• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2008 sampai April 2009 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah: jagung pipilan yang diperoleh dari Cibatok Leuwiliang Bogor, serta asam propionat dan molases sebagai bahan aditif. Alat yang digunakan adalah timbangan, silo (plastik), karung, oven dan seperangkat peralatan laboratorium lainnya.

3.3 Metode Penelitian

a. Persiapan bahan

Jagung yang dipergunakan yaitu jagung setelah panen dengan umur panen 100 hari, kemudian dilakukan pemipilan dan selanjutnya dianalisa kadar air untuk mengetahui volume asam propionat, molases dan air yang akan dipergunakan. Kadar air jagung pipilan dalam penelitian ini adalah 24.41% yang langsung disimpan dan digunakan sebagai kontrol (JPTP) dan tidak diikuti dalam analisis rancangan acak lengkap (RAL) dalam penelitian.

b. Pasca proses pengolahan dan penyimpanan jagung pipilan

Pengolahan jagung pipilan dilakukan dalam 3 perlakuan dan masing–masing perlakuan terdiri dari 3 kali ulangan yang ditulis sebagai berikut:

PPJP = pengeringan sampai kadar air maksimal 14%

FJPA = fermentasi dengan penambahan asam propionat 1.5% FJPM = fermentasi dengan penambahan molases 3%

Pengeringan dilakukan sampai mencapai kadar air maksimal 14% sebelum penyimpanan dimulai. Proses fermentasi dilakukan dengan penambahan asam propionat dan molases. Sebelum pencampuran dimulai kadar air diusahakan mencapai ± 60–70%, jagung pipilan setelah dicampur dengan propionat dan

molases kemudian dimasukkan ke dalam silo, dipadatkan dan ditutup rapat, diinkubasi dilakukan pada kondisi an aerob hingga mencapai pH ≤ 4.5. Setelah proses ensilase selesai, dilakukan pengeringan pada suhu 105oC sampai mencapai kadar air maksimal 14%. Selanjutnya dilakukan penyimpanan yang sama seperti jagung pipilan dengan pengeringan (PPJP) yaitu selama 0, 3 dan 6 minggu.

Tabel 8 Pola percobaan penelitian Perlakuan pengolahan jagung pipilan Waktu penyimpanan (minggu) Ulangan 1 2 3 JPTP = Jagung pipilan tanpa

pengolahan (kontrol) 0 3 6 9 9 9 9 9 9 9 9 9 PPJP = pengeringan sampai kadar air maksimal 14%

0 9 9 9

3 9 9 9

6 9 9 9

FJPA = fermentasi dengan penambahan asam propionat 1.5% 0 3 6 9 9 9 9 9 9 9 9 9 FJPM = fermentasi dengan penambahan Molases 3% 0 3 6 9 9 9 9 9 9 9 9 9

Keterangan : JPTP (jagung pipilan tanpa pengolahan) digunakan sebagai kontrol, tidak diikuti dalam analisis rancangan acak lengkap (RAL) PPJP, FJPA dan FJPM kadar air penyimpanan maksimal 14%

3.4 Peubah yang Diamati

Hasil fermentasi dievaluasi sifat fisik meliputi warna, bau, tekstur (Macaulay 2004) dan persentase total biji rusak (SNI 1998). Sedangkan sifat kimia dievaluasi dengan melihat pH yang diukur dengan menggunakan pH meter, asam organik (asam laktat, asetat, butirat dan propionat) dengan menggunakan Gas Chromatography, N–NH3 dengan menggunakan teknik mikrodifusi (Conway 1957). Kehilangan bahan kering dan bahan organik dengan analisa proksimat (AOAC 2005).

Hasil pasca penyimpanan jagung pipilan dievaluasi sifat fisik dan kimianya. Evaluasi sifat fisik ditentukan dari jumlah total biji rusak (SNI 1998), sedangkan sifat kimia dievaluasi dengan menganalisa total aflatoksin dengan menggunakan metode TLC (Blaney et al. 1984). Kadar air, kandungan bahan organik dan gross

energi dianalisa dengan metode proksimat (AOAC 2005). Kondisi lingkungan selama penyimpanan diamati dengan melihat suhu dan kelembaban relatif dengan menggunakan alat Hygrometer.

Warna, bau dan tekstur

Warna, Bau dan tekstur hasil fermentasi dilakukan melalui pengamatan secara organoleptik produk silase setelah proses ensilase. Sampling dilakukan dengan mengambil bagian atas, tengah dan bawah silo.

Persentase total biji rusak

Sampel ditimbang (a), kemudian dipisahkan antara biji utuh dengan biji jagung yang rusak (retak, biji patah, biji berubah warna, biji terserang serangga dan cendawa). Biji rusak ditimbang (b) dalam gr. Persentase biji rusak dapat dihitung dengan rumus:

%biji rusak = b x 100% a

pH (derajat keasaman)

Sampel ditimbang ditambahkan aquades (1:2), kemudian didiamkan selama 30 menit sambil diaduk. Selanjutnya pH diukur dengan menggunakan pH meter.

Asam organik (asam laktat, asetat, butirat dan propionat)

Sampel ditimbang 5 gr, ditambahkan 50 ml buffer asetonitril. Buffer dibuat dengan mengatur pH 0.4%, larutan asetonitril (v/v) dalam 0.5% (w/v) larutan (NH4)2PO4 dalam air H3PO4 sehingga pH 2.24. Campuran yang dihasilkan dihomogenasi dan diekstraksi selama 1 jam, seterusnya disentrifuse pada 7 000 x 6 selama 5 menit. Supernatant yang dihasilkan disaring melalui kertas saring dan dua kali melalui penyaring membran berukuran 0.45 µm. Siap injek ke HPLC.

NNH3

Cawan Conway yang akan dipakai lebih dahulu diolesin vaselin pada kedua bibirnya. Sebanyak 1 ml sampel berupa supernatant ditempatkan pada satu sisi sekat cawan dan di sisi lain titempatkan 1 ml Na2CO3 jenuh. Sementara dibagian

tengah diletakkan 1 ml larutan asam borat berindikator. Cawan selanjutnya ditutup dengan tutup yang bervaselin sambil digoyang perlahan, sehingga supernatant tercampur dengan natrium karbonat. Selanjutnya cawan dibiarkan selama 24 jam pada suhu kamar. Setelah tutup cawan dibuka asam borat dititrasi dengan 0.02 N H2SO4 sampai warnanya kembali menjadi merah muda. Produksi N–NH3dihitung sebagai berikut:

NNH3 (mM) = ml H2SO4 x 100/L

%NNH3 (total N) = NNH3 (mM) x 17 (BM NNH3) x 100%

1 000

Kandungan bahan kering dan kehilangan bahan kering

Bahan kering diukur sebelum dan setelah ensilase. Sebanyak 5 gram sampel kering dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui bobotnya. Setelah itu dipanaskan di dalam oven 105oC selama 6 jam. Selanjutnya didinginkan di dalam eksikator selama 15 menit dan ditimbang. Perhitungan kehilangan bahan kering merupakan selisih antara bobot sebelum dan setelah ensilase. Selanjutnya dibandingkan dengan pengalian bobot sebelum ensilase dan dikali seratus persen.

Kandungan bahan organik dan kehilangan bahan organik

Bahan organik diukur sebelum dan setelah ensilase. Sebanyak 5 gram sampel (kering udara) ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah diketahui bobotnya. Sampel dipijarkan di atas nyala api pembakar Bunsen sampai tidak berasap lagi. Kemudian dimasukkan ke dalam tanur listrik suhu 400– 600oC selama 6 jam. Setelah itu didinginkan dalam eksikator selama 15 menit dan ditimbang. Perhitungan kehilangan bahan organik merupakan selisih antara bobot sebelum dan setelah ensilase. Selanjutnya dibandingkan dengan pengalian bobot sebelum ensilase dan dikali seratus persen.

Total Aflatoksin

Aflatoksin diekstrak dalam pelarut organik yang sesuai dan kemudian dipisahkan secara kromatografi lapisan tipis di bawah sinar tampat ultra. Adapun cara kerjanya:

1. Penimbangan sebanyak 50 gram jagung pipilan dan dimasukan ke dalam blender (explosion proof) 1 liter.

2. Tambahkan 250 ml methanol (55:45 v/v), 100 ml heksana dan 2 gram NaCl. Lumatkan dengan kecepatan tinggi selama 1 menit. Pindahkan segera ke dalam botol/tabung sentrifuse dan putarkan pada kecepatan 2 000 rev/menit selama 5 menit. Apabila alat sentrifuse tidak dimiliki, pindahkan campuran tersebut ke dalam Erlenmeyer 500 ml dan biarkan selama 30 menit agar terjadi pemisahan antara endapan dan cairan.

3. Pipet 25 ml lapisan methanol dan masukkan ke dalam corong pemisah 250 ml, tambahkan 25 ml kloroform, ekstrak dengan cara mengocoknya selama 1–2 menit. Biarkan kedua lapisan terpisah dan alirkan lapisan kloroform (lapisan bawah) ke dalam Erlenmeyer 50 ml dan harap diperhatikan agar padatan tidak ikut terbawa ke dalam kloroform. Uapkan di atas penangas air sampai hampir kering.

4. Pindahkan ekstrak ke dalam botol kecil dan uapkan sampai kering dengan menggunakan aliran nitrogen.

5. Larutkan ekstrak dengan 200 µl kloroform. Buat dua garis lurus pada kedudukan 2 cm dan 12 cm dari salah satu sisi lempeng kromatografi (“precoated kieselgel”) G plate.

6. Totolkan masing–masing 2;5 dan 10 µl larutan standar campuran pada garis yang terletak di bagian bawah lempeng kromatografi dengan jarak 1.5 cm. 7. Masukkan lempeng ke dalam tangki pengembang yang berisi 100 ml

campuran kloroform; aseton (9:1 v/v) jenuh, tutup dan biarkan pelarut bergerak sampai batas yang ditentukan.

8. Keluarkan lempeng dan biarkan kering, kemudian segera amati di bawah lampu UV. Kemudian memberi tanda pada fluorensen contoh yang sesuai dengan fluorensen standar. Apabila intensitas fluorensen contoh terlalu rendah untuk diamati, pekatkan larutan ekstrak (butir 5) dan ulangi butir 7 dan seterusnya.

9. Kandungan aflatoksin dalam contoh dapat dinyatakan sebagai µg/kg dihitung sampai dua angka decimal, dengan menggunakan rumus:

C = S x Y x V x f µg/kg W x Z

Keterangan:

C = kandungan masing–masing aflatoksin dalam contoh (µg/kg) S = standar yang ditotolkan yang intensitasnya sama dengan

intensitas contoh (µl)

Y = konsentrasi masing–masing standar (µg/ml) W = bobot contoh (gr)

Z = jumlah ekstrak contoh yang ditotolkan yang memberikan intensitas yang sama dengan S

V = jumlah pelarut (kloroform) yang dipakai untuk melarutkan ekstrak (µl)

f = faktor pengenceran.

Gross energi

Membuat pellet yang akan ditentukan energi brutonya dengan berat antara 0.5–1.0 gr, simpan dalam kertas. Kemudian letakkan dalam electroda pada tutup bomb. Mengikat kawat platina diantara elektrode dengan disentuhkan pada sampel tersebut. Teteskan air distilasi ke dasar bomb. Tempatkan tutup bomb dalam bomb dan tutup rapat. Isi bomb dengan oksigen hingga 25 atmosfer. Masukkan air distilasi 2 kg (2 liter) ke dalam bucket. Tempatkan bucket dalam jacket. Tutup calometer, turunkan thermometer. Masukkan air panas dan dinginkan hingga temperatur dalam bucket dan jacket sama. Biarkan lima menit hingga temperatur tetap. Baca temperatur hingga 0.005oF. Bakar dengan menekan tombol. Pada temperatur dalam bucket megikuti kenaikan suhu dalam temperatur bucket hingga temperatur tetap dalam bucket. Kemudian mencatat temperatur akhir. Buka calometer, keluarkan bomb, lepaskan oksigen dari bomb. Kawat yang terbakar diukur dengan mengukur kawat yang dipakai dengan sisa kawat yang tidak terbakar.

Gross energi (kalori/g) = (ta–tm) x W–

e

1–

e

2

e

3 sampel

Keterangan:

ta = temperatur akhir (oF/oC)

tm = temperatur mula–mula pada saat dibakar (oF/oC) W = water equivalent

e1 = koreksi asam yaitu jumlah larutanNa2CO3 e2 = koreksi kawat terbakar (kalori)

e3 = koreksi sulfur bila kandungan S > 0.1 persen (kalori)

Untuk lebih jelasnya prosedur penelitian dapat dilihat pada Gambar 7:

Pengeringan

(oven 105oC)

Kontrol

Gambar 7 Prosedur kerja penelitian

Penyimpanan dengan periode 0, 3 dan 6 minggu

Kadar air maksimal 14%

Penambahan molases 3% Penambahan asam propionat 1.5% Proses pengeringan (oven 105oC) Jagung pipilan

Evaluasi sifat fisik dan sifat kimia

Evaluasi sifat fisik dan kimia

3.5 Rancangan Percobaan dan Analisa Data

Hasil fermentasi jagung pipilan dianalisis ragam menggunakan uji T-test, sedangkan rancangan yang dipergunakan dalam hasil penyimpanan pasca proses pengeringan dan fermentasi dengan penambahan asam propionat dan molases adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) berpola faktorial 3x3 dengan 3 kali ulangan. Faktor pertama yaitu 3 perlakuan (pengeringan, fermentasi dengan penambahan asam propionat dan molases) dan faktor kedua yaitu 3 waktu penyimpanan (0, 3 dan 6 minggu). Bentuk umum model linear Rancangan Acak Lengkap (RAL) berpola faktorial adalah:

Yij = µ + Ai + Bj+ (AB)ij +

ε

ijk

Keterangan:

Yij = nilai pengamatan yang memperoleh faktor A ke–i, faktor B kej, ulangan ke–k

µ = nilai tengah populasi

Ai = pengaruh pengolahan faktor A ke–i Bj = pengaruh penyimpanan faktor B ke–j

(AB)i = pengaruh interaksi antara faktor A ke–i dan faktor B ke–j

ε

ijk = galat

Data dianalisis ragam dengan program SAS versi 6.12 dan bila berbeda nyata dilakukan uji lanjut yaitu uji Duncan (Steel and Torrie 1995).

Dokumen terkait