• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Ruang Penyimpanan

4.2.2 Sifat Kimia Fermentasi Jagung Pipilan

Nilai pH (derajat keasaman), asam organik (asam laktat dan asetat), kadar N–NH3, kehilangan bahan bahan kering dan bahan organik fermentasi jagung

pipilan dengan penambahan asam propionat dan molases setelah proses ensilase

dapat dilihat pada Tabel 11.

a. pH (derajat keasaman), Jumlah Asam Laktat dan Asam Asetat

Sifat yang terpenting dalam produk–produk fermentasi dari bakteri asam laktat adalah kemampuannya untuk memfermentasi gula menjadi asam laktat, sehingga dapat menurunkan pH, menghambat aktivitas proteolitik, lipolitik dan pathogen lainnya. pH merupakan indikator utama untuk mengetahui pengaruh

ensilase terhadap nilai nutrient hasil fermentasi berkadar air tinggi, pH lebih rendah menunjukkan kualitas lebih baik (Kung dan Stokes 2001).

Berdasarkan hasil penelitian memperlihatkan bahwa pH hasil fermentasi jagung pipilan setelah proses ensilase (Tabel 11) menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0.05). pH hasil fermentasi setelah proses ensilase kurang dari 4.5. Nilai ini menunjukkan bahwa hasil fermentasi jagung pipilan mempunyai kualitas fermentasi yang baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Macaulay (2004) yang menyatakan bahwa kualitas hasil fermentasi digolongkan menjadi 4 kriterial berdasarkan pH yaitu: baik sekali dengan pH 3.2–4.2, baik pH 4.2–4.5, sedang pH 4.5–4.8 dan buruk pH >4.8.

Tabel 11 Sifat kimia fermentasi jagung pipilan dengan penambahan asam propionat dan molases setelahproses ensilase

Peubah Perlakuan FJPA FJPM

pH (derajat keasaman) 4.37±0.01 4.31±0.18 Jumlah asam laktat (ppm) 626.50±169.30d 775.80±239.71c Jumlah asam asetat (ppm) 161.30±9.47e 59.15±18.17f

Kadar N–NH3 (%) 1.26±0.21 1.34±0.20

Kehilangan bahan kering (%) 11.26±0.10 11.18±0.68 Kehilangan bahan organik (%) 1.72±0.11 1.49±0.14

Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05), FJPA (fermentasi jagung pipilan dengan penambahan asam propionat 1.5%) dan FJPM (fermentasi jagung pipilan dengan penambahan molases 3%)

Rendahnya pH pada perlakuan FJPM didukung dengan produksi asam laktat yang lebih tinggi dibandingkan FJPA. Namun secara keseluruhan asam organik yang dihasilkan cukup rendah. Pada penelitian ini rendahnya pH karena cukup

tersedianya bahan aditif yang dipergunakan berfungsi sebagai substrat pendorong pertumbuhan bakteri asam laktat. Schroeder (2004); Kung dan Shaver (2001) menyatakan bahwa hasil fermentasi yang berkualitas tercapai apabila produksi asam didominasi oleh asam laktat, pH lebih cepat turun, sehingga lebih banyak nutrient yang dapat dipertahankan. Levital et al. (2009) menyatakan bahwa asam propionat tidak terlalu berpengaruh terhadap jumlah bakteri asam laktat dalam silase jagung pipilan. Adanya peningkatan bakteri asam laktat pada awal penyimpanan karena masih banyak substrat yang akan dikonsumsi oleh bakteri. Demikian juga terjadinya penurunan jumlah bakteri asam laktat pada hari–hari berikutnya karena semakin terbatasnya substrat bahan organik yang dapat dicerna oleh bakteri tersebut.

Jones et al. (2004) menyatakan bahwa kandungan bahan kering bahan, kondisi an aerob, kandungan gula dan produksi asam laktat merupakan faktor utama yang mempengaruhi kualitas hasil fermentasi. Menurut Moran (1996) silase yang berkualitas baik mengandung 15 000–25 000 ppm asam laktat, 5 000– 8 000 ppm asam asetat dan asam butirat kurang dari 1000 ppm. Pada penelitian ini jumlah asam laktat tertinggi pada silase jagung pipilan kurang dari 1 000 ppm dan asam asetat tertinggi kurang dari 200 ppm. Salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya jumlah asam laktat dan asetat adalah kesalahan dalam analisa di laboratorium.

Meskipun demikian apabila dilihat dari nilai pHnya, kualitas silase yang dihasilkan pada penelitian ini termasuk dalam kategori baik. Rendahnya pH pada penelitian ini karena cukup tersedianya bahan aditif yang dipergunakan. pH

(derajat keasman), hasil fermentasi nyata dipengaruhi oleh perlakuan jenis aditif yang dipergunakan. Penambahan sejumlah sumber nutrient seperti molases dapat meningkatkan ketersediaan karbohidrat mudah larut, sehingga mendorong pertumbuhan bakteri asam laktat untuk menghasilkan asam laktat lebih banyak dan menghasilkan pH akhir yang lebih rendah. Beberapa jenis bakteri akan mendegradasi selulosa dan hemiselulosa menjadi gula–gula sederhana sewaktu

ensilase berlangsung, kemudian bakteri lainnya akan menguraikan gula–gula sederhana menjadi produk akhir yang lebih sederhana (asam asetat, laktat dan asam butirat). Schroeder (2004) menyatakan bahwa hasil fermentasi yang

berkualitas akan tercapai apabila produksi asam didominasi oleh asam laktat, pH lebih cepat turun dan proses fermentasi sempurna dalam waktu singkat, sehingga lebih banyak nutrient yang dapat dipertahankan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kung dan Shaver (2001) bahwa semakin tinggi produksi asam laktat maka akan semakin rendah pH silase yang dihasilkan.

Dominasi pertumbuhan bakteri asam laktat yang ditandai dengan rendahnya nilai pH, mampu menekan pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan seperti Crostridia tidak mampu bertahan pada pH di bawah 4.6–4.8, sementara

Enterobacterial tidak biasa tumbuh pada pH di bawah 5.0, sedangkan jamur tidak bisa bertahan pada kondisi an aerob (McDonald et al. 1991; Lin et al. 1992). Jones et al. (2004) menyatakan bahwa kandungan bahan kering bahan, kondisi an aerob, kandungan gula dan produksi asam laktat merupakan faktor utama yang mempengaruhi kualitas hasil fermentasi.

b. Kadar N–NH3

Kadar N–NH3 merupakan indikator besarnya protein yang terdegradasi selama proses fermentasi (Kung dan Stokes 2001). Bakteri pendegradasi protein akan merombak protein menjadi asam amino. Asam amino ini selanjutnya dirombak menjadi produk lain seperti, asam butirat, N–NH3 dan CO2 (Moran 1996).

Data penelitian memperlihatkan bahwa kadar N–NH3 FJPA dan FJPM berturut–turut yaitu 1.72 dan 1.49%. Kadar N–NH3 yang diperoleh pada penelitian ini masih dalam batasan normal untuk suatu produk fermentasi. Moran (1996) menyatakan bahwa persentase kadar N–NH3 pada hasil fermentasi yang dikelola dengan baik adalah <5%. Pada penelitian ini, pemberian asam propionat ternyata mampu menghambat berkembangnya bakteri pemecah protein yang dapat menurunkan kadar N–NH3. Penambahan sejumlah sumber nutrient seperti molases dapat meningkatkan ketersediaan karbohidrat mudah larut, sehingga mendorong pertumbuhan bakteri asam laktat untuk menghasilkan asam laktat lebih banyak yang akan menekan pertumbuhan bakteri pembusuk yang dapat mendegradasi protein. Semakin kecil kadar N–NH3 pada hasil fermentasi maka akan semakin baik karena hanya terjadi sedikit proses proteolisis.

c. Kehilangan Bahan Kering dan Bahan Organik

Beberapa jenis bakteri akan mendegrasi selulosa dan hemiselulosa menjadi gula–gula sederhana sewaktu ensilase berlangsung. Bakteri lainnya akan menguraikan gula–gula sederhana menjadi produk akhir yang lebih sederhana (asam asetat, laktat dan asam butirat). Proses pendegradasian pati dan gula menjadi asam tersebut menyebabkan kehilangan bahan kering pada hasil fermentasi.

Kehilangan bahan kering dan bahan organik perlakuan silase jagung pipilan setelah proses ensilase menunjukkan nilai yang hampir sama (Tabel 12). Kondisi ini mengindikasikan bahwa mikroorganisme yang terlibat pada proses fermentasi lebih banyak memanfaatkan bahan organik terutama karbohidrat. Bakteri asam laktat memanfaatkan sejumlah bahan organik untuk memproduksi asam. Penurunan bahan kering yang diperoleh pada penelitian ini, masih dalam batasan normal untuk suatu produk fermentasi.

Tabel 12 Kandungan bahan kering dan bahan organik hasil fermentasi jagung pipilan dengan penambahan asam propionat dan molases sebelum dan setelah proses

ensilase serta kehilangannya (%)

Bahan kering Bahan organik

FJPA FJPM FJPA FJPM

Sebelum ensilase 75.89 75.85 98.73 98.43

Sesudah ensilase 67.34 67.37 97.03 96.96

Kehilangan 11.26 11.18 1.68 1.52

Keterangan: FJPA (fermentasi jagung pipilan dengan penambahan asam propionat 1.5%) dan FJPM (fermentasi jagung pipilan dengan penambahan molases 3%)

Davies (2007) menyatakan bahwa persentase kehilangan bahan kering pada hasil fermentasi yang dikelola dengan baik berkisar antara 5–27%. Bahan organik yang dimanfaatkan oleh mikroorganisme sewaktu fase fermentasi adalah karbohidrat yang mudah difermentasi. Perbedaan penurunan kandungan bahan kering pada masing–masing perlakuan karena adanya perbedaan kandungan bahan kering awal ensilase (Tabel 12) dan aktifitas mikroorganisme sewaktu ensilase.

Rendahnya tingkat densitas bahan pada FJPM menyebabkan banyaknya udara yang tertangkap. Hal ini memperpanjang reaksi respirasi dan proteolisis pada fase

awal ensilase serta memberikan kesempatan yang lebih besar untuk pertumbuhan jamur, selain itu memanfaatkan gula–gula sederhana oleh bakteri asam laktat. McDonald et al. (1991) menyatakan bahwa kehilangan bahan kering sewaktu

ensilase dipengaruhi oleh kandungan nutrient bahan dan mikroorganisme yang terlibat pada proses ensilase. Proses respirasi dan proteolisis pada awal ensilase

akan menyebabkan kehilangan bahan kering berupa pembentukan N–NH3, gas CO2, air dan panas.

Dokumen terkait