• Tidak ada hasil yang ditemukan

Biologi lkan Mas Koki (Carassius auratus)

Varietas Mas Koki

Berdasarkan riwayatnya ikan mas koki merupakan salah satu ikan hasil domestikasi tertua di dunia ikan ini sangat populer karena dapat di jumpai di toko-toko ikan hias di seluruh dunia (Axelrod dan Burges,1973). Menurut Kafuku dan Ikenoue (1983) ikan mas koki telah didomestikasi pada Zaman Dinasti Sung di China pada sekitar tahun 960 Masehi. Jenis ikan ini masuk ke Jepang pada sekitar tahun 1500 M dan masuk ke benua Eropa pada sekitar tahun 1700 Masehi.

Varietas mas koki telah berkembang sangat pesat mencapai ratusan varietas, namun beberapa varietas yang terkenal di China, Jepang, Eropa maupun Amerika. Menurut Andrews (1987); Kafuku and Ikenoue (1983); Paradise (1988), varietas yang terkenal itu antara lain

l. Ikan mas koki biasa atau Common goldfish atau di Jepang disebut wakin karena bentuk fisiknya masih seperti ikan karper krusian dan belum banyak mengalami perubahan. Warna dasarnya adalah biru, warna terbaik pada ikan ini adalah merah-oranye metalik tetapi tidak ada warna peraknya sedikitpun. Ikan ini mempunyai ekor terbelah menjadi dua (forked). Panjang total ikan dapat mencapai 8 inchi, aslinya berasal dari China.

2. Ikan mas koki berekor kipas atau juga disebut mas koki fantail atau lochoo, yang berasal dari China, dan masuk ke Jepang melalui pulau Ryukyu, sehingga oleh masyarakat Jepang menyebutnya ryukin. Ekornya bersirip kembar, bentuknya mekar dan panjang, panjang sirip ekor melebihi panjang tubuhnya. Panjang totalnya dapat mencapai 3,5 inchi.

3. Ikan mas koki berekor rumbai atau juga disebut mas koki veiltail. Orang sering keliru membedakan antara ikan mas koki kipas dan mas koki rumbai. Untuk membedakannya sangat mudah yaitu sirip ekor pada ikan mas koki rumbai sangat panjang dan terbelah menjadi dua (kembar), sirip ekornya sangat panjang dan bahkan kelihatan mengantung ke bawah, juga mempunyai sirip punggung yang tinggi.

9 4. Ikan mas koki teleskop atau di Jepang disebut juga demekin. Ciri khas dari ikan

ini adalah matanya yang mencuat keluar, sehingga seolah-olah matanya memakai teleskop. Perkawinan antara mas koki lionhead ranchu dan mas koki teleskop menghasilkan ikan mas koki demerancu.

5. Ikan mas koki oranda adalah ikan yang mempunyai kepala mirip kepala singa, namun mempunyai sirip punggung. Warna oranda yang terkenal adalah tancho

oranda yang badannnya berwarna putih, dan di atas kepalanya terdapat warna

merah.

6. Ikan mas koki kepala singa atau lion head. Ikan ini mempunyai kepala mirip kepala singa, namun tidak mempunyai sirip punggung, sirip anal dan sirip ekor pendek dan kaku.

7. lkan mas koki nirwana atau celestial. Ciri khas ikan ini terletak pada bentuk pupil matanya yang menghadap keatas. Karena lokasi matanya yang demikian menyebabkan ikan ini sulit memenangkan kompetisi pakan dengan ikan lain. Oleh karena itu ikan ini hanya cocok dipelihara dengan varietas yang sama. Ciri lain adalah warnanya oranye metalik, dan tidak mempunyai sirip punggung. 8. Ikan mas koki burik. Ciri khas dari ikan ini adalah warnanya. Hampir semua

warna yang dimiliki ikan mas koki dapat muncul. Varietas mas koki burik yang terkenal adalah shubunkin bristol, yang muncul di Jepang sekitar tahun 1900, dan

shubunkin London. Kedua ikan tadi sekilas nampak hampir sama, yang

membedakannya adalah sirip dan ekor shubunkin bristol lebih panjang dibandingkan dengan shubunkin London.

9. Ikan mas Komet. Keunikan ikan ini terletak pada ekornya yang berbentuk seperti garpu, memanjang dan lebih panjang dari pada badannya. Karena ekornya yang memanjang ini maka disebut komet.

10. Ikan mas koki mata balon atau bubble eyes. Ciri khas dari ikan ini adalah bentuk matanya normal, namun pelupuknya menggelembung seperti balon. Gelembung ini mulai tumbuh setelah ikan berumur tiga bulan. Ciri lainnya adalah ikan ini tidak mempunyai sirip punggung.

10 ll. Ikan mas koki sisik mutiara atau mas koki mutiara. Ciri khas dari ikan ini

sisiknya seperti mutiara, muncul di permukaan kulit, kalau diraba terasa berbintil, sisik ini tumbuh sejak burayak.

12. Ikan mas koki moor atau black moor. Ciri khas ikan aclalah warnanya yang hitam kelam, pada usia muda ikan ini berwarna coklat kemerahan. Adapun ekornya seperti kipas atau fantail dan matanya berkembang seperti mas koki teleskop.

Jenis-jenis ikan mas koki fantail maupunveiltail di Indonesia disebut ikan mas koki tosa, dan saat ini telah berkembang mas koki tosa yang berekor pendek disebut tosakin.

Reproduksi Ikan Mas Koki

Dalam usaha pembenihan ikan kesuksesan pemilihan induk sangat menentukan keberhasilan pemijahan ikan. Berdasarkan teori pematangan oosit maka induk ikan yang terpilih adalah induk yang sudah matang gonad; secara fisiologis oosit telah tumbuh penuh, diameter mencapai ukuran maksimal (Harvey dan Hoar, 1979; Lam, 1985; Yamashita 2000; Woynarovich dan Horvath, 1980).

lkan mas koki jantan yang matang gonad ditandai dengan munculnya tubercles

atau bintil-bintil di daerah tutup insangnya atau pada pangkal sirip dadanya. Kalau diraba di daerah tersebut terasa kasar seperti ada butiran kecil menempel; sedangkan mas koki betina yang matang gonad ditandai dengan perutnya yang gendut penuh dengan telur, dan terasa lunak (Andrews, 1987; Axelrod dan Burgess, 1973; dan Paradise, 1988). Untuk lebih meyakinkan maka induk dan pejantan terpilih ditangkap kemudian perutnya diurut dengan jari. Pejantan yang matang gonad akan keluar cairan putih berisi sperma dari saluran urogenetalisnya, dan yang betina akan mengeluarkan sedikit butiran telur berwarna kekuningan (Paradise, 1988).

Teknik pemijahan ikan mas koki menurut Paradise (1988) dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu metode alamiah dan perkembangbiakan buatan. Metode alamiah dapat dilakukan dengan menggunakan akuarium maupun di kolam. Sementara itu perkembangbiakan buatan dapat dilakukan dengan mengurut pejantan

11 dan betina sehingga dapat dikoleksi sperma dan sel telur kemudian dicampur sehingga terjadi pembuahan.

Pemijahan ikan mas koki di dalam akuarium dapat dilakukan dengan aquarium yang berukuran minimal sebesar 60x30x30 cm (panjang x lebar x tinggi). Perbandingan jumlah jantan : betina sebanyak 2:1 artinya dua pejantan dengan satu betina untuk sistem berpasangan, atau 1:1 artinya satu jantan dan satu betina untuk pemijahan masal (Andrews, 1987).

Ikan mas koki merupakan spesies multi spawner yaitu memijah beberapa kali dalam satu musim pemijahan. Oleh karena itu ikan ini mempunyai tipe ovarium yang berisi oosit pada tahap perkembangan yang berbeda (Yoshiura et al. 1997).

Pakan Ikan Mas Koki

lkan mas koki termasuk pemakan segalanya (omnivorua), baik sumber pakan yang berasal dari nabati maupun hewani. Sumber pakan nabati berupa dedaunan dari tumbuhan air, sedangkan sumber pakan hewani berupa cacing sutera (tubifex), dafnia, moina maupun jentik nyamuk. Berbagai bentuk pakan buatan seperti flakes

(serpihan kecil); bubuk maupun pelet (butiran) juga cocok untuk pemeliharaan mas koki (Kafuku dan Ikenoue, 1983; dan Paradise, 1988).

Gonad dan Perkembangan Oosit

Organ kelamin atau gonad betina disebut ovarium dan terletak di bagian dorsokaudal dari tubuh ikan. Ovarium berbentuk bulat panjang, dengan sumbu memanjang ke arah horizontal. Apabila ovarium ini dipotong melintang maka nampak susunan sel yang mencakup selubung folikel yang terdiri atas sel-sel granulosa, sel-sel theka, zona radiata dan sel telur itu sendiri (Harvey dan Hoar, 1979; Reding dan Patino, 1993). Sementara itu Smith (1982) menyatakan bahwa susunan ovarium ikan trout dari luar ke dalam dengan menggunakan mikroskop elektron terdiri atas: sel-sel theka, membran ropria folliculi; sel-sel folikel; zona pellusida; zona radiata dan oosit.

12 Untuk mempelajari perkembangan telur ikan mas koki belum tersedia data yang cukup, sebagai pembanding dipelajari perkembangan sel telur ikan mas. Menurut Woynarovich dan Horvath (1980) perkembangan telur ikan mas dibagi dalam tahap-tahap di bawah ini

'l'ahap I: Sel benih atau primitive egg cells (ovogonium atau archovogonium) berukuran sangat kecil (antara 8-12 µm), perbanyakan sel ini melalui pembelahan mitosis.

Tahap II : Sel epitel benih mulai tumbuh dengan ukuran antara 12-20 µm, yang dibungkus oleh folikel. Fungsi folikel nanti sebagai tempat asuhan dan perlindungan dalam perkembangan sel telur. Pada awalnya selubung folikel ini hanya satu lapis (folikel primer) kemudian akan menjadi dua lapis (folikel sekunder).

Tahap III. Selama tahap ini, sel telur telah tumbuh semakin besar ukuran mencapai antara 40-200 µm, dan ditutup oleh folikel.

Tahap pertama perkembangan sel telur pada tiga tahap di atas merupakan tahap pendahuluan, yang merupakan tahap awal akumulasi nutrien dalam perkembangan sel telur ikan. Oleh karena itu, calon induk ikan selain ditempatkan pada lingkungan yang cocok, juga harus mendapat pakan yang bergizi tinggi, agar kuantitas maupun kualitas telur sesuai yang diharapkan.

Tahap IV : Selama tahap ini produksi dan akumulasi kuning telur dimulai, proses ini disebut vitellogenesis. Telur terus berkembang sampai mencapai ukuran 200-350µm sebagai akibat dari akumulasi materi lipoid dalam sitoplasmanya.

Tahap V: Tahap ini dinamai fase vitelogenesis kedua; sitoplasma sekarang penuh butiran lipoid dan kuning telur. Telur telah mencapai ukuran 350-500 µm. Tahap VI:Tahap ini adalah fase vitelogenesis ketiga; pada fase ini kuning telur

mendesak butiran lipoid ke arah tepi dari sel, dan sekarang lingkaran kedua mulai dibentuk. Inti sel membentuk membran yang disintesis dari protein dan akumulasi nutrien. Ukuran telur mencapai 600-900 µm.

13 Tahap VII:Proses vitelogenesis telah selesai dan ukuran telur mencapai 900-1.000

µm. Pada saat akumulasi kuning telur selesai, nukleolus masuk ke tengah inti. Pada tahap ini mikrofil (lobang masuknya spermatozoa) mulai berkembang. Tahap ini disebut fase dorman atau fase istirahat karena sampai beberapa bulan sel telur tidak mengalami perubahan, menunggu kondisi lingkungan baik. Apabila kondisi lingkungan telah memungkinkan maka induk-induk tersebut akan berovulasi, sebaliknya kalau kondisi tidak memungkinkan ovulasi maka sel-sel telur tadi akan diserap kembali. Tahap IV,V,VI,VII merupakan tahap vitellogenesis maka calon induk ikan selain ditempatkan pada lingkungan yang cocok, juga harus diberikan pakan yang bergizi tinggi, agar kuantitas maupun kualitas telur sesuai yang diharapkan. Menurut Linhart

et al. (1995) komposisi telur ikan mas terdiri atas 64,9-75% air, 17,6-27,7% protein

2,2-7,3 lemak dan 1,4-2.2% abu.

Peranan estradiol-l7β dalam perkembangan oosit (vitellogenesis)

Perkembangan oosit terjadi karena peran dari Gonadotropic Hormone (GTH) atau gonadotropin. GTH yang berperanan dalam aktivitas gonad adalah follicle

stimulating hormone (FSH) dan Luteinizing hormone (LH). Setiap jenis hormon tadi

terdiri atas dua sub unit glikoprotein. FSH bertanggung jawab terhadap perkembangan oosit (vitelogenesis) dan LH sebagai pemicu kematangan oosit (Nagahama 1987 dan Nagahama et al. 1995).

Ikan mas koki merupakan jenis ikan multi spawner yaitu dalam satu musim pemijahan terjadi memijah beberapa kali, sehingga dalam ovariumnya terdapat berbagai tingkatan oositnya, hal ini terjadi karena FSH dan LH pada ikan mas koki disintesis pada setiap tahapan pertumbuhan gonad (Yoshiura et al. 1997). Menurut Fostier et al. (1983) empat hari setelah ovulasi maka akan mulai terlihat terjadi peningkatan GTH. Hal tersebut terjadi karena estradiol 17β juga mulai meningkat. Besarnya kandungan estradiol-17β dalam plasma darah pada ikan salmon pada tahap awal vitelogenesis sebesar 10 ng/ml terus meningkat sampai pada tahap akhir vitelogenesis sebesar l5 ng/ml (Nagahama et al. 1995). Kandungan estradiol-17β

14 pada ikan cod tahap vitelogenesis berkisar antara 6,2-30 ng/ml (Kjesbu et al. 1996). Adapun konsentrasi estradiol-l7β di dalam darah pada ikan coho salmon

(Oncorhynchus kisutch) tahap vitelogenesis berkisar antara 7,69-13,80 ng/ml (Afonso

et al. 1999a ). Menurut Afonso et al. (1999b), konsentrasi estradiol-17β pada ikan

coho salmon yang siap memijah berkisar antara 28,60-45,30 ng/ml. Kadar estradiol-l7β yang semakin tinggi akan memacu meningkatkan GTH dan VTG akibatnya oosit tumbuh maksimal.

Peningkatan estradiol-17β akan merangsang hati untuk memproduksi vitelogenin (VTG) kemudian dirembeskan kedalam darah dan akan didesposisikan kedalam oosit (Gambar 2). Adapun proses masuknya vitelogenin (VTG) kedalam oosit dijelaskan Rodriguez et al. (1996) sebagai berikut. Vitelogenin masuk kedalam oosit melalui cara endositosis spesifik protein. VTG disintesis didalam hati secara kontinyu, dan merupakan bahan utama prekursor kuning telur. Vitelogenin yang di sintesis di dalam hati, untuk mencapai ovari melalui aliran darah dan secara selektip diambil pada saat pertumbuhan oosit, dan masuk kedalam folikel oosit melalui pembuluh kapiler yang terletak di dalam sel teka. VTG mencapai germinal sel melewati basal lamina, ruang antar sel granulosa, dan kemudian masuk ke dalam ekstra seluler dari epitel granulosa, dan terus melewati oosit microvillosites dalam saluran zona radiata sampai oolemma.

Matsubara dan Sawano (1995) yang menyatakan bahwa pada ikan Barfin flounder, VTG masuk kedalam oosit dalam tiga bentuk yaitu lipovitelin dengan berat molekul 410 kDa, fosvitin 38kDa dan β-komponen 19kDa, pada saat maturasi MIH mengaktifkan enzim proteolitik sehingga akan menyebabkan terjadinya pembelahan VTG menjadi lipovitelin 170 kDa, akibatnya oosit mempunyai substrat sebagai energi aerobik untuk osmotik pada saat hidrasi dan awal perkembangan embrio.

Penumpukan kuning telur dilakukan terus menerus sampai sel telur atau ovum mencapai ukuran tertentu, setelah sel telur mencapai ukuran tertentu maka inti sel akan ditarik ke tengah, dan telur mengalami masa istirahat (fase dorman), pada fase dorman ini biasanya ikan disebut telah matang gonad. Lama waktu fase ini secara

15 alamiah ditentukan oleh musim. Ukuran diameter telur ikan mas koki sekitar 0,7 mm (Kafuku dan Ikenoe, 1983).

Gambar 2. Proses perkembangan oosit ikan (Sumber Matsubara dan Sawano, 1995)

Peranan testosteron dalam proses pematangan oosit

Gonadotropin merangsang sel-sel teka melalui sistem cAMP untuk memproduksi testosteron. Testosteron yang terbentuk akan dikonversi menjadi estradiol-17β di dalam sel granulosa melalui aktivasi aromatase. Keberadaan estradiol-l7β menyebabkan terjadinya perkembangan oosit, semakin tinggi produksi estradiol-l7β menyebabkan oosit berkembang semakin besar, dan akan terjadi umpan balik negatif terhadap gonadotropin terutama FSH dan umpan balik positif terhadap LH. Penurunan FSH menyebabkan terjadi penurunan aktivitas aromatase akibatnya terjadi penurunan estradiol-l7β dan terjadi peningkatan testosteron. Peningkatan LH akan berakibat pada peningkatan aktivitas 20β HSD sehingga terjadi peningkatan produksi 17α-21β-dihidroksiprogesteron hal ini akan memacu pematangan oosit..

16 Menurut Joy et al. (2000) penyuntikan testosteron 0,25 dan 0,5 μg/g b.t pada Clarias

batrachus betina setiap hari menyebabkan peningkatan LH pada minggu ke empat hal

ini berarti terjadi umpan balik positip, sedangkan pada dosis 1 μg/g b.t. justru terjadi umpan balik negatif.

Menurut Zairin (1993) penyuntikan hCG pada ikan lele akan menyebabkan terjadinya peningkatan produksi testosteron, dan mencapai puncaknya 38,3 ng/ml setelah 4 jam penyuntikan, kemudian terjadi penurunan yang diikuti peningkatan produksi 17α-21β-dihidroksiprogesteron yang mencapai puncak produksi setelah l2 jam penyuntikan. Setelah itu terjadi GVBD (germinal vesicle break down), yang diikuti ovulasi.

Peranan Aromatase dan Inhibitor Aromatase dalam Pematangan Oosit

Aromatase merupakan anggota dari sitokrom P450 yang berisi enzim kompleks. Enzim ini mengkatalisis tahap akhir proses pembentukan estrogen yaitu hidrosilaksi androstenedion menjadi estron dan testosteron menjadi estradiol-17β. Aktivitas enzim ini dapat dilihat didalam ovari, jaringan adiposa, plasenta, otak, otot, fibroblas, osteoblas, hati dan payudara. (Holzer et al. 2006).

Seiring dengan perkembangan oosit di dalam folikel ovarium maka gonadotropin .juga berpengaruh terhadap biosintesis hormon-hormon steroid. Proses biosintesis hormon steroid dimediasi oleh hidroksisteroid dehidogenase dan sitokrom P-450.

Nagahama et al. (1995) menyatakan bahwa dalam biosintesis hormon steroid di dalam sel teka dan sel granulosa ikan salmon, telah diidentifikasi adanya tiga buah hidroksisteroid dehidrogenase dan empat buah sitokrom. Fungsi dari masing-masing hidroksisteroid dehidrogenase adalah sebagai berikut :

1. 3β-hidroksisteroid dehidrogenase-isomerase (3β-HSD), berperan dalam pem-bentukan progesteron dari pregnenolon.

2. 17β-hidroksisteroid dehidrogenase (l7β-HSD), berperan dalam pembentukan 17α - 20β -hidroxy-4-pregnen-3-one dari 17α -hidroksiprogesteron.

17 3. 17β-hidroksisteroid dehidrogenase (l7β-HSD), berperan mengubah androstenedion

menjadi testosteron.

Sedangkan fungsi masing-masing sitokrom dalam biosintesis steroid adalah sebagai berikut :

l. P-450scc atau cholesterol side-chain clevage sitokrom P-450, berperan dalam pembentukan pregnenolon dari kholesterol.

2. P-45017α atau P-450 17α hidrolase, berperan dalam pembentukan l7α hidroksi progesteron dari progesteron.

3. P-45017,20 lyase atau P-450 17,20 lyase berperan dalam pembentukan androste-nedion dari 17α hidroksi progesteron.

4. P-450 arom atau aromatase sitokrom P-450, berperan dalam pembentukan estradiol l7β dari testosteron.

Pada hewan mamalia, Fitzpatrick et al. (l997) menyatakan bahwa aktivitas P-450arom di dalam sel granulosa dirangsang oleh folikel stimulating hormone (FSH), dan aktivitas p-450arom pada mamalia menurun drastis apabila ditambah dengan luteinizing hormone (LH). Sumber hormon yang memiliki potensi LH yang amat kuat adalah hCG/human chorionic gonadotropin (Partodihardjo, l987). Hormon ini telah digunakan untuk induksi ovulasi pada beberapa jenis lele Afrika (Eding et al. 1982; Mollah dan Tan, 1983). hCG juga digunakan untuk merangsang ovulasi pada Clarias

butrachus (Zairin, 1993), serta untuk merangsang ovulasi ikan mas koki Carassius

auratus (Carman, 1992).

Aktivitas aromatase pada ikan, meningkat dan mencapai puncaknya pada pascavitelogenesis, setelah mencapai pascavitelogenesis produksi estradiol-17β akan menurun drastis, demikian juga aktivitas aromatase. (Nagahama et al, 1995). Menurunnya produksi estradiol-17β dan aktivitas aromatase, ternyata diikuti peningkatan l7α,20β-dihidroksi-4-pregnen-3-one (17α,20β-DP) sehingga oosit rnengalami GVBD dan berakhir pada ovulasi.

18 Inhibitor aromatase (IA) suatu zat non steroid yang dapat digunakan untuk menghambat/menghentikan aktivitas enzim aromatase. Menurut Kitano et al. (2000) penggunaan inhibitor aromatase menyebabkan tertekannya ekpresi gen P-450 arom, sehingga produksi estrogen berkurang dan produksi testoteron meningkat.

Beberapa tahun terakhir ini aromatase inhibitor telah digunakan sebagai perlakuan tambahan dalam mengobati kanker payudara. Anastrozole dan letrozole merupakan jenis inhibitor aromatase pada dosis 1-5 mg mampu menurunkan level estradiol-17β sebanyak 97-99%, dan mempunyai waktu paruh berkisar antara 30-60 jam, serta mampu dimetabolisme didalam hati (Holzer et al. 2006).

Inhibitor aromatase mampu membloking produksi estrogen dengan menghambat proses aromatisasi pada hipothalamus-hipophisis-gonad axis dari umpan balik negatif estrogen, hasilnya sekresi FSH meningkat merangsang perkembangan ovari sampai terjadinya ovulasi, sehingga IA dapat digunakan sebagai induksi ovulasi (Holzer et al. 2006 dan Casper dan Mitwally, 2006). Karena kemampuan IA membloking produksi estrogen dengan menghambat proses aromatisasi pada hipothalamus-hipophisis-gonad axis dari umpan balik negatif estrogen dengan hasilnya sekresi FSH meningkat, maka IA dapat digunakan sebagai perlakuan tambahan dengan gonadotropin (Holzer et al. 2006 dan Casper dan Mitwally, 2006). Penggunaan IA dengan gonadotropin untuk induksi ovulasi mampu menurunkan dosis pada penggunaan gonadotropin (Casper dan Mitwally, 2006). Menurut Casper dan Mitwally (2002) menyatakan bahwa IA meningkatkan kemampuan respon ovarium terhadap folikel stimulating hormon.

Menurut Afonso et al. (1999b.) penyuntikan inhibitor aromatase dengan dosis l0,00 mg/kg pada induk ikan coho salmon siap memijah, menurunkan produksi estradiol-l7β setelah penyuntikan, produksi testosteron meningkat mencapai puncaknya atau sebesar 294 ng/ml setelah 96 jam setelah penyuntikan, produksi 17α,20βdihidroksi-4-pregnen-3-one (l7α,20β-DP) mulai meningkat pada 6 jam setelah penyuntikan, dan rnencapai puncaknya atau sebesar 733,4 ng/ml 192 jam setelah penyuntikan. Pada hari ke-l0 setelah penyuntikan mulai terjadi ovulasi sebanyak 67%, dan tingkat fertilitasnya mencapai 85%.

19 Penyuntikan induk ikan coho salmon (Oncorhynchus kisutch) pada tahap vitelogenesis menurut Afonso (1999a) menurunkan estradiol-17β, meningkatkan 17α,20β-dihidroksi-4-pregnen-3-one (17α,20β-DP) dan testoteron. Juga terjadi penghambatan perkembangan oosit, serta banyak ditemui oosiot yang mengalami atresi. Atresi juga terjadi apabila gonad kekurangan hormon gonadotropin (Woynarovich dan Horvath, 1981). Hong dan Donaldson (1998) menyatakan bahwa implantasi IA dengan dosis 100mg/kg berat tubuh pada 44 hari perlakuan telah terjadi atresi pada gonad ikan coho salmon. Menurut Carnevali et al. (1999) menyatakan bahwa oosit kuning telur dapat dipecah kemudian diserap kembali karena aktivitas enzim proteolitik, enzim proteolitik cathepsin B dan D mulai ditemukan pada oosit ikan kakap yang berukuran 0,2-0,3 mm atau pada tahap awal vitelogenesis, dan cathepsin L mulai ditemukan pertengahan vitelogenesis sampai akhir vitelogenesis.

Peranan Gonadotropic Hormone (GTH ) dalam Pematangan Oosit

a. Peranan Gonadotropic hormone (GTH) sebagai media primer dalam

pematangan oosit

Pada berbagai spesies ikan termasuk ikan mas koki, ikan mas dan sejumlah ikan teleos lainnya, gonad dapat dirangsang untuk matang dan berovulasi dengan penyuntikan gonadotropin dari berbagai sumber. Menurut Nagahama (1994) dan Nagahama et al. (1995) proses pematangan oosit terjadi akibat rangsangan gonadotropin pada folikel, kemudian terjadi proses pembentukan hormon-hormon steroid. Pada sel theka membentuk 17α-hidroksiprogesteron dan pada sel granulosa terbentuk I7α,20β-dihidroksi-4-pregnen-3-one, dan hormon steroid yang terakhir inilah yang mempunyai peranan sebagai mediator kematangan oosit lebih lanjut.

b. Maturation-Inducing Hormone (MIH) sebagai mediator kedua pada

pematangan oosit

Pada sejumlah spesies ikan teleos, telah dapat ditunjukkan secara in vitro bahwa hormon steroid C21 mempunyai potensi sebagai insiator untuk merangsang GVBD dan keberadaan hormon tetosteron yang tinggi di dalam plasma darah

20 ternyata mampu merangsang terjadinya kematangan oosit. Yamashita (2000); (Nagahama, 1997) menyatakan bahwa hormon steroid yang berperan dalam merangsang GVBD pada oosit disebut Maturation-lnducing Hormone (MIH), MIH merupakan suatu hormon steroid misalnya 17α, 20B-dihidroksi-4-pregnen-3-one, yang akan berinteraksi dengan suatu ikatan reseptor membran pada permukaan oosit. MIH diterima pada permukaan masuk kedalam sitoplasma dengan bantuan GT'P-binding protein (G-proteins), rangsangan MIH pada akhirnya akan menghasilkan, membentuk dan mengaktifkan apa yang disebut

Maturation-Promoting Factor(MPF).

Banyak sekali hormon steroid C21 namun menurut Nagahama et al. (1995) yang telah diidentifikasi oleh para peneliti secara natural yang dapat berfungsi sebagai maturation-inducing hormone (MIH) pada ikan antara lain l7α,20β -dihidroksi-4-pregnen-3-one (l7α,20β-DP) dalam amago salmon (Nagahama dan Adachi 1985); 17α,20β,21-trihidroksi-4-prenen-3-one (20β dihidro-11-deoxy-cortisol, 20β-S) pada ikan Atlantic croaker (Micropogonias undulatus) dan spotted seatrout (Cynoscion nebulosus) (Trant et al. 1986; Trant dan Thomas, 1988, 1989; Thomas dan Trant, 1989). Testosteron merupakan steroid C19 juga dapat merangsang terjadinya GVBD pada konsentrasi yang tinggi, sedangkan estradiol-l7β dan steroid C18 lainnya secara umum tidak efektif dalam

Dokumen terkait