca ... 94  4.2.4  Hubungan Tingkat Penghasilan terhadap Lama Membaca ... 106  4.2.5  Hubungan Pendidikan terhadap Lama Membaca ... 109  4.2.6  Bahan Bacaan yang Disukai Responden ... 120  4.2.7  Rangkuman Hubungan Karakteristik Responden dengan Minat Baca ... 130  4.3  Pekanbaru ... 133 

(11)

iv  4.3.3 Hubungan antara kelompok umur dengan membaca ... 146  4.3.4  Hubungan Pendidikan Dengan Membaca ... 159  4.3.5  Hubungan Tingkat Pendapatan terhadap Membaca ... 170  4.3 6  Bahan Bacaan yang Disukai Responden ... 177  4.3.7  Hubungan Karakteristik Responden dengan Minat Baca ... 183  4.4. Banjarmasin ... 189  4.4.1 Gambaran Umum Responden Kota Banjarmasin ... 189  4.4.2  Membaca dan Menonton untuk Mengisi Waktu Luang ... 195  4.4.3  Hubungan antara Kelompok umur dengan Lama Membaca ... 202  4.4.4  Hubungan Tingkat Penghasilan terhadap Lama Membaca ... 205  4.4.5  Hubungan Pendidikan terhadap Lama Membaca ... 208  4.4.6  Bahan Bacaan yang Disukai Responden ... 217  4.4.7  Hubungan Karakteristik Responden dengan Minat Baca ... 225  BAB V.  KESIMPULAN DAN SARAN ... 230  Kesimpulan: ... 230  Di Kota Makassar: ... 233  Di Kota Pekanbaru: ... 234  Di Kota Banjarmasin: ... 235  Saran: ... 236  DAFTAR KEPUSTAKAAN ... 239  LAMPIRAN ... 242   

(12)

DAFTAR TABEL

Umum

Tabel 4.1.1 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin . . . 25

Tabel 4.1.2 Responden Berdasarkan Kelompok Umur. . . . 26

Tabel 4.1.3 Status Responden pada Kelompok yang Masih Bersekolah . . . 27

Tabel 4.1.4 Responden Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan . . . 27

Tabel 4.1.5 Responden Berdasarkan Profesi . . . 28

Tabel 4.1.6 Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan per Bulan . 29 Tabel 4.1.7 Sebaran Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga . . . . 30

Tabel 4.1.8 Kepemilikan Fasilitas Media Informasi . .. . . 31

Tabel 4.1.9 Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Responden . . . 33

Tabel 4.1.10 Kegiatan Ayah, Ibu dan Anak dalam Mengisi Waktu Luang . . . 34

Tabel 4.1.11 Sebaran Lama Membaca dan Lama Menonton. . . . . . 36

Tabel 4.1.12 Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Lama Membaca . . . 37

Tabel 4.1.13 Hubungan Umur dengan Lama (Durasi) Membaca . . . 38

Tabel 4.1.14 Hubungan Antara Umur dengan Biaya Belanja Buku Bulanan. . . 41

Tabel 4.1.15 Hubungan Antara Umur dengan Tingkat Kepemilikan Buku . . . . 42

Tabel 4.1.16 Hubungan Umur dengan Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan . . 44

Tabel 4.1.17 Hubungan Profesi dengan Frekuensi kunjung ke Perpustakaan . 45 Tabel 4.1.18 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Lama Membaca . . . 47

Tabel 4.1.19 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Belanja Buku Bulanan. . . 55

Tabel 4.1.20 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kepemilikan Buku . . . 57

Tabel 4.1.21 Hubungan Pendidikan dengan Frekuensi Kunjung Perpustakaan 58 Tabel 4.1.22 Hubungan Pendapatan dengan Durasi Membaca . . . 60

Tabel 4.1.23 Hubungan Pendapatan dengan Belanja Buku . . . 62

Tabel 4.1.24 Hubungan Pendapatan dengan Pemilikan Buku . . . 64

Tabel 4.1.25 Hubungan Pendapatan dengan Kunjungan ke Perpustakaan . . . 65

Tabel 4.1.26 Alasan Responden Tidak Datang ke Perpustakaan Umum . . . . . . . 67

Tabel 4.1.27 Bahan Bacaan yang Dibaca Responden . . . . 70

Tabel 4.1.28 Durasi Membaca Koran, Majalah dan Buku . . . 72

Tabel 4.1.29 Gambaran Perolehan Buku Responden sebagai Bahan Bacaan . . 74

Tabel 4.1.30 Hubungan Karakteristik Responden dengan Minat Baca . . . 75

Tabel 4.1.31 Hasil Rataan Skor Minat Baca Tiga Kota . . . 77

(13)

Makassar

Tabel 4.2.1 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin . . . 81

Tabel 4.2.2 Responden Berdasarkan Kelompok Umur. . . . 82

Tabel 4.2.3 Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan per Bulan 84

Tabel 4.2.4 Responden Berdasarkan Besarnya Anggota Keluarga . . . 86

Tabel 4.2.5 Responden Berdasarkan Fasilitas Informasi . . . 87

Tabel 4.2.6 Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Responden dalam Melakukan Kegiatan . . . 88

Tabel 4.2.7 Kegiatan Ayah, Ibu dan Anak dalam Mengisi Waktu Luang . . . 89

Tabel 4.2.8 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Lama Membaca . . . 91

Tabel 4.2.9 Hubungan antara jenis kelamin dengan lama membaca vs lama menonton . . . 92

Tabel 4.2.10 Hubungan Karakteristik Responden dengan Waktu Luang dan Terpaan Media . . . 92

Tabel 4.2.11 Hubungan Antara Umur dengan Lama (Durasi) Membaca . . . 94

Tabel 4.2.12 Korelasi Umur dengan Durasi Membaca . . . 97

Tabel 4.2.13 Korelasi Umur dengan Frekuensi Membaca . . . 97

Tabel 4.2.14 Hubungan Antara Umur dengan Biaya Belanja Buku . . . . . . . 97

Tabel 4.2.15 Hubungan Antara Umur dengan Kepemilikan Buku . . . 99

Tabel 4.2.16 Hubungan Umur dengan Jumlah Kunjungan ke Perpustakaan . . 101

Tabel 4.2.17 Frekuensi Responden Berkunjung ke Perpustakaan . . . 102

Tabel 4.2.18 Alasan Responden Tidak Datang ke Perpustakaan . . . 104

Tabel 4.2.19 Hubungan Antara Pendapatan dengan Lama Membaca . . . 106

Tabel 4.2.20 Korelasi Pendapatan Terhadap Durasi Membaca . . . 108

Tabel 4.2.21 Korelasi Pendapatan Terhadap Frekuensi Membaca . . . 108

Tabel 4.2.22 Hubungan Pendidikan dengan Lama Membaca . . . 109

Tabel 4.2.23 Hubungan Pendidikan dengan Besarnya Belanja Buku . . . 116

Tabel 4.2.24 Hubungan Pendidikan dengan Jumlah Pemilikan Buku . . . 117

Tabel 4.2.25 Hubungan Pendidikan dengan Frekuensi ke Perpustakaan . . . 119

Tabel 4.2.26 Korelasi Pendidikan terhadap Durasi Membaca. . . . . . . 120

Tabel 4.2.27 Bahan Bacaan yang Dibaca Responden . . . 121

Tabel 4.2.28 Durasi Membaca Koran, Majalah dan Buku . . . 122

Tabel 4.2.29 Gambaran Perolehan Buku Responden sebagai Bahan Bacaan . . 124

Tabel 4.2.30 Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan Berdasarkan Profesi . . . 127

Tabel 4.2.31 Alasan Responden Tidak Datang ke Perpustakaan Umum . . . 128

(14)

Tabel 4.3.2 Responden Berdasarkan Kelompok Umur. . . . 134

Tabel 4.3.3 Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan per Bulan 136 Tabel 4.3.4 Sebaran Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga . . . . 137

Tabel 4.3.5 Kepemilikan Fasilitas Media Informasi . .. . . 138

Tabel 4.3.6 Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang dalam Melakukan Kegiatan 140 Tabel 4.3.7 Kegiatan Ayah, Ibu dan Anak dalam Mengisi Waktu Luang . . . 142

Tabel 4.3.8 Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Lama Membaca . . . 143

Tabel 4.3.9 Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Lama Membaca dan Menonton . . . 143

Tabel 4.1.10 Hubungan Karakteristik Responden dengan Waktu Luang dan Terpaan Media . . . 144

Tabel 4.3.11 Hubungan Umur dengan Lama (Durasi) Membaca . . . 147

Tabel 4.3.12 Korelasi Umur terhadap Durasi membaca . . . 149

Tabel 4.3.13 Korelasi Umur terhadap Frekuensi membaca. . . 149

Tabel 4.3.14 Hubungan Umur dengan Korbanan Belanja Buku . . . . . . 149

Tabel 4.3.15 Hubungan Umur dengan Kepemilikan Buku . . . 151

Tabel 4.3.16 Hubungan Umur dengan Jumlah Kunjung ke Perpustakaan . . . 152

Tabel 4.3.17 Frekuensi Responden Berkunjung ke Perpustakaan . . . 154

Tabel 4.3.18 Alasan Responden Tidak Datang ke Perpustakaan Umum . . . . . . . 156

Tabel 4.3.19 Hubungan Antara Pendidikan dengan Lama Membaca . . . 159

Tabel 4.3.20 Korelasi Pendidikan terhadap Durasi Baca . . . 166

Tabel 4.3.21 Hubungan Antara Pendidikan dengan Besarnya Belanja Buku . . 167

Tabel 4.3.22 Hubungan Antara Pendidikan dengan Jumlah Pemilikan Buku . 168 Tabel 4.3.23 Hubungan Antara Pendidikan dengan Frekuensi Kunjung Ke Perpustakaan . . . 168

Tabel 4.3.24 Hubungan Antara Pendapatan dengan Durasi Membaca . . . 171

Tabel 4.3.25 Gambaran Tingkat Penghasilan dengan Anggaran Membeli Buku 173 Tabel 4.3.26 Gambaran Tingkat Penghasilan dengan Kepemilikan Buku . . . 174

Tabel 4.3.27 Gambaran Tingkat Penghasilan dengan Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan . . . 175

Tabel 4.3.28 Bahan Bacaan yang Dibaca Responden . . . . 178

Tabel 4.3.29 Durasi Membaca Koran, Majalah dan Buku . . . 179

Tabel 4.3.30 Gambaran Perolehan Buku Responden sebagai Bahan Bacaan . . 181

(15)

Tabel 4.4.2 Responden Berdasarkan Kelompok Umur. . . . 190

Tabel 4.4.3 Status Responden pada Kelompok yang Masih Bersekolah . . . 191

Tabel 4.4.4 Responden Berdasarkan Profesi . . . 192

Tabel 4.4.5 Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan per Bulan . 192 Tabel 4.4.6 Sebaran Responden Berdasarkan Besarnya Anggota dalam Keluarga . . . 193

Tabel 4.4.7 Kepemilikan Fasilitas Media Informasi . .. . . 194

Tabel 4.4.8 Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Responden dalam Melakukan Kegiatan . . . 196

Tabel 4.4.9 Kegiatan Ayah, Ibu dan Anak dalam Mengisi Waktu Luang . . . 198

Tabel 4.4.10 Hubungan Karakteristik Responden dengan Waktu Luang dan Terpaan Media . . . 198

Tabel 4.4.11 Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Lama Membaca . . . 201

Tabel 4.4.12 Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Lama Membaca vs Lama Menonton . . . 201

Tabel 4.4.13 Hubungan Antara Umur dengan Lama Membaca . . . 203

Tabel 4.4.14 Korelasi Umur Terhadap Durasi Membaca . . . 205

Tabel 4.4.15 Korelasi Umur Terhadap Frekuensi Membaca . . . 205

Tabel 4.4.16 Hubungan Antara Pendapatan dengan Lama Membaca . . . 206

Tabel 4.4.17 Korelasi Pendapatan terhadap Durasi Membaca . . . 207

Tabel 4.4.18 Korelasi Pendapatan terhadap Frekuensi Membaca . . . 207

Tabel 4.4.19 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Lama Membaca . . . 208

Tabel 4.4.20 Korelasi Pendidikan Terhadap Durasi Membaca . . . 216

Tabel 4.4.21 Bahan Bacaan yang Dibaca Responden . . . . 218

Tabel 4.4.22 Durasi Membaca Koran, Majalah dan Buku . . . 218

Tabel 4.4.23 Gambaran Perolehan Buku Responden sebagai Bahan Bacaan . . 220

Tabel 4.4.24 Gambaran Frekuensi Kunjungan ke Perpustakaan Berdasarkan Profesi Responden . . . 222

Tabel 4.4.25 Alasan Responden Tidak Datang ke Perpustakaan Umum . . . . . . 223

(16)

Umum

Gambar 4.1.1 Grafik Sebaran Tingkat Pendidikan Responden . . . 28

Gambar 4.1.2 Grafik Sebaran Profesi Responden . . . 29

Gambar 4.1.3 Grafik Sebaran Tingkat Pendapatan Responden . . . 30

Gambar 4.1.4 Grafik Sebaran Jumlah Anggota Keluarga . . . 31

Gambar 4.1.5 Grafik Sebaran Kepemilikan Fasilitas Media Informasi . . 32

Gambar 4.1.6 Grafik Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang . . . 34

Gambar 4.1.7 Garfik Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang . . . 35

Gambar 4.1.8 Grafik Perbandingan antara Lama Membaca dan Lama Menonton . . . 36

Gambar 4.1.9 Perbandingan Lama Membaca dan Lama Menonton Laki-laki dan Perempuan . . . 37

Gambar 4.1.10 Grafik Hubungan antara Umur dengan Lama Membaca . . 39

Gambar 4.1.11 Grafik Sebaran Korbanan Waktu Rata-rata Membaca . . . . 40

Gambar 4.1.12 Grafik Sebaran Belanja Buku Berdasarkan Umur . . . 41

Gambar 4.1.13 Pola Hubungan Umur dengan Kepemilikan Buku . . . 43

Gambar 4.1.14 Grafik Sebaran Tingkat Kunjungan ke Perpustakaan . . . 44

Gambar 4.1.15 Grafik Sebaran Kunjungan Ke Perpustakaan Berdasarkan Kelompok Umur . . . 45

Gambar 4.1.16 Grafik Sebaran Latar Belakang Pendidikan dengan Lama Membaca . . . 48

Gambar 4.1.17a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Mahasiswa 50 Gambar 4.1.18a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Siswa SLTA 52 Gambar 4.1.19a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Siswa SLTP 53 Gambar 4.1.20a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Siswa SD 54 Gambar 4.1.21 Tingkat Pendidikan terhadap Belanja Buku . . . 56

Gambar 4.1.22 Tingkat Pendidikan terhadap Pemilikan Buku . . . 58

Gambar 4.1.23 Tingkat Pendidikan terhadap Kunjungan ke Perpustakaan 59 Gambar 4.1.24 Tingkat Pendapatan terhadap Lama Membaca . . . 61

Gambar 4.1.25 Tingkat Pendapatan terhadap Belanja Buku . . . 63

Gambar 4.1.26 Tingkat Pendapatan terhadap Pemilikan Buku . . . 65

Gambar 4.1.27 Tingkat Pendapatan terhadap Kunjungan ke Perpustakaan 66 Gambar 4.1.28 Grafik Sebaran Alasan Tidak Berkunjung ke Perpustakaan 68 Gambar 4.1.29 Grafik Sebaran Bacaan yang Digemari untuk Dibaca . . . 71

Gambar 4.1.30 Grafik Sebaran Lama Membaca untuk Beragam Bacaan . . . 72

Gambar 4.1.31 Grafik Sebaran Topik Bacaan yang Digemari . . . 73

Gambar 4.1.32 Grafik Sebaran Sumber Perolehan Bahan Bacaan . . . 74

Gambar 4.1.33 Grafik Model Data Plot Umur dan Pendidikan terhadap terhadap Beli Buku . . . 76

Gambar 4.1.34 Grafik Model Data Plot Umur, Pendidikan terhadap Pemilikan Buku . . . . . . 77

Gambar 4.1.35 Grafik Model Data Plot Pendapatan terhadap Durasi dan Frekuensi Baca . . . 78

(17)

Makassar

Gambar 4.2.1 Grafik Sebaran Tingkat Pendidikan Responden . . . 84 Gambar 4.2.2 Grafik Sebaran Tingkat Pendapatan Responden . . . 85 Gambar 4.2.3 Grafik Sebaran Kepemilikan Fasilitas Media Informasi . . . 87 Gambar 4.2.4 Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Responden . . . 89 Gambar 4.2.5 Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Berdasarkan

Status dalam Rumah Tangga . . . 90 Gambar 4.2.6 Grafik Perbandingan antara Lama Membaca

dengan Lama Menonton . . . 91 Gambar 4.2.7 Grafik Perbandingan antara Lama Membaca dan

Lama Menonton . . . 92 Gambar 4.2.8 Grafik Perbandingan Lama Membaca Menurut

Kelompok Umur . . . 95 Gambar 4.2.9 Grafik Korbanan Waktu Rata-rata dalam Membaca . . . 96 Gambar 4.3.10 Grafik Biaya Korbanan Membeli Buku Berdasarkan Umur . 98 Gambar 4.2.11 Grafik Besarnya Pemilikan Buku Berdasarkan Umur . . . 100 Gambar 4.2.12 Sebaran Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan

Berdasarkan Umur . . . 101 Gambar 4.2.13 Sebaran Rata-rata Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan . . . . 102 Gambar 4.2.14 Grafik Hubungan Pendapatan dengan Lama Membaca . . . 107 Gambar 4.2.15 Sebaran Rata-rata Lama Membaca Berdasarkan

Latar Belakang Pendidikan . . . 109 Gambar 4.2.16a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Mahasiswa 110 Gambar 4.2.17a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Siswa SLTA 112 Gambar 4.2.18a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Siswa SLTP 114 Gambar 4.2.19a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Siswa SD 115 Gambar 4.2.20 Tingkat Pendidikan terhadap Belanja Buku . . . 117 Gambar 4.3.21 Grafik Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Korbanan

Pemilikan Buku . . . 118 Gambar 4.3.22 Grafik Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Frekuensi

Kunjung ke Perpustakaan . . . 119 Gambar 4.2.23 Grafik Gambaran Jenis Bacaan yang Digemari Responden . 123 Gambar 4.2.24 Grafik Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan Umum . . . 126 Gambar 4.2.25 Grafik Model Data Plot Umur dan Pendapatan

Terhadap Durasi Baca . . . 130 Gambar 4.2.26 Grafik Model Data Plot Umur terhadap Frekuensi Baca . . . 131 Gambar 4.2.27 Grafik Model Data Plot Umur dan Pendidikan terhadap

(18)

Gambar 4.3.2 Sebaran Tingkat Pendapatan Responden . . . 137 Gambar 4.3.3 Tingkat Kepemilikan Media . . . 139 Gambar 4.3.4 Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Responden. . . 141 Gambar 4.3.5 Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Berdasarkan Status

dalam Rumah Tangga . . . 142 Gambar 4.3.6 Grafik Perbandingan Antara Lama Membaca dan

Lama Menonton . . . 143 Gambar 4.3.7 Grafik Perbandingan Antara Lama Membaca dan

Lama Menonton pada Laki-laki dan Perempuan . . . 144 Gambar 4.3.8 Grafik Hubungan antara Umur dengan Lama Membaca . . 147 Gambar 4.3.9 Korbanan Waktu (Durasi) Rata-rata dalam Membaca . . . . 148 Gambar 4.3.10 Sebaran Besarnya Korbanan Membeli Buku berdasarkan

Umur . . . 150 Gambar 4.3.11 Sebaran Besarnya Pemilikan Buku berdasarkan Umur

Responden . . . 151 Gambar 4.3.12 Sebaran Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan berdasarkan

Umur . . . 153 Gambar 4.3.13 Sebaran Rata-rata Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan . . 154 Gambar 4.3.14 Sebaran Rata-rata Lama Membaca berdasarkan Latar

Belakang Pendidikan . . . 160 Gambar 4.3.15a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Mahasiswa 161 Gambar 4.3.16a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Siswa SLTA 162 Gambar 4.3.17a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Siswa SLTP 164 Gambar 4.3.18a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Siswa SD 165 Gambar 4.3.19 Grafik Hubungan Latar Belakang pendidikan dengan

Korbanan Membeli Buku . . . 167 Gambar 4.3.20 Grafik Hubungan Latar Belakang pendidikan dengan

Korbanan Pemilikan Buku . . . 168 Gambar 4.3.21 Grafik Hubungan Pendidikan dengan Frekuensi Kunjung

ke Perpustakaan . . . 170 Gambar 4.3.22 Grafik Hubungan Pendapatan dengan Durasi Membaca . . 171 Gambar 4.3.23 Hubungan Tingkat Penghasilan dengan Anggaran Membeli

Buku . . . 174 Gambar 4.3.24 Grafik Hubungan Tingkat Penghasilan dengan Kepemilikan

Buku . . . 175 Gambar 4.3.25 Grafik Hubungan Tingkat Penghasilan dengan Frekuensi

Kunnjung ke Perpustakaan . . . 176 Gambar 4.3.26 Gambaran Bacaan yang Digemari . . . 180 Gambar 4.3.27 Grafik Model Data Plot Umur dan Pendidikan terhadap

Durasi baca . . . 184 Gambar 4.3.28 Grafik Model Data Plot Umur dan Pendidikan terhadap

Frekuensi Baca . . . 185 Gambar 4.3.29 Grafik Model Data Plot Umur dan Pendidikan terhadap

(19)

Gambar 4.3.31 Grafik Model Data Plot Pendapatan terhadap Pembelian

dan Pemilikan Buku . . . 187

Banjarmasin Gambar 4.4.1 Grafik Sebaran Tingkat Pendidikan Responden . . . 191

Gambar 4.4.2 Grafik Sebaran Tingkat Pendapatan Responden . . . 193

Gambar 4.4.3 Grafik Sebaran Kepemilikan Fasilitas Media Informasi . . 195

Gambar 4.4.6 Grafik Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang .Responden . 197 Gambar 4.4.5 Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Berdasarkan Status dalam Rumah Tangga . . . 198

Gambar 4.4.6 Grafik Perbandingan antara Lama Membaca dengan Lama Menonton . . . 201

Gambar 4.4.7 Grafik Perbandingan Lama Membaca dengan Lama Menonton . . . 202

Gambar 4.4.8 Grafik Perbandingan Lama Membaca Menurut Kelompok Umur . . . 203

Grambar 4.4.9 Korbanan Waktu Rata-rata Membaca Responden . . . 204

Gambar 4.4.10 Hubungan Pendapatan dengan Lama Membaca . . . 206

Gambar 4.4.11 Hubungan Pendidikan dengan Lama Membaca . . . 208

Gambar 4.4.12 Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca Kelompok Mahasiswa . . . 210

Gambar 4.3.13 Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca Kelompok Siswa SLTA . . . 212

Gambar 4.4.14 Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca Kelompok Siswa SLTP . . . 214

Gambar 4.4.15 Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca Kelompok Siswa SD . . . 216

Gambar 4.4.16 Gambaran Bacaan yang Digemari Responden . . . 219

Gambar 4.4.17 Gambaran Frekuensi Berkunjung ke Perpustakaan Umum 222 Gambar 4.4.18 Grafik Model Data Plot Pendidikan dan Pendapatan terhadap Beli Buku . . . 227

Gambar 4.4.19 Grafik Model Data Plot Pendidikan dan Pendapatan terhadap Pemilikan Buku . . . 228

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Instrumen Penelitian . . . .. . . 243 Lampiran 3 Susunan Tim Peneliti . . . 255

(21)

BAB

 

I.

 

PENDAHULUAN 

Latar belakang 

Berdasarkan beberapa laporan, tingkat minat baca masyarakat Indonesia pada umumnya tergolong rendah dibandingkan dengan tingkat minat baca masyarakat bangsa lain, bahkan dibandingkan dengan beberapa negara di tingkat ASEAN. Pernyataan negatif pesimistis ini sering muncul dan diulang-ulang dalam berbagai laporan hasil penelitian dan pendapat para pakar yang dituangkan dalam berbagai tulisan atau disampaikan dalam beragam pertemuan ilmiah. Hal ini diperkuat oleh laporan UNDP tahun 2003 yang menyatakan bahwa Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index - HDI) berdasarkan angka buta aksara posisi Indonesia berada pada urutan 112 dari 174 negara. Posisi ini berada di bawah Vietnam (urutan ke 109) yang baru keluar dari konflik yang berkepanjangan.

Salah satu faktor penyebab rendahnya kebiasaan dan kegemaran membaca masyarakat Indonesia adalah karena masih dominannya budaya tutur dari pada budaya baca. Selain itu tidak meratanya penyebaran koleksi bahan perpustakaan dan fasilitas baca di berbagai lapisan masyarakat dan belum optimalnya pemberdayaan perpustakaan di masyarakat.

Membaca merupakan salah satu kunci untuk meningkatkan kreativitas sedangkan dalam mengembangkan IPTEKS diperlukan kreativitas yang tinggi. Bila Indonesia tidak ingin menjadi konsumen dari IPTEKS yang dikembangkan oleh negara-negara lain, maka pemerintah harus melakukan usaha-usaha untuk mendorong masyarakat agar membaca menjadi kebutuhan mereka sehari-hari.

Sesungguhnya sejak tahun 1972 UNESCO telah memprioritaskan masalah pembinaan minat baca. Pada tahun tersebut diluncurkan program yang disebut

Books for All (buku untuk semua orang), yang bertujuan untuk meningkatkan minat

dan kegemaran membaca di masyarakat dunia. Salah satu implementasi program ini adalah dicanangkannya International Book Year 1972 (Tahun Buku Internasional 1972). Di Indonesia sendiri, Presiden Soeharto pada tahun 1996 mencanangkan Hari Kunjung Perpustakaan, Presiden Megawati pada tahun 2002 mencanangkan Gerakan Nasional Gemar Membaca, dan yang terakhir pada bulan Mei 2007 Wakil Presiden Yusuf Kalla memberi perhatian penuh terhadap kegemaran membaca tersebut dengan meresmikan layanan Perpustakaan Elektronik Keliling yang diselenggarakan oleh Perpustakaan Nasional RI. Namun sampai sekarang gaung dari

(22)

gerakan-gerakan tersebut belum menampakkan hasil yang memuaskan. Karena itu usaha “senafas” dengan program tersebut perlu selalu dikembangkan. Dewasa ini, dengan semangat otonomi daerah, pemerintah daerah mencoba untuk membuat program untuk meningkatkan minat baca masyarakat. Salah satu contoh adalah Pemerintah Kota Makassar yang mencanangkan program Gerakan Makassar Gemar Membaca mulai dicanangkan tahun 2005. Selain itu Pemerintah Provinsi Riau, pada tahun 2006 juga mencanangkan Gerakan Riau Membaca.

Salah satu faktor penyebab rendahnya kualitas pendidikan masyarakat Indonesia adalah belum melekatnya gemar membaca dalam kehidupan sehar-hari. Hal ini mempunyai dampak negatif terhadap kemampuan mereka dalam mengembangkan dirinya untuk menambah ilmu melalui kegiatan membaca secara mandiri dalam usaha pendidikan sepanjang hayat. Program nasional yang menitikberatkan aset budaya masyarakat belum dapat direalisasikan, hal ini tercermin dari laporan Perpustakaan Nasional (2002) yang menyatakan bahwa “Pengembangan produk fisik minat baca (taman bacaan, perpustakaan umum desa/kelurahan, perpustakaan sekolah, perpustakaan khusus/ dinas/ jawatan, perpustakaan provinsi dan perpustakaan perguruan tinggi) tidak jelas menurut target kebutuhan masyarakat: (1) Pola pembinaan minat dan kebiasaan membaca yang dilakukan oleh Perpustakaan Nasional RI pada lingkungan keluarga, taman kanak-kanak, sekolah dasar, SLTP/SLTA tidak sesuai dengan tipologi kawasan yang berlaku di Indonesia; (2) Temuan masalah minat baca (kelangkaan koleksi bahan bacaan dan faktor budaya serta alternatif pemecahan masalahnya, cenderung bersifat umum).

Oleh karena itu Kegiatan Sinergi Departemen Pendidikan Nasional dan Perpustakaan Nasional RI ingin melakukan penelitian lebih lanjut mengenai tipikal kebutuhan minat baca di tiga provinsi yaitu Propivinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Riau, dan Provinsi Kalimantan Selatan dengan pengambilan sampel di Kota Makassar, Kota Pekanbaru, dan Kota Banjarmasin.

Tujuan 

Penelitian ini bertujuan untuk:

• Mengetahui pemberdayaan perpustakaan oleh masyarakat sebagai sarana informasi.

(23)

• Mengetahui faktor yang mempengaruhi perkembangan minat baca masyarakat. • Mengetahui kemampuan masyarakat setempat dalam membaca.

• Menemukan pola/model pemetaan pengembangan minat baca di tiga lokasi. • Meningkatkan kerja sama sinergis Depdiknas dengan Perpusnas RI.

Hasil Yang Diharapkan 

1. Teridentifikasinya keadaan masyarakat di tiga kota tersebut sebagai representasi dari keadaan masyarakat Indonesia secara umum baik dari segi pendidikan, minat baca, pola perilaku anggota keluarga dalam memenuhi kebutuhan informasi, dan lain sebagainya.

2. Terdeteksinya informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia, sehingga mereka merasa perpustakaan dapat menjadi salah satu tempat untuk mencari jawaban bagi masalah yang mereka hadapi.

3. Rekomendasi terhadap perlu tidaknya didirikan perpustakaan serta jenis koleksi yang harus dikoleksi oleh perpustakaan yang akan didirikan.

Lokasi Pemetaan 

Penelitian ini akan dilakukan pada tiga lokasi ibu kota provinsi yakni di: • Ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan, yaitu di Kota Makassar. • Ibu kota Provinsi Riau, yaitu di Kota Pekanbaru.

• Ibu Provinsi Kalimantan Selatan, yaitu di Kota Banjarmasin.

Sasaran 

Sasaran penelitian ini adalah berbagai lapisan masyarakat di tiga kota misalnya dari segi aspek profesi yaitu kalangan pelajar, mahasiswa, pegawai kantor, pejabat instansi tertentu, pedagang, petani atau dari aspek kemampuan ekonomi yaitu dari kalangan yang mampu, sedang dan kurang mampu.

Wilayah dan Penduduk Tiga Kota 

Kota Makassar

Kota Makassar mempunyai posisi strategis karena berada di persimpangan jalur lalu lintas dari arah selatan dan utara dalam propinsi di Sulawesi, dari wilayah kawasan Barat ke wilayah kawasan Timur Indonesia dan dari wilayah utara ke

(24)

wilayah selatan Indonesia. Dengan kata lain, wilayah kota Makassar berada pada koordinat 119 derajat bujur timur dan 5,8 derajat lintang selatan dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari permukaan laut. Kota Makassar merupakan daerah pantai yang datar dengan kemiringan 0 - 5 derajat ke arah barat, diapit dua muara sungai yakni sungai Tallo yang bermuara di bagian utara kota dan sungai Jeneberang yang bermuara di selatan kota. Luas wilayah kota Makassar seluruhnya berjumlah kurang lebih 175,77 Km2 daratan dan termasuk 11 pulau di selat Makassar ditambah luas wilayah perairan kurang lebih 100 Km²

Jumlah kecamatan di kota Makassar sebanyak 14 kecamatan dan memiliki 143 kelurahan. Diantara kecamatan tersebut, ada tujuh kecamatan yang berbatasan dengan pantai yaitu kecamatan Tamalate, Mariso, Wajo, Ujung Tanah, Tallo, Tamalanrea dan Biringkanaya. Kota Makassar sendiri berdekatan dengan sejumlah kabupaten yakni sebelah utara dengan kabupaten Pangkep, sebelah timur dengan kabupaten Maros, sebelah selatan dengan kabupaten Gowa dan sebelah barat dengan Selat Makassar.

Dari gambaran selintas mengenai lokasi dan kondisi geografis Makassar, memberi penjelasan bahwa secara geografis, kota Makassar memang sangat strategis dilihat dari sisi kepentingan ekonomi maupun politik. Dari sisi ekonomi, Makassar menjadi simpul jasa distribusi yang tentunya akan lebih efisien dibandingkan daerah lain. Memang selama ini kebijakan makro pemerintah yang seolah-olah menjadikan Surabaya sebagai home base pengelolaan produk-produk draft kawasan Timur Indonesia, membuat Makassar kurang dikembangkan secara optimal. Padahal dengan mengembangkan Makassar, otomatis akan sangat berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat di kawasan Timur Indonesia dan percepatan pembangunan. Dengan demikian, dilihat dari sisi letak dan kondisi geografis - Makassar memiliki keunggulan komparatif dibanding wilayah lain di kawasan Timur Indonesia. Saat ini Kota Makassar dijadikan inti pengembangan wilayah terpadu Mamminasata.

Penduduk Kota Makassar tahun 2005 tercatat sebanyak 1.193.434 jiwa yang terdiri dari 572.382 laki-laki dan 610.862 perempuan. Penyebaran penduduk Kota Makassar dirinci menurut kecamatan, menunjukkan bahwa penduduk masih terkonsentrasi di wilayah kecamatan Tamalate, yaitu sebanyak 144.458 atau sekitar 12,21 persen dari total penduduk, disusul kecamatan rappocini sebanyak 136.725

(25)

jiwa (11,55 persen). Kecamatan Panakkukang sebanyak 129.967 jiwa (10,98 persen), dan yang terendah kecamatan Ujung Pandang sebanyak 27.921 jiwa (2,30 persen). Ditinjau dari kepadatan penduduk per km persegi, kecamatan Makassar yang terpadat yaitu 31.898 jiwa per km persegi, disusul kecamatan Mariso (28.013 per km persegi), kecamatan Bontoala (25.139 jiwa per km persegi). Sedang kecamatan Biringkanaya merupakan kecamatan dengan kepadatan penduduk terendah yaitu sekitar 2.485 jiwa per km persegi, kemudian kecamatan Tamalanrea 2.666 jiwa per km persegi, Manggala (3.833 jiwa per km persegi), kecamatan Ujung Tanah (7.711 jiwa per km persegi), kecamatan Panakkukang (7.623 jiwa per km persegi). Wilayah-wilayah yang kepadatan penduduknya masih rendah tersebut masih memungkinkan untuk pengembangan daerah pemukiman terutama di tiga kecamatan yaitu Biringkanaya, Tamalanrea, dan Manggala.

Penduduk menurut kelompok umur dapat menggambarkan tingkat kelahiran dan tingkat kematian di suatu daerah. Disamping itu struktur umur penduduk juga dapat menggambarkan angka beban tanggungan (Dependency Ratio), penduduk usia tidak produktif terhadap penduduk usia produktif. Penduduk yang tergolong usia non produktif adalah penduduk kelompok umur 0-14 dan 65 tahun atau lebih. Sedangkan penduduk usia produktif adalah penduduk kelompok umur 15-64 tahun. Persentase penduduk usia dewasa (15-64 tahun) persentasenya sedikit mengalami penurunan dari 69,05 persen tahun 2000 menjadi 68,34 persen tahun 2004. sementara penduduk usia muda (0-14 tahun) persentasenya walaupun masih di bawah 40 persen, akan tetapi dibanding tahun 2000 meningkat dari 27,99 persen menjadi 28,18 persen tahun 2004, demikian pula untuk penduduk usia tua (65+ tahun) meningkat dari 2,96 persen tahun 2000 menjadi 3,47 persen tahun 2004, peningkatan persentase pada penduduk usia muda ini disebabkan oleh menurunnya penduduk produktif usia 15-64 tahun. Pada tahun 2004 diketahui bahwa umur median penduduk Kota Makassar adalah 24,45 pertahun.

Kota Pekanbaru

Kota Pekanbaru adalah salah satu daerah tingkat II sekaligus merupakan ibukota Provinsi Riau, dengan luas wilayah 632.26 dengan jumlah penduduk 720.197 jiwa, yang terdiri atas laki-laki sbanyak 363.687 jiwa dan perempuan 356.510 jiwa dengan kepadatan penduduk 1.139 jiwa per km2 (2005). Pekanbaru,

(26)

Kota Pekanbaru, yang berada pada lintang 101° 14' - 101° 34' dan Bujur Timur 0° 25' - 0° 45' Lintang Utara, dibelah oleh Sungai Siak yang mengalir dari barat ke timur, emmiliki beberapa anak sungai antara lain: Sungai Umban Sari, Sungai Air Hitam, Sungai Sibam, Sungai Setukul, Sungai Pengambang, Sungai Ukai, Sungai Sago, Sungai Senapelan, Sungai Limau dan Sungai Tampan. Sungai Siak juga merupakan jalur perhubungan lalu lintas perekonomian rakyat pedalaman ke kota serta dari daerah lainnya.

Penyebaran penduduk Kota Pekanbaru dirinci menurut kecamatan, menunjukkan bahwa penduduk masih terkonsentrasi di wilayah Kecamatan Pekanbaru Kota dan Kecamatan Sukajadi. Walaupun jumlah penduduk kedua kecamatan ini lebih sedikit dibandingkan dengan beberapa kecamatan lain misalnya Kecamatan Marpoyan Damai, Kecamatan Tenayan Raya, dan Kecamatan Tampan yang masing-masing jumlah penduduknya 111.854, 90.321, dan 83.172 jiwa, namun karena luas wilayah Kecamatan Pekanbaru Kota yang hanya 2,26 Km2 dan

Kecamatan Sukajadi yang hanya 3,76 dengan jumlah penduduk masing sebesar 30.055 dan 51.334 jiwa, maka kepadatan penduduknya termasuk yang paling padat yakni masing-masing 13.299 dan 13.653 jiwa per Km2. Hanya Kecamatan Lima

Puluh yang jumlah penduduknya hanya 42.800 jiwa namun karena luas wilayahnya hanya 4,04 Km2, maka kepadatan penduduknya cukup tinggi yaitu 10.594 jiwa per

Km2. Sembilan kecamatan lain rata-ratanya kepadatan penduduknya dibawah 7000

jiwa per Km2.

Kota Banjarmasin

Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan yang terletak di ujung selatan dan berada diantara 3' 15" - 3' 22" Lintang Selatan dan diantara 114' 32" - 114' 38" Bujur Timur. Kota ini terhampar di dataran rendah (rata-rata datar) berawa-rawa 0,16 meter dipermukaan laut. Dengan luas wilayah 72 km2 atau 0,22 % dari luas

wilayah Kalsel.

Dibelah oleh Sungai Martapura dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut Jawa, sehingga berpengaruh kepada drainase kota mapun memberikan ciri khas tersendiri terhadap kehidupan masyarakat, terutama pemanfaatan sungai sebagai salah satu prasarana transportasiair, pariwisata, perikanan dan perdaganan. Di

(27)

sebelah Utara dan Barat berbatasan dengan Kabupaten Barito Kuala, di sebelah Timur dan Selatan berbatasan dengan Kabupaten Banjar.

Luas Wilayah Kota Banjarmasin adalah 72,00 Km atau 0,019 % dibanding luas wilayah Kalimantan Selatan, dengan komposisi luas wilayah masing-masing ke lima kecamatan sebagai berikut : (1) Kecamatan Banjarmasin Utara 15,25 Km2, (2)

Kecamatan Banjarmasin Selatan 20,18 Km2 (3) Kecamatan Banjarmasin Barat 13,37

Km2 (4) Kecamatan Banjarmasin Timur 11,54 Km2 dan (5) Kecamatan Banjarmasin

Tengah 11,66 Km2.

Pada tahun 2005 jumlah penduduk kota Banjarmasin 662.825 jiwa. Wilayah yang memiliki penduduk relatif padat adalah Kecamatan Banjarmasin Barat (140.227 jiwa), dengan kepadatan penduduk 10.488 jiwa per Km2, disusul

Kecamatan Banjarmasin Utara (107.874 jiwa) dengan kepadatan penduduk 9.348 jiwa per Km2, kemudian Kecamatan Banjarmasin Selatan (97.262 jiwa) dengan

kepadatan penduduk 8.342 jiwa per Km2. Kecamatan Banjarmasin Timur (132.929

jiwa) dan Kecamatan Banjarmasin Tengah (94.008 jiwa) adalah dua kecamatan dengan penduduk yang tidak terlalu padat, masing-masing 6.587 dan 6.164 jiwa per Km2.

(28)

BAB II.  METODOLOGI 

a. Data dan Sumber Data 

Untuk mendukung rekomendasi dalam penelitian ini, maka ada dua jenis data yang dikumpulkan untuk kemudian diolah, yaitu data sekunder dan data primer. • Data Sekunder

Data sekunder berupa statistik dan deskripsi yang diperoleh dalam dokumen mengenai keadaan geografis, administrasi pemerintahan, data kependudukan, dan lain-lain diambil dari Pemerintah Daerah setempat, baik secara langsung maupun melalui web site Pemda Kota Makassar, Pekanbaru dan Banjarmasin. • Data Primer

Data responden dengan unit satuan analisis berupa individu sebanyak 1000 orang untuk masing-masing wilayah (Kota Makassar, Pekanbaru, dan Banjarmasin) dipilih secara acak dari kecamatan yang dipilih dengan menggunakan teknik Stratified Proportional Purposive Sampling. Teknik ini digunakan karena secara umum berdasarkan literatur dan beberapa penelitian sebelumnya sudah diperoleh gambaran umum tentang kondisi masyarakat yang diteliti mengenai pemetaan minat baca.

Selain itu untuk memperdalam pemahaman terhadap kondisi setempat termasuk keadaan masyarakat dilakukan pula tinjauan ke lapangan untuk melihat lokasi dan kegiatan taman bacaan masyarakat serta melakukan wawancara khusus kepada beberapa pejabat, tokoh masyarakat serta pengguna awam dan petugas dan pengelola perpustakaan atau taman bacaan masyarakat berkaitan dengan topik penelitian.

b. Metode Pengumpulan dan Analisis Data 

Instrumen penelitian berupa kuesioner disebarkan secara acak kepada anggota masyarakat yang berpendidikan minimum kelas 2 SD sebagai unit analisis (unit penelitian), baik melalui sekolah-sekolah yang dipilih dalam suatu kecamatan, maupun melalui kantor-kantor pemerintah atau swasta serta langsung ke masyarakat melalui pusat-pusat kegiatan seperti pasar atau tempat keramaian lain. Batasan unit analisis (unit penelitian) tersebut dipilih mengingat kemampuan membaca dari anak-anak sekolah sampai dengan kelas 2 SD masih rendah. Selain batasan pendidikan, batasan lain yang digunakan adalah profesi responden seperti

(29)

10 

buruh, pegawai negeri, pegawai swasta, anak sekolah, mahasiswa, tentara dan polisi, ibu rumah tangga, pedagang, petani dan lain-lain. Pemilihan responden dilakukan secara acak proporsional pada kelompok yang telah ditentukan (stratified

propotional purposive sampling). Dengan pemilihan secara acak demikian

diharapkan akan terwakili data dari berbagai lapisan masyarakat.

c. Pengolahan Data 

Data dan informasi yang diperoleh dari pengisian kuesioner akan dianalisis berdasarkan statistika faktor dan parameter yang menentukan masalah studi ini. Analisis data disesuaikan dengan kebutuhan masukan bagi masalah-masalah yang akan dipelajari dalam tahapan pendekatan pemecahan masalah. Dari analisis data yang diperloleh akan ditarik pula korelasi dari beberapa faktor variabel. Misalnya apakah ada korelasi antara umur seseorang dengan minat bacanya, apakah ada korelasi antara tingkat pendidikan dengan minat baca, dan apakah ada korelasi antara tingkat kemampuan ekonomi dengan minat baca. Minat baca antara lain diukur dari durasi atau lamanya seseorang membaca, frekuensi membaca seseorang dan korbanan berupa materi atau korbanan lain yang dikeluarkan seseorang untuk memuaskan keinginan membaca. Sehingga dapat terjadi hubungan ordinal-ordinal antara parameter yang diukur. Untuk itu akan dilakukan uji korelasi menggunakan Rank Spearman dengan memanfaatkan alat hitung SPSS (Paket program Statistical

Package for Social Science). Namun untuk beberapa indikator minat baca akan

digambarkan melalui tabulasi frekuensi sederhana untuk mendiskripsikan hubungan atau keterkaitan antara beberapa indikator. Beberapa eksposur media lain (seperti TV dan Radio) terhadap kegiatan membaca juga diukur menggunakan analisis korelasi Rank Spearman.

d. Hipotesis Penelitian 

Dalam penelitian ini diajukan sembilan hipotesis yaitu:

1) Semakin tua umur seseorang semakin singkat durasi membacanya; 2) Semakin tua umur seseorang semakin rendah frekuensi membacanya;

3) Semakin tua umur seseorang semakin kecil korbanannya untuk mengadakan bahan bacaan;

4) Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin lama durasi membacanya;

(30)

5) Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin tinggi frekuensi membacanya;

6) Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin besar korbanannya untuk mengadakan bahan bacaan;

7) Semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang semakin lama durasi membacanya;

8) Semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang semakin tinggi frekuensi membacanya;

9) Semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang semakin besar korbanannya untuk mengadakan bahan bacaan.

e. Keluaran 

Keluaran atau produk akhir dari laporan ini adalah dokumen naskah hasil penelitian pemetaan minat baca masyarakat di tiga provinsi yaitu Provinsi Sulawesi Selatan (Kota Makassar), Provinsi Riau (Kota Pekanbaru), dan Provinsi Kalimantan Selatan (Kota Banjarmasin) dalam pemberdayaan perpustakaan yang diharapkan dapat menjadi gambaran, ukuran atau indikator minat baca masyarakat secara nasional dalam rangka meningkatkan mutu SDM melalui penelitian/pemetaan di beberapa provinsi di Indonesia.

(31)

12   

(32)

Masyarakat Indonesia, meskipun sudah lama mengenal tulisan, masih dikategorikan sebagai masyarakat berbudaya kelisanan (orality). Memang benar bahwa budaya kelisanan dan budaya keberaksaraan (literacy) tidak dapat dipandang hitam putih karena keduanya pasti berbaur. Dalam kasus masyarakat Indonesia, budaya kelisanan lebih kental dibandingkan dengan budaya keberaksaraan.1 Budaya

keberaksaraan atau baca-tulis meningkatkan kemampuan information literacy. Berdasarkan standar dalam information literacy standards tahun 2001, definisi

information literacy adalah seperangkat kemampuan yang memungkinkan individu

menyadari saat ia membutuhkan informasi dan memiliki kemampuan untuk menempatkan, mengevaluasi, dan menggunakan informasi yang dibutuhkan tersebut secara efektif. Pernyataan Joni Ariadinata bahwa daya pikir untuk menyerap bacaan dan kemampuan merangkai logika dalam tulisan merupakan salah satu indikator kuatnya sumberdaya manusia dalam sebuah negara. Oleh karena itu Laksmi (2007) menganggap bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia masih perlu didorong untuk memiliki kebiasaan membaca. Atas nama pembangunan manusia yang berkualitas, masyarakat Indonesia perlu menyadari kelemahan dan kelebihan yang dimiliki dalam kebudayaan mereka.2

Definisi Membaca 

Menurut Ratnaningsih (1998) membaca adalah memperoleh pengertian dari kata-kata yang ditulis orang lain dan merupakan dasar dari pendidikan awal. Ratnaningsih juga mengutif pendapat Sofyan (1991) mengenai membaca ini, yaitu sebagai suatu proses penafsiran dan pemberian makna tentang lambang-lambang oleh seorang pembaca dalam usahanya untuk memperoleh pesan yang disampaikan oleh penulis melalui kata-kata atau bahasa tulis. Sedangkan Razak (2004) mendefinisikan membaca sebagai kegiatan melisankan (dalam hati) setiap sumber yang tertulis. Melalui aktifitas membaca maka seseorang dapat memperoleh gagasan dan informasi yang terkandung dalam suatu bacaan. Melalui kegiatan membaca ini pula seseorang dapat memperoleh kesimpulan dan mengetahui sudut pandang pengarang bacaan tersebut. Selanjutnya Razak menyatakan bahwa pemahaman isi        1  Laksmi, 2007. Tinjauan Kultural Terhadap Kepustakawanan: inspirasi dari karya Umberto Eco, Sagung  Seto. Hal. 31.  2  Laksmi, 2007. Tinjauan Kultural Terhadap Kepustakawanan: inspirasi dari karya Umberto Eco, Sagung 

(33)

dan faktor lain sekitar 15 %. Kuantitas membaca ini kemudian diterjemahkan ke dalam banyak membaca yang berarti seringnya seseorang melakukan aktifitas membaca. Seseorang yang sering melakukan aktifitas membaca disebut sebagai seseorang yang memiliki kegemaran membaca (reading habit) atau memiliki minat membaca yang tinggi. Menurut Bondar (2002), kegiatan membaca dapat bersifat imperatif atau keharusan, tetapi dapat juga bersifat fakultatif atau pilihan. Kegiatan membaca yang bersifat keharusan tentunya wajib dilakukan oleh seseorang yang terkena kewajiban tersebut baik orang itu memiliki minat baca yang rendah maupun memiliki minat baca yang tinggi, misalnya siswa harus membaca buku pelajaran di sekolah. Oleh karena itu Razak dalam mengukur lamanya siswa membaca, dan kemudian membuat standar mengenai rajin tidaknya siswa membaca, hanya mengukur kegiatan membaca yang bersifat fakultatif yaitu kegiatan membaca di luar lingkungan sekolah seperti di rumah (termasuk rumah teman), toko buku, perpustakaan umum dan tempat-tempat lainnya.

Kondisi Minat Baca 

Secara umum kebiasaan atau kegemaran membaca masyarakat dapat dikelompokkan menjadi: (1) membaca hanya sekali-sekali saja; (2) senang melihat gambar atau foto atau membaca cerita bergambar/ komik; (3) hanya ingin tahu sesuatu sehingga terbatas membaca surat kabar saja; dan (4) membaca dalam artian sebenarnya yaitu untuk menimba ilmu dari bacaan yang dibacanya. Masalah kegemaran membaca perlu dilihat secara menyeluruh. Masalah minat dan kegemaran membaca ini tidak berdiri sendiri. Secara historis kita harus melihat lingkungan tempat tinggal seseorang sejak kanak-kanak. Yang paling mudah adalah dengan cara melihat lingkungan keluarga sekitar kita tinggal. Bagaimana sebagian besar keluarga di sekitar kita membina minat baca anak-anaknya. Kita bisa perhatikan kebiasaan anak-anak pada hari minggu. Sebagian besar anak-anak akan berada di depan TV sejak pukul 07.00 sampai paling tidak pukul 10.00 atau bahkan lebih. Hampir tidak ada anak yang tekun membaca pada jam-jam tersebut. Pengamatan kondisi ini diperkuat oleh pernyataan Mulyana (1998) yang menyatakan bahwa televisi diduga mengurangi kegiatan belajar (membaca buku) anak, menghambat imajinasi, kreativitas, dan sosiabilitas mereka. Lebih lanjut

(34)

sekolah menjadi mundur dalam pelajaran karena waktu malamnya dihabiskan untuk menonton televisi. Hasil penelitian Saleh dkk (1995 dan 1996) melaporkan bahwa sebagian besar orang lebih banyak menghabiskan waktunya untuk nonton TV dibandingkan dengan membaca. Bahan bacaannyapun sebagian besar hanya membaca koran dan majalah. Tidak terlalu banyak orang yang membaca buku. Ini merupakan salah satu bukti bahwa minat membaca masyarakat Indonesia masih kalah dibandingkan dengan minat menonton. Bukti lain yang menunjukkan bahwa minat baca dikalangan kaum intelektual juga masih rendah adalah data kunjungan ke perpustakaan oleh mahasiswa yang memperlihatkan betapa sedikitnya mahasiswa yang memanfaatkan perpustakaan. Data dari beberapa perpustakaan perguruan tinggi menunjukkan bahwa pengunjung perpustakaan tersebut tidak lebih dari 10 % dari jumlah mahasiswa. Sebagian rata-rata mahasiswa berkunjung ke perpustakaan tidak lebih dari 1 (satu) kali dalam sebulan atau perpustakaan tersebut memiliki angka kunjungan perkapita (library visit percapita) sebesar 12, bahkan banyak perpustakaan perguruan tinggi di Indonesia yang memiliki angka library visit

percapita yang jauh lebih rendah dari itu. Mahasiswa lebih suka berkumpul di

kantin daripada di perpustakaan. Arifin (2006) mengutip sebuah hasil penelitian dimana diketahui bahwa 75 % pengetahuan seseorang didapat melalui indra mata (termasuk membaca), 13 % melalui mendengar dan hanya 12 % melalui indra lainnya. Oleh karena itu membaca, khususnya bagi pelajar dan mahasiswa, menjadi suatu keharusan. Di negara-negara maju, termasuk di Singapura, mahasiswa dianggap normal jika membaca sebanyak 1.500 halaman buku setiap minggu (enam hari). Untuk itu mahasiswa tersebut sedikitnya harus mampu menyisihkan waktu selama 8 jam sehari untuk membaca, selain kuliah, praktikum dan sebagainya. Hanya dengan membaca maka mahasiswa tersebut dapat menguasai dan mengembangkan ilmu pengetahuan3. Ukuran membaca selama 8 jam sehari ini bagi

mahasiswa Indonesia pada umumnya masih sangat sulit dicapai. Razak (2004) memberi ukuran bagi mahasiswa Indonesia yang disebut sangat rajin membaca adalah yang membaca lebih dari 3,5 jam setiap hari. Sedangkan mahasiswa yang malas membaca adalah mahasiswa yang membaca antara 2,5 – 3 jam sehari, dan sangat malas membaca adalah mahasiswa yang membaca kurang dari 2,5 jam setiap       

(35)

Tabel 3.1 Kriteria Kerajinan Membaca per Hari Menurut Kelompok Umur (dalam satuan menit)

No. Kategori Kelompok Pendidikan

SD* SMP SMA PT 1. Sangat malas < 30 < 60 < 90 < 150 2. Malas 30 - 45 60 - 75 90 – 120 150 – 180 3. Rajin 45 - 60 75 - 90 120 – 150 180 – 210 4. Sangat rajin > 60 > 90 > 150 > 210 Keterangan: * Kelas 4 - 6

Artikel di Harian Pikiran Rakyat berikut mendukung pernyataan bahwa minat baca masyarakat Indonesia sangat rendah. Yang menjadi indikator tinggi rendahnya minat baca masyarakat dalam artikel ini adalah konsumsi masyarakat terhadap surat kabar. Dilaporkan bahwa masyarakat Indonesia mengkonsumsi satu surat kabar untuk setiap 45 orang (1:45). Konsumsi surat kabar ini tentunya sangat terkait dengan tingkat melek huruf dari kelompok masyarakat tertentu, misalnya saja di Jawa Barat, jumlah masyarakat buta huruf mencapai 1,8 juta orang dan Provinsi Banten 1,4 juta dari 8 juta warganya. Tingkat konsumsi surat kabar ini sangat jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lain, bahkan negara tetangga seperti Srilangka sudah 1:38 dan Filipina 1:30. Idealnya satu surat kabar dibaca oleh 10 orang atau 1:10. Artikel ini juga menjadikan jam bermain anak sebagai indikator tinggi rendahnya minat baca. Diungkapkan bahwa jam bermain anak-anak Indonesia masih tinggi, yakni lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menonton acara televisi. Di Amerika Serikat, jumlah jam bermain anak-anak antara 3-4 jam per hari. Bahkan di Korea dan Vietnam, jam bermain anak-anak sehari hanya satu jam. Selebihnya anak-anak menghabiskan waktu untuk belajar atau membaca buku, sehingga tak heran budaya baca mereka sudah demikian tinggi5.

Sedangkan kebiasaan membaca anak Indonesia masih sangat rendah. Seperti dikutip oleh Harian Republika (15 Juli 2007) dari laporan Bank Dunia No 16369-IND dan Studi IAEA (International Association of Education Achievement) di Asia Timur        4  Abdul Razak. Formula 247 Plus: metode mendidik anak menjadi pembaca yang sukses. Jakarta: Elek Media  Komputindo, 2004. Hal. 3.  5  Minat Baca di Indonesia Sangat Rendah. Pikiran Rakyat. Senin, 8 Maret 2004. 

(36)

anak-anak Indonesia dalam menguasai bahan bacaan juga sangat rendah yakni hanya 30 %. Survey IAEA menunjukkan minat baca, yang diukur dari kemampuan membaca rata-rata, para siswa SD berada pada urutan 38, dan SMP pada urutan 34 dari 39 negara. Sutarno (2005, 2004) juga mendukung pernyataan bahwa minat dan budaya masyarakat Indonesia masih rendah. Menurut Baderi (2005) yang mengutip beberapa laporan, buruknya kemampuan membaca anak-anak Indonesia berdampak pada kekurang-mampuan mereka dalam penguasaan bidang ilmu pengetahuan dan matematika. Hasil tes yang dilakukan oleh Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) dalam tahun 2003 pada 50 negara di dunia terhadap para siswa kelas II SLTP, menunjukkan prestasi siswa-siswa Indonesia hanya mampu meraih peringkat 34 dalam kemampuan bidang matematika dengan nilai 411 dibawah rata-rata internasional yang 467. Sedangkan hasil tes bidang ilmu pengetahuan, mereka hanya mampu menduduki peringkat ke 36 dengan nilai 420 dibawah nilai rata-rata internasional 474. Bandingkan dengan anak-anak Malaysia yang berhasil menduduki peringkat ke 10 dalam kemampuan bidang matematika dengan memperoleh nilai 508 (diatas rata-rata nilai internasional). Dari keadaan ini nampak bahwa kecerdasan bangsa kita sangat jauh ketinggalan dari bangsa negara-negara berkembang lainnya.

Menurut Sutarno6, kelompok masyarakat yang memiliki minat dan budaya

baca rendah disebabkan karena: (1) Akses informasi dari dan ke perpustakaan (sumber-sumber bacaan) terbatas; (2) Tingkat pendidikan masyarakat yang masih banyak di bawah standar; (3) Kondisi sosial dan ekonomi masyarakat yang kurang menguntungkan sehingga mempengaruhi daya beli mereka terhadap bahan bacaan; (4) Layanan perpustakaan kepada masyarakat yang belum merata; dan (5) Apresiasi dan respon masyarakat terhadap perpustakaan yang masih rendah. Sedangkan menurut Sholeh (1998) yang menyebabkan budaya baca dari masyarakat Indonesia rendah yaitu:

(1) kuatnya budaya lisan (oral culture) di Indonesia; budaya ngomong masih kuat berakar di Indonesia. Orang lebih senang ngobrol daripada membaca. Banyak orang yang lebih senang mendengarkan orang berpidato atau ceramah daripada

Gambar

Tabel 4.1.1  Responden Berdasarkan Jenis Kelamin  Kelompok Responden  Laki­laki  Perempuan  Jumlah  % 
Tabel 4.1.3  Status Responden Kelompok yang Masih bersekolah  Siswa SD  Siswa SLTP  Siswa SLTA  Mahasiswa  Total  Jumlah  %  Jumlah  %  Jumlah %  Jumlah  %  Jumlah  % 
Tabel 4.1.5 Responden Berdasarkan Profesi 
Gambar 4.1.2 Grafik Sebaran Profesi Responden 
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengurasan air pada kontainer dengan interval waktu yang berbeda akan mempengaruhi penggunaan abate yang terlarut dalam air yang dapat menghambat pertumbuhan

Berdasarkan data yang telah dikumpul- kan dari hasil penelitian, selanjutnya data tersebut dianalisis untuk mengetahui dan mendeskripsikan peningkatan pemahaman

Proses pengislaman ini tidak hanya diberlakukan terhadap manusia, tetapi juga diberlakukan terhadap hal-hal yang menyangkut hajat orang banyak?. Salah satu hal yang menyangkut

Golongan, Kelompok, Zat Aktif yang Bekerja pada Sistem Saluran Kardiovaskular yang Digunakan untuk Terapi Pasien Hipertensi pada Chronic Kidney Disease Stage V di

Mengembangkan bangunan industri tersebut dengan menambahkan kapasitas produksi dan jenis produk pada lokasi yang berdekatan menjadi pilihan utama yang dapat

tepung beras, sedangkan egg roll berbahan tepung terigu dengan penambahan tapioka atau sagu. Egg roll juga mirip dengan ledre, yang merupakan camilan khas

Thirdly, this paper put forward an algorithm for multi-scale line features matching by calculating the distance from node to polyline and an integrating algorithm

Terdapat 120 kali penayangan yang disetujui oleh ke 2 coder (Indah dan Gita) dengan segmen 3 episode 22 Oktober 2014 memiliki frekuensi terbanyak dari keseluruhan