• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Tepung Tulang Ikan

2.6.2. Bahan-bahan pembuat biskuit

1-2 40-42 Tepung 5,5 9 2-3 20 Lemak 15-25 15 2-3 21 Lemak dan gula

7

Ket : HF = kandungan lemak tinggi; HS = kandungan gula tinggi

2.6.2. Bahan-bahan pembuat biskuit

Bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit dibedakan menjadi bahan pengikat (binding materials) dan bahan pelembut (tederizing materials) (Matz dan Matz 1978). Bahan pengikat terdiri dari tepung, air, susu, telur. Bahan pelembut terdiri dari gula, shortening, baking powder, telur.

(a) Tepung terigu

Untuk mendapatkan biskuit yang baik, maka tepung terigu tipe lunak yang mempunyai kadar protein sekitar 8% dan kadar gluten yang tidak terlalu banyak adalah yang paling sesuai (Vail et al. 1978). Tepung terigu dalam pembuatan biskuit berfungsi sebagai pembentuk tekstur, mengikat bahan-bahan lain dan mendistribusikannya secara merata sebagai pembentuk citarasa (Matz dan Matz 1978).

Komposisi gandum bervariasi tergantung jenisnya. Hal ini juga berpengaruh pada kekuatan glutennya. Kekuatan tepung lebih tergantung pada mutu daripada jumlah gluten. Tepung yang kuat adalah tepung yang menghasilkan tepung yang sukar meregang dan mempunyai sifat dapat menahan gas yang baik. Umumnya jenis tepung ini cocok untuk pembuatan roti, sedangkan tepung yang lemah cocok untuk pembuatan kue dan biskuit (Gaman dan Sherrington 1990).

Menurut Astawan (1999) berdasarkan kandungan gluten (protein) tepung terigu yang beredar dipasaran dapat dibedakan menjadi 3 macam sebagai berikut : 1. Hard flour. Tepung ini berkualitas paling baik. Kandungan proteinnya 12-13%.

Tepung ini digunakan untuk pembuatan roti dan mi berkualitas tinggi. Contohnya adalah terigu ”Cakra Kembar”.

2. Medium hard flour. Tepung jenis ini mengandung protein 9,5-11%. Tepung ini banyak digunakan untuk pembuatan roti, mi dan macam-macam kue serta biskuit. Contohnya, terigu ”Segitiga Biru”.

3. Soft flour. Terigu ini mengandung protein sebesar 7-8,5%. Penggunaannya cocok sebagai pembuatan kue dan biskuit. Contohnya, terigu ”Kunci Biru”. (b) Telur

Penggunaan telur dalam pembuatan biskuit terutama berfungsi sebagai pengemulsi yang dapat membantu mempertahankan kestabilan adonan. Selain itu telur juga berperan meningkatkan dan menguatkan flavour, warna dan kelembutan (Matz dan Matz 1978).

Menurut Whiteley (1971), adanya albumin telur membantu pembentukan struktur adonan selama pemanggangan biskuit, karena membantu memerangkap udara saat adonan dikocok sehingga udara dapat menyebar merata diseluruh adonan. Selain itu telur dapat meningkatkan kerenyahan (crispy) biskuit.

(c) Gula

Gula berfungsi sebagai pemberi rasa manis biskuit, pelunakan gluten, berperan membentuk flavor dan warna coklat pada biskuit lewat reaksi pencoklatan nonenzimatis selama proses pemanggangan, memperbaiki tekstur dan mempengaruhi pengembangan biskuit (Matz dan Matz 1978).

(d) Lemak

Lemak biasa digunakan untuk memberikan efek shortening sehingga memperbaiki struktur fisik seperti volume pengembangan, tekstur dan kelembutan serta memberi flavor (Matz 1993). Lemak berfungsi untuk memperbaiki kualitas penerimaan (melezatkan dan menambah nilai gizi), melembutkan, membantu pengembangan, membantu penyebaran dan memberikan flavor. Lemak dapat melembutkan, membuat renyah dengan cara melapisi molekul pati dan gluten dalam tepung serta memutuskan ikatannya, lemak juga dapat membatasi daya serap air (Kaplan 1971)

Margarin merupakan pengganti mentega dengan rupa, bau dan konsistensi, rasa, dan nilai gizi yang hampir sama. Margarin juga mengandung emulsi air dalam minyak, dengan persyaratan mengandung tidak kurang 80% lemak. Margarin terbuat dari minyak atau lemak nabati, dan bahan tambahan seperti susu bubuk skim atau lemak hewani, air, garam, esens, pewarna dan zat antitengik. Umumnya margarin memiliki kandungan lemak yang sedikit tetapi kandungan airnya sangat banyak (Anonim 2000).

Karena minyak nabati umumnya dalam bentuk cair, maka harus dihidrogenasi lebih dulu menjadi lemak padat, yang berarti margarin harus bersifat plastis, padat pada suhu ruang, agak keras pada suhu rendah dan segera dapat mencair dalam mulut (Winarno 2002).

(e) Susu

Penggunaan susu dalam pembuatan produk biskuit berfungsi untuk membentuk flavour, mengikat air, sebagai bahan pengisi, membentuk tekstur yang baik dan porous, meningkatkan nilai gizi terutama kadar protein biskuit. Selain itu susu juga dapat memberikan pengaruh terhadap pembentukan warna coklat pada permukaan biskuit dan memperkuat gluten karena kandungan kalsiumnya (Anonim 1981).

Muchtadi dan Sugiyono (1989) menyatakan bahwa susu adalah suatu emulsi lemak dalam air yang mengandung garam-garam mineral, gula dan protein. Salah satu keuntungan penambahan susu didalam mixed food berfungsi sebagai penguat protein dan lemak, juga mengandung karbohidrat, vitamin (terutama vitamin A dan niasin) serta mineral (kalsium dan fosfor). Penggunaan susu untuk

pembuatan biskuit berperan sebagai bahan pengisi untuk mengikat kandungan gizi yang dihasilkan (Buckle et al. 1987).

(f) Bahan pengembang

Bahan pengembang yang umumnya digunakan dalam pembuatan produk biskuit adalah baking powder dan amonium bikarbonat. Fungsi baking powder dalam adonan adalah untuk melepaskan gas hingga jenuh dengan gas CO2 lalu dengan teratur melepaskan gas selama pemanggangan agar adonan mengembang sempurna, menjaga penyusutan dan untuk menyeragamkan remah. Baking powder adalah bahan peragi hasil reaksi antara asam dan sodium bikarbonat. Asam yang biasanya digunakan adalah tartarat, folat dan sulfat (Anonim 1981). Winarno (2002) menyatakan bahwa bahan pengembang adalah senyawa kimia yang apabila terurai akan menghasilkan gas dalam adonan.

(g) Air

Air digunakan sebagai media dan katalis reaksi yang terjadi dalam adonan, selain itu air juga membentuk dan mempengaruhi tekstur produk (Sunaryo 1985). Matz dan Matz (1978) menyatakan bahwa air dalam pembuatan produk biskuit berfungsi sebagai bahan pembantu dalam pembuatan gluten, sehingga membentuk sifat kenyal dari gluten disamping juga untuk melarutkan gluten, garam serta bahan-bahan lain agar bisa bercampur. Apabila jumlah air yang ditambahkan terlalu banyak maka adonan akan menjadi keras, sedangkan jika air yang ditambahkan sedikit, warna produk akan menjadi kecoklatan, bau agak gosong dan tekstur mudah hancur.

Air memungkinkan terbentuknya gluten gandum yang mengandung protein dalam bentuk glutenin dan gliadin, jika ditambahkan air maka akan membentuk gluten, air juga berperan mengontrol kepadatan adonan. Selain itu, air juga mengontrol suhu adonan, pemanasan atau pendinginan adonan. Air dalam adonan melarutkan garam, menahan dan menyebarkan bahan-bahan secara seragam. Air membasahi serta mengembangkan pati sehingga dapat dicerna dan memungkinkan terjadinya kegiatan enzim (Almond 1989).

(h) Flavor

Flavor didefinisikan sebagai komponen yang memiliki karakteristik yang dapat menimbulkan efek sensoris. Flavor dirasakan terutama oleh indera perasa

dan indera penciuman dan secara umum oleh berbagai reseptor yang ada di dalam mulut. Flavor sintetik dibuat dari bahan organik dan bahan kimia yang telah diisolasi dari sumber-sumber alami. Keuntungan menggunakan flavor sintetik adalah lebih ekonomis, konsentrasi rendah, penyimpanan yang mudah, lebih stabil dan lebih tahan lama (Phillips 1981 diacu dalam Mahani 1999).

3. METODOLOGI