• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian untuk pemeliharaan ikan dan pengamatan pemijahan dilakukan di

holding ground ikan hias, Dinas Agribisnis Kota Bogor, di Desa Cipaku Rancamaya

Bogor. Analisa protein gonad dilakukan di Laboratorium Penguji Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian Bogor. Analisa hormon estradiol-17β dan 17α -hidroksiprogesteron dilakukan di Laboratorium RIA, Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. Penelitian berlangsung selama 4 bulan, dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2004.

Ikan Uji

Penelitian ini menggunakan 72 ekor Ikan mas koki yang digunakan diperoleh dari petani ikan di desa Ciseeng, Kecamatan Parung Kabupaten Bogor. Ikan terpilih selanjutnya dipelihara dan dipersiapkan di akuarium-akuariun holding ground ikan hias Dinas Agribisnis Kota, di Desa Cipaku Bogor.

Pakan

Selama tahap persiapan ikan diberi pakan pellet dengan kandungan protein 35%, dan jumlah pakan diberikan sekitar 2-5 % dari berat tubuh ikan, diberikan 3 (tiga) kali per hari.

Wadah Pemeliharaan

Sebagai wadah pemeliharaan ikan adalah akuarium dengan ukuran l00x 40x35 cm, sebanyak 8 buah dilengkapi dengan aerasi dan disifon setiap hari.

Inhibitor Aromatase (IA) yang digunakan

Inbibitor aromatase (IA) yang akan digunakan adalah Imidazole. Nama lain dari imidazole adalah glyoxaline, iminazole (1,3-Diaza-2,4-cyclopentadience atau 1,3 Glyoxalin) dan rumus kimia C3H4N2, diproduksi oleh Wako Pure Intemational Inc. Untuk pelarut IA digunakan NaCl fisiologis.

Hormon hCG yang digunakan

Hormon human Chorionic Gonadatropin (hCG) yang akan digunakan adalah pregnyl diproduksi oleh PT Orgamon. Untuk pelarut hCG digunakan NaCl fisiologis.

76

Metode Penelitian

Penelitian ini dirancang untuk mendapatkan cara merangsang ovulasi ikan mas koki menggunakan hCG dan inhibitor aromatase (IA), hCG dimaksudkan untuk menggantikan peranan LH, sehingga fungsi hCG diharapkan akan mengaktipkan enzim 20βHSD (hidroksisteroid-dehidrogenase) sehingga terjadi peningkatan produksi 17α,20β-dehidroksiprogesteron., hasilnya akan terjadi proses pematangan oosit. Adapun, kerja hCG dalam menghambat enzim aromatase akan digantikan oleh IA atau diperkuat dengan penambahan IA ini, akibatnya akan terjadi efisiensi penggunaan hCG dalam proses pematangan oosit yang diikuti dengan ovulasi. Untuk mencapai tujuan didalam penelitian ini dilakukan dua tahap penelitian yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama.

Penelitian pendahuluan

Dosis IA yang dapat menghambat aromatase dan menurunkan estradiol-17β pada ikan koki adalah 2,5 mg IA/kg bt; 7,5 mg IA/kg bt dan 12,5 mg IA/kg bt, tetapi penggunaan dosis tersebut tidak menyebabkan ovulasi. Agar terjadi ovulasi maka diperlukan kombinasi dengan hCG, penelitian pendahuluan ini dilakukan mencari kombinasi hCG dan IA yang dosisnya paling kecil dan mampu merangsang ovulasi. Pada penelitian pendahuluan ini dicoba dosis IA 2,5 mg/kg, dengan 2500 iu/kg; 1500 iu/kg; 750 iu/kg dan 250 iu/kg. Hasil menunjukkan bahwa kombinasi dosis hCG dan IA terkecil yang menyebabkan ovulasi adalah menggunana 750 iu hCG/kg. Selanjutnya dalam penelitian utama dosis hCG 750 iu/kg digunakan sebagai dosis kombinasi dengan IA adapun dosis IA adalah 2,5 mg IA/kg bt; 7,5 mg IA/kg bt dan 12,5 mg IA/kg bt.

Penelitian Utama. Persiapan Ikan.

Induk-induk ikan uji yang baru saja memijah dimasukkan kedalam kolam fiber glas ukuran 2,5x1,5x0,5 m3 sebanyak 2 buah yang dilengkapi dengan aerasi untuk mempertahankan oksigen didalam perairan dan filtrasi untuk memelihara kebersihan air, filter dicuci setiap hari. Selama tahap persiapan ikan diberi pakan pelet dengan kandungan protein 35%, dan jumlah pakan diberikan sekitar 2-5 % dari

77 berat tubuh ikan, diberikan tiga kali per hari. Setelah tujuh hari dipelihara secara acak ikan dimasukkan kedalam akuarium dengan ukuran l00x40x35 cm, sebanyak 8 buah dilengkapi dengan aerasi dan disifon setiap hari, sehingga setiap akuarium dipelihara 9 ekor betina.

Dosis Perlakuan

Dosis hCG adalah 750 iu/kg berat tubuh (b.t.). dan dosis IA yang diberikan adalah P1 : 2,5 mg/kg ; P2 :7,5mg/kg P3 ; 12,5 mg/kg, dan k = kontrol dosis hCG 0 iu/kg dan dosis IA 0 mg/kg.

Parameter yang diamati

Untuk mengetahui proses pematangan oosit, ovulasi dan evaluasi telur ovulasi diperlukan parameter sebagai berikut :

Profil hormon estrogen dan progesteron plasma darah

Pengambilan darah ikan untuk mengukur profil hormon estrogen menggunakan syring yang telah diberi EDTA dengan jarum nomor 21, darah diambil dari caudal vasculature sebanyak ± 0,5 ml, kemudian ditempatkan pada es sebelum disentrifugasi 3000 rpm selama l0 menit plasma dimasukkan dalam tabung plastik kecil dan disimpan beku pada suhu –20°C.

Pengujian hormon menggunakan KIT hormon estdradiol 17β dan 17α -progesteron (DPC/Diagnotstic Product Corp., Los Angeles CA USA).

Kandungan Protein Gonad

Pengamatan perkembangan gonad dilakukan dengan menganalisis kandungan protein didalam gonadnya. Analisis kandungan protein menggunakan metoda Kjeildahl (Slamet et al, 1990). Dengan cara acak ikan dikorbankan untuk diambil gonadnya, mulai dari awal perlakukan kemudian setiap tujuh hari sekali, yaitu hari ke tujuh; ke empatbelas; dan ke-21, dengan ulangan tiga kali.

Waktu Ovulasi

Untuk pengamatan lama waktu ovulasi, daya fertilitas serta daya tetas telur dihitung sejak ikan disuntik sampai terjadi berovulasi. Setelah terlihat mengalami ovulasi ikan diangkat, kemudian distriping. Telur yang dihasilkan ditampung dan ditambahkan spermatozoa.

78

Daya Ferlitilitas Telur (DFT), merupakan daya ferlitisasi dihitung dengan melihat

banyaknya telur yang dibuahi, fertilitas dapat diamati setelah kurang lebih 7 jam setelah terjadi pemijahan, secara makroskupis telur fertil ditandai dengan tetap bening, sedangkan secara mikroskupis terjadi proses pembentukan embrio, adapun telur yang tidak terbuahi berwama putih kekeruhan. Telur hasil pemijahan diamati 100 butir kemudian dihitung prosentasenya, perhitungan daya fertilisasi dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Jumlah telur yang dibuahi

Daya fertilitas telur = --- x 100% Jumlah telur keseluruhan

Daya Tetas Telur (DTT), merupakan kelanjutan dari proses pembentukan embrio,

dan embrio yang terbentuk dapat atau tidak dapat menetas. Telur diamati sebanyak 100 butir dihitung prosentase penetasan dengan menggunakan rumus

sebagai berikut :

Jumlah telur yang menetas

Daya tetas telur = --- x 100% Jumlah telur keseluruhan

Analisis Data

Data level protein gonad, waktu ovulasi, daya ferlitilitas dan daya tetas telur yang diperoleh dianalisis dengan rancangan dasar Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan program MSUSTAT. Sedangkan data perubahan hormonal dianalisa secara deskriptif.

79

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Kombinasi hCG dan Inhibitor Aromatase (IA) terhadap Perubahan Protein Gonad dan Hormon Steroid

Hasil analisis kandungan protein dalam gonad pada awal perlakuan menunjukkan besarnya kandungan protein di dalam gonad sebesar 32,81±1,26%. Setelah diberi perlakuan yaitu suntikan kombinasi hCG dan IA selama sembilan jam kemudian terjadi penurunan kandungan protein gonadnya, penurunan kandungan protein terjadi pada semua dosis perlakuan, pada kontrol tidak mengalami perubahan yang berarti (Tabel 10).

Tabel 10 Pengaruh kombinasi hCG dan IA terhadap kandungan protein gonad (%) dari awal sampai 9 jam perlakuan

9 Jam Dosis Perlakuan 750 iu hCG Ulangan Awal K 2,5 mg IA (P1) 7,5 mg IA (P2) 12,5 mg IA (P3) 01 33,91 32,34 22,43 22,82 22,26 02 32,08 32,12 22,22 22,24 22,50 03 32,43 32,94 22,28 22,61 22,30 rerata 32,81b 32,47b 22,31a 22,56a 22,35a

Keterangan: Nilai dengan huruf yang sama tidak berbedanyata (p>0,01)

Hasil penelitian kandungan protein telur ovulasi juga menunjukkan terjadinya penurunanan kandungan protein gonad, dan terjadi perbedaan yang sangat nyata (p<0,01) antara kontrol yang tidak berovulasi dan hasil perlakuan yang mengalami ovulasi (Tabel 11).

Tabel 11 Pengaruh kombinasi hCG dan IA terhadap kandungan protein gonad (%) pada kontrol dan telur ovulasi

Ovulasi Dosis Perlakuan 750 iu hCG/mg IA Ulangan K 2,5 mg IA (P1) 7,5 mg IA (P2) 12,5 mg IA (P3) 01 31,34 20.82 21.39 21.54 02 33,12 21.03 21.38 21.21 03 31,54 20.67 21.70 20.54 rerata 32,00b 20,84a 21,49a 21,10a

80 Berdasarkan hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa, pada proses oosit menuju ovulasi terjadi penurunan kandungan protein dari awal perlakuan sampai ovulasi. Penurunan kandungan protein terjadi setelah ikan disuntik kombinasi hCG dan IA, maka setelah disuntik hormon hCG akan mempengaruhi gonad sehingga terjadi steroidisasi, akibatnya diduga terjadi katabolisme protein dalam proses pematangan oosit dan juga terjadi hidrasi, hal ini sesuai dengan pendapat Lam. (1985); Woynarovich dan Horvath (1980) yang menyatakan bahwa hormon progesteron merupakan salah satu MIH (Maturation Inducing Hormone), yang akan menyebabkan terjadinya proses pematangan oosit, proses pematangan oosit ditandai dengan menepinya inti sel kedekat dengan mikrofil dan terjadinya hidrasi. Lebih lanjut dijelaskan oleh Matsubara dan Sawano (1995) yang menyatakan bahwa pada ikan Barfin flounder VTG masuk kedalam oosit dalam tiga bentuk yaitu Lipovitelin dengan berat molekul 410 kDa, phosvitin 38kDa dan β-komponen 19kDa, pada saat maturasi MIH mengaktifkan enzim proteolitik sehingga akan menyebabkan terjadinya pembelahan VTG menjadi lipovitelin 170 kDa, akibatnya oosit mempunyai substrat sebagai energi aerobik untuk osmotik pada saat hidrasi dan awal perkembangan embrio.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses penurunan kandungan protein gonad masih terus berlangsung sampai terjadinya ovulasi. Kandungan protein telur ovulasi hasil perlakuan menunjukkan berkisar antara 20,84%-21,49% mempunyai kemiripan dengan kandungan protein telur pada ikan mas yaitu berkisar antara 17,6 – 27,7% (Linhart et al, 1995). Penurunan kandungan protein dalam gonad pada ikan mas koki dari awal perlakuan sampai terjadinya ovulasi berkisar 32,52%. Sedangkan penurunan kandungan protein pada ikan Atlantic hallibut (Hippoglossus

hippoglossus) dalam oosit sebelum hidrasi dan sesudah ovulasi turun sekitar 25%

(Finn et al. 2002).

Proses pematangan oosit selain ditandai dengan perubahan kandungan protein didalam gonad, juga ditandai dengan perubahan hormon didalam plasma darahnya. Pada saat awal penyuntikan induk, hasil analisa hormon estradiol-17β dalam plasma

81 darah menunjukkan 2783,90 pg/ml. Sembilan jam kemudian terjadi peningkatan kandungan hormon estradiol-17β dalam plasma yang sangat menolok yaitu pada P1; P2 dan P3 berturut-turut menunjukkan hasil 9831,17 pg/ml; 9837,96pg/ml; 8757,22 pg/ml; hasil ini diduga menunjukkan bahwa hCG telah bereaksi dan merangsang peningkatan hormon estradiol-17β.

Beberapa saat kemudian terjadi ovulasi, pada ikan yang berovulasi telah terjadi penurunan kandungan estradiol-17β menunjukkan hasil pada P1, P2 dan P3 berturut-turut sebagai berikut 3112,8pg/ml; 4240,19pg/ml; 4340,44pg/ml. (Gambar 12).

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 0 3 6 9 Ovu Jam ke-K a n dunga n hor m on es tr ad io l-1 7 β P1 P2 P3

Gambar 12 Pengaruh kombinasi hCG dan IA terhadap kandungan estradiol-17β

Sedangkan hasil analisis hormon 17α-hidroksiprogesteron dalam plasma darah pada saat awal sebelum disuntuk kombinasi hCG dan IA menunjukkan 1,77ng/ml. Setelah disuntik kombinasi hCG dan IA menyebabkan terjadinya peningkatan hormon 17α-hidroksi progesteron, hal ini dapat dilihat pada hasil analiasa hormon 17α-hidroksiprogesteron, yaitu pada sembilan jam kemudian masih meningkat dan mencapai puncaknya yaitu P1, P2 dan P3 berturut turut 12,52 ng/ml; 12,12 ng/ml; 15,88 ng/ml. Setelah mencapai puncaknya hormon akan turun seperti terlihat pada ikan yang telah berovulasi terjadi penurunan kandungan 17α-hidroksiprogesteron, hal ini dapat dilihat pada P1, P2 dan P3 berturut-turut sebagai berikut 4,76 ng/ml; 4,59 ng/ml;5,69ng/ml. Seperti terlihat pada Gambar 13.

Perubahan hormonal didalam plasma darah induk mulai terjadi setelah ikan disuntik kombinasi hCG dan IA. Peningkatan gonadotropin akan menyebabkan

82 terjadi peningkatan hormon estradiol-17β, titik puncak hormon dicapai sembilan jam setelah disuntik dan akan turun kebali diikuti ovulasi.

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 0 3 6 9 OVU Jam ke-K a nd ung a n ho rm on 1 7 α - h id rok s ipr og e s -te ro n (n g/ m l) P1 P2 P3 Gambar 13 Pengaruh kombinasi hCG dan IA terhadap kandungan 17α−hidroksiprogesteron

Puncak hormon estradiol-17β sangat dibutuhkan pada proses ovulasi, diduga untuk umpan balik positif terhadap gonadotropin sehingga produksi testosteron dapat mencapai puncaknya. Meningkatnya hormon estradiol-17β juga diikuti oleh meningkatnya hormon 17α-hidroksiprogesteron. Peningkatan hormon 17α -hidroksiprogesteron mencapai puncaknya pada sembilan jam setelah penyuntikan. Hormon 17α-hidroksiprogesteron merupakan bahan pembentukan hormon 17α,20β -dihdydroksiprogesteron. Menurut Nagahama et al (1995) pada ikan salmon, 17α -hidroksiprogesteron yang dibentuk didalam sel teka akan dirembeskan kedalam sel granulosa, didalam sel granulosa oleh enzim 17β - hidroksisteroid dehidrogenase (l7β - HSD) akan dibentuk 17α,20β-hidroxy-4-pregnen-3-one dari 17α -hidroksiprogesteron. Fungsi dari 17α,20β-hidroxy-4-pregnen-3-one sebagai MIH sehingga oosit mengalami proses pematangan (Nagahama, 1987; Nagahama, 1994; Nagahama, 1997; Nagahama et al. 1995; Yamashita et al. 2000; Yamashita, 2000). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada sembilan jam setelah penyuntikan 17α -hidroksiprogesteron mencapai puncaknya.

Penyuntikan IA diduga telah membantu kerja hCG dalam menghambat kerja enzim aromatase, akibatnya kombinasi antara hCG dan IA memerlukan dosis hCG yang rendah yaitu 750 IU hormon hCG per kg b.t. ikan, dibandingkan hanya

83 menggunakan hCG saja. Carman (1992) menggunakan 2500 iu hCG/kg berat ikan untuk merangsang ovulasi ikan koki.

Pengaruh Kombinasi hCG dan Inhibitor Aromatase (IA) terhadap Kecepatan Ovulasi, Daya Fertilitas Telur (D.F.T) dan Daya Tetas Telur (D.T.T)

Lama waktu ovulasi mulai dihitung dari saat penyuntikan kombinasi hCG dan IA dilakukan sampai terjadinya ovulasi, hasil penelitian menunjukkan bahwa semua ikan yang diberi perlakuan mengalami ovulasi dan kecepatan waktu tidak berbeda nyata, pada P1 12,03 jam; P2 12,55 jam dan pada P3 13,32 jam. (Tabel 12).

Tabel 12 Pengaruh kombinasi hCG dan IA terhadap

waktu (jam) Ovulasi

Dosis Perlakuan 750 iu hCG Ulangan 2,5 mg IA (P1) 7,5 mg IA (P2) 12,5 mg IA (P3) 01 12.45 13.15 13.15 02 11.50 12.20 13.20 03 12.15 12.30 12.40 Rerata 12,03±0,50a 12,55±0,52a 13,32±0,49a

Keterangan: Nilai dengan huruf yang sama tidak berbedanyata (p<0,01)

Setelah disuntik kombinasi hCG dan IA maka akan terjadi proses ovulasi. Hasil penelitian menunjukkkan bahwa, telah terjadinya penurunan kandungan protein gonad yang disebabkan karena terjadinya hidrasi dan metabolisme protein. Perubahan yang terjadi tadi menunjukkan bahwa oosit telah mengalami proses pematangan. Ovulasi terjadi sebagai akibat pembentukan PGF2α, dan fungsi dari PGF2α untuk kontraksi folikel, sehingga terjadilah ovulasi (Lam, 1985). Hasil penelitian menunjukkan kecepatan ovulasi P1; P2 dan P3 menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata, hal ini diduga bahwa kerja hormon yang dibantu IA masih dalam rentang yang optimum, sehingga dosisnya cukup untuk proses pematangan oosit sampai terjadinya ovulasi.

84 Hasil pembuahan telur ovulasi menunjukkkan bahwa persentase pembuahan hasil perlakuan P1 sebesar 89,54%; P2 sebesar 90,85% dan P3 sebesar 90,67%. Hasil analisis perlakuan tidak berbeda nyata (Tabel 13).

Tabel 13 Pengaruh kombinasi hCG dan IA terhadap persentase pembuahan dan penetasan telur ovulasi

Dosis Perlakuan 750 IU hCG Jml Telur (butir) Pembuahan Penetasan 2,5 mg IA (P1) 118,33 ±16,07 89,54±0,75a 85,59±0,72a 7,5 mg IA (P2) 106,67±15,28 90,85±1,15a 85,92±0,41a 12,5 mg IA (P3) 118,33±10,40 90,67±1,54a 85,44±0,25a

Keterangan: Nilai dengan huruf yang sama tidak berbedanyata (p>0,01)

Hasil analisis pembuahan dan penetasan telur ovulasi menunjukkan tidak berbeda nyata antar perlakuan, diduga karena pada saat proses pematangan dan ovulasi oosit berkembang dengan baik, maka proses penyerapan VTG oleh embrio juga berjalan dengan baik. Penyerapan VTG oleh embrio menurut Sire et al (1994) dijelaskan bahwa yolk protein dalam embrio terbungkus oleh lapisan synsytial atau

periblast, dua buah daun coelemic mesoderm, splanchnopleure dan somatopleure, dan

epidermis. Jaringan viteline vascular berkembang didalam splanchnopleure dengan menggunakan jaringan ini embrio dapat menggunakan protein yang disimpan didalam yolkmassnya. Untuk memecah yolk globule, dipermukaan peribalast terdapat zona viteolisis oleh aktivitas thiol proteinase yaitu cathepsin L aktivitas enzym meningkat menyebabkan yolk globul sobek dari yolk massnya sehingga protein dapat diserap.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terdahulu, maka dapat ditarik kesimpulan, sebagi berikut :

1. Penyuntikan kombinasi hCG dan IA pada ikan mas koki telah mampu menghemat dosis hCG dan mampu merangsang ovulasi, proses ovulasi terjadi

85 dengan penurunan kadar protein oosit, perubahan hormon steroid dalam plasma darah, dan sampai terjadi ovulasi.

2. Dosis kombinasi hCG 750 IU/kg b.t dan IA 2,5 mg/kg b.t. merupakan dosis optimum yang berpengaruh terhadap ovulasi, pembuahan dan penetasan.

DAFTAR PUSTAKA

Carman O. 1991. Chromosome set manipulation in some warm water fish. [disertation] Tokyo: The Tokyo University of Fisheries.

Ernawati Y. 1999. Efisiensi implantasi analog LH-RH dan 17α-Metiltestoteron serta pembekuan semen dalam upaya peningkatan produksi benih ikan jambal siam

(Pangasius hypothalmus). [disertasi] Bogor: Program Pascasarjana, Institut

Pertanian Bogor.

Holzer H, Casper RF, Tulandi T. 2006 A new era in ovulation induction. Fertil

Steril 85 2: 277-284

Finn RN, Østby GC, Norberg B, Fyhn HJ. 2002. In vivo oocyte hidration in Atlantic halibut (Hippoglossus hippoglossus); proteolytic liberation of free amino acids, and ion transport, are driving forces for osmotic water influx. J Exp Bio 205: 211-224

Lam TJ. 1985. Induce Spawning in Fish. Work Shop on the reproduction culture of milk fish. Oceanic Institut Hawaii.

Linhart et al. 1995. Morphology, composition and fertilization of carp eggs : A review. Aquaculture 129 : 75-93.

Lukistyowati I. 1990. Pengaruh pemberian berbagai dosis gonadotropin releasing hormon (gnrh) terhadap kematangan gonad dan ovulasi ikan lele dumbo

(Clarias gariepinus, Burchell). [tesis] Bogor : Program Pascasarjana, Institut

Pertanian Bogor.

Nagahama Y. 1994. Endocrine regulation of gametogenesis in fish. Int Dev Biol 38 : 217-229.

Nagahama Y. 1987. Gonadotropin action on gametogenesis and steroidogenesis in teleost gonads. Zool Sci 4 : 209-222.

86 Nagahama Y. 1997. 17α,20β-dihidroxy-4-pregnen-3-one, a maturation-inducing

hormone in fish oocytes : Mechanisms of synthesis and action. Steroid 62 : 190-196

Nagahama Y et al. 1995. Regulasi of oocyte growth and maturation in fish. Dev Biol

30 : 103-145

Matsubara T. And Sawano. K., 1995. Proteolytic Clevage of vitellogenin and yolk protein during vitellogenin up take and oocyte maturation in Barfin Flounder

(Verasper moseri). J Exp Zool 272 : 34-45.

Sire MF, Babin PJ, Verner JM. 1994. Involvement of the lysosomal system in yolk protein deposit and degradation during vitellogenesis and embrionic development in trout. J Exp Zool 269 : 69-83.

Slamet et al, 1990. Pedoman Analisis Zat Gizi. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Bina Gizi Masyarakat dan Pusat Penelitian Dan Pengembangan Gizi. Woynarovich E, Horvath. L. 1980. The Artificial Propagation of Warm Water

Finfishes. A Manual Extension. Food And Agriculture Organization of The

United Nation.

Yamashita M. 2000. Toward modeling of a general mechanism of MPF formation during oocyte maturation in vertebrates. Zool Sci 17 : 841-851

Yamashita M, Mita K, Yoshida N, Kondo T. 2000. Moleculer mechanisms of the initiation of oocyte maturation : general and species-species aspects. Cell Cycle

Research 4 : 115-129

Zairin M Junior. 1993. endocrinological studi on maturation and spawning in the walking catfis, Clarias batrachus. [dissertation] Tokyo: The University of Tokyo.

87

Dokumen terkait