• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian untuk pengumpulan data tumbuhan obat dan pemanfaatannya dilakukan pada lokasi yang ditentukan secara purposive

dengan pertimbangan bahwa lokasi desa tersebut berada atau berbatasan langsung dengan kawasan hutan TNBNW dan masyarakatnya mempunyai akses langsung dalam memanfaatkan tumbuhan yang ada dikawasan hutan. Lokasi yang dipilih sebagai sampel terdiri atas 3 kecamatan yaitu Dumoga utara, Dumoga barat dan Dumoga timur. Sedangkan desa yang dipilih terdiri atas 6 desa yaitu desa Doloduo, Torout, Matayangan, Tumokang, Siniung, Kembang Mertha. Desa Siniung dan Kembang Mertha berada di lereng G. Kabila. Masyarakat yang tinggal di lokasi penelitian merupakan masyarakat dari berbagai etnis/suku seperti Suku Bogani Kabupaten Bolaang Mongondow, Gorontalo, Minahasa, Bugis, Jawa, dan Bali. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai bulan Agustus 2005 sampai dengan April 2006.

Bahan Penelitian dan alat penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi peralatan pembuatan herbarium jenis flora, seperti : alkohol, kantong plastik, label, sasak bambu dan kertas karton; daftar kuesioner responden; peralatan dokumentasi, seperti : kamera dan negatif film; Alat Tulis Kantor (ATK).

Metode Penelitian

Proses pengumpulan data tumbuhan obat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

• Pelaksanaan penelitian diawali dengan persiapan instrumen penelitian, perizinan ke Balai Taman Nasional BNW, dan PEMDA setempat termasuk Tokoh Adat, tokoh Masyarakat dan Tokoh Agama.

• Observasi lapangan mencakup ekotipe hutan, ketinggian dari permukaan laut, kelompok suku/etnik, keamanan, transportasi, ketersediaan sarana termasuk petunjuk jalan, dukun, dll.

• Inventarisasi jenis tumbuhan dan etnobotani untuk mendapatkan koleksi tumbuhan, akan dilakukan koleksi pada tiap lokasi yang ditentukan secara acak (purposive random sampling).

• Pada masing-masing lokasi dikoleksi semua tumbuhan obat yang ditemukan, dicatat karakteristik sampel, lokasi tempat sampel dikoleksi (tinggi tempat di atas laut, suhu, kelembaban, keadaan tanah dan vegetasi lain). Populasi ditentukan dan dicatat penyebarannya. Spesimen yang dikoleksi, jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan (baik ranting/daun, kulit batang, akar, bunga dan buah).

• Sebagaian dari spesimen dilapang disiapkan untuk pembuatan herbarium, dimasukkan kedalam kantung plastik yang sesuai diberi etanol (70%) untuk pengawetan dan diberi label, kemudian spesimen dibawa ke laboratorium dikeringkan dengan oven 65o C sampai kering selanjutnya dimounting

• Identifikasi jenis tumbuhan dilakukan berdasarkan nama lokal yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara dengan masyarakat setempat, dari hasil tersebut kemudian diidentifikasi nama ilmiahnya. Jenis tumbuhan yang belum diketahui nama ilmiahnya, dilakukan pembuatan Herbarium dan selanjutnya diidentifikasi bekerjasama dengan Herbarium Bogoriense Bogor.

Data Pemanfaatan Tumbuhan Obat oleh Masyarakat

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode ethno- directed sampling yaitu pengumpulan data material tumbuhan obat didasarkan pada pengetahuan suatu masyarakat atau etnik. Menurut Friedberg (1993) diacu dalam Purwanto (2002), salah satu cara pendekatan yang dianggap lebih dapat mengungkapkan sistem pengetahuan masyarakat tentang tumbuhan obat, cara pengobatan, tehnik peramuan dan aspek lain yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat adalah dengan pendekatan etnosain. Selanjutnya dikemukakan oleh Purwanto (2002), bahwa metode ethno-directed sampling memiliki beberapa keunggulan dalam penelitian tumbuhan obat. Cara pendekatan ini sangat cocok diaplikasikan di Indonesia, mengingat bahwa negara kita memiliki kekayaan keanekaragaman hayati dan budaya yang cukup tinggi.

Guna memahami lebih mendalam tentang pengetahuan masyarakat sekitar kawasan TNBNW akan pemanfaatan tumbuhan sebagai obat, dilakukan analisa kualitatif dan kuantitatif sehingga dapat mengungkapkan aspek-aspek pengetahuan tradisonal masyarakat di kawasan TNBNW tentang pemanfaatan

tumbuhan sebagai obat. Diharapkan dengan penggabungan kedua metode pendekatan tersebut akan diperoleh data yang lebih lengkap dan akurat terutama dalam penelitian etnobotani tumbuhan obat di kawasan TNBNW. Penggunaan kombinasi kedua metode tersebut akan mempermudah analisa dan diskusi dalam membahas hubungan timbal balik antara manusia dengan sumber daya alam yang mencakup berbagai aspek sosial, budaya, ekonomi, botani, ekologis dan aspek lainnya.

Menurut Nasution(1988), penelitian kualitatif pada hakekatnya mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami tentang dunia di sekitarnya. Sedangkan pengumpulan data secara kwantitatif merupakan upaya melengkapi data kwalitatif sehingga analisis interaksi antara manusia dengan dunia alam tumbuhan dan lingkungannya lebih mendalam dan dapat memberikan suatu keluaran yang digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan sistem pengelolaan sumberdaya alam tumbuhan serta lingkungannya. Dari sistem pengelolaan sumberdaya alam yang benar akan diperoleh suatu hasil yang menguntungkan bagi manusia dan juga bagi kelestarian sumber daya alam tumbuhan tersebut. Metode kwantitaif juga berguna untuk lebih menjawab permasalahan yang dihadapi sehubungan dengan hubungan masyarakat dengan keanekaragaman jenis tumbuhan dan lingkungannya.

Metode kwantitatif selain dapat melengkapi data kualitatif, juga dapat mempertajam analisis “emik” yaitu suatu kerangka sistem pengetahuan lokal, dengan analisis “etik” yaitu suatu analisis yang mengacu pada kerangka teoritis ilmiah. Sehingga dengan kombinasi analisis emik dan etik akan diperoleh suatu hasil yang dapat dijadikan kerangka acuan dalam mengembangkan atau membangun kelompok masyarakat atau suatu etnik di kawasan yang dipelajari. Selain itu akan terungkap sistim pengetahuan lokal yang mungkin bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu salah satu cara yang sering digunakan para peneliti etnoilmiah dalam kuantifikasi data yang berhubungan dengan budaya atau sistem pengetahuan lokal dengan membuat skor atau ranking yang didasarkan pada pernyataan atau pendapat masyarakat. Selain itu dengan kombinasi “emik dan etik”, maka data yang diperoleh dapat dideskripsikan dan dimengerti secara mendalam.

Moleong (1990) mengemukakan bahwa jika seseorang menggunakan pendekatan etik, maka ia melakukan generalisasi yaitu (a) mengelompokkan secara sistematis seluruh data yang dapat perbandingkan ke dalam sistem tunggal; (b) menyediakan seperangkat kriteria untuk mengklasifikasikan setiap unsur data; (c) mengorganisasikan data yang telah diklassifikasi ke dalam tipe- tipe; (d) mempelajari, menemukan, dan menguraikan setiap data baru yang ditemukan ke dalam kerangka sistem yang telah dibuatnya. Sebaliknya pendekatan emik merupakan esensi yang sahih untuk satu kebudayaan pada satu waktu tertentu.

Secara umum sudut pandang emik meliputi persepsi, sistem penamaan (nomenclature), klasifikasi, pengetahuan, kepercayaan, peraturan dan etika terhadap dunia tumbuhan oleh masyarakat lokal atau kelompok etnik. Pengetahuan emik membolehkan masyarakat lokal secara individu berkelakuan di dalam adatnya secara pantas dalam kondisi Cultural yang berbeda. Sedangkan perspektif etik , berarti kategori yang konseptual dan organisasi lingkungan etnobotani menurut peneliti, atau yang sering terjadi adalah jalinan antara budaya lokal dan kaidah ilmu pengetahuan. Tujuan dari pada penelitian emik adalah untuk mengetahui budaya yang dimiliki oleh suatu kelompok masyarakat yang unik. Pendekatan emik di dalam studi etnobiologi, dan klassifikasi tumbuhan dan hewan hanya dapat dipahami pada kondisi sosial masyarakat lokal (Purwanto, 2003).

Perbedaan antara emik dan etik dari pengetahuan tentang tumbuhan secara sistematik telah dilakukan oleh Berlin (1973). Penemuan terpenting dalam penelitiannya bahwa terdapat tingkatan yang tinggi hubungan antara emik (folk) generik taxa biologi dengan taxa ilmiah (etik) jenis biologi. Generik lokal (folk generic) dibedakan berdasarkan persepsi pengklassifikasian karakter morfologi dan perilaku, sedangkan jenis-jenis tumbuhan hasil klassifikasi ilmiah secara teoritik, selain didasarkan pada morfologi, anatomi, juga berdasarkan kriteria biologi reproduksi, evolusi dan bahkan sekarang dengan analisis biokimia dan biomolekuler. Sistem pengetahuan emik masyarakat lokal merupakan sumber yang potensial bagi pengetahuan etik sedangkan hal yang paling penting dalam penelitian etik adalah menterjemahkan pengetahuan emik yang diperoleh peneliti selama melakukan observasi.

Tehnik pengumpulan data yang dilakukan melalui 3 (tiga) yaitu (1) observasi (2) wawacara, dan (3) studi dokumentasi/kepustakaan. Tehnik observasi boleh dikatakan merupakan keharusan dalam pelaksanaan penelitian kualitatif. Menurut Bungin (2003) temuan-temuan dalam studi kualitatif lebih menjawab persoalan daripada sekedar angka-angka. Hal ini disebabkan karena banyaknya fenomena sosial yang sulit terungkap bilamana hanya digali melalui wawancara atau metode lain. Observasi dilakukan untuk memperoleh data mengenai situasi dan kondisi daerah penelitian, situasi dan kondisi responden, serta situasi dan kondisi masyarakat setempat.

Tehnik wawancara merupakan tehnik yang essensial bagi peneliti etnobotani karena dapat mengungkap berbagai informasi tentang keanekaragaman jenis tumbuhan yang berguna, cara pemanfaatannya, aspek ekologis masyarakat di suatu kawasan, data tersebut sangat diperlukan oleh para perencana program konservasi. Pelaksanaan wawancara menggunaan dua tehnik. Tehnik pertama adalah dengan menggunakan pedoman wawancara dan kedua dilakukan dengan bebas dan terbuka (open interview). Untuk memahami fenomena sosial yang lebih dalam, memerlukan tehnik wawancara mendalam ( in depth interview), dalam hal ini peneliti merupakan instrumen penelitian. Oleh sebab itu dalam penelitian ini kegiatan observasi dan wawancara berlangsung secara bersamaan, karena merupakan suatu kesatuan kegiatan yang tak bisa dipisahkan.

Studi dokumen/kepustakaan dimaksudkan untuk mendapatkan data mengenai gambaran umum maupun yang spesifik dengan topik penelitian. Studi kepustakaan dimaksudkan juga untuk mendapatkan konsep, teori dan asumsi ilmiah tentang sistem pengobatan tradisional oleh masyarakat. Kajian pustaka juga dimaksudkan untuk menelaah dan menelusuri studi-studi atau penelitian terdahulu yang berkaitan dengan fenomena atau masalah yang diteliti.

Dalam penelitian empirik, sampling diartikan sebagai proses pemilihan atau penentuan sampel (contoh). Karena penelitian ini merupakan penelitian kwalitatif, maka prosedur sampling yang terpenting adalah bagaimana menentukan informan kunci (key informan) atau situasi sosial tertentu yang sarat informasi sesuai dengan fokus penelitian. Tehnik pemilihan sampel secara acak dengan sendirinya tidak relevan. Untuk memilih sampel dalam hal ini informan kunci, lebih tepat dilakukan secara sengaja (purposive sampling) (Nasution, 1988; Moleong 1990).

Menurut Bungin (2003), responden kunci ditentukan dengan cara memilih orang-orang yang diperkirakan dapat menjawab pertanyaan yang diperlukan fokus penelitian yaitu ahli pengobat tradisional (dukun), dan warga masyarakat biasa yang memiliki pengetahuan dan akses terhadap tumbuhan obat yang ada di sekitarnya.

Pengetahuan masyarakat tentang pemanfaatan tumbuhan obat diperoleh dari wawancara dengan responden yang berdomisili di sekitar kawasan yang memiliki pengetahuan ekologi empiris dan budaya lokal. Pengambilan data diawali dengan data tentang terminologi lokal mengenai segala aspek yang diamati meliputi penamaan jenis–jenis tumbuhan dan seluruh obyek yang ada kaitannya dengan tehnik pengobatan, macam penyakit, cara peramuan dan cara pemanfaatannya.

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Walaupun penduduk memiliki sistem pengetahuan tradisional tentang tumbuhan obat, namun yang mengetahui secara mendalam hal –hal yang berhubungan dengan ruang lingkup penelitian hanya orang-orang tertentu saja.

Pengambilan sampel untuk melakukan wawancara dilakukan dengan masyarakat desa yang berdomisisli di sekitar kawasan yang memiliki pengetahuan ekologi empiris dan budaya mereka sendiri. Sebelum wawancara dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan survey pendahuluan untuk mengetahui variasi pola hidup masyarakat di sekitar taman nasional.

Pemilihan responden didasarkan atas pertimbangan peubah-peubah demografi penduduk setempat dan hasil wawancara penduduk lokal di setiap lokasi desa yang dipilih. Desa terpilih ditentukan secara purposive sampling pada desa-desa yang berada di dalam atau yang berbatasan dengan kawasan taman nasional, dengan asumsi bahwa semakin dekat dengan kawasan maka interaksi masyarakat dengan kawasan hutan semakin meningkat.

Peubah demografi yang dipilih adalah peubah yang berkaitan langsung dengan sistem pengetahuannya terhadap dunia tumbuhan di lingkungannya (seperti jenis pekerjaan, perbedaan kelamin (laki-laki dan perempuan) faktor usia, kaya atau miskin, urban atau rural) dari proporsi heterogenitas jumlah total populasi mereka. Peubah demografi yang dipilih dalam penelitian ini adalah faktor usia. Peubah usia penduduk dalam pemilihan responden dimaksudkan

untuk menghidari terjadinya bias kepada kelompok tertentu saja misalnya berusia muda saja atau usia tua saja (Nazir 1988), dan juga untuk mengetahui tingkat degradasi pengetahuan tentang lingkungan antar generasi. Responden dipilih berdasarkan usia penduduk dengan rentangan usia 15 tahun sampai di atas 60 tahun untuk menjadi responden. Pemilihan usia terendah ≤ 15 tahun dilakukan berdasarkan pertimbangan bahwa usia 15 tahun adalah usia sekolah dasar(SD) dan sekolah menengah pertama (SMP). Penduduk yang berusia ≤ 15 tahun masih dipandang belum banyak mendapat kesempatan menerima nilai sosial dan budaya dalam hubungan dengan pemanfaatan tumbuhan dalam lingkungan mereka. Sedangkan usia di atas 60 tahun merupakan usia yang paling tahu atau sudah banyak menerima nilai-nilai sosial dan budaya di lingkungannya.

Perbedaan jenis kelamin dalam pemilihan responden didasarkan pada kenyataan bahwa wanita pedesaan di kawasan TNBNW ikut berperan dalam kehidupan sosial keluarga, mulai dari mengerjakan kebun atau ladang, memlihara ternak, pemungutan hasil, pengolahan hasil sampai pada pemasaran hasil. Jadi peubah perbedaan jenis kelamin penduduk di kawasan TNBNW menjadi salah satu pertimbangan penting dalam pemilihan nara sumber. Bagi penduduk yang bukan asli suku Bogani Kabupaten Bolaang Mongondow namun tinggal, bekerja dan telah menikah di daerah ini, diberi syarat masa mukim minimal 10 tahun untuk dapat dipilih sebagai nara sumber. Masa mukim 10 tahun bagi penduduk pendatang diharapkan mereka sudah menghayati dan mengamalkan nilai-nilai dari budaya kelompok penduduk asli (lokal).

Penentuan jumlah responden laki-laki dan perempuan pada setiap kelas usia berdasakan perhitungan menurut Banilodu (1988), yaitu :

xn P l=

l xl l

l

=

l

u u xn P p p=

xp p

p

=

p

u u Dimana :

l = laki-laki, p = perempuan, lu = laki-laki ke u, pu = perempuan ke u,

P= populasi

Berdasarkan pada data penduduk di setiap desa sampel, peneliti menarik masing-masing 30 penduduk untuk menjadi nara sumber. Selanjutnya untuk mengetahui sistem pemanfaatan keanekaragaman jenis tumbuhan di sekitar taman nasional dilakukan analisis tingkat pemanfaatan tumbuhan bagi masyarakat yaitu dengan cara mengukur Index of Cultural Significance (ICS). Indeks kepentingan budaya (Index of Cultural Significance) adalah merupakan hasil analisis etnobotani kuantitatif yang menunjukkan nilai kepentingan tiap-tiap jenis tumbuhan berguna yang didasarkan pada keperluan masyarakat.

Salah satu cara yang sering digunakan oleh para peneliti etnobotani dalam kuantifikasi data yang berhubungan dengan budaya atau sistem lokal masyarakat, adalah dengan membuat skor atau ranking yang didasarkan pada pernyataan atau pendapat mayarakat. Angka (skor) hasil penghitungan ICS menunjukkan pemanfaatan setiap jenis tumbuhan berguna oleh masyarakat. Untuk menghitung Index of Cultural Significance dilakukan dengan rumus seperti berikut : ICS =

∑(

)

= × × n 1 ni e i q i

Sehubungan dengan setiap jenis tumbuhan mempunyai beberapa kegunaan, maka rumus perhitungannya adalah sebagai berikut :

ICS =

(

)

(

)

(

)

n 2 1 2 2 2 n n n n n n 1 i n 1 1 1 i e q i e ... q i e q × × + × × + + × ×

= Keterangan :

ICS = Index of Cultural Significance q = nilai kualitas (quality value) i = nilai intensitas (intensity value) e = nilai eksklusivitas (exclusivity value).

Kategori nilai pemanfaatan dari setiap jenis tumbuhan untuk obat tradisional di sekitar taman nasional didasarkan pada cara perhitungan yang ditemukan oleh Turner 1988 diacu dalamPurwanto, 2002, dapat dilihat pada Tabel 11-13.

Berdasarkan hasil deskripsi keanekaragaman jenis tumbuhan obat di sekitar kawasan TNBNW, dilakukan penentuan jenis tumbuhan obat berpotensi untuk penelitian lebih lanjut. Penentuan jenis tumbuhan berpotensi diperoleh dengan cara memilih 10 jenis tumbuhan berdasarkan peringkat indeks nilai

budaya (ICS), indeks nilai penting (INP), nilai ekologi, nilai ekonomi, pemasaran, nilai tambah, syarat tumbuh, budidaya, pengembangan. Selanjutnya dengan metode perbandingan eksponensial dapat ditentukan satu jenis tumbuhan yang paling berpotensi.

Metode perbandingan eksponensial (MPE) adalah metode untuk menentukan urutan prioritas alternatif keputusan kriteria jamak. Menggunaan MPE mempunyai keuntungan dalam mengurangi bias yang mungkin terjadi dalam analisis, karena nilai skor akan menjadi besar dengan adanya fungsi eksponensial sehingga perbedaan skor lebih nyata. Tahapan dalam penggunaan MPE untuk menentukan jenis tumbuhan yang paling berpotensi adalah menyusun alternatif, menentukan kriteria, menentukan tingkat kepentingan kriteria, melakukan penilaian terhadap alternatif untuk setiap kriteria, menghitung skor atau nilai total alternatif, dan menentukan prioritas alernatif (Marimin 2004).

Kriteria yang digunakan dalam perhitungan MPE adalah nilai penting jenis, ICS, nilai ekonomi, pemasaran, dampak nilai tambah jenis kepada masyarakat, syarat tumbuh yang sesuai, ketersediaan teknologi budidaya yang memadai, dan potensi pengembangan jenis tersebut.

Formulasi perhitungan skor untuk setiap alternatif untuk menentukan nilai dalam Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) menurut Marimin 2004 sebagai berikut :

TNi = ∑ RKij TKKj J=1

Dimana :

TNi = Total nilai alternatif ke-i

RKij = Derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada pilihan keputusan ke-i TKKj= Derajat kepentingan kriteria keputusan ke-j;TKKj>0;bulat

n = Jumlah pilihan keputusan m = Jumlah kriteria keputusan

Tabel 11. Nilai Kualitas Suatu Jenis Tumbuhan Obat menurut kategori etnobotani

No Khasiat Kegunaan

Nilai Guna 1 Bahan obat untuk mengobati Sakit Kepala,pusing,migrain 5 2 Bahan obat pencernaan Sakit Perut,diare,disentri 5 3 Bahan obat untuk batuk dan influenza 5 4 Penurun Panas/demam, dan Malaria 5 5 Bahan obat untuk penyakit Maag 5 6 Obat-obatan khusus wanita, obstetric/ginekologi 5 7 Obat-obatan untuk asam urat,reumatik,nyeri sendi 5 8 Bahan obat untuk Sariawan dan panas dalam 5 9 Bahan obat untuk penyakit Campak 4 10 Bahan obat untuk penyakit TBC 4 11 Bahan obat khusus untuk anak-anak 4 12 Bahan obat untuk masalah pernapasan / asma 4 13 Bahan obat untuk penyakit kanker dan Tumor 4

14 Bahan obat muntah ular 4

15 Bahan obat untuk penyakit hati 4 16 Bahan obat untuk penyakit Cacingan 4 17 Bahan obat untuk Diabetes 4 18 Bahan obat untuk ginjal,sakit pinggang 4 19 Bahan obat untuk tekanan Darah tinggi 4 20 Bahan untuk penyakit infeksi telinga 4

21 Bahan untuk Kontrasepsi 4

22 Bahan untuk penyakit kulit (Panu,kudis,kurap,bisul) 4 23 Bahan obat untuk Pegal-pegal,kecapean 3 24 Bahan obat untuk penyakit dalam 3 25 Bahan obat untuk Penambah darah 3 26 Bahan untuk penyakit Sakit mata 3 27 Bahan obat untuk sakit gigi 3 29 Bahan obat untuk Penawar racun 3 30 Bahan untuk Penyubur rambut dan kosmetik 3 31 Bahan untuk meningkatkan napsu makan 2 32 Bahan tumbuhan untuk upacara adat 2 33 Bahan untuk penyakit hewan 2 34 Tumbuhan yang berharga atau memiliki nilai 1 35 Tumbuhan untuk keperluan simbol-simbol tertentu 1

Tabel 12. Kategori yang menggambarkan tentang intensitas penggunaan jenis tumbuhan obat.

Nilai Deskripsi 5 Tumbuhan obat yang sangat tinggi intensitas penggunaanya, yaitu

jenis yang digunakan setiap hari

4 Tumbuhan obat yang tinggi intensitas penggunaanya, yaitu digunakan secara regular harian, musiman, atau berkala

3 intensitas penggunaanya sedang, yaitu yang digunakan secara regular tetapi dalam waktu tertentu, biasanya jenis-jenis yang diekstrak atau bila hasilnya berlebihan bisa dijual.

2 Jenis-jenis tumbuhan obat rendah intensitas penggunaanya, meliputi yang jarang digunakan .

1 intensitas penggunaanya sangat jarang (minimal).

Tabel 13. Kategori yang menggambarkan tingkat eksklusivitas atau tingkat kesukaan.

Nilai Deskripsi 2 Jenis tumbuhan obat yang paling disukai yang mempunyai nilai guna

tidak tergantikan oleh jenis lain.

1 Meliputi jenis tumbuhan obat yang disukai tetapi terdapat jenis lain apabila jenis tersebut tidak ada.

6 24 34 2 7 18 21 2 5 1 0 5 10 15 20 25 30 35 40

Akar Batang Daun Bunga Buah Seluruh bagian

Kulit batang

Umbi Pucuk Air dalam batang Bagian yang digunakan

Ju m lah j en is Jumlah jenis 60 11 15 17 1 8 0 10 20 30 40 50 60 70

Pohon Herba Semak Perdu Bambu Liana Habitus Ju m lah j en is Jumlah jenis