• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. PENGEMBANGAN MODEL REGRESI POHON TANAH-LANSKAP

5.2 Bahan dan metode

5.2.1 Lokasi kajian dan bahan

Daya transfer model diuji di dua lokasi (Gambar 5-1). Lokasi pertama adalah DAS Cisadane Hulu seluas 96 279 ha. DAS ini membentang dari 106° 22' 14.22" BT sampai 107° 02' 55.36" BT dan dari 6° 26' 46.35" LS sampai 6° 48' 13.88" LS, yang secara administratif berada di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi berada sekitar 50 km dari daerah sampling terdekat.

Lokasi pengujian kedua adalah DAS Sampean Hulu seluas 18 211 ha yang membentang dari 113° 36' 32.00" BT sampai 113° 55' 35.85" BT dan dari 7° 47' 54.31" LS sampai 7° 57' 57.61" LS. DAS ini berada di Kabupaten Bondowoso, Provinsi Jawa Timur dan berada sekitar 200 km dari daerah sampling terdekat.

Peta-peta sifat tanah dijital hasil penelitian sebelumnya dikumpulkan dalam suatu dataset spasial. Ini meliputi 12 peta sifat tanah dijital di DAS Cisadane Hulu dan 12 peta sifat tanah dijital di DAS Sampean Hulu.

Gambar 5-1 Lokasi penelitian uji coba model

5.2.2 Pengamatan lapangan dan analisis contoh di laboratorium

Pengambilan contoh tanah dilakukan menggunakan teknik survei tanah. Tanah diamati di lokasi-lokasi terpilih dengan penggalian minipit yang dilanjutkan dengan pengeboran. Parameter yang diamati adalah ketebalan horizon A dan kedalaman tanah. Selain itu diambil juga contoh tanah yang mewakili kedalaman 0-30 cm, 30-50 cm, dan 50-100 cm. Contoh tanah selanjutnya dianalisis di Laboratorium Balai Penelitian Tanah di Bogor, Jawa Barat. Sifat tanah yang diukur adalah kadar fraksi pasir, kadar fraksi klei, pH, karbon organik, N total, retensi P, kejenuhan basa (KB), dan kapasitas tukar kation tanah (KTK).

Metode analisa sifat tanah ini mengikuti teknik analisis dari Balai Penelitian Tanah (2005). Fraksi pasir dan klei ditetapkan dengan metode pipet. Nilai pH ditetapkan dengan pH meter dengan proporsi tanah:air = 1:2.5. Karbon organik ditetapkan dengan metode Walkey and Black dan Nitrogen total dengan metode Kjehldal. Retensi P ditetapkan dengan K2HPO4 dan KTK serta KB menggunakan

ekstraksi NH4OAc dan ditetapkan dengan atomic absorption spectroscopy (AAS).

Bahan organik dihitung dari karbon organik dengan menggunakan rumus 1.724 x kadar karbon organik.

5.2.3 Pengolahan data

Lokasi titik pengamatan untuk setiap areal target diplot dan ditumpangtepatkan di peta-peta sifat tanah. Selanjutnya nilai-nilai taksiran itu disatukan kedalam peta pengamatan menggunakan SAGA GIS dan membentuk suatu dataset sifat tanah taksiran dan sifat tanah sebenarnya.

Dari kedua data data nilai sifat tanah taksiran dan sifat tanah pengamatan kemudian dihitung nilai mean absolut error (MAE) dan mean of predicted and observed ratio (MPOR) menggunakan rumus seperti berikut:

n Yoi Ypi MAE n

− = 1 | | n Yoi Ypi MPOR n ) ( 1

=

dimana: Yoi adalah nilai pengamatan sifat tanah contoh ke-i, Ypi adalah nilai taksiran sifat tanah contoh ke-i, dan n=jumlah lokasi validasi.

Model yang diuji adalah model tanah-lanskap hasil penelitian sebelumnya. Untuk kemudahan analisis, model dibedakan atas 5 tipe berdasarkan jenis kovariat penaksir yang digunakan. Tipe model tersebut adalah:

MR : tipe model regresi matematik dengan kovariat penaksir mewakili faktor relief, hasil penelitian pada Bab III

M1 : tipe model regresi pohon dengan kovariat penaksir mewakili faktor iklim (AZ, EB), bahan induk (PM), relief (SP), dan umur lahan (LA), hasil penelitian pada Bab IV

M2 : tipe model regresi pohon dengan kovariat penaksir mewakili faktor iklim (AZ, EB), bahan induk (PM), relief (LP), dan umur lahan (LA), hasil penelitian bab IV

M3 : tipe model regresi pohon dengan kovariat penaksir mewakili faktor iklim (AZ, Elev), bahan induk (PM), relief (SG), dan umur lahan (LA), hasil penelitian pada Bab IV

M4 : tipe model regresi dengan kovariat penaksir mewakili faktor iklim (AZ, Elev), bahan induk (PM), relief (MRVBF), dan umur lahan (LA), hasil penelitian pada Bab IV.

dimana AZ= zone agroklimat, Elev=elevasi, PM=bahan induk, SG=kemiringan lereng, LA=umur lahan, SP=posisi site di lereng, LP=posisi lanskap, dan MRVBF=indeks posisi site di lereng.

Model mempunyai daya transfer tinggi apabila nilai MAE mendekati 0 atau nilai MPOR mendekati 1. Nilai MAE digunakan untuk membandingkan daya transfer suatu sifat tanah yang sama pada kedalaman yang berbeda. Sementara itu, nilai MPOR digunakan untuk membandingkan daya trannfer model antar sifat tanah.

Daya transfer model dibedakan atas 2 grup utama, yaknik daya transfer baik dan daya transfer buruk. Daya transfer baik dibedakan lagi atas 3 kategori, yaitu:

Daya transfer tinggi : nilai taksiran kurang 15% di atas atau di bawah nilai sebenarnya, ekuivalen dengan 0.85 < MPOR <1.15.

Daya transfer sedang : nilai taksiran 15-25% di atas atau di bawah nilai sebenarnya, ekuivalen dengan 1.15 ≤ MPOR <1.25 atau 0.75 < MPOR ≤0.85. Daya transfer rendah : nilai taksiran 25-40% di atas atau di bawah

nilai sebenarnya, ekuivalen dengan 1.25 ≤ MPOR≤1.40 atau 0.60 ≤ MPOR ≤ 0.75. Sementara itu, model tergolong berdaya transfer buruk atau tidak bisa ditransfer ke wilayah lain jika nilai taksiran berada lebih dari 40% di atas atau di bawah nilai sebenarnya, yang ekuivalen dengan nilai MPOR lebih dari 1.40 atau kurang dari 0.60. Nilai 40% dipilih sebagai nilai batas model bisa ditransfer atau tidak, berdasarkan hasil beberapa kajian penelitian bahwa akurasi pemetaan tanah konvensional sekitar 60%.

5.3 Hasil

5.3.1 Perbandingan keragaan model di DAS Sampean Hulu

DAS Sampean Hulu merupakan salah satu DAS kritis di Jawa Timur, dimana pada tahun 1998 tergolong Prioritas I untuk segera ditangani. DAS ini berada di antara 250 m hingga 2607 m di atas permukaan laut. Daerah ini tergolong daerah panas di bagian tengah dan daerah sedang di bagian pegunungan.

DAS ini terbentuk dari batuan volkanik intermedier, dengan susunan andesitic basalt. Batuan ini nampak menyebar luas di DAS ini seperti disajikan pada Gambar 5-2b. Batuan ini sudah ada sejak epoch Pleistosen atau 2 juta tahun yang lalu, sehingga sebagian besar wilayah telah mengalami pelapukan terestrial sejak 2 juta tahun lalu (Gambar 5-2a). Di beberapa tempat, lahan berumur Holosen dijumpai sehingga sudah mengalami pelapukan terestrial sejak 5.000 hingga 10.000 tahun lalu.

DAS Sampean Hulu dapat dibedakan atas 4 zone agroklimat berdasarkan jumlah bulan basah (bulan dengan curah hujan 200 mm atau lebih) dan bulan kering (bulan dengan curah hujan 100 mm atau kurang), yaitu zone C2, C3, D3, dan E (Gambar 5-3a). Zone C2 dan C3 mempunyai bulan basah sebanyak 5 atau 6 bulan, zone D3 sebanyak 3 atau 4 bulan, dan zone E sebanyak 1 atau 2 bulan. Bagian utara nampaknya lebih kering dibandingkan dengan bagian selatan karena didominasi zone D3 dan E. Berdasarkan zone agroklimat ini, curah hujan rata-rata tahunan di DAS Sampean hulu kurang dari 2 500 mm.

Dari segi panggunaan lahan, daerah ini merupakan daerah pertanian lahan kering di bagian bagian atas dan daerah pesawahan di bagian bawah (Gambar 5- 3b). Teknik konservasi nampaknya cukup diterapkan dengan teknik teras yang dilengkapi tanaman penguat teras.

Gambar 5-2 Kondisi lingkungan di DAS Sampean Hulu: umur lahan (atas) dan bahan induk (bawah)

Gambar 5-3 Kondisi lingkungan di DAS Sampean Hulu: zone agroklimat (atas) dan tipe penggunaan lahan (bawah)

Nilai rataan galat mutlak (MAE) dan nilai rataan rasio antara nilai taksiran dan nilai pengamatan (MPOR) disajikan pada Tabel 5-1. Daya transfer model untuk bahan organik tanah, kedalaman ke horizon B, dan retensi P tidak dievaluasi karena beberapa alasan. Model penduga bahan organik tanah tidak dievaluasi karena pola nilai taksiran sama dengan dengan karbon organik, yang cukup beralasan karena nilai bahan organik diduga dari nilai karbon organik. Model penduga kedalaman ke horizon B tidak diuji karena horizon B langsung berada di horizon A sehingga hasilnya mengulang nilai taksiran ketebalan horizon A. Terakhir, model penduga retensi P tidak diuji karena model yang tidak bagus karena diturunkan dari data yang sedikit.

Tabel 5-1 Daya transfer model tanah-lanskap di DAS Sampean Hulu

Respon MAE MPOR

MR M1 M2 M3 M4 MR M1 M2 M3 M4 Clay0-30 9.71 20.18 18.85 12.55 8.12 1.17 0.68 0.71 1.09 1.09 Clay30-50 10.76 19.66 20.56 20.16 19.56 1.15 0.70 0.66 0.68 0.75 Clay50-100 14.61 13.25 16.15 21.22 13.30 1.25 1.15 1.34 1.40 1.27 Sand0-30 6.51 8.47 8.90 11.46 16.00 1.29 1.52 1.79 0.89 1.87 Sand30-50 7.01 10.74 11.02 10.85 9.20 2.39 1.81 1.81 3.51 1.64 Sand50-100 7.52 5.52 5.51 6.07 7.41 2.32 1.33 1.26 0.86 0.87 BS0-30 50.51 46.86 17.87 54.94 62.86 0.45 0.50 0.88 0.45 0.37 BS30-50 56.42 54.77 20.71 56.78 55.18 0.52 0.44 0.80 0.42 0.44 BS50-100 61.36 46.50 37.57 48.76 46.41 0.37 0.53 0.64 0.53 0.53 CEC0-30 19.48 13.47 11.54 10.63 20.21 2.98 2.38 2.20 2.13 3.57 CEC30-50 21.75 12.55 11.77 11.71 20.86 3.11 2.40 2.29 2.34 3.64 CEC50-100 21.27 6.86 10.16 5.35 9.17 3.34 1.71 2.11 1.57 2.06 pH0-30 0.39 0.47 0.48 0.47 0.55 0.98 1.06 1.07 1.04 1.08 pH30-50 0.38 0.41 0.45 0.79 0.46 0.94 0.98 0.95 0.87 0.97 pH50-100 0.45 0.44 0.38 0.47 0.54 0.93 1.01 0.99 1.08 1.01 SOC0-30 0.85 0.38 0.39 0.49 0.45 1.77 0.85 0.82 1.24 1.17 SOC30-50 0.67 0.29 0.28 0.47 0.35 1.97 0.87 0.99 1.51 1.04 SOC50-100 0.39 0.29 0.26 0.26 0.26 1.74 1.11 0.97 1.27 1.22 Ntot0-30 0.11 0.05 0.05 0.05 0.03 2.23 1.54 1.49 1.55 1.31 Ntot30-50 0.09 0.03 0.02 0.06 0.05 2.61 1.12 1.37 1.99 1.93 Ntot50-100 0.06 0.02 0.02 0.05 0.02 2.30 1.32 1.06 2.04 1.56 Soildepth 113.46 27.89 25.86 26.51 25.79 0.02 0.67 1.07 0.89 1.07 Athick 4.88 9.79 10.39 8.81 8.32 0.92 0.89 0.65 0.72 0.74

*angka MAE yang dipertebal menunjukan angka yang paling rendah, angka MPOR yang dipertebal menunjukan model tersebut tidak bisa ditransfer ke daerah DAS Sampean Hulu

Keragaan model penduga sifat tanah di DAS Sampean Hulu nampak beragam. Berdasarkan nilai galatnya, daya taksir model di lokasi ini dapat diperbandingkan. Contohnya, MR dan M4 menghasilkan nilai taksiran fraksi klei pada kedalaman 0-30 cm yang paling baik, dengan galat kurang dari 9.75 cm.

Sebaliknya, nilai taksiran kejenuhan basa dari kelima model nampak tidak masuk akal, dengan nilai galat antara 17 hingga 61 %. Demikian pula, model regresi menaksir kedalaman tanah yang tidak masuk akal dengan galat yang tinggi sebesar 113 %. Ini menandakan bahwa beberapa model penduga tidak bisa digunakan untuk menaksir sifat tanah di DAS Sampean Hulu.

5.3.2 Perbandingan keragaan model di DAS Cisadane Hulu

DAS Cisadane Hulu juga merupakan DAS yang tergolong kritis dan menjadi prioritas I untuk ditangani. Iklim di DAS ini lebih basah dibandingkan dengan iklim di DAS Sampean Hulu. Umur lahan DAS ini beragam (Gambar 5- 4). Sebagian besar lahan berumur Holosen, terutama di bagian timur wilayah DAS di lereng Gunung Salak dan Gunung Gede. Di bagian barat, lahan nampak lebih tua dan didominasi oleh lahan berumur Pleistosen (yang ada sejak 2 juta tahun lalu). Lahan lainnya berumur Pliosen (yang ada sejak 7 juta tahun lalu), dan Miosen (ada sejak 26 juta tahun lalu).

Batuan yang mendasari tanah-tanah di DAS ini juga beragam. Batuan yang paling sering dijumpai adalah batuan volkanik intermedier dan mafik (Gambar 5- 4b). Batuan volkanik ini berupa lava, lahar, dan tufa. Batuan lainnya adalah batu gamping dan batuan sedimen kasar masam, yang menyebar di sebagian kecil wilayah.

Daerah ini didominasi oleh zone agroklimat A, yang menyebar di bagian tengah. Sisanya adalah zone B1 di daerah Ciawi dan C2 di bagian utara (Gambar 5-5a). Jadi, pasokan air hujan sebagai agen pelapukan lebih banyak di wilayah ini daripada DAS Sampean Hulu.

Penggunaan lahan yang mendominasi DAS Cisadane Hulu adalah pertanian lahan kering terutama di lereng atas dan areal persawahan di lereng bagian bawah. Hutan dijumpai terutama di daerah bagian atas Gunung Salak, Gunung Gede, dan Gunung Kendeng (Gambar 5-5b).

Gambar 5-4 Kondisi lingkungan di DAS Cisadane Hulu: umur lahan (atas) dan bahan induk (bawah)

Gambar 5-5 Kondisi lingkungan di DAS Cisadane Hulu: zone agroklimat (atas) dan tipe penggunaan lahan (bawah)

Keragaman kondisi lingkungan ini menyebabkan beragamnya keragaan model-model penaksir sifat tanah (Tabel 5-2). Contohnya Model M4 yang mampu menaksir persentasi klei cukup baik di DAS Sampean Hulu, ternyata tidak cukup baik di DAS Cisadane hulu, seperti ditujukan oleh galat sebesar 13.38 %. Galat ini lebih besar dibandingkan MR sebesar 11.41%.

Seperti juga di DAS Sampean Hulu, model regresi maupun model pohon memberikan nilai taksiran kejenuhan basa yang tidak masuk akal, seperti ditunjukan oleh galat antara 36 hingga 117%. Ini mengindikasikan bahwa model ini tidak bisa digunakan di DAS Sampean Hulu.

Tabel 5-2 Daya transfer model tanah-lanskap di DAS Cisadane Hulu

Respon MAE MPOR

MR M1 M2 M3 M4 MR M1 M2 M3 M4 Clay0-30 11.41 17.21 17.21 18.23 13.38 1.09 1.25 1.25 1.01 1.03 Clay30-50 13.17 16.88 nd* 22.00 15.76 1.14 1.29 nd 1.11 0.98 Clay50-100 14.68 15.75 nd 12.55 15.59 1.19 1.14 nd 1.30 1.32 Sand0-30 6.40 15.26 19.52 9.25 6.34 2.46 2.20 4.03 2.40 2.29 Sand30-50 8.01 16.80 17.07 14.91 8.01 3.04 2.02 2.11 4.71 1.71 Sand50-100 9.64 12.70 9.61 8.09 15.97 3.28 4.42 4.04 2.61 5.13 BS0-30 36.21 65.16 29.16 83.95 85.24 0.91 0.69 1.72 0.11 0.10 BS30-50 37.23 79.76 23.54 116.29 117.24 0.96 0.71 1.67 0.07 0.07 BS50-100 42.19 82.71 82.71 82.71 75.91 0.87 0.45 0.45 0.45 0.51 CEC0-30 20.23 5.66 nd* 11.32 4.73 3.84 1.54 nd 1.91 1.32 CEC30-50 21.89 8.98 nd 11.24 9.72 5.34 2.08 nd 2.43 2.53 CEC50-100 22.14 8.93 nd 6.67 9.78 5.31 2.15 nd 1.88 3.14 pH0-30 0.73 0.93 0.94 0.96 1.16 1.11 1.16 1.20 1.15 0.80 pH30-50 0.70 1.38 2.00 0.98 0.83 1.12 1.11 1.10 1.11 0.86 pH50-100 0.72 1.34 1.91 0.60 0.60 1.11 1.17 1.17 0.90 0.90 SOC0-30 0.67 0.85 0.85 1.35 2.06 1.39 1.13 1.12 1.98 2.74 SOC30-50 0.54 0.60 0.59 0.61 1.87 1.62 1.57 1.76 1.64 4.97 SOC50-100 0.42 0.42 0.88 0.37 0.59 1.52 1.47 2.39 1.12 2.12 Ntot0-30 0.08 0.14 0.14 0.08 0.08 1.43 1.70 1.70 1.26 0.91 Ntot30-50 0.07 0.06 0.06 0.08 0.05 1.82 1.32 1.63 1.81 1.25 Ntot50-100 t.a.** t.a. t.a ta ta t.a t.a. t.a ta ta Soildepth 29.61 44.2 12.07 39.35 34.08 0.98 0.74 1.01 0.81 0.88 Athick 3.64 3.56 5.70 3.03 3.69 1.04 1.02 0.82 1.13 1.12

* ) nd= tidak ada data, **) t.a. = tidak dianalisis;

angka MAE yang dipertebal menunjukan angka yang paling rendah, angka MPOR yang dipertebal menunjukan model tersebut tidak bisa ditransfer ke daerah DAS Cisadane Hulu

5.3.3. Evaluasi daya transfer model

Keragaan masing-masing model di kedua DAS dalam menjelaskan keragaman sifat tanah di wilayah tersebut telah dibahas. Pertanyaan berikutnya adalah apakah model-model itu bisa ditransfer ke daerah lain. Jika ya, apakah model dapat dikelompokan menurut kriteria tertentu.

Kriteria pengelompokan daya transfer model sejauh ini belum tersedia. Rasio antara nilai taksiran dan nilai pengamatan (Tabel 5-1 dan Tabel 5-2) telah dipilih dalam penelitian ini untuk mengelompokan daya transfer dari model karena tidak mempunyai satuan sehingga antara sifat tanah bisa diperbandingkan.

Tabel 5-3 menunjukkan kelas-kelas daya transfer dari model yang digunakan untuk menaksir sifat tanah di DAS Cisadane Hulu dan DAS Sampean Hulu. Dengan pengelompokan ini, tingkat daya transfer lebih mudah diidentifikasi. Tabel ini menunjukan bahwa beberapa model tidak handal karena galatnya yang terlampau tinggi. Kadar fraksi pasir pada kedalaman 30-50 cm, KTK pada kedalaman 30-50 cm dan 50-100 cm, merupakan ketiga sifat tanah dengan galat yang tinggi. Sebaliknya, galat sifat tanah lainnya dapat diterima yang berarti bahwa model dapat ditransfer ke tempat lain.

Berdasarkan jumlah model yang bisa digunakan. Tipe model regresi matematika (MR) umumnya bisa digunakan di DAS Cisadane Hulu, sedangkan tipe model regresi pohon umumnya bisa digunakan di DAS Sampean Hulu. Ini mengindikasikan bahwa faktor terain lebih baik menjelaskan keragaman sifat tanah di DAS Cisadane Hulu daripada di DAS Sampean Hulu.

Model dengan daya transfer tinggi paling banyak dari tipe model regresi (MR) sebanyak 15 model yang terdiri dari 5 model di DAS Sampean Hulu dan 10 model di DAS Cisadane Hulu. Tipe model berikutnya adalah model M3 (14 model), model M1 (13 model), model M4 (12 model), dan model M2 (11 model). Model dengan daya transfer sedang berasal dari model M4 (7 model), model M2 (6 model), model MR (4 model), model M1 (3 model) dan model M3 (2 model). Sementara itu, model dengan daya transfer rendah paling banyak berasal dari model M1 (9 model), M2 (7 model), M3 (5 model) dan M4 (4 model). Model regresi pohon nampak menujukan daya transfer yang sedang dan rendah.

Tabel 5-3 Klasifikasi daya transfer model Respon MR M1 M2 M3 M4 SH CH SH CH SH CH SH CH SH CH Clay0-30 S T R S R S T T T T Clay30-50 T T R S R X R T S T Clay50-100 S S T T R X R R R R Sand0-30 R X X X X X T X X X Sand30-50 X X X X X X X X X X Sand50-100 X X R X R X T X T X X BS0-30 X T X R T X X X X X BS30-50 X T X R S X X X X X BS50-100 X T X X R X X X X X CEC0-30 X X X X X X X X X S CEC30-50 X X X X X X X X X X CEC50-100 X X X X X X X X X X pH0-30 T T T S T S T T T S pH30-50 T T T T T T T T T T pH50-100 T T T S T S T T T T SOC0-30 X R T T S T S X S X SOC30-50 X X T X T X X X T X SOC50-100 X X T X T X R T S X Ntot0-30 X X X X X X X X R X Ntot30-50 X X T R R X X X X S Ntot50-100 X X R X T X X X X X Soildepth X T R R T T T S T S Athick T T T T R S R T R T Tinggi 5 10 9 4 8 3 7 7 7 5 Sedang 2 1 4 2 4 1 1 3 4 Rendah 1 1 5 4 7 4 1 3 1 Jumlah 8 12 14 12 17 7 12 9 13 10 X 15 11 9 10 6 16 11 13 10 13 SH=DAS Sampean Hulu; CH=DAS Cisadane Hulu.

T=daya transfer tinggi, S=daya transfer sedang, R=daya transfer rendah.

Model tergolong baik jika daya transfernya tinggi di kedua daerah uji coba. Model ini adalah model untuk menaksir (i) Clay0-30 dari tipe model M3 dan M4;

(ii) Clay30-50 dari tipe model MR; (iii) pH0-30 dari tipe model MR dan M3, (iv)

pH30-50 dari tipe model MR,M1,M2,dan M3; (iv) pH50-100 dari tipe model MR, M3

dan M4; (v) soildepth dari tipe M2; dan (vi) ketebalan horizon A dari tipe model MR dan M1.

5.4 Pembahasan

Dalam aplikasi pemetaan tanah dijital suatu pertanyaan mendasar adalah apakah model yang dikembangkan dapat ditransfer ke wilayah lain. Berkaitan dengan pertanyaan itu, penelitian ini telah menguji daya transfer model tanah- lanskap di kedua DAS yang mempunyai rejim iklim yang berbeda, dimana DAS Cisadane Hulu beriklim basah sedangkan DAS Sampean Hulu beriklim kering. Jarak antara kedua DAS dari wilayah darimana model dikembangkan cukup jauh. Pertanyaan selanjutnya adalah seberapa jauh model ini bisa ditransfer. Banyak uji coba tentunya harus dilakukan untuk bisa menjawab pertanyaan ini.

Daya transfer yang tergolong tinggi ditunjukkan oleh model regresi dan model regresi pohon meskipun untuk beberapa sifat tanah tertentu. Hasil penelitian ini membantah pendapat yang mengatakan bahwa model bersifat lokal, sehingga daya transfernya rendah dan tidak bisa digunakan untuk menaksir sifat tanah di tempat lain.

Hasil dari penelitian ini mengkonfirmasi kehandalan dari faktor pembentuk tanah dari Jenny (1941) untuk menduga keragaman sifat tanah. Kerena untuk setiap faktor tersedia banyak kovariat, kehandalan model Jenny di suatu wilayah ditentukan oleh penggunaan yang tepat dari kovariat yang mewakili faktor-faktor tersebut. Penelitian ini menunjukan bahwa untuk sifat tanah tertentu, tersedia kombinasi khas kovariat yang bisa digunakan untuk menaksir sifat tanah pada kedalaman tertentu.

Penelitian ini juga menunjukan bahwa semua model menghasilkan nilai taksiran sifat KTK tanah dengan galat yang besar. Faktor terain, umur lahan, bahan induk, dan posisi lanskap nampaknya tidak mampu menjelaskan sifat tanah ini pada semua kedalaman. M4 memang bisa menaksir dengan baik namun

terbatas pada lapisan atas. Model penaksir KTK tanah ini nampaknya perlu dikaji lebih lanjut, karena nilai KTK tanah sangat penting dalam menentukan penambahan bahan amelioran dan aplikasi pemupukan.

Sementara itu, untuk kejenuhan basa, model M2 dan M3 bisa digunakan sebagai penaksir namun pada DAS yang berbeda. M1 mampu menaksir nilai KB pada kedalaman 0-50 cm di DAS Cisadane Hulu meskipun daya transfernya tergolong rendah. Di lain pihak, model M2 mampu menaksir nilai KB di DAS sampean hulu di semua kedalaman tanah dengan daya transfer yang tinggi di bagian atas dan tergolong rendah di bagian bawah. Ini mengindikasikan bahwa kejenuhan basa di bagian bawah sulit dijelaskan daripada di bagian atas.

5.5 Simpulan dan saran

5.5.1 Simpulan

1. Model tanah-lanskap umumnya dapat ditransfer ke tempat lain untuk menaksir beberapa sifat tanah. Model regresi pohon (M1, M2, M3, dan M4) umumnya dapat ditransfer ke DAS Sampean Hulu, sedangkan model regresi (MR) umumnya dapat ditransfer ke DAS Cisadane Hulu.

2. Untuk suatu sifat tanah yang sama, daya transfer model berbeda antar kelas kedalaman tanah baik di DAS Cisadane Hulu maupun di DAS Sampean Hulu.

3. Model yang baik dengan daya transfer tinggi adalah:

a. Model untuk menaksir fraksi klei pada 0-30 cm (Clay0-30

b. Model untuk menaksir fraksi klei pada 30-50 cm (Clay

) dari tipe model M3 dan M4.

30-50

c. Model untuk menaksir pH pada 0-30 cm (pH

) dari tipe model MR.

0-30

d. Model untuk menaksir pH pada 30-50 cm (pH

) dari tipe model MR dan M3.

30-50

e. Model untuk menaksir pH pada 50-100 cm (pH

) dari tipe model MR, M1, M2, dan M3.

50-100

f. Model untuk menaksir kedalaman tanah (soildepth) dari tipe M2. ) dari tipe model MR, M3 dan M4.

g. Model untuk menaksir ketebalan horizon A (Athick) dari tipe model MR dan M1.

5.5.2 Saran

1. Perlu perbaikan model untuk menaksir KTK tanah semua kedalaman dan fraksi pasir kedalaman 30-50 cm antara lain dengan cara menambahkan kovariat lainnya. Teknik stepwise dapat digunakan untuk memilih kovariat yang tepat.

2. Daya transfer model perlu terus dievaluasi ke daerah lain sehingga diketahui galat yang stabil yang di kemudian hari bisa dijadikan faktor koreksi dari nilai taksiran.

6.1 Pendahuluan

Saat ini kegiatan survei dan pemetaan tanah dituntut untuk dapat dilaksanakan dengan biaya lebih murah namun bisa menghasilkan peta dengan akurasi yang masih dapat diterima. Karena itu, efisiensi biaya diterapkan pada setiap tahapan survei dan pemetaan termasuk mengurangi waktu kajian lapangan. Strategi yang bisa diterapkan adalah membuat peta tanah sementara sebelum kajian lapangan. Peta ini pada dasarnya peta tanah taksiran yang dibuat berdasarkan model tanah-lanskap. Peta ini dilengkapi dengan peta akurasi sehingga dapat membantu dalam menentukan prioritas lokasi pengamatan tanah.

Peta tanah taksiran (predictive soil map) atau peta tanah awal (baseline soil map) dapat dibuat dengan menggunakan suatu model penaksir sifat tanah. Peta ini merupakan peta sifat tanah yang dilengkapi dengan informasi akurasi tertentu. Peta tanah ini bisa menggambarkan sebaran dan besaran nilai suatu sifat/kualitas tanah, sebaran dan kelas kategori sifat/kualitas tanah, atau sebaran dan ketegori takson dari sistem klasifikasi tanah tertentu yang mungkin akan dijumpai di suatu daerah.

Dalam pemetaan tanah konvensional, pembuatan peta kerja biasa dilakukan sebelum ke lapangan. Peta ini pada dasarnya berisi sebaran satuan lahan yang diidentifikasi dari citra, peta geologi dan peta kontur, yang ditumpangtepatkan dengan informasi hidrologi, aksesibilitas, dan penggunaan lahan. Kadang-kadang peta ini juga memuat lokasi pengamatan yang telah ada. Namun demikian, peta kerja ini tidak dilengkapi oleh informasi tanah dan akurasinya.

Agar pembuatan peta tanah taksiran efektif dan efisien, beberapa prasyarat perlu terpenuhi. Pertama, model tanah-lanskap harus tersedia dengan keragaan yang optimum. Model ini akan menghubungkan keadaan lingkungan dengan sifat tanah tertentu. Bab II dan III menyajikan dan membahas model tanah-lanskap. Beberapa model dapat digunakan untuk membuat peta sifat tanah taksiran. Kedua, data penunjang harus tersedia agar kovariat yang diperlukan model bisa diturunkan. Kovariat ini mewakili faktor pembentuk tanah yaitu: iklim, bahan

induk, relief, organisme, dan umur (Jenny 1941). Data penunjang yang diperlukan adalah SRTM DEM sebagai sumber kovariat yang mewakili relief, Peta geologi sebagai sumber kovariat yang mewakili bahan induk dan umur lahan, dan Peta Agroklimat sebagai sumber kovariat yang mewakili iklim. Ketiga, alat bantu berupa perangkat lunak and perangkat keras harus cukup mendukung. Kegiatan ini memerlukan pengolahan data yang cepat dan memori yang besar agar lebih efisien waktu sehingga perlu didukung oleh perangkat yang memadai.

Kedalaman tanah merupakan salah satu sifat tanah yang diperhitungkan dalam menentukan tingkat bahaya erosi. Selain itu kedalaman tanah juga diperlukan dalam evaluasi kesesuaian lahan dan aplikasi pemupukan. Bab III telah membuat model untuk menaksir kedalaman tanah dimana sifat ini dikontrol oleh kuat arus, panjang lereng, posisi site di lereng, kemiringan catchment rataan, dan indeks konvergensi. Bab V menunjukan bahwa daya transfer model ini tergolong tinggi di DAS Cisadane Hulu

Penelitian ini bertujuan untuk mendemonstrasikan bagaimana membuat peta kedalaman tanah dari model tanah-lanskap. Wilayah yang akan dipetakan adalah DAS Cisadane Hulu di Kabupaten Bogor. Model yang digunakan adalah model regresi dari Bab III karena daya transfernya tergolong tinggi di DAS ini seperti dijelaskan pada Bab V. Cara yang digunakan dalam penelitian ini pada prinsipnya dapat digunakan untuk membuat peta-peta sifat tanah lainnya.

6.2 Bahan dan Metode

Dokumen terkait