BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.3 Hubungan Pendidikan terhadap Lama Membaca
Salah satu hal yang diduga mempunyai hubungan dengan minat baca dengan indikator lama (durasi) membaca, korbanan untuk memperoleh bahan bacaan yang ditandai dengan biaya yang dikeluarkan untuk membeli buku dan jumlah kepemilikan buku, serta frekuensi membaca yang ditandai dengan frekuensi datang ke perpustakaan, adalah tingkat pendidikan masyarakat.
Tabel 4.1.18 Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dengan Lama Membaca Pendidikan Lama (durasi) membaca 1‐2 j/mg 2‐3 j/mg 3‐4 j/mg < 1 j/h 1‐2 j/h 2‐3 j/h >3 j/h Tidak tamat SD Jumlah 4 6 9 34 67 24 28 % 2,3 3,5 5,2 19,8 39,0 14,0 16,3 Tamat SD Jumlah 17 11 11 110 209 62 25 % 3,8 2,5 2,5 24,7 47,0 13,9 5,6 Tamat SMP Jumlah 13 11 11 125 184 69 28 % 2,9 2,5 2,5 28,3 41,7 15,6 6,3 Tamat SMA Jumlah 27 8 16 187 200 53 47 % 5,0 1,5 3,0 34,8 37,2 9,9 8,7 Tamat Diploma Jumlah 4 3 3 26 61 15 13 % 3,2 2,4 2,4 20,8 48,8 12,0 10,4 Tamat S1 Jumlah 11 9 11 73 141 69 55 % 3,0 2,4 3,0 19,8 38,2 18,7 14,9 Tamat S2‐S3 Jumlah 3 3 7 4 20 18 15 % 4,3 4,3 10,0 5,7 28,6 25,7 21,4 Jumlah Jumlah 79 51 68 559 882 310 211 % 3,7 2,4 3,1 25,9 40,8 14,4 9,8
Tabel 4.1.18 di atas memperlihatkan rata-rata responden membaca antara kurang dari satu jam per hari sampai dua jam per hari. Hal ini menunjukkan bahwa dari yang tidak tamat SD sampai responden yang berpendidikan pascasarjana tidak banyak
membaca lebih dari 3 jam sehari. Padahal ukuran seseorang yang termasuk rajin membaca atau mempunyai minat baca tinggi untuk mahasiswa (dalam hal ini termasuk diploma, sarjana dan pasca sarjana) adalah membaca antara 3 jam sampai 3,5 jam setiap hari (Razak, 2004). Sedangkan yang dikategorikan sangat rajin atau mempunyai minat baca tinggi untuk kelompok ini adalah yang membaca lebih dari 3,5 jam setiap hari.
Gambar 4.1.16 Grafik Sebaran Latar Belakang Pendidikan dengan Lama Membaca
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa mayoritas kelompok lulusan perguruan tinggi di lokasi penelitian termasuk memiliki minat baca yang kurang atau menurut Razak (2004) termasuk malas membaca, yaitu membaca antara 2,5 sampai 3 jam dan bahkan ada yang sangat malas karena membaca kurang dari 2,5 jam setiap hari. Untuk lulusan SMU atau SLTA sebagian besar responden membaca antara kurang dari satu jam dan antara 1 sampai 2 jam setiap hari. Hal ini juga dapat dikatakan sebagian besar responden memiliki minat baca yang kurang atau menurut Razak (2004) malas membaca (71,9 % membaca kurang dari 2 jam per hari). Ukuran rajin membaca bagi siswa SMU menurut Razak (2004) adalah mereka yang membaca antara dua jam sampai 2,5 jam setiap hari, sedangkan membaca antara 1,5 jam sampai dua jam setiap hari termasuk kategori malas, apalagi yang kurang dari 1,5 jam setiap hari dimasukkan
dalam kategori sangat malas. Namun demikian ada sebagian responden yang termasuk kategori rajin membaca bahkan sangat rajin membaca dimana mereka membaca lebih dari 2 jam dan lebih dari 3 jam setiap hari (9,9 % responden membaca lebih dari 2 jam dan bahkan lebih dari 3 jam setiap hari sebanyak 8,7 % responden). Ukuran sangat rajin membaca bagi siswa SMU adalah membaca lebih dari 2,5 jam setiap hari.Untuk lulusan SMP membaca antara 1 sampai 2 jam setiap hari termasuk memiliki minat baca antara sedang sampai tinggi. Menurut Razak (2004) ukuran rajin membaca bagi SLTP adalah antara 1,25 jam sampai 1,5 jam per hari. Oleh karena itu lulusan SLTP di tiga kota lokasi penelitian termasuk memiliki minat baca antara sedang atau rajin membaca sampai tinggi atau sangat rajin membaca (69,2 %), sedangkan sisanya berada pada posisi malas membaca dan bahkan malas sekali membaca. Kelompok responden tamat SD dan tidak tamat SD juga berada pada posisi membaca antara 1 – 2 jam per hari. Oleh karena ukuran rajin dan tidaknya membaca bagi siswa SD semakin turun dibandingkan dengan SLTP, SLTA maupun sarjana, maka kelompok ini termasuk yang rajin membaca, yaitu berada pada kisaran membaca antara 45 menit sampai satu jam (Razak, 2004), dan bahkan berada di atas satu jam dimana menurut Razak termasuk yang sangat rajin membaca.
Secara statistik tingkat pendidikan berkorelasi positif atau ada hubungannya dengan durasi membaca, namun secara umum hubungan tersebut sangat rendah atau lemah sekali yaitu dengan koefisien korelasi hanya sebesar 0,008. Hal ini menggambarkan bahwa minat baca masyarakat memang belum tinggi. Seharusnya semakin tinggi pendidikan seseorang kecenderungan membaca tinggi sangat kuat. Pada hubungan antara pendidikan dengan frekuensi berkunjung ke perpustakaan malah negatif dengan nilai koefisien korelasi sebesar -0,011. Artinya, walaupun hubungannya sangat lemah, semakin tinggi pendidikan seseorang akan semakin jarang datang ke perpustakaan. Dengan kondisi perpustakaan yang belum dapat memuaskan pelanggannya, maka hal ini dapat dimengerti. Kemudian kebutuhan bahan bacaan tersebut dipenuhi dengan cara membeli sehingga tingkat kepemilikan, bagi kelompok tertentu, juga menjadi tinggi.
Gambar 4.1.17a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Mahasiswa
Selanjutnya, untuk memperlihatkan bagaimana tabel Razak (2004) tersebut menggambarkan minat atau kegemaran membaca masyarakat Indonesia, maka secara khusus dibahas minat baca siswa SD, SLTP, SLTA, dan mahasiswa seperti berikut. Gambar 4.1.17 a.b.c.d menegaskan bahwa kelompok mahasiswa sebagian besar (40,4 %) membaca antara 1 – 2 jam setiap hari, dan membaca kurang dari 1 jam setiap hari (24,1 %). Hal ini menunjukkan bahwa kelompok mahasiswa di tiga kota lokasi penelitian memiliki minat baca rendah atau sangat malas membaca. Jika kita hanya mengelompokkan dua kelompok saja mengenai membaca ini yaitu memiliki minat baca yang tinggi dan dan memiliki minat baca yang rendah, maka kelompok mahasiswa sebagian besar (87,8 %) memiliki minat baca yang rendah, dan hanya 12,2 % saja yang memiliki minat baca tinggi.
Dari aspek korbanan biaya untuk membeli buku juga menunjukkan bahwa kelompok mahasiswa sebagian besar berbelanja buku kurang dari Rp. 50.000,- setiap bulan (51,5 %), sedangkan yang berbelanja antara Rp. 50.000 sampai dengan Rp. 100.000,- per bulan adalah sebesar 39,9 %. Sisanya 12,6 % berbelanja buku lebih dari Rp.100.000,- setiap bulan. Oleh karena itu tidak mengherankan jika sebagian besar responden memiliki buku kurang dari 10 judul (55 %). Sebagian responden memiliki buku antara 10 – 25 judul buku (25,3 %), dan yang memiliki lebih dari 25 judul buku hanya 19,7 %. Fakta yang memperkuat pernyataan bahwa minat baca masyarakat, dalam kasus ini mahasiswa, adalah rendah adalah kunjungan ke perpustakaan dari responden yang juga rendah. Jika minat baca mereka tinggi, sedangkan mereka tidak mampu membeli buku sehingga tingkat kepemilikan buku mereka rendah, maka seharusnya frekuensi kunjungan mereka ke perpustakaan tinggi yaitu untuk memenuhi kebutuhan bahan bacaan mereka yang tidak bisa mereka beli. Kenyataannya frekuensi kunjungan ke perpustakaan hanya berada pada dua kali seminggu (40,6 %) dan sebagian besar malah kurang dari dua kali seminggu (48,9 %), sedangkan yang datang ke perpustakaan umum setiap hari hanya 10,5 %.
Gambar 4.1.18a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Siswa SLTA
Untuk siswa SMU atau SLTA sebagian besar responden membaca antara kurang dari satu jam dan antara 1 sampai 2 jam setiap hari. Hal ini juga dapat dikatakan sebagian besar responden memiliki minat baca yang kurang atau menurut Razak (2004) malas membaca (77,1 % membaca kurang dari 2 jam per hari). Ukuran rajin membaca bagi siswa SMU menurut Razak (2004) adalah mereka yang membaca antara dua jam sampai 2,5 jam setiap hari, sedangkan membaca antara 1,5 jam sampai dua jam setiap hari termasuk kategori malas, apalagi yang kurang dari 1,5 jam setiap hari dimasukkan dalam kategori sangat malas. Namun demikian ada sebagian responden yang termasuk kategori rajin membaca bahkan sangat rajin membaca dimana mereka membaca lebih dari 2 jam dan lebih dari 3 jam setiap hari (16,7 % responden membaca lebih dari 2 jam dan bahkan lebih dari 3 jam setiap hari sebanyak 6,2 % responden). Ukuran sangat rajin membaca bagi siswa SMU adalah membaca lebih dari 2,5 jam setiap hari. Grafik pada gambar 4.1.18a,b,c,d memperlihatkan gambaran minat baca siswa SLTA. Sebagian besar kelompok siswa SLTA membaca antara 1 – 2 jam per hari dan kurang dari 1 jam per hari, yang dapat dikategorikan sebagai malas membaca atau dengan kata lain mereka memiliki minat baca yang masih rendah. Dapat dikatakan bahwa sebagian besar (77,1 %) siswa SLTA tergolong memiliki minat baca yang rendah, dan hanya 22,9 % saja siswa SLTA memiliki minat baca yang tinggi.
Dari indikator belanja buku setiap bulan dan tingkat kepemilikan buku juga tidak dapat menunjukkan bahwa minat baca mereka tinggi. Sebagian besar anggaran untuk membeli buku mereka adalah sebesar kurang dari Rp. 50.000,- setiap bulan (60,5 %).
Sedangkan tingkat kepemilikan buku mereka berada pada kelompok kurang dari 10 judul buku (65,4 %). Frekuensi kunjungan ke perpustakaan umum dari responden SLTA juga rendah. Mereka yang berkunjung setiap hari ke perpustakaan umum hanya sebesar 1,8 %. Sedangkan yang berkunjung sebanyak dua kali seminggu sebesar 15,5 %. Sisanya berkunjung ke perpustakaan sebanyak sekali seminggu atau lebih jarang lagi (78,1 %).
Gambar 4.1.19a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Siswa SLTP
Untuk siswa SMP membaca antara 1 sampai 2 jam setiap hari termasuk memiliki minat baca antara sedang sampai tinggi. Menurut Razak (2004) ukuran rajin membaca bagi SLTP adalah antara 1,25 jam sampai 1,5 jam per hari. Gambar 4.1.19a,b,b,d memberikan gambaran lebih spesifik mengenai minat baca kelompok siswa SLTP. Berdasarkan ukuran Razak maka siswa SLTP di tiga kota lokasi penelitian termasuk
memiliki minat baca antara sedang atau rajin membaca sampai tinggi atau sangat rajin membaca (68,6 %), sedangkan sisanya (31,4 % responden) berada pada posisi malas membaca dan bahkan malas sekali membaca. Biaya untuk belanja buku juga sama dengan siswa SLTA yaitu mayoritas berada pada kelompok kurang dari Rp.50.000,- setiap bulan (56,4 %), dengan tingkat kepemilikan buku berada pada kelompok kepemilikan kurang dari 10 judul buku (63,6 %). Namun demikian, walaupun mereka tidak banyak berbelanja buku dan memiliki koleksi buku sedikit, mereka malas berkunjung ke perpustakaan. Mereka yang berkunjung ke perpustakaan setiap hari hanya sebesar 9,6 %, sedangkan yang berkunjung ke perpustakaan dua kali seminggu hanya sebesar 35, 1 %. Sisanya, yaitu sebesar 55,3 % responden berkunjung ke perpustakaan antara seminggu sekali sampai setahun sekali.
Kelompok responden siswa SD juga berada pada posisi membaca antara 1 – 2 jam per hari. Oleh karena ukuran rajin dan tidaknya membaca bagi siswa SD semakin turun dibandingkan dengan SLTP, SLTA maupun sarjana, maka kelompok ini termasuk yang rajin membaca, yaitu berada pada kisaran membaca antara 45 menit sampai satu jam (Razak, 2004), dan bahkan berada di atas satu jam dimana menurut Razak termasuk yang sangat rajin membaca. Gambar 4.1.20a,b,c,d memberikan gambaran yang lebih jauh mengenai minat baca siswa SD. Sebagian besar (38,4 %) responden kelompok siswa SD mengaku membaca antara 1 – 2 jam setiap hari, dan ini termasuk kepada kelompok yang mempunyai minat baca yang tinggi. Bahkan 28,6 % termasuk yang memiliki minat baca sangat tinggi. Hanya 33 % siswa SD yang memiliki minat baca antara rendah sampai sedang. Menurut Razak (2004) siswa SD yang termasuk malas membaca adalah mereka yang membaca kurang dari 30 menit setiap hari. Sama seperti kelompok responden lain, maka kelompok responden siswa SD biasa berbelanja buku kurang dari Rp.50.000,- per bulan (70 %), hanya sebagian responden saja mengaku berbelanja lebih dari Rp. 50.000,- per bulan. Tingkat kepemilikan buku mereka juga sangat rendah sebanyak 80,8 % memiliki buku kurang dari 10 judul. Bahkan 34,8 % diantaranya tidak memiliki koleksi buku sama sekali. Frekuensi kunjungan mereka ke perpustakaan umum cukup menggembirakan. Sebanyak 50,8 % responden mengaku berkunjung ke perpustakaan sedikitnya dua kali seminggu. Sedangkan sisanya yaitu 49,2 % berkunjung ke perpustakaan antara satu kali seminggu sampai satu kali setahun (diantaranya berkunjung satu kali seminggu sebesar 21,6 %). Kebiasaan berkunjung siswa SD ini perlu terus dipelihara dan bahkan terus dipupuk sehingga kebiasaan ini tidak menghilang walaupun usia mereka terus bertambah.
Tabel 4.1.19 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Biaya Belanja Buku Bulanan Pendidikan Jumlah responden dengan belanja buku per bulan (x Rp.100.000,-)
< 0,5 0,5‐1 1‐2 2‐3 3‐4 4‐5 > 5
Tidak tamat SD Jumlah 82 42 21 5 6 3 3
% 50,6 25,9 13,0 3,1 3,7 1,9 1,9
Tamat SD Jumlah 243 91 25 5 5 0 6
Pendidikan Jumlah responden dengan belanja buku per bulan (x Rp.100.000,-) < 0,5 0,5‐1 1‐2 2‐3 3‐4 4‐5 > 5 Tamat SMP Jumlah 203 89 19 6 7 0 2 % 62,3 27,3 5,8 1,8 2,1 0,0 0,6 Tamat SMA Jumlah 209 96 23 11 4 1 6 % 59,7 27,4 6,6 3,1 1,1 0,3 1,7 Tamat Diploma Jumlah 46 29 7 2 0 0 2 % 53,5 33,7 8,1 2,3 0,0 0,0 2,3 Tamat S1 Jumlah 132 101 26 15 9 3 3 % 45,7 34,9 9,0 5,2 3,1 1,0 1,0 Tamat S2‐S3 Jumlah 17 24 8 7 1 3 1 % 27,9 39,3 13,1 11,5 1,6 4,9 1,6 Jumlah Jumlah 932 472 129 51 32 10 23 % 56,5 28,6 7,8 3,1 1,9 0,6 1,4 Gambar 4.1.21 Tingkat Pendidikan terhadap Belanja Buku
Tingkat pendidikan memang berkorelasi positif terhadap korbanan responden untuk membeli buku dan tingkat kepemilikan buku dengan nilai koefisein korelasi
masing-masing sebesar 0,152 dan 0,267. Dari tabel 4.1.20 dapat terlihat bahwa semakin tinggi pendidikan responden semakin banyak responden yang memiliki buku dalam jumlah besar dan semakin sedikit responden yang tidak punya koleksi buku pribadi.
Tabel 4.1.20 Hubungan Antara Pendidikan dengan Kepemilikan Buku
Pendidikan Jumlah responden dengan kepemilikan buku (judul) 0 < 10 10‐25 25‐50 50‐75 75‐100 > 100 Tidak tamat SD Jumlah 64 53 35 6 2 2 2 % 39,0 32,3 21,3 3,7 1,2 1,2 1,2 Tamat SD Jumlah 123 207 71 23 10 3 4 % 27,9 46,9 16,1 5,2 2,3 0,7 0,9 Tamat SMP Jumlah 101 190 88 31 3 5 4 % 23,9 45,0 20,9 7,3 0,7 1,2 0,9 Tamat SMA Jumlah 147 196 103 39 11 5 7 % 28,9 38,6 20,3 7,7 2,2 1,0 1,4 Tamat Diploma Jumlah 17 41 35 15 4 1 3 % 14,7 35,3 30,2 12,9 3,4 0,9 2,6 Tamat S1 Jumlah 43 92 103 53 18 20 23 % 12,2 26,1 29,3 15,1 5,1 5,7 6,5 Tamat S2‐S3 Jumlah 4 7 5 12 2 15 20 % 6,2 10,8 7,7 18,5 3,1 23,1 30,8 Jumlah Jumlah 499 786 440 179 50 51 63 % 24,1 38,0 21,3 8,7 2,4 2,5 3,0
Gambar 4.1.22 Tingkat Pendidikan terhadap Pemilikan Buku
Dan pada tabel 4.1.21 terlihat bahwa semakin tinggi pendidikan, walaupun tidak begitu nampak, semakin banyak responden yang berkunjung ke perpustakaan. Namun secara umum memang frekuensi kunjungan terbesar adalah pada dua kali seminggu sampai setiap hari. Semakin jarang frekuensi kunjungan ke perpustakaan semakin sedikit jumlah responden.
Tabel 4.1.21 Hubungan Pendidikan dengan Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan
Pendidikan Frekuensi kunjungan ke perpustakaan 1x/th 1x/6bln 1x/3bln 1x/bln 1x/mg 2x/mg 1x/h Tidak tamat SD Jumlah 7 5 5 5 20 33 36 % 6,3 4,5 4,5 4,5 18,0 29,7 32,4 Tamat SD Jumlah 15 9 15 30 67 81 30 % 6,1 3,6 6,1 12,1 27,1 32,8 12,1 Tamat SMP Jumlah 31 11 18 56 49 46 13 % 13,8 4,9 8,0 25,0 21,9 20,5 5,8 Tamat SMA Jumlah 17 8 17 72 87 78 57 % 5,1 2,4 5,1 21,4 25,9 23,2 17,0
Pendidikan Frekuensi kunjungan ke perpustakaan 1x/th 1x/6bln 1x/3bln 1x/bln 1x/mg 2x/mg 1x/h Tamat Diploma Jumlah 4 1 3 13 25 25 22 % 4,3 1,1 3,2 14,0 26,9 26,9 23,7 Tamat S1 Jumlah 12 8 11 53 68 62 48 % 4,6 3,1 4,2 20,2 26,0 23,7 18,3 Tamat S2‐S3 Jumlah 4 1 2 14 15 11 3 % 8,0 2,0 4,0 28,0 30,0 22,0 6,0 Jumlah Jumlah 90 43 71 243 331 336 209 % 6,8 3,3 5,4 18,4 25,0 25,4 15,8 Gambar 4.1.23 Tingkat Pendidikan terhadap Kunjungan ke Perpustakaan