• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHAN DAN METODE

B. Fenologi Pinang yak

Di daerah asalnya Sulawesi utara, pinang ini juga disebut pinang yaki (monyet) karena memang monyet khas Sulawesi yakni Macaca nigra senang berdiam di batang pinang ini untuk makan buahnya. Jenis ini memiliki habitat di wilayah gunung berapi di Sulawesi Utara, terutama Gunung Ambang, G.Soputan, G.Mahawu, sekitar Danau Tondano dan di kawasan hutan Taman nasional Bogani Nani Wartabone. Sedangkan di Provinsi Maluku Utara, terutama di Pulau Halmahera dan Seram (Mogea, 2002 ).

Untuk mendapatkan warna-warna menarik, sebaiknya pohon ini ditanam pada ketinggian antara 600-1200 meter. Jika berada di bawah ketinggian itu maka warna yang muncul hanya kecoklatan pada tangkainya serta hijau kekuningan pada dahan dan batangnya. Semakin rendah daerah di mana mereka tumbuh, makin kecil pula variasi warna yang dimilikinya.

Bagi orang Indonesia, “pinang merah” merupakan nama yang umum untuk semua jenis palem yang menyerupai Areca atau Pinanga dan mahkota daun, batang atau buahnya kelihatan merah, merah muda, jingga atau kuning keemasan. Dengan nama apapun Areca vestiaria sudah dikenal, palem liar ini merupakan palem yang paling cantik dan indah. Pinang merah ini sebelumnya lebih dikenal dengan berbagai nama seperti Areca langloisiana, A.leptopeltata, A. heinrici, A. paniculata, Ptychosperma paniculatum, P. vestiarius, Mischophloeus paniculatus, Pinanga sylvestris,dan Seaforthia vestiaria (Bischoff et al.,2003)

Sebagai tanaman hias, pinang yaki atau pinang merah cukup menarik. Selain berdahan rindang, batangnya memiliki warna menarik, yaitu merah menyala. Tak heran di mancanegara pohon berasal dari Sulawesi Utara ini populer dengan julukan palm red tree. Sebagaian orang juga menamainya sebagai orange crownshaft karena dahannya menyerupai mahkota yang mekar dan berwarna oranye (Yuzammi dan Hidayat, 2002) .

Menurut Bischoff et al., (2003) sistematika pinang yaki adalah sebagai berikut :

Dunia Tumbuhan : Plantae

Divisi : Spermatophyta Klas : Monokotiledoneae Bangsa : Arecales

Suku : Arecaceae atau Palmae Marga : Areca

Jenis : Areca vestiaria Giseke

Nama daerah : Pinang yaki (Sulawesi Utara); Mamaan(Bolaang Mongondow) Pinang merah (Halmahera).

Deskripsi pinang yaki

Areca vestiaria dikenal dengan nama pinang yaki atau pinang merah, habitat tumbuh di tanah vulkanik yang berdrainase baik, di kawasan hutan yang agak terbuka, tersebar pada ketinggian 300 – 1200 m dpl. Karakteristik morfologi pinang yaki, memiliki batang tunggal atau berumpun, tinggi 5 - 10 m dengan tajuk pelepah berwarna kuning sampai merah jingga (Gambar 17). Warnanya makin terang dengan bertambahnya ketinggian tempat . Warna pelepah dahannya bervariasi, mulai dari merah, jingga menyala hingga kecoklatan. Garis tengah batangnya rata-rata 10 cm, tetapi dapat juga lebih tergantung pada umur serta kesuburan pertumbuhannya. Pohon yang termasuk besar ini, tingginya bisa mencapai 10 meter, memang seolah ditakdirkan untuk menjadi tanaman ornamen liar. Berbagai cara orang berusaha menanamnya di wilayah perkotaan, tetapi warna yang muncul tidak seindah jika tanaman ini tumbuh di habitat aslinya.

Daun pinang yaki terdiri atas pelepah, tangkai daun, tulang daun, dan helai daun yang berwarna kuning. Daunnya menyirip agak melengkung, panjang daun kurang lebih 80 cm dan pelepahnya berupa seludang.

Pembungaan tumbuh pada batang di bawah pelepah. Bunga pinang merah saat mekar berbentuk mirip dengan mahkota. Untuk bisa mekar, bunga ini memerlukan waktu selama 15 hari. Dalam satu pohon pinang merah memiliki dua jenis bunga sekaligus yakni jantan dan betina. Keduanya mekar bersamaan untuk melakukan proses penyerbukan. Bunga jantan mempunyai kelopak lebih besar dibanding yang betina.

Buah berbentuk bulat dan berbentuk lonjong (Gambar 15 a&b) akan tetapi dari hasil pengamatan dilapangan, bentuk buah ada yang berbentuk bulat dan lonjong dalam 1 pohon (Gambar 15c), diameter buah 2 cm, berwarna hijau waktu muda setelah matang berwarna jingga, dan setelah masak berwarna merah (gambar 16), daging buah berserat dan berbiji satu. (Simbala,2006). Menurut Witono (1998) palem ini mulai berbuah setelah berumur 5-6 tahun dan menjadi mandul setelah berumur 60 tahun. Produksi awal relatif sedikit tetapi akan semakin banyak sesuai pertambahan umur tanaman. Masa produksinya dapat berlangsung selama 15 tahun dan setelah itu produksinya akan menurun. Pemanenan buah pinang yaki dapat dilakukan dengan cara dipetik langsung maupun dengan menggunakan bambu atau kayu yang diberi pisau pada ujungnya. Buahnya sendiri selalu berubah warna seiring dengan bertambahnya usia dan sesuai ketinggian tempat tumbuh. Semakin rendah daerah tempat mereka tumbuh, makin kecil pula variasi warna yang dimilikinya. Warna-warna menarik dari pinang yaki akan muncul jika ditanam sesuai habitat aslinya . Sebaiknya pohon ini ditanam pada ketinggian antara 600-1.200 meter agar warna jingga kemerahan akan muncul. Jika berada di bawah ketinggian itu maka warna yang muncul hanya kecoklatan pada tangkainya dan hijau kekuningan pada dahan dan batangnya. Setiap pohon dapat ditumbuhi 28 sampai 300 buah yang muncul secara bergerombol (Gambar 18). Adapun gambaran morfologi Pinang yaki dapat dilihat pada Gambar 15 - 19 .

Gambar 16. Biji dan Benih Pinang yaki (3 dan 5 bulan)

Gambar 17. Batang dan daun pinang yaki di habitat aslinya kawasan TNBNW

a. Buah bulat b. Buah lonjong c. Buah bulat dan lonjong Gambar 18. Bentuk buah bulat dan lonjong pinang yaki

Gambar 19. Perkembangan buah pinang yaki ( Sumber : Simbala, 2006).

Buah pinang yaki cukup menarik karena variasi warnanya yang cerah. Untuk menjadikannya tanaman ornamen atau hiasan, para ahli mancanegara ”merekayasa” tanah tempat jenis ini ditanam. Tanah tersebut di rekayasa sesuai syarat tumbuh pinang yaki di habitat aslinya. Biasanya tanah tersebut dicampur dengan sejenis pupuk atau dengan tanah yang berasal dari daerah gunung berapi. Tapi tampaknya cara ini tetap saja kurang berhasil sebab pinang merah yang tumbuh di habitat aslinya jauh lebih menarik.

Syarat tumbuh pinang yaki

Pinang yaki (Areca vestiaria) merupakan sejenis palem asli Sulawesi tersebar di Taman Nasional Lore Lindu, Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, Cagar Alam G. Ambang, lereng G. Soputan dan G. Mahawu. Palem ini juga bertumbuh di Propinsi Maluku, tersebar terutama di Pulau Halmahera dan Seram, dan dikenal dengan nama “Pinang Merah” (Mogea, 2002 ).

Syarat tumbuh pinang yaki secara spesifik berdasarkan hasil pengamatan terhadap komponen tanah di daerah penyebaran pinang yaki (Lampiran 26) menunjukkan bahwa pH tanah yang dibutuhkan agak asam, yaitu berkisar antara 4.70 – 6.20, bahan organik tanah 1.74 – 4.03 %, N total 0,16 – 0,33 % , P

5.90 – 10.50 (ppm), basa yang dapat ditukar masing-masing dalam satuan me/100g : Ca 5.54 – 19.70 (me/100g), Mg 1.42 – 5.43 (me/100g), K 0,18 – 1,08 (me/100g), Na 0,26 – 1,56 (me/100g),; KTK 21.30 – 25.85 (me/100g), KB32.06 – 100 %, Al (tr), H 0,04 – 0.08 (me/100g), Fe 2,16 – 5.56 (me/100g), Cu 0,68 – 1,60 (me/100g), Zn 2.72 – 4.60 (me/100g), Mn 8.76 – 36.68 (me/100g), pasir 6.73 – 30.34 %, debu 38.27 – 45.72 %, liat 26,76 – 47.55 % (hasil analisis Laboratorium Kimia Tanah IPB Bogor). Sebagai perbandingan hasil pengamatan terhadap komponen tanah juga dilakukan di habitat pinang yaki di G.Mahawu Kabupaten Minahasa (Lampiran 15) yang menunjukkan bahwa pH tanah di bawah netral, yaitu berkisar antara 4.60 - 5,70 , bahan organik tanah 5.09 %, N total 0,42 % , P 6.40 (ppm), basa yang dapat ditukar masing-masing dalam satuan me/100g : Ca 10.28 (me/100g), Mg 2.45 (me/100g), K 0,51 (me/100g), Na 1,04 (me/100g), KTK 19.43 (me/100g), KB 73.49 %, Al (tr), H 0,04 (me/100g), Fe 2,32 (me/100g), Cu 0,68 (me/100g), Zn 2.44 (me/100g), Mn 13.96 (me/100g), pasir 49.74 %, debu 37.71 %, liat 12.55 % (Hasil analisis Laboratorium Kimia Tanah IPB Bogor).

Budidaya pinang yaki

Menurut Wiono (1998), budidaya pinang yaki diawali dengan pemilihan bibit yang baik. Selama ini perbanyakan pinang yaki umumnya masih dlakukan dengan cara tradisional yaitu dengan mencabut bibit-bibit yang tumbuh liar dari biji-biji yang jatuh di sekitar pohon induk. Upaya perbanyakan bibit pinang yaki umumnya dilakukan dari penyemaian biji. Biji merupakan material perbanyakan yang paling umum digunakan. Banyak keuntungan yang dapat diperoleh dari perbanyakan dengan biji. Biji dapat disimpan dalam waktu relatif lama sebelum disemaikan. Secara normal, biji yang disimpan secara kering atau dingin akan tetap memiliki daya hidup yang baik sejak dari panen hingga masa tanam berikutnya. Biji yang baik diambil dari buah yang telah masak. Pada umumnya biji pinang yaki berkecambah dalam jangka waktu lama. Hal ini disebabkan karena 2 faktor yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam terjadi karena embryo belum masak, sehingga memerlukan waktu yang cukup lama untuk berkecambah. Faktor luar pada umumnya terjadi karena kulit yang keras sehingga menghalangi terjadinya penyerapan air dan udara oleh biji. Lamanya perkecambahan biji yang disebabkan karena factor luar yang dapat diatasi dengan perlakuan mekanis, seperti mengikir, menggosok kulit biji dengan

ampelas atau kawat kassa, melubangi kulit biji dengan pisau, atau menguncang- guncangkan biji; perlakuan kimia dengan perendaman dengan air. Biji dikecambahkan dalam media pasir atau campuran pasir dengan kompos dengan perbandingan 1:1. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perkecambahan biji adalah menjaga agar media senantiasa lembab dan hangat. Setelah biji pinang yaki menghasilkan 3 helai daun atau lebih, dipindahkan ke polibag dengan komposisi media tanah, kompos atau pupuk kandang, dan pasir dengan perbandingan 1:1:1. Selain dikecambahkan dalam media pasir, dapat pula dilakukan pada lahan yang agak kecil agar mudah diawasi dan dipelihara. Agar terhindar dari sengatan matahari, lahan pembibitan perlu diberi naungan (dengan tinggi ± 2 m). Kegiatan perawatan meliputi penyiraman, penyiangan gulma, pemupukan, pencegahan hama penyakit dan seleksi bibit.

Perbanyakan dengan tunas atau anakan sebaiknya diambil dari rumpun yang sudah memiliki tunas yang cukup banyak (minimal 6 anakan). Pemisahan anakan dilakukan pada saat akar anakan masih berada di dalam tanah dengan menancapkan pisau tepat pada bagian akar yang akan dipotong. Anakan tidak dapat langsung dipindahkan, tetapi dibiarkan sampai anakan mempunyai akar sendiri (kurang lebih 5 bulan). Setelah itu pemindahan dilakukan dengan menggali anakan secara melingkar. Penggalian harus cukup dalam agar tanah di sekitar perakaran ikut terangkat dan tidak rusak. Perbanyakan tanaman pinang yaki tidak jauh berbeda dengan pinang sirih yang umumnya dilakukan dalam 2 tahap . Tahap pertama dilakukan 0 – 5 bulan atau jika tanaman tersebut telah memiliki 3 helai daun, sedangkan tahap kedua dilakukan sejak 5 bulan sampai tanaman berumur 1 tahun.

Witono et al., (2000), Tehnik penanaman dan pemeliharan pinang yaki dibedakan berdasarkan tempat pemeliharaannya. Umumnya pinang yaki ditanam di luar ruangan sebagai tanaman hias. Penanaman di awali dengan pembuatan lubang tanaman. Ukuran lubang tanaman untuk pinang yaki berukuran 40 x 40 x 40 cm. Penggalian dilakukan dengan memisahkan lapisan tanah atas (top soil) dan lapisan bawah (sub soil). Pada bagian dasar lubang tanaman bisanya tanahnya padat, untuk itu perlu digemburkan terlebih dahulu. Lubang tanam dibiarkan terbuka sehingga terkena sinar matahari selama 2 minggu, supaya keasaman tanah berkurang, oksigen banyak diserap oleh tanah, dan bibit penyakit yang ada di dalam tanah mati. Selanjutnya pinang diangkat, dilepas pembungkus akarnya jika berasal dari bibit puteran atau jika dari tanaman pot

dilepas dengan hati-hati atau dipecahkan potnya. Tanaman dimasukkan ke dalam lobang tanam, kemudian ditimbun dengan tanah atas (top soil), kompos atau pupuk kandang. Usahakan supaya leher akar (bagian di antara akar dan batang) tertimbun. Timbunan tanah diinjak-injak agar memadat dan memenuhi lubang tanam. Pinang yang baru ditanam mudah roboh atau goyah oleh sebab itu tanaman pelu ditopang dengan tiang penyangga dari kayu atau bambu. Jika timbunan tanah menyusut, perlu ditambah tanah sampai padat agar tanaman menjadi lebih kuat. Setelah 2 – 3 bulan, tiang penyangga dikeluarkan.

Pemeliharaan meliputi penyiraman, pemupukan, penyiangan, dan pengendalian hama dan penyakit. Penyiraman dilakukan sesuai keadaan, bisanya dilakukan hanya pada musim kemarau pagi atau sore hari. Pemupukan dengan pupuk kandang atau kompos dilakukan setiap 6 bulan sekali dan pupuk buatan (NPK) setiap 3 bulan sekali dengan dosis yang rendah. Pemupukan dilakukan dengan menggali lubang di sekeliling tajuk dan ditimbun kembali. Penyiangan dilakukan berdasarkan kondisi di lapangan tergantung kebutuhan (bisanya 4 – 6 bulan sekali). Hama yang menyerang bisanya belalang dan bekicot. Pengendalian yang paling baik adalah dengan cara mekanis (membunuh secara langsung) jika populasinya kecil, tetapi jika serangannya telah parah dapat dilakukan dengan pestisida yang ramah lingkungan.

Witono et al., (2000), ada dua tehnik penanaman pinang yaitu penanaman dengan sistem monokultur dan sistem tumpangsari. Penanaman sistem monokultur artinya tanaman yang ditanam dalam satu areal hanya satu jenis saja. Penanaman sebaiknya dilakukan pada awal musim penghujan dan dilakukan secara serentak pada hari yang sama.

Penanaman sistem tumpangsari yaitu lahan dapat dimanfaatkan secara optimal dan akan diperoleh total produksi yang tinggi jika dibandingkan dengan sistem monokultur. Keuntungan lainnya adalah adanya variasi produksi dan dapat terhindar dari kegagalan total usaha tani bila terjadi serangan hama hama dan penyakit. Bisanya tanaman yang dapat ditumpangsarikan dengan tanaman pinang di antaranya pisang, kelapa, duku, nenas, coklat, lada, sirih, ubi jalar dan jahe. Sehingga selama tanaman pinang belum berproduksi (± 4-5 tahun), petani dapat penghasilan dari komoditi lain. Selanjutnya dikemukakan bahwa tanaman pinang juga bisanya ditanam di sepanjang parit karena tanaman pinang mampu menahan erosi dan mencegah tanah longsor di sekitar kebun.

Khasiat dan cara penggunaan pinang yaki

Tanaman pinang yaki ini oleh Suku Bolaang Mongondow yang tinggal dikawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone digunakan sebagai obat untuk penyakit diabetes dan juga dipakai sebagai obat kontrasepsi. Caranya biji dibelah, diambil dagingnya kemudian direbus dengan 1 gelas air, setelah mendidih didinginkan lalu diminum. Selain itu, pinang yaki juga dipakai masyarakat sebagai obat cacing pada hewan peliharaan seperti sapi dan kambing (Simbala, 2004). Di Pulau Seram dan Pulau Buru, buah pinang yaki dipakai sebagai tonikum dengan cara buah pinang direbus dengan 2 gelas air sampai mendidih kemudian didinginkan lalu diminum(Zuhud, 2004). Sedangkan di Sulawesi tengah, buah pinang yaki dipakai sebagai pengganti buah pinang sirih (Wiriadinata, 2002).

Uji Fitokimia Pinang yaki

Penapisan fitokimia dengan uji kualitatif untuk mengetahui senyawa kimia yang terdapat dalam biji pinang yaki dilakukan pada setiap fraksi yaitu, fraksi heksana, fraksi khloroform, fraksi etil asetat dan fraksi alkohol 50 %. Penapisan yang dilakukan ini hanya menguji beberapa senyawa yang dapat terekstrak kedalam fraksi pelarut sesuai dengan sifat kepolarannya. Fraksi heksana merupakan fraksi pelarut yang bersifat non polar sehingga senyawa yang diujinya berupa senyawa non polar seperti terpenoid, minyak atsiri,lemak dan asam lemak. Pengujian pada fraksi khloroform adalah senyawa golongan alkaloid dan terpenoid. Khloroform biasanya sering mengekstrak senyawa golongan alkaloid dan terpenoid (Harborne, 1987). Fraksi etil asetat, senyawa yang diuji berupa senyawa tingkat kepolaran yang lebih tinggi dari fraksi sebelumnya. Senyawa yang diuji adalah flavonoid dan terpenoid.

Pada uji kualitatif ini, senyawa-senyawa kimia ditentukan golongannya dengan melihat ada tidaknya perubahan warna sesuai dengan pereaksi yang digunakan, timbulnya endapan dan terbentuknya busa seperti pada identifikasi saponin. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 18.

Pada fraksi khloroform, menunjukkan bahwa biji pinang yaki tidak teridentifikasi adanya senyawa alkaloid. Pemeriksaan alkaloid ini dilakukan dengan menambahkan pereaksi alkaloid. Pereaksi yang digunakan dalam pemeriksaan ini adalah pereaksi Mayer dan Dragendorf. Kedua pereaksi ini bereaksi jika terdapat alkaloid dan memberikan warna yang khas. Pereaksi

Mayer akan bereaksi dengan alkaloid dan membentuk endapan berwarna putih sedangkan dengan pereaksi Dragendorf membentuk endapan berwarna jingga. Uji terpenoid mendapatkan hasil positif dengan terbentuknya warna hijau- biru pada larutan. Dalam Harborne, 1987 uji Lieberman – Buchard yang menghasilkan terbentuknya warna hijau – biru menunjukkan fraksi tersebut mengandung triterpenoid dan sterol.

Tabel 18. Hasil Analisis Fitokimia Pinang yaki Kode Sampel Parameter Uji Hasil Keterangan

Alkaloida - Tidak menghasilkan warna endapan putih, coklat dan jingga setelah

ditambahkan pereaksi Mayer,Wagner dan Dragendrof

Flavonoid +++ Menghasilkan warna jingga pada lapisan amilalkohol

Steroida - Tidak menghasilkan warna biru muda setelah ditambahkan asam asetat anhidrat dan asam sulfat pekat

Triterpenoida +++ Menghasilkan warna merah setelah ditambahkan asam asetat anhidrat dan asam sulfat pekat

Tanin +++ Menghasilkan warna hitam kehijauan setelah ditetesi FeCl3 1%

Hidro kuinon ++ Menghasilkan warna merah setelah ditetesi NaOH 10%

Pinang Yaki

Saponin +++ Menghasilkan busa yang stabil setelah dikocok

Keterangan :

+ sedikit ++ Banyak +++ Sangat Banyak -Tidak ada Tabel 18 menunjukkan bahwa pada ekstrak kasar diperoleh hasil positif untuk uji tanin. Tanin banyak terdapat dalam jaringan tumbuhan dan mempunyai rasa pahit dan kelat. Hal ini menyebabkan sebagaian besar tumbuhan yang mengandung tanin dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan. Uji tanin ini

diperlukan mengingat biji pinang yaki digunakan sebagai obat cacing pada hewan ternak. Identifikasi tanin dilakukan dengan menggunakan larutan FeCl3

1% dan akan memberikan warna biru kehitaman atau hijau kehitaman. Reaksi tanin dengan FeCl3 sebagai berikut :

Tanin + FeCl3 Tanin-Fe (biru- kehitaman atau hijau kehitaman)

Fraksi khloroform mengandung senyawa golongan terpenoid khususnya triterpenoid dengan terbentuknya warna hijau – biru tua dengan pereaksi Lieberman-Buchard. Pada fraksi etil asetat, dua senyawa yang diuji memberikan hasil yang positif. Hasil tersebut adalah triterpenoid dan flavonoid. Adanya flavonoid ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah setelah penambahan setelah penambahan magnesium dan HCl pekat.

Senyawa saponin menghasilkan uji positif pada fraksi alkohol 50%. Saponin ini diambil dari kata sapo (sabun) yang menggambarkan tumbuhan yang mengandung saponin seperti pada Saponaria officinalis (Caryophylaceae) untuk detergen (Harbone 1996). Robinson (1995) mendefinisikan saponin sebagai senyawa aktif permukaan yang kuat dan menimbulkan busa bila dikocok dalam air dan pada konsentrasi rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah merah. Senyawa ini dapat terdeteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa yang stabil (minimal selama 15 menit). Menurut Wen dan Nowicke (1999) diacu dalam American Journal of Botany (1999), senyawa saponin berfungsi sebagai aprodisiaca (obat kuat). Saponin merupakan senyawa turunan steroid yang berperan sebagai hormon seks (Robinson 1995; Harbone 1984). Sedangkan Kayun (2003) membuktikan bahwa saponin merupakan senyawa aktif untuk pengobatan hepatitis. Selain saponin, pengujian pada fraksi alkohol 50 % ini juga dilakukan untuk senyawa golongan terpenoid khususnya triterpenoid .

Bila dilihat dari hasil uji fitokimia, biji pinang yaki mengandung senyawa tanin, triterpenoida, flavonoid, dan saponin yang kemungkinan besar mengandung senyawa potensi bioaktif.

Menurut Ramanthan et al., 1992 tanin dan flavonoid memiliki aktifitas dalam menghambat HeLa dan Raji Lymphoma cell. Flavonoid juga merupakan senyawa aktif sebagai antitumor, antialergi, antihepatotoksik, kardiovascular dan antioksidan( Markham KR, 1988).

Golongan triterpenoid bisa digunakan sebagai anti bakteri (Waterman, 1990), antikanker, dan untuk mengobati luka dan peradangan (Cai et al., 1992). Menurut Robinson (1995), triterpenoida merupakan senyawa yang aktif terhadap patukan ular, diabetes, kerusakan hati, gangguan kulit dan antifungi.

Analisis Karakter ekstrak

Analisis krakter ekstrak diperlukan untuk pengkajian bagian tanaman berpotensi. Pengukuran kadar air diperlukan karena memiliki relevansi terhadap mutu simplisia biji pinang yaki secara kualitatif dan kuantitatif. Mutu kualitatif berkaitan dengan bioaktifitas yang diperoleh pada proses ekstraksi sedangkan mutu kuantitatif berkaitan erat dengan perolehan senyawa target yang diharapkan dalam proses ekstraksi.

Penetapan kadar air diperlukan untuk bahan simplisia nabati yang berhubungan dengan hilangnya H2O dari suatu bahan pada suhu 105

O

C. Kadar air yang tinggi berpeluang sebagai tempat hidup dan berkembangnya mikroorganisme yang menyebabkan kerusakan simplisia. Pada Tabel tersebut di atas memperlihatkan kadar air kurang dari 10% yang merupakan prasyarat untuk simplisia nabati (Anonim , 1985).

Pada penelitian, jumlah rendemen yang diperoleh juga dijadikan parameter untuk menentukan untuk penelitian selanjutnya. Menurut Houghton dan Raman (1998) dengan mengetahui sifat senyawa yang akan diekstrak maka dengan mudah dapat ditentukan pelarut dan metode ekstrak yang sesuai. Hasil analisis kadar sari biji pinang yaki dapat dilihat pada Tabel 19 berikut :

Tabel 19. Hasil Analisis Kadar sari Buah Pinang yaki

Parameter Hasil (%) Rendemen air

Rendemen Pelarut Organik Kadar Air Kadar Abu 5,78 16,46 6,10 0,70

Uji Toksisitas dengan Metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test)

Pada penelitian ini konsentrasi ekstrak bahan pinang yaki yang digunakan dalan uji toksisitas yaitu 400, 600, 800, 1000 ppm dalam tabung yang berisi 10 ml air laut dan 15 ekor larva dengan tiga kali ulangan, menggunakan Metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test), dan pengamatan setelah 24 jam. Hasil analisis uji ini berupa LC50 (Lethal Conentration 50) yang merupakan konsentrasi

fraksi dalam skala ppm yang dibutuhkan untuk mematikan setengah dari populasi larva udang. Data mortalitas larva A. salina Leach terhadap eksrak selanjutnya diproses melalui program komputer Probit Analysis Method untuk memperoleh nilai (LC50) dengan tingkat kepercayaan sebesar 95% (Finney, 1971) .

Hasil analisis probit menunjukkan ekstrak biji pinang yaki memiliki potensi bioaktif, dalam hal ini berada pada nilai LC50 sebesar 334.99 ppm, berarti pada

konsenrasi tersebut menyebabkan kematian 50% hewan uji (Artemia salina L). Nilai tersebut menunjukkan bahwa secara farmakologis bersifat toksik terhadap hewan uji. Menurut Meyer et al. 1982, Solis et al. 1983 penelitian National Centre Institut (NCl) Amerika Serikat, suatu ekstrak atau fraksi dari suatu tanaman dianggap mempunyai potensi bioaktif terhadap kematian larva udang jika dinilai LC50 < 1000 ppm, hanya spektrum keaktifannya masih sangat luas, semakin kecil

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Hasil analisis vegetasi menunjukkan bahwa pinang yaki (Areca vestiaria

Giseke) dapat ditemukan di lima lokasi penelitian yaitu di hutan Doloduo, Tumokang, Matayangan , dan Gunung Kabila, dan Torout.

2. Areca vestiaria Giseke merupakan jenis tumbuhan yang mendominansi kawasan hutan Tumokang dan G.Kabila pada tingkat sapihan dengan nilai dominansi relatif tertinggi sebesar 8.08 % dan 2.19 % .

3. Jenis pinang yaki memiliki Indeks nilai penting (INP) tertinggi tingkat sapihan di lokasi hutan Tumokang sebesar 24,53 % dan tingkat semai sebesar 11,26%, sedangkan lokasi hutan G.Kabila sebesar 16,32% untuk tingkat sapihan, dan untuk tingkat semai sebesar 11,18 % .

4. Tanaman pinang yaki ini oleh Suku Bolaang Mongondow yang tinggal dikawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone digunakan sebagai obat untuk penyakit diabetes, obat cacing untuk hewan ternak dan juga