• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan model tanah lanskap untuk memprediksi penyebaran sifat tanah di wilayah tropika (studi kasus di Pulau Jawa)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan model tanah lanskap untuk memprediksi penyebaran sifat tanah di wilayah tropika (studi kasus di Pulau Jawa)"

Copied!
264
0
0

Teks penuh

(1)

PENG

UNT

GEMBA

TUK MEM

TANA

(STUD

SE INS

ANGAN M

MPREDI

AH DI W

DI KASU

YIYI

EKOLAH STITUT P

MODEL

IKSI PE

WILAYAH

US DI PU

SULAEM

H PASCAS ERTANIA

2012

TANAH

NYEBAR

H TROP

ULAU JA

MAN

SARJANA AN BOGO

H-LANSK

RAN SIF

PIKA

AWA)

A OR

(2)

   

SURAT PERNYATAAN DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul

PENGEMBANGAN MODEL TANAH-LANSKAP UNTUK MEMPREDIKSI PENYEBARAN SIFAT TANAH DI WILAYAH

TROPIKA (STUDI KASUS DI PULAU JAWA)

merupakan hasil penelitian disertasi saya sendiri, dengan bimbingan para komisi pembimbing kecuali yang dengan jelas ditunjukan rujukannya. Disertasi ini belum pernah disajikan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain.

Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Juni 2012

(3)

 

ABSTRACT

Yiyi Sulaeman, Developing Soil-landscape Model to Predict Soil Property Distribution in Tropical Region: Case Study in Java Island. Under supervision of Atang Sutandi (chairman), Baba Barus and Djunaedi A. Rachim (members).

Soil property and its distribution are required as a basic input in planning, managing, and monitoring land resources as well as in assessing soil for improving crop productivity and in evaluating the impact of land use to environment. Yet, data collection consumes much money and time so that a new mapping approach is required. Some current advances in database technology, spatial mathematics, geospatial analysis, and computer technology can explore spatial pattern in legacy soil data more efficiently. A digital soil mapping makes use the available techniques and revitalizes data, but it has not been tested yet in the tropical region. This research aimed: (i) to develop soil-landscape models using legacy soil data from Java, (ii) to evaluate model transferability in other region, and (iii) to map soil property in new area using modified digital soil mapping framework based on legacy data. The research covers (i) legacy data collection and harmonization from Java Island, (ii) model development using stepwise regression and tree regression, (iii) model transferability evaluation in the Upper Cisadane Watershed in Bogor, West Java Province and in the Upper Sampean Watershed in Bondowoso, East Java Province, and (iv) soil map creation using a digital soil mapping technique in Upper Cisadane watershed. The study resulted in 96 soil-landscape models that have good predictive power to predict selected soil properties. The best model were models to predict thick of A horizon, depth to B horizon, clay percentage, pH, and cation exchange capacity. Model transferability in both watershed varied depending upon the combination of covariates and watershed characteristics. Models to predict soil depth was demonstrated to map soil depth distribution in the Upper Cisadane Watershed. The method, models, and dataset from this research could be used to assist in accelerating soil survey and mapping.

(4)

   

RINGKASAN

Yiyi Sulaeman, Pengembangan Model Tanah-lanskap untuk Memprediksi

Penyebaran Sifat Tanah di Wilayah Tropika: Studi Kasus Pulau Jawa. Dibimbing oleh Atang Sutandi (ketua), Baba Barus dan Djunaedi A. Rachim (anggota).

Sifat dan peta tanah merupakan informasi dasar yang penting bagi perencanaan, pengelolaan dan monitoring sumberdaya lahan. Di lain pihak, laju pemetaan tanah tergolong lambat dan biaya survei dan pemetaan cenderung dibatasi. Karena itu teknologi survei dan pemetaan tanah untuk mengumpulkan data sifat tanah tersebut perlu terus dikembangkan. Saat ini teknik pemetaan terbaru yang berpotensi untuk dikembangkan khususnya di daerah tropika adalah pendekatan pemetaan tanah dijital. Metode ini telah banyak diuji di daerah temperat namun belum pernah diuji di wilayah tropika khususnya Indonesia. Pada prinsipnya pendekatan ini adalah operasionalisasi pemetaan tanah berbasis komputer menggunakan model tanah-lanskap. Model tanah-lanskap diturunkan dari data tanah warisan dan data penunjang yang tersedia.

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model tanah lanskap dan kemudian menerapkan model itu untuk memprediksi penyebaran sifat tanah di daerah aliran sungai (DAS) Cisadane hulu (Kabupaten Bogor, Jawa Barat) dan DAS Sampean hulu (Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur). Tujuan khusus dari penelitian ini adalah (i) membangun model tanah-lanskap menggunakan data warisan (legacy data) yaitu dataset yang diturunkan dari data profil hasil survei tanah terdahulu dengan pendekatan pemodelan data mining, (ii) mengevaluasi daya transfer (transferability) model yang dikembangkan di wilayah yang telah disurvei ke wilayah baru dalam suatu DAS (DAS Cisadane hulu di Provinsi Jawa Barat dan DAS Sampean Hulu di Provinsi Jawa Timur), dan (iii) menyusun peta kedalaman tanah menggunakan kerangka kerja (framework) pendekatan pemetaan tanah dijital di DAS Cisadane Hulu. Penelitian ini menguji beberapa hipotesa, yakni: (i) bahwa untuk setiap sifat tanah yang diduga, ada beberapa penaksir utama yang tidak selalu atau tidak perlu mewakili lima faktor pembentuk tanah dan (ii) model penaksir sebaran tanah untuk setiap tanah dari suatu daerah mempunyai daya transpor yang berbeda-beda bila diaplikasikan ke daerah baru. Penelitian ini secara keseluruhan mencakup: (i) kompilasi, ekstraksi, harmonisasi dan standarisasi data dan informasi dari deskripsi profil dan peta-peta penunjang di Pulau Jawa, (ii) pengembangan model tanah-lanskap dari dataset tanah-lanskap menggunakan stepwise regression dan tree regression, (iii) evaluasi daya transfer setiap model di DAS Cisadane Hulu dan DAS Sampean Hulu, dan (iv) penyusunan peta sifat kedalaman tanah di DAS Cisadane Hulu menggunakan kerangka kerja pemetaan tanah dijital berdasarkan data tanah warisan.

(5)

 

Berdasarkan daya taksirnya yang tinggi dan galatnya yang kecil, model yang tergolong terbaik adalah model penaksir penaksir: (i) ketebalan horizon A dari tipe MR, (ii) kedalaman ke horizon B dar tipe MR, (iii) fraksi klei pada kedalaman 0-30 cm dan 30-50 cm dari tipe M2, (iv) fraksi klei pada kedalaman 50-100 dari tipe M3, (v) pH pada kedalaman 0-30 cm dari tipe M4, (vi) pH pada kedalaman 30-50 cm dan 50-100 cm dari tipe M1, (vii) KTK tanah pada kedalaman 0-30 cm dan 30-50 cm dari tipe M1, dan (viii) KTK tanah pada kedalaman 50-100 dari tipe M2.

Daya transfer model-model ke DAS Cisadane Hulu dan DAS Sampean Hulu beragam tergantung kombinasi faktor penaksir dan kondisi fisik wilayah ujicoba. Model penaksir kejenuhan basa, karbon organik tanah, dan nitrogen total adalah model yang tergolong tidak memadai untuk digunakan menaksir sifat-sifat tanah tersebut. Peta sifat tanah sementara dan peta akurasinya dapat diturunkan dari dataset lanskap dan model-model tanah-lanskap yang dapat membantu dalam perencanaan survei dan pemetaan tanah. Data tanah warisan yang dikemas ulang dan diharmoniskan ke dalam dataset tanah-lanskap terbukti dapat digunakan untuk aneka aplikasi pemodelan tanah-lanskap.

Rangka kerja pemetaan tanah dijital menggunakan data tanah warisan secara umum dibagi ke dalam 3 tahapan, yakni:(a) Penyiapan dataset. Tahap ini yang mencakup (i) pengumpulan laporan-laporan survei terdahulu dan data penunjang, (ii) seleksi data deskripsi profil tanah, harmonisasi posisi, format, dan kelas kedalaman tanah, dan (iii) penurunan kovariat dari data-data penunjang; (b) pengembangan model tanah-lanskap. Tahap ini mencakup (i) pembuatan model tanah-lanskap dimana sifat tanah ditaksir oleh satu atau lebih kovariat yang mewakili faktor pembentuk tanah, (ii) evaluasi kepuasan model oleh uji goodness of fit, uji sidik ragam model, dan uji ketidak tepatan model, (iii) evaluasi daya taksir model dengan teknik point to point comparison, dan (iv) evaluasi daya transfer model dengan teknik point to point comparison; dan (c) Aplikasi model. Pada tahap ini peta sifat tanah sementara dan akurasinya dibuat menggunakan model-model tanah-lanskap yang berdaya taksir baik dan atau berdaya transfer baik.

 

(6)

   

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber:

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

TANAH DI WILAYAH TROPIKA

(STUDI KASUS DI PULAU JAWA)

YIYI SULAEMAN

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada Program Studi Ilmu Tanah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(8)

ii 1. Ujian Tertutup tanggal 10 Juli 2012 Penguji Luar Komisi Pembimbing a. Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, MSc b. Dr. Ir. Sukarman, MS

2. Ujian Terbuka tanggal 9 Agustus 2012 Penguji Luar Komisi Pembimbing a. Dr. Ir. Darmawan, MSc

(9)

iii

Tropika (Studi Kasus di Pulau Jawa)

Nama : Yiyi Sulaeman

NRP : A161090021

Disetujui Komisi Pembimbing

Ketua

Ir. Atang Sutandi, MSi, PhD

Prof. Dr. Ir. Djunaedi A. Rachim, MS

Anggota Anggota

Dr. Ir. Baba Barus, MSc

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Tanah

Ir. Atang Sutandi, MSi, PhD Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr

(10)

iv

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunianya-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi ini dengan baik.

Peta tanah yang menyajikan informasi sifat tanah dan sebarannya di suatu hamparan lahan merupakan data input dasar dalam formulasi teknologi dan kebijakan pengelolaan lahan untuk menyeimbangkan antara memaksimalkan manfaat fungsi-fungsi tanah dan meminimalkan bahaya terhadap lingkungan akibat pemanfaatan fungsi tanah tersebut. Tetapi, informasi ini tergolong mahal jika diperoleh dengan cara biasa sehingga cara-cara alternatif perlu terus diekplorasi dan dikembangkan.

Penelitian ini menerapkan pendekatan pemetaan tanah dijital menggunakan data profil tanah warisan. Mengacu kepada lokasi profil tanah sebagai titik sampel lahan, dataset tanah dan kovariat (yakni peubah lingkungan yang mewakili faktor-faktor pembentuk tanah) dapat diintegrasikan sehingga bisa digunakan untuk mengembangkan model tanah-lanskap. Sebanyak 124 model tanah-lanskap dihasilkan dalam penelitian ini untuk menaksir sebanyak 21 sifat tanah yang penting untuk pengelolaan lahan. Peta tanah disajikan menurut format raster dengan resolusi 90 m x 90 m.

Disertasi ini telah menghasilkan beberapa artikel yang ditulis dan dikirimkan ke jurnal ilmiah dan sebagian disajikan dalam seminar internasional. Bab II sebagai besar merupakan bahan dari artikel yang diterima oleh Geoderma yang berjudul Harmonising legacy soil data for digital soil mapping in Indonesia. Bab III adalah tulisan artikel yang diterima di jurnal tanah dan iklim yang berjudul Pengembangan model tanah-lanskap untuk menaksir sifat tanah di Pulau Jawa. Bab IV dan Bab V merupakan pengembangan dari artikel yang disajikan dalam 5th

(11)

v

pembimbing yang turut memberikan bimbingan kepada penulis. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Komarsa Gandasamita, MSc, Dr. Ir. Sukarman, MS, Dr. Ir. Darmawan, MSc, dan Dr. Ir. Muhrizal Sarwani, MSc yang telah meluangkan waktu sebagai penguji dan memberikan masukan berharga bagi disertasi ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan juga kepada Prof. Dr. Budiman Minasny dan Prof. Dr. Alex McBratney dari the University of Sydney, Australia yang telah membimbing penulis dalam teknik aplikasi pemetaan tanah dijital. Demikian juga penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Muhrizal Sarwani, MSc sebagai Kepala Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian yang telah menyediakan fasilitas dan mengizinkan penggunaan data-data tanah terdahulu untuk penelitian ini. Terakhir, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada Badan Litbang Pertanian yang telah membiayai studi dan penelitian disertasi ini, the Crawford Fund, Australia yang telah menyediakan dana selama mendalami teknik pemetaan digital dan melaksanakan sebagian disertasi di the University of Sydney, serta the University of Sydney yang telah memfasilitasi penulis selama menjadi visiting scholar di universitas tersebut.

Semoga, hasil penelitian dan disertasi ini bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan tentang pemetaan tanah dijital dan menjadi dasar untuk perakitan teknologi survei dan pemetaan tanah di tanah air. Amin.

Bogor, Juni 2012

(12)

vi

Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 26 Maret 1975 sebagai anak keempat dari 5 bersaudara dari pasangan Bapak Eje dan Ibu Eneh. Pendidikan sarjana strata1 (S1) ditempuh di Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, lulus tahun 1999 dengan predikat sangat memuaskan dan mendapat penghargaan sebagai lulusan terbaik. Sejak tahun 2000, penulis diterima sebagi staf peneliti Pedologi di Pusat Penelitan Tanah dan Agrolimat yang sekarang bernama Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP), Kementerian Pertanian. Pada tahun 2002, penulis diberi kesempatan untuk menempuh pendidikan sarjana strata 2 (S2) di Departement of Soil Science, the University of the Phillipnes at Los Banos (UPLB) lulus tahun 2004. Pada saat itu penulis meraih penghargaan sebagai peneliti teladan. Selama studi S2, penulis mendapat beasiswa dari the International Rice Research Institute (IRRI) untuk mengikut pelatihan pengelolaan hara untuk padi. Pada tahun 2009 penulis meneruskan pendidikan di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor.

Selama bekerja di BBSDLP, penulis terlibat dalam kegiatan survei dan pemetaan tanah di berbagai wilayah Nusantara. Penulis juga mengembangkan perangkat lunak sebagai alat bantu pengelolaan lahan, yaitu: PKDSS plus dan Lawapasut. Penulis juga aktif menulis di jurnal ilmiah nasional dan internasional, serta menjadi pemateri di workshop dan seminar nasional dan internasional.

Selama pendidikan, penulis mendapat dukungan beasiswa yaitu beasiswa Yayasan TIFICO (1995-1999), beasiswa YALASKARI (1995-1999), beasiswa PAATP Badan Litbang Pertanian (2002-2004), dan beasiswa Litbang (2009-2012). Penulis juga menerima Award dari the Crawford Fund Australia sebagai Visiting Scholar di the University of Sydney dan dari IRRI untuk pelatihan pengelolaan hara.

(13)

vii

DAFTAR TABEL ...ix

DAFTAR GAMBAR ...x

DAFTAR LAMPIRAN ...xiii

DAFTAR ISTILAH ...xix

DAFTAR SINGKATAN ...xx

1 PENDAHULUAN Latar Belakang...1

Kerangka Pemikiran ...2

Tujuan Penelitian ...7

Hipotesa Penelitian ...8

Keluaran ...8

Ruang Lingkup Penelitian ...8

Waktu dan Tempat Penelitian ...8

Kebaruan (Novelty) Penelitian ...9

2 HARMONISASI DATA PROFIL TANAH WARISAN UNTUK PEMETAAN TANAH DIJITAL Pendahuluan ...11

Bahan dan Metode ...13

Hasil ...16

Pembahasan ...31

Simpulan dan Saran ...34

3 PENGEMBANGAN MODEL REGRESI TANAH-LANSKAP Pendahuluan ...35

Bahan dan Metode ...36

Hasil ...40

Pembahasan ...48

(14)

viii

Bahan dan Metode ...55

Hasil ...60

Pembahasan ...72

Simpulan dan Saran ...76

5 EVALUASI DAYA TRANSFER MODEL Pendahuluan ...77

Bahan dan Metode ...78

Hasil ...82

Pembahasan ...92

Simpulan dan Saran ...93

6 APLIKASI MODEL UNTUK PEMETAAN KEDALAMAN TANAH Pendahuluan ...95

Bahan dan Metode ...96

Hasil ...99

Pembahasan ...104

Simpulan ...107

7 PEMBAHASAN UMUM Pemodelan Tanah-lanskap ...109

Penyiapan Dataset Tanah-lanskap ...120

Kerangka Kerja Umum untuk Pemetaan Tanah dijital Berdasarkan Data Tanah Warisan ...123

Memposisikan Pemetaan Tanah Dijital ...128

Kelemahan Studi...134

Implikasi Praktis dan Kebijakan ...135

Arah Penelitian ke Depan...136

8 SIMPULAN DAN SARAN ...139 DAFTAR PUSTAKA

(15)

ix

2-1 Daftar laporan survei terseleksi untuk penelitian ...18

2-2 Ringkasan statistik beberapa sifat tanah di Jawa ...28

2-3 Deskripsi singkat kovariat yang merepresentasikan kondisi topografi ...29

2-4 Ringkasan statistik kovariat untuk menaksir sifat tanah hasil analisis spasial ...30

3-1 Ringkasan statistik beberapa sifat tanah dari training dataset di Jawa...41

3-2 Ringkasan statistik beberapa sifat tanah dari testing dataset di Jawa ...42

3-3 Ringkasan statistik kovariat dari training dataset ...43

3-4 Model regresi tanah-lanskap untuk menaksir sifat tanah di Jawa ...45

3-5 Keragaman nilai T sebagai ukuran arti penting penaksir terhadap keragaman nilai taksiran ...47

3-6 Keragaan daya taksir model ...49

4-1 Parameterisasi temperatur dan asosiasinya dengan elevasi di Indonesia...55

4-2 Pembagian waktu geologi untuk menentukan umur lahan ...56

4-3 Kode umur lahan, posisi lereng (SP), dan posisi lanskap (LP) yang digunakan dalam pemodelan ...57

4-4 Pengelompokan bahan induk dalam penelitian ini ...58

4-5 Keragaan nilai logworth yang mencerminkan pentingnya kovariat terhadap sifat tanah pada Model 1 ...61

4-6 Keragaan nilai logworth yang mencerminkan pentingnya kovariat terhadap sifat tanah pada Model 2 ...62

4-7 Keragaan nilai logworth yang mencerminkan pentingnya kovariat terhadap sifat tanah pada Model 3 ...63

4-8 Keragaan nilai logworth yang mencerminkan pentingnya kovariat terhadap sifat tanah pada Model 4 ...64

4-9 Perbandingan daya taksir model ...73

5-1 Daya transfer model tanah-lanskap di DAS Sampean Hulu ...85

5-2 Daya transfer model tanah-lanskap di DAS Cisadane Hulu ...89

5-3 Klasifikasi daya transfer model ...91

(16)

x

model regresi matematika dan model regresi pohon berdaya taksir

yang tinggi ...115 7-4 Jenis sifat tanah, penaksir yang digunakan, teknik pemodelan dan

(17)

xi

1-1 Kerangka kerja umum pemetaan tanah dijital menggunakan data warisan ...5 2-1 Diagram alur penyiapan dataset tanah-lanskap ...14 2-2 Sebaran areal yang telah dipetakan pada semidetil di Jawa hingga tahun

1996 ...17 2-3 Sebaran profil tanah menurut: (a) administrasi kabupaten, dan (b) zone

agroklimat ...19 2-4 Sebaran profil tanah menurut kabupaten ...21 2-5 Sebaran 301 profil tanah yang mempunyai data tanah lengkap ...22 2-6 Distribusi profil tanah berdasarkan zone agroklimat, ordo tanah, litologi,

dan penggunaan lahan ...23 2-7 Dataset sifat tanah yang diturunkan dari profil tanah terdahulu yang

disimpan dalam MSExcell ...25 2-8 Contoh hasil plot dalam penetapan nilai sifat tanah menggunakan fungsi

spline ...26 3-1 Sebaran spasial profil tanah untuk pemodelan ...37 4-1 Model regresi pohon untuk menaksir kedalaman tanah ...67 4-2 Model regresi pohon untuk menaksir kadar bahan organik tanah pada

kedalaman 0-30 cm ...68 4-3 Model regresi pohon untuk menaksir kadar fraksi klei pada kedalaman

0-30 cm ...69 4-4 Model regresi pohon untuk menaksir kadar fraksi klei pada kedalaman

30-50 cm ...70 4-5 Model regresi pohon untuk menaksir kadar fraksi klei pada kedalaman

50-100 cm ...71 5-1 Lokasi penelitian uji coba model ...79 5-2 Kondisi lingkungan di DAS Sampean Hulu: umur lahan (atas) dan bahan

induk (bawah) ...83 5-3 Kondisi lingkungan di DAS Sampean Hulu: zone agroklimat (atas) dan

(18)

xii

5-5 Kondisi lingkungan di DAS Cisadane Hulu: zone agroklimat (atas) dan

tipe penggunaan lahan (bawah) ...88

6-1 Lokasi dan kondisi terain DAS Cisadane Hulu ...97

6-2 Diagram alur pembuatan peta sifat tanah taksiran ...98

6-3 Keragaman kovariat untuk menaksir kedalaman tanah ...100

6-4 Sebaran kedalaman tanah serta batas atas dan bawah pada selang kepercayaan 95 % ...102

6-5 Sebaran nilai jangkauan dan peta pengamatan tanah eksisting di DAS Cisadane Hulu ...103

7-1 Kerangka kerja pemetaan tanah dijital untuk pengujian skenario pengelolaan dan penilaian bahaya lingkungan ...126

7-2 Kerangka kerja pemetaan tanah dijital untuk produksi peta tanah ... 127

(19)

xiii

Halaman 1-1 Model regresi pohon untuk menaksir kejenuhan basa pada 0-30 cm

(tipe model 1) ... 147 1-2 Model regresi pohon untuk menaksir kejenuhan basa pada (a)

30-50 cm dan (b) 30-50-100 cm (tipe model 1) ... 148 1-3 Model regresi pohon untuk menaksir kadar Nitrogen total pada (a)

0-30 cm dan (b) 30-50 cm (tipe model 1) ... 149 1-4 Model regresi pohon untuk menaksir kadar Nitrogen total pada

50-100 cm (tipe model 1)... 150 1-5 Model regresi pohon untuk menaksir kadar karbon organik tanah

pada 0-30 cm (tipe model 1) ... 151 1-6 Model regresi pohon untuk menaksir kadar karbon organik tanah

pada 30-50 cm (tipe model 1) ... 152 1-7 Model regresi pohon untuk menaksir kadar karbon organik pada

50-100 cm (tipe model 1)... 153 1-8 Model regresi pohon untuk menaksir pH pada 0-30 cm (tipe model 1) . 154 1-9 Model regresi pohon untuk menaksir pH pada 30-50 cm (tipe

model 1) ... 155 1-10 Model regresi pohon untuk menaksir pH pada 50-100 cm (tipe

model 1) ... 156 1-11 Model regresi pohon untuk menaksir kadar fraksi pasir pada 0-30

cm (tipe model 1) ... 157 1-12 Model regresi pohon untuk menaksir kadar fraksi pasir pada

30-50 cm (tipe model 1) ... 158 1-13 Model regresi pohon untuk menaksir kadar fraksi pasir pada

50-100 cm (tipe model 1) ... 159 1-14 Model regresi pohon untuk menaksir kedalaman tanah (tipe model 1) . 160 1-15 Model regresi pohon untuk menaksir kedalaman ke horizon B

(20)

xiv

1-17 Model regresi pohon untuk menaksir kadar fraksi klei pada 0-30

cm (tipe model 1) ... 163 1-18 Model regresi pohon untuk menaksir kadar fraksi klei pada 30-50

cm (tipe model 1) ... 164 1-19 Model regresi pohon untuk menaksir kadar fraksi klei pada

50-100 cm (tipe model 1) ... 165 1-20 Model regresi pohon untuk menaksir KTK tanah pada 0-30 cm

(tipe model 1) ... 166 1-21 Model regresi pohon untuk menaksir KTK tanah pada 30-50 cm

(tipe model 1) ... 167 1-22 Model regresi pohon untuk menaksir KTK tanah pada 50-100 cm

(tipe model 1) ... 168 1-23 Model regresi pohon untuk menaksir kadar bahan organik tanah

pada 0-30 cm (tipe model 1) ... 169 1-24 Model regresi pohon untuk menaksir kadar bahan organik tanah

pada 30-50 cm (tipe model 1) ... 170 1-25 Model regresi pohon untuk menaksir kadar bahan organik tanah

pada 50-100 cm (tipe model 1) ... 170 2-1 Model regresi pohon untuk menaksir kadar Nitrogen total pada

0-30 cm (tipe model 2) ... 171 2-2 Model regresi pohon untuk menaksir kadar Nitrogen total pada

30-50 cm (tipe model 2) ... 172 2-3 Model regresi pohon untuk menaksir kadar Nitrogen total pada

50-100 cm (tipe model 2)... 173 2-4 Model regresi pohon untuk menaksir kejenuhan basa pada 0-30 m

(tipe model 2) ... 174 2-5 Model regresi pohon untuk menaksir kejenuhan basa pada 30-50

cm (tipe model 2) ... 175 2-6 Model regresi pohon untuk menaksir kejenuhan basa pada 50-100

(21)

xv

2-8 Model regresi pohon untuk menaksir KTK tanah pada 30-50 cm

(tipe model 2) ... 178 2-9 Model regresi pohon untuk menaksir KTK tanah pada 50-100 cm

(tipe model 2) ... 179 2-10 Model regresi pohon untuk menaksir kadar karbon organik tanah

pada 0-30 cm (tipe model 2) ... 180 2-11 Model regresi pohon untuk menaksir kadar karbon organik tanah

pada 30-50 cm (tipe model 2) ... 181 2-12 Model regresi pohon untuk menaksir kadar karbon organik pada

50-100 cm (tipe model 2)... 182 2-13 Model regresi pohon untuk menaksir pH pada 0-30 cm (tipe model 2) . 183 2-14 Model regresi pohon untuk menaksir pH pada 30-50 cm (tipe

model 2) ... 184 2-15 Model regresi pohon untuk menaksir pH pada 50-100 cm (tipe

model 2) ... 185 2-16 Model regresi pohon untuk menaksir kadar fraksi pasir pada 0-30

cm (tipe model 2) ... 186 2-17 Model regresi pohon untuk menaksir kadar fraksi pasir pada

30-50 cm (tipe model 2) ... 187 2-18 Model regresi pohon untuk menaksir kadar fraksi pasir pada

50-100 cm (tipe model 2) ... 188 2-19 Model regresi pohon untuk menaksir kedalaman tanah (tipe model 2) . 189 2-20 Model regresi pohon untuk menaksir kedalaman ke horizon B

(tipe model 2) ... 190 2-21 Model regresi pohon untuk menaksir kadar fraksi klei pada 0-30

cm (tipe model 2) ... 191 2-22 Model regresi pohon untuk menaksir kadar fraksi klei pada 30-50

cm (tipe model 2) ... 192 2-23 Model regresi pohon untuk menaksir kadar fraksi klei pada

(22)

xvi

2-25 Model regresi pohon untuk menaksir kadar bahan organik tanah

pada 30-50 cm (tipe model 2) ... 195 2-26 Model regresi pohon untuk menaksir kadar bahan organik tanah

pada 50-100 cm (tipe model 2) ... 196 2-27 Model regresi pohon untuk menaksir ketebalan horizon A (tipe

model 2) ... 197 3-1 Model regresi pohon untuk menaksir kadar Nitrogen total pada

0-30 cm (tipe model 3) ... 198 3-2 Model regresi pohon untuk menaksir kadar Nitrogen total pada

30-50 cm (tipe model 3) ... 199 3-3 Model regresi pohon untuk menaksir kadar Nitrogen total pada

50-100 cm (tipe model 3)... 200 3-4 Model regresi pohon untuk menaksir kejenuhan basa pada 0-30 cm

(tipe model 3) ... 201 3-5 Model regresi pohon untuk menaksir kejenuhan basa pada 30-50

cm (tipe model 3) ... 202 3-6 Model regresi pohon untuk menaksir kejenuhan basa pada 50-100

cm (tipe model 3) ... 203 3-7 Model regresi pohon untuk menaksir KTK tanah pada 0-30 cm

(tipe model 3) ... 204 3-8 Model regresi pohon untuk menaksir KTK tanah pada 30-50 cm

(tipe model 3) ... 205 3-9 Model regresi pohon untuk menaksir KTK tanah pada 50-100 cm

(tipe model 3) ... 206 3-10 Model regresi pohon untuk menaksir kadar karbon organik tanah

pada 0-30 cm (tipe model 3) ... 207 3-11 Model regresi pohon untuk menaksir ketebalan horizon A (tipe

model 3) ... 208 3-12 Model regresi pohon untuk menaksir kadar karbon organik pada

(23)

xvii

3-14 Model regresi pohon untuk menaksir pH pada 0-30 cm (tipe model 3) . 211 3-15 Model regresi pohon untuk menaksir pH pada 30-50 cm (tipe

model 3) ... 212 3-16 Model regresi pohon untuk menaksir pH pada 50-100 cm (tipe

model 3) ... 213 3-17 Model regresi pohon untuk menaksir kadar fraksi pasir pada 0-30

cm (tipe model 3) ... 214 3-18 Model regresi pohon untuk menaksir kadar fraksi pasir pada

30-50 cm (tipe model 3) ... 215 3-19 Model regresi pohon untuk menaksir kadar fraksi pasir pada

50-100 cm (tipe model 3) ... 216 3-20 Model regresi pohon untuk menaksir kedalaman tanah (tipe

model 3) ... 217 3-21 Model regresi pohon untuk menaksir kedalaman horizon B (tipe

model 3) ... 218 3-22 Model regresi pohon untuk menaksir kadar fraksi klei pada 0-30

cm (tipe model 3) ... 219 3-23 Model regresi pohon untuk menaksir kadar fraksi klei pada 30-50

cm (tipe model 3) ... 220 3-24 Model regresi pohon untuk menaksir kadar fraksi klei pada

50-100 cm (tipe model 3) ... 221 3-25 Model regresi pohon untuk menaksir kadar bahan organik tanah

pada 0-30 cm (tipe model 3) ... 222 4-1 Model regresi pohon untuk menaksir kejenuhan basa pada (a) 0-30

cm, (b) 30-50 cm, dan (c) 50-100 cm (tipe model 4) ... 223 4-2 Model regresi pohon untuk menaksir kadar Nitrogen total pada (a)

0-30 cm dan (b) 30-50 cm (tipe model 4) ... 224 4-3 Model regresi pohon untuk menaksir kadar Nitrogen total pada

(24)

xviii

4-5 Model regresi pohon untuk menaksir kadar karbon organik pada

30-50 cm (tipe model 4) ... 227 4-6 Model regresi pohon untuk menaksir kadar karbon organik pada

50-100 cm (tipe model 4)... 228 4-7 Model regresi pohon untuk menaksir pH pada 0-30 cm (tipe model 4) . 229 4-8 Model regresi pohon untuk menaksir pH pada 30-50 cm (tipe

model 4) ... 230 4-9 Model regresi pohon untuk menaksir pH pada 50-100 cm (tipe

model 4) ... 231 4-10 Model regresi pohon untuk menaksir kadar fraksi pasir pada 0-30

cm (tipe model 4) ... 232 4-11 Model regresi pohon untuk menaksir kadar fraksi pasir pada

30-50 cm (tipe model 4) ... 223 4-12 Model regresi pohon untuk menaksir kadar fraksi pasir pada

50-100 cm (tipe model 4) ... 234 4-13 Model regresi pohon untuk menaksir kedalaman ke horizon B

(tipe model 4) ... 235 4-14 Model regresi pohon untuk menaksir kadar bahan organik tanah

pada 30-50 cm (tipe model 4) ... 236 4-15 Model regresi pohon untuk menaksir kadar bahan organik tanah

pada 50-100 cm (tipe model 4) ... 237 4-16 Model regresi pohon untuk menaksir KTK tanah pada 0-30 cm

(tipe model 4) ... 238 4-17 Model regresi pohon untuk menaksir KTK tanah pada 30-50 cm

(tipe model 4) ... 239 4-18 Model regresi pohon untuk menaksir KTK tanah pada 50-100 cm

(25)

xix Digitalisasi

peta

Konversi format peta dari analog atau hardcopy ke format dijital

Kovariat Peubah lingkungan yang merepresentasikan kelima faktor pembentuk tanah dari Jenny (1941)

Model tanah-lanskap

penyederhanaan (abstract reduction or simplification) dari (i)

hubungan-hubungan yang kompleks antara tanah dan landform dalam suatu sistem tanah-lanskap, dan (ii) hubungan-hubungan antara pola dan proses evolusi pedogeomorfis

Pemetaan tanah dijital

pembuatan dan pengkayaan (population) sistem informasi spasial tanah menggunakan metode-metode pengamatan lapangan dan laboratorium yang digabungkan dengan sistem-sistem inferensi tanah baik yang spasial dan yang non-spasial

Peta Tampilan 2 dimensi yang menyajikan sebaran suatu objek di lanskap Peta akurasi Peta yang menunjukan reliabilitas dari peta tanah taksiran

Peta satuan lahan

Peta bentuk lahan yang dikombinasikan dengan relief, kelas lereng, dan bahan induk

Peta sifat tanah

Tampilan 2 dimenasi yang menyajikan sebaran satu sifat tanah di lanskap

Peta tanah Tampilan 2 dimensi yang menyajikan sebaran tipe tanah di lanskap Peta tanah

taksiran

Peta yang dibuat menggunakan model tanah-lanskap

Peta tanah sementara

Istilah lain untuk peta tanah taksiran

Pemetaan tanah

konvensional

Pemetaan tanah yang menggunakan pendekatan lanskap, dengan terlebih dahulu melakukan delineasi satuan lahan berdasarkan peta geologi, peta topografi, foto udara dan citra satelit.

Stepwise soil sampling

suatu istilah pengambilan contoh tanah yang progresif berdasarkan prioritas untuk pemantauan perubahan sifat tanah dan lahan

Tanah Independent natural bodies with properties that resulted from the effect of climate and living organism acting on parent material over time as conditioned by relief (Dokuchaev)

Lanskap Surface composed of an assemblage of subjectively defined, irreguler, lesser surface (A.L. Bloom)

(26)

xx

AZ : Agroclimate zone, zone agroklimat pada model pohon AZ : Aspek lereng, pada model regresi

BBSDLP : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya lahan Pertanian

C&RT : Classification and Regression Tree CA : Catchment area, satuan m

CI : Convergence Index

2

CS : Catchment Slope, adalah rataan dari kemiringan catchment dengan satuan derajat

CU : Curvature, satuan radian/m DAS : Daerah Aliran Sungai DEM : Digital elevation model DSA : Digital Soil Assesment DSRA : Digital Risk Soil Assesment

EB : Ecoregion Belt, pengelompokan ketinggian tempat menurut Mohr (1944)

Elev : Elevation, ketinggian di permukaan laut, satuan meter di atas permukaan laut

FA : Flow Accumulation, akumulasi aliran

FPL : Flow Path Length, panjang jalur aliran satuan meter FW : Flow Width, lebar aliran dengan satuan meter IUSS : Internasiona Union of Soil Science

KC : Contour curvature

KP : Profile curvature, satuan radian/m

LA : Land Age

LP : Landscape Position

LREP : Land Resource Evaluation Project

LSF : LS Factor, yaitu faktor LS dari persamaan USLE (Universal Soil Loss Equation)

(27)

xxi

MRRTF : Multiresolusion Index of Ridge Top Flatness MRVBF : Multiresolution Index of Valley Bottom Flatness

MTL : Model Tanah-Lanskap

PM : Parent Material

PTD : Pemetaan Tanah Dijital

SG : Slope Gradient, kemiringan lereng dengan satuan derajat SIST : Sistem Inferensi Spasial Tanah

SIT : Sistem Inferensi Tanahskap SL : Slope Length, satuan meter SLM : Simple Linear Model

SP : Slope Position, pada model pohon

SP : Stream Power, kuat arus

TBM : Tree Based Model

TPI : Topographic Position Index USLE : Universal Soil Loss Equation

WI : Wetness Index, indek kebasahan atau disebut juga indeks topografi

(28)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peta tanah yang menggambarkan jenis dan sebaran sifat tanah di suatu wilayah merupakan informasi dasar yang penting bagi perencanaan, pengelolaan, dan pemantauan sumberdaya lahan. Hikmatullah dan Hidayat (2007) menyatakan bahwa kebutuhan data spasial sumberdaya tanah skala 1:50.000 cenderung meningkat seiring dengan diberlakukannya undang-undang otonomi daerah dan tata ruang wilayah, pemekaran wilayah administrasi, dan pembangunan wilayah kabupaten. Pemetaan tingkat semidetil dilaksanakan untuk menunjang perencanaan pembangunan tingkat kabupaten (Djaenudin 2008).

Di lain pihak, bentuk dan format data tanah yang diperlukan para pengguna nyatanya berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan jenis permasalahan lahan yang mereka hadapi. Contohnya, para pengguna memerlukan peta sifat tanah nilai tunggal (seperti: peta pH, peta kedalaman tanah, peta status hara P, dan lain-lain) sebagai bahan dasar untuk formulasi teknologi pengelolaan lahan guna meningkatkan produktivitas tanaman. Namun demikian, teknologi pemetaan sifat tanah khususnya di Indonesia masih belum berkembang. Berkaitan dengan isu degradasi lahan dan pelandaian produktivitas tanaman, para pengguna akan lebih memerlukan peta sifat tanah tunggal di masa depan untuk evaluasi kesuburan dan produktivitas lahan dan untuk evaluasi degradasi lahan. Karenanya, Teknologi pemetaan sifat tanah nilai tunggal termasuk peta kelas status hara sebagai turunannya perlu terus dikembangkan.

(29)

jenis tanah dan proporsinya, serta luasan dan proporsi luasan di areal survei, (v) peta-peta tematik, seperti peta kesesuaian lahan, peta penggunaan lahan, peta ketersediaan lahan. Ketiga data yang pertama ini merupakan data dasar sebagai bahan untuk menurunkan peta tanah dan peta tematik. Setelah kegiatan survei selesai, data profil tanah dan hasil analisis kimia belum didayagunakan secara penuh. Padahal, ketiga data warisan ini dapat dijadikan bahan untuk pemodelan hubungan sifat tanah dengan komponen lanskap dan pemantauan perubahan sifat tanah. Kemajuan teknologi basisdata, analisa geospasial, matematika spasial termasuk teknologi data mining saat ini memungkinkan data-data tanah warisan tersebut bisa lebih didayagunakan.

Kegiatan survei dan pemetaan tanah nasional menghadapi beberapa masalah dan tantangan yang dapat mempengaruhi laju penyediaan informasi spasial tanah baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Hikmatullah dan Hidayat (2007) menyatakan bahwa masalah dan tantangan yang dihadapi saat ini adalah: (i) aksesibilitas yang rendah padahal kondisi lanskap beragam khususnya di kawasan timur Indonesia, (ii) data penunjang, seperti foto udara atau peta rupabumi, tidak memadai bahkan beberapa tidak tersedia dalam skala yang diperlukan; (iii) pemeta tanah semakin berkurang padahal pemetaan tanah perlu personil dengan keahlian yang spesifik (seperti: genesis dan klasifikasi tanah, kartografi, pengindraan jauh, geomorfologi dan klimatologi). Selain itu, peneliti dan praktisi lainnya (Cole & Boettinger 2007; Bui 2007; Grundwald 2010) menyatakan bahwa pendekatan dan teknik pemetaan tanah saat ini memerlukan waktu yang lama dan intensif tenaga sehingga menjadi mahal. Karena itu, pendekatan dan teknik pemetaan tanah perlu dikembangkan untuk memenuhi keperluan informasi sumberdaya lahan dan untuk mempercepat program pemetaan tanah nasional.

1.2 Kerangka Pemikiran

(30)

akurat, dan lebih murah sehingga pada akhirnya bisa mempercepat program pemetaan tanah nasional. Pendekatan pemetaan tanah yang mengintegrasikan teknologi komputer dan pengelolaan basisdata sumberdaya lahan diyakini cukup potensial menjadi pendekatan pemetaan tanah yang diharapkan.

Pendekatan pemetaan tanah terbaru yang menjadi kecenderungan saat ini di daerah temperat dan pada tataran skala global adalah pemetaan tanah dijital (digital soil mapping) atau istilah lainnya adalah predictive soil mapping (Hewitt 1993, Scull et al. 2003), Quantitative Soil Survei ( McKenzie & Ryan 1999) atau

virtual soil mapping (Thompson et al. 2006). Pendekatan ini telah dicoba dan berhasil di daerah temperat (Turett et al. 2008; Mayr et al. 2008; Gonzales et al.

2008; Mendoca-Santos et al. 2008), namun keragaannya di daerah tropika seperti Indonesia belum diketahui.

Pemetaan tanah dijital (PTD) pada dasarnya adalah operasionalisasi berbasis komputer dari ide menaksir penyebaran sifat tanah di suatu lanskap (Bui 2007). Lagacherie dan McBratney (2007) mendefinisikan PTD sebagai pembuatan dan pengkayaan sistem informasi spasial tanah menggunakan metode-metode pengamatan lapangan dan laboratorium yang digabungkan dengan sistem-sistem inferensi tanah baik yang spasial dan yang non-spasial. McBratney et al. (2002) menjelaskan bahwa sistem inferensi tanah adalah suatu sistem yang mampu menduga sifat-sifat tanah menggunakan aneka model baik model spasial (seperti model tanah-lanskap) maupun non-spasial (seperti fungsi pedotransfer). Model-model ini bisa disajikan dalam aneka bentuk, yakni: Model-model persamaan matematik, model pohon keputusan (decision tree), dan model aturan if-then-else.

(31)

satu atau beberapa faktor pembentuk tanah sebagai peubah penaksir (predictive variable).

Daya taksir MTL dipengaruhi oleh jumlah dataset yang digunakan. Minasny et al. (2008) membedakan ukuran dataset ke dalam tiga kelompok, yaitu: sedikit jika kurang dari 200 sampel, sedang jika antara 200-1000 sampel, dan besar jika lebih dari 1000 sampel. Dataset besar ini dapat diturunkan dari basisdata spasial tanah yang telah ada, namun basisdata spasial seperti itu belum banyak dikembangkan. Feuerherdt dan Robinson (2007) mencontohkan basisdata untuk menunjang pemetaan dijital, sementara Dobos et al. (2010) dan Bacon et al.

(2010), antara lain, telah menunjukan manfaat dari basisdata ini untuk membuat peta baru. Aneka teknik data mining dapat digunakan untuk mempelajari hubungan antara kelas sifat tanah dengan faktor-faktor pembentuk tanah menggunakan dataset yang besar (Behrens & Scholten 2007; Minasny et al. 2008; Sulaeman & Shofiyati 2008). Di Indonesia dataset yang besar ini belum tersedia, sementara teknik data mining telah mulai diaplikasikan (Sulaeman & Shofiyati 2008).

Model dengan daya taksir yang tinggi dan menggunakan sedikit mungkin penaksir merupakan model optimum untuk PTD. Selain harus optimum, model juga harus mempunyai daya transfer (transferability) yang tinggi. Ini berarti bahwa model yang dikembangkan dari dataset tanah-lanskap di suatu wilayah harus menunjukan hasil taksiran yang berakurasi tinggi di wilayah lain. Dibantu oleh model-model ini, pengambilan contoh untuk analisis laboratorium bisa dikurangi dan waktu survei lapangan bisa dipersingkat, sehingga biaya dan waktu pemetaan bisa dikurangi.

(32)

utama, yaitu: penyiapan dataset, pengembangan model tanah-lanskap, dan aplikasi model untuk menaksir sifat tanah di wilayah target.

(33)

kovariat yang mewakili suatu atau beberapa faktor pembentuk tanah, yakni: iklim, bahan induk, relief, organisme, dan waktu (Jenny 1941). Kedua dataset ini dipersatukan oleh koordinat X dan Y.

Tahap kedua adalah pengembangan model tanah-lanskap. Istilah model tanah-lanskap ini digunakan untuk membedakan dengan fungsi pedotransfer, kriging, atau teknik interpolasi lainnya. Tipe-tipe model ini berbeda dalam hal peubah penaksirnya. Untuk suatu sifat tanah tertentu, peubah penaksir dari fungsi pedotransfer adalah sifat tanah lain, dari model tanah-lanskap adalah peubah yang mewakili salahsatu atau beberapa faktor pembentuk tanah, dan dari kriging atau teknik interpolasi adalah sifat tanah yang sama dan posisi koordinatnya.

Istilah pengembangan model mencakup dua kegiatan, yaitu: (i) pembuatan model dan (ii) evaluasi model. Pada penelitian ini model dibuat menggunakan teknik regresi langkah bijak (stepwise regression) dan teknik regresi pohon (tree regression). Teknik pertama diterapkan untuk peubah penaksir yang kontinyu sedangkan teknik kedua untuk peubah penaksir campuran antara kontinyu dan kategorik. Teknik pertama dan kedua sama-sama menggunakan respon yang kontinyu sehingga istilah regresi digunakan.

Evaluasi model tanah-lanskap mencakup dua kegiatan yaitu (i) evaluasi daya taksir model, dan (ii) evaluasi daya transfer model. Umumnya pemodelan hanya sampai pada evaluasi model untuk mengetahui daya taksir model. Penelitian ini tidak saja melakukan evaluasi daya taksir model, tetapi juga melakukan evaluasi model tambahan yakni evaluasi daya transfer model untuk mengetahui apakah model bisa digunakan di tempat lain. Dari evaluasi ini diketahui model-model yang bersifat umum, yang bisa digunakan di berbagai tipe lanskap dan model-model yang bersifat lokal yaitu hanya pada tipe lanskap tertentu.

(34)

tersebut adalah data untuk evaluasi daya taksir diperoleh dari dalam lokasi pembuatan model, sedangkan data untuk evaluasi daya transfer model dipilih dari luar wilayah pembuatan model.

Setelah model tanah-lanskap yang berdaya taksir tinggi dan berdaya transfer tinggi diperoleh, tahap selanjutnya adalah penggunaan model itu untuk membuat peta tanah taksiran. Pembuatan peta tanah dengan model dapat menggunakan 2 alat bantu, yaitu: (i) menggunakan grid calculator (dalam SAGA GIS), atau map calculator (dalam IDRISI), atau (ii) menggunakan makro dalam spreadsheet yang hasilnya divisualisasikan di SAGA GIS. Pada alat bantu pertama, kovariat-kovariat dimasukan untuk memperoleh peta tanah. Sementara itu, pada alat bantu kedua, data numerik grid dimasukan ke spreadsheet kemudian dihitung menggunakan makro sederhana untuk memperoleh data numerik. Jadi, alat bantu pertama menghasilkan peta langsung sedangkan pada alat bantu kedua hanya data numerik untuk grid, bukan peta langsung.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan secara umum untuk mengembangkan model tanah lanskap dan kemudian menerapkan model itu untuk memprediksi penyebaran sifat tanah di daerah aliran sungai (DAS) Cisadane Hulu (Kabupaten Bogor, Jawa Barat) dan DAS Sampean Hulu (Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur).

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Membangun model tanah-lanskap menggunakan data warisan (legacy data) yaitu dataset yang diturunkan dari data profil hasil survei tanah terdahulu dengan pendekatan pemodelan data mining.

2. Mengevaluasi daya transfer (transferability) model yang dikembangkan di wilayah yang telah di survei ke wilayah baru dalam suatu DAS (DAS Cisadane Hulu dan DAS Sampean Hulu).

(35)

1.4 Hipotesa Penelitian

Penelitian ini menguji dua hipotesa, yakni:

1. Bahwa untuk setiap sifat tanah yang diduga, ada beberapa penaksir utama yang tidak selalu atau tidak perlu mewakili lima faktor pembentuk tanah (Jenny 1941).

2. Model penaksir sebaran tanah untuk setiap tanah dari suatu daerah mempunyai daya transfer yang berbeda-beda bila diaplikasikan ke daerah baru.

1.5 Keluaran

Penelitian ini menghasilkan:

1. Beberapa model tanah-lanskap dan informasi daya taksir dan daya transfernya.

2. Peta sifat-sifat tanah dan akurasinya sebagai contoh Peta Kedalaman Tanah berbasis raster di DAS Cisadane Hulu.

3. Suatu kerangka kerja (framework) pemetaan tanah dijital berdasarkan data tanah warisan di wilayah tropika.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini secara keseluruhan mencakup:

1. Kompilasi, ekstraksi, harmonisasi, dan standarisasi data dan informasi dari deskripsi profil dan peta-peta penunjang di Pulau Jawa.

2. Pengembangan model tanah-lanskap dari dataset tanah-lanskap menggunakan teknik stepwise regression dan tree regression.

3. Evaluasi daya transfer setiap model di DAS Cisadane hulu dan DAS Sampean hulu.

4. Penyusunan peta sifat kedalaman tanah model di DAS Cisadane hulu.

1.7 Waktu dan Tempat penelitian

(36)

Penelitian lapangan untuk verifikasi model dilakukan di DAS Cisadane Hulu, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dan DAS Sampean Hulu di Kabupaten Bonodowoso, Jawa Timur. Analisis contah tanah untuk menetapkan beberapa sifat kimia tanah dilakukan di Laboratorium Tanah Balai Penelitian Tanah, Bogor.

1.8 Kebaruan (Novelty) Penelitian

Secara singkat kebaruan (novelty) dari penelitian ini adalah:

1. Penerapan metodologi pemetaan tanah digital di Imdonesia masih tidak ada. Penelitian didahului oleh analisis terhadap kerangka kerja pemetaan tanah dijital yang telah dikembangkan oleh peneliti lain di wilayah temperat. Selanjutnya, framework baru ini dirancang dan dicoba di Pulau Jawa. Metodologi yang dikembangkan dalam penelitian ini jika berhasil akan bermanfaat dalam membantu mempercepat program nasional pemetaan sumberdaya lahan untuk mengakomodasi dinamika keperluan pengguna data khususnya dalam penilaian status kondisi lingkungan dan peningkatan produktivitas lahan dan tanaman.

2. Pendekatan pemetaan tanah dijital yang telah diadaptasi dengan kondisi infrastruktur data di Indonesia merevitalisasi data-data tanah warisan (data profil tanah dan peta tanah terdahulu). Ini berimplikasi bahwa data-data itu perlu di restorisasi dan dipelihara kelestariannya dan ditambah nilai manfaatnya. Penelitian ini menerapkan teknik-teknik terkini untuk restorasi data-data pengamatan tanah yang ada

(37)

II. HARMONISASI DATA PROFIL TANAH WARISAN

UNTUK PEMETAAN TANAH DIJITAL

2.1 Pendahuluan

Pendekatan pemetaan tanah dijital memerlukan dataset tanah-lanskap yang cukup dan mewakili keragaman lanskap. Minasny et al. (2008) membedakan dataset ini sebagai dataset kecil jika kurang 200 contoh, sedang jika antara 200-1000 contoh dan besar jika lebih dari 200-1000 contoh. Selanjutnya, mereka mengaitkan jumlah contoh ini dengan (i) struktur model yang bisa digunakan, dan (ii) cara penaksiran akurasi model. Dataset juga harus bisa mewakili keragaman kondisi lingkungan dari areal yang dikaji. Ini tentunya berkaitan dengan penyebaran contoh-contoh itu di suatu lanskap. Jumlah contoh yang banyak namun hanya mengelompok di suatu lokasi tertentu saja tidak diinginkan dalam pemodelan tanah-lanskap ini.

Dataset tanah dapat diperoleh melalui dua cara. Cara pertama adalah dengan melakukan pengamatan profil tanah langsung ke lapangan. Teknik untuk memilih lokasi pengamatan dan pengambilan contoh tanah telah banyak tersedia. McKenzie dan Ryan (1999) telah menerapkan teknik ini; pertama-tama mengelompokkan area ke dalam kelas-kelas dengan atribut yang mirip, selanjutnya contoh dipilih secara acak dari dalam kelas tersebut. Teknik lainnya adalah Latin Hypercube Sampling seperti diusulkan Minasny dan McBratney (2006). Teknik ini telah dipraktekan antara lain oleh Malone et al. (2010) di Hunter Valley, Australia. Untuk setiap lokasi, deskripsi profil tanah mengikuti tata cara yang rutin dan contoh tanah diambil mewakili tipe horizon tanah untuk kemudian dianalisis menggunakan metode yang standard.

(38)

Kelebihan dari cara pertama adalah keragaman sifat tanah di lapangan dijamin terwakili. Tetapi, cara ini memerlukan waktu yang lama dan biaya yang banyak. Sementara itu, cara kedua nampak lebih murah dan menyediakan data yang banyak. Tetapi, sebaran lokasi pengamatan tanah umumnya sporadis sehingga ada kemungkinan atribut lanskap tertentu tidak terwakili. Karena data warisan ini banyak tersedia, cara kedua ini menarik dan menantang khususnya dalam bagaimana mengelola dan mengekstrak informasi dari data tanah warisan ini.

Dataset lanskap merupakan data yang mewakili faktor pembentuk tanah yakni: iklim, relief, bahan induk, organisme dan waktu. Dataset ini diperoleh dengan menurunkannya dari data penunjang, yaitu: Peta Agroklimat, SRTM (Shuttle Radar Topographic Mission) DEM (digital elevation model), Peta Geologi dan data lainnya yang relevan. Permasalahan yang umumnya dijumpai adalah: (i) masalah skala; besar atau kecil, (ii) masalah format peta; dijital atau analog, dan (iii) masalah umur peta; peta lama atau peta baru. Masalah ini akan mempengaruhi kualitas dari dataset lanskap, yang pada akhirnya akan menentukan kualitas dataset tanah-lanskap. Karenanya, informasi tentang karakteristik data asal perlu disajikan sehingga pengguna dapat menggunakan dataset itu secara lebih bijaksana.

Kegiatan penelitian dan survei tanah di Pulau Jawa telah dilakukan sejak tahun 1935 sehingga laporan-laporan teknik banyak tersedia. Laporan-laporan ini kebanyakan dilengkapi oleh deskripsi profil tanah serta data kimia tanah. Laporan-laporan ini merupakan sumber data yang berharga bagi beberapa dataset untuk kepentingan penelitian lanjutan. Dataset lapisan atas tanah Indonesia termasuk Pulau Jawa telah dibuat oleh Lindert (2000) dari laporan survei tanah hingga tahun 1990-an. Dataset Jawa selanjutnya dikembangkan dan digunakan untuk mengkaji perubahan spatio-temporal karbon organik tanah di Pulau Jawa (lihat Sulaeman et al. 2010, Minasny et al. 2010, Minasny et al. 2011). Selain itu, dataset ini bermanfaat antara lain untuk membuat model tanah-lanskap dalam kerangka kerja pemetaan tanah dijital.

(39)

di Jawa. Dataset tanah berasal dari laporan survei tanah di Pulau Jawa dan dibatasi pada survei tahun 1987 hingga 2001. Dataset lanskap berasal dari Peta Agroklimat skala 1:2.500.00, Peta Geologi skala 1:100.000 dan SRTM DEM resolusi 90 m x 90 m atau equivalen dengan skala 1:32.000. Penelitian diawali dengan pengumpulan data, kemudian penurunan sifat tanah dan lanskap dari data penunjang yang tersedia dan terakhir eksplorasi dataset tanah-lanskap yang telah diperoleh.

2.2 Bahan dan Metode

Penelitian ini menggunakan pendekatan desk study dan bekerja di laboratorium Geographic Information System (GIS). Perangkat bantu yang digunakan adalah perangkat lunak SAGA GIS untuk menurunkan kovariat dan mengolah data grid, Arcview untuk digitasi peta analog dan menurunkan kovariat indeks posisi topografi (topographic position index), Global Mapper untuk konversi dan proyeksi posisi geografis, dan Program R untuk menetapkan sifat tanah pada kedalaman 0-30 cm, 30-50 cm, dan 50-100 cm menggunakan fungsi

equal-area quadratic spline (Bishop et al. 1999).

Penelitian mencakup beberapa tahapan utama, yaitu (i) inventarisasi dan seleksi laporan survei tanah, (ii) pemasukan data sifat tanah, (iii) standarisasi kedalaman tanah, (iv) koregistrasi informasi lingkungan, dan (v) parameterisasi kovariat dan integrasi data sifat tanah dan kondisi lingkungan. Gambar 2-1 menunjukan tahapan-tahapan pelaksanaan penelitian.

2.2.1 Inventarisasi dan seleksi laporan

Pada tahap inventarisasi dan seleksi laporan dilakukan pengumpulan laporan survei tanah di Pulau Jawa. Pencarian laporan memanfaatkan informasi pelaksanaan pemetaan dari katalog data sumberdaya lahan (Puslittanak 1996) dan informasi lainnya.

(40)

Selain pengumpulan laporan, pada tahap ini juga dikumpulkan peta-peta penunjang sebagai sumber kovariat. Data penunjang ini mewakili faktor-faktor pembentuk tanah, yaitu: iklim, bahan induk, relief, organisma, dan waktu. Data yang dikumpulkan mencakup (i) Peta Geologi sebagai sumber informasi jenis litologi, umur lahan dan sejarah lahan, (ii) Peta Agroklimat sebagai sumber informasi intensitas hujan yang direpresentasikan oleh zone agroklimat, dan SRTM DEM versi 4.1 (Jarvis et al. 2008) sebagai sumber informasi relief.

(41)

2.2.2 Pemasukan data

Sebelum dilakukan pemasukan data, dibuat rancangan tabel terlebih dahulu yang memuat header yang mewakili sifat tanah yang akan dimasukan. Data yang dimasukan adalah kode laporan, sifat lingkungan, dan sifat tanah. Kode laporan mencakup id (identitas data) laporan berupa nomor laporan dan halaman di mana profil tanah dapat ditemukan. Ini diperlukan terutama untuk membantu mencari ulang data profil apabila pengecekan ulang data diperlukan.

Sifat lingkungan yang dimasukan adalah lokasi koordinat (X,Y), bahan induk, lereng, tipe penggunaan lahan, lokasi administrasi (desa, kecamatan, kabupaten, provinsi), dan nama tanah. Sifat tanah yang dimasukan adalah batas atas dan batas bawah horizon, kode horizon, persentase fraksi pasir, persentase fraksi klei, pH, kadar karbon organik tanah, Nitrogen total, retensi P, kejenuhan basa (KB), dan kapasitas tukar kation tanah (KTK). Beberapa profil juga mempunyai hasil analisis fisika. Data sifat fisik yang dimasukan adalah bobot isi, retensi air pada berbagai pF, permeabilitas, air tersedia, dan nilai COLE (coefficient of linear extensibility).

Sementara SRTM DEM diintegrasikan secara langsung dengan data pengamatan tanah, data-data penunjang yang berupa peta analog disiam dan diregistrasi lebih dulu sebelum didijitasi layar yang dibantu oleh ArcView. Hasil dijitasi kemudian dibuat ke dalam format raster yang dibantu oleh SAGA GIS.

2.2.3 Standarisasi kedalaman tanah

Sifat tanah yang dianalisa mengikuti suatu kelas kedalaman yang ditentukan secara subjektif oleh pemeta berdasarkan kode horizon genetik. Akibatnya, kelas kedalaman tanah berbeda-beda untuk setiap profil tanah. Sementara itu cara ini sesuai untuk kepentingan pemahaman tentang genesis dan klasifikasi tanah, namun cara ini ternyata menyulitkan ketika perlu membandingkan sifat tanah untuk kepentingan korelasi spasial maupun pemodelan.

(42)

mewakili tanaman tahunan, dan (iii) kedalaman 50-100 cm untuk mewakili lapisan sangga bagi keperluan tanaman tersebut.

2.2.4 Koregistrasi data tanah dan lingkungan

Posisi koordinat lokasi profil tanah maupun peta-peta penunjang (yaitu Peta Geologi, Peta Agroklimat dan DEM) menggunakan sistem referensi yang tidak sama. Karenanya, sistem koordinat tersebut kemudian dikonversi ke suatu sistem referensi Universal Transverse Mercator (UTM) agar seragam. Kegiatan konversi ini banyak dibantu oleh Global Mapper sehingga data bisa diproses lebih cepat.

Selain itu, sistem raster lebih efisien untuk pemodelan spasial daripada sistem vektor. Karena itu, semua data vektor dari peta geologi dan peta agroklimat dikonversi ke format raster dengan ukuran grid 90 m x 90 m, menyesuaikan dengan resolusi SRTM DEM. Kegiatan konversi ini banyak dibantu oleh SAGA GIS sehingga lebih efisien waktu.

2.2.5 Parameterisasi kovariat dan integrasi data

Data yang sudah harmonis dari segi lokasi dan berbentuk raster ini kemudian diimpor ke dalam SAGA GIS. Beberapa kovariat diturunkan menggunakan perangkat lunak ini. Kovariat adalah tipe parameter lingkungan yang mewakili kondisi terain, bahan induk, iklim, dan faktor pembentuk tanah lainnya. Khusus dalam penelitian ini kovariat yang mewakili terain diturunkan.

Kovariat dan data sifat tanah ini selanjutnya diintegrasikan menggunakan SAGA GIS membentuk suatu dataset sifat tanah-lanskap.

2.3 Hasil

2.3.1 Sebaran lokasi survei tanah di Jawa

(43)

Daerah bagian utara Pulau Jawa bagian barat nampak mengalami beberapa kali kajian dan nampak lebih sering dikaji dibandingkan bagian selatan. Bagian selatan dari wilayah ini merupakan areal perbukitan dan pegunungan sehingga kurang mendapat perhatian dibandingkan bagian utara yang menjadi sentra produksi pangan dan pemukiman. Hal serupa juga berlaku untuk bagian tengah dan timur pulau ini.

Gambar 2-2 Sebaran areal yang telah dipetakan pada skala semidetil di Jawa (diarsir) hingga tahun 1996

Semua laporan dari wilayah pemetaan Gambar 2-2 ini dikumpulkan dan diseleksi. Seleksi didasarkan atas: (i) kelengkapan datanya: data profil dan informasi posisi, dan (ii) metode pemetaan dan analisis tanah yang digunakan. Laporan-laporan yang dibuat sebelum tahun 1987 tidak menyajikan lokasi pengamatan dengan baik sehingga lokasi tersebut sulit dijejak dan diplot ke dalam peta. Sebaliknya, laporan yang dibuat setelah tahun 1987 dilengkapi informasi posisi koordinat dengan jelas sehingga mudah diposisikan ulang di dalam peta. Karena itu, analisis terhadap laporan difokuskan pada laporan yang dibuat setelah tahun 1987.

(44)

Table 2-1 Daftar laporan survei terseleksi untuk penelitian

No Judul Laporan Tahun

Terbit*

Pelaksana Survei 1 Soil series of Upper Jratunseluna Watershed Central Java 1990 CSAR

2 Survei dan Pemetaan Tanah Detil Lokasi Demplot dan Dampak Kedoyo Kab. Tulungagung

1991 Puslittanak

3 Survei dan Pemetaan Tanah Detil Lokasi Demplot dan Dampak Nyawangan Kab. Tulungagung

1991 Puslittanak

4 Survei dan Pemetaan Tanah Detil Lokasi Demplot dan Dampak Klepu, Sekarbanyu dan Sekitarnya Kab. Malang

1991 Puslittanak

5 Survei dan Pemetaan Tanah Tingkat Semidetil DAS Citarum Bawah

1996 Puslittanak

6 Survei dan Pemetaan Tanah Tingkat Semidetil DAS Citarum Bawah, Jawa Barat

1993 Faperta IPB

7 Penelitian Kesesuaian Lahan untuk Intensifikasi Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat

1990 Puslittanak

8 Survei dan Pemetaan Sumberdaya Tanah Tingkat Semidetil (skala 1:50.000) DAS Grindulu

1995 Puslittanak

9 Survei dan Pemetaan Sumberdaya Tanah Tingkat Semidetil (skala 1:50.000) daerah Tuban-Gresik

1995 Puslittanak

10 Survei dan Pemetaan Sumberdaya Tanah Tingkat Semidetil (skala 1:50.000) daerah Semarang dan Sekitarnya

1995 Puslittanak

11 Penyusunan Peta Pewilayahan Komoditas Berdasarkan Analisis Terain skala 1:50.000

2001 Puslitbangtanak

*) tahun terbit laporan tidak mencerminkan tahun pengamatan, pengamatan biasanya dilakukan 1 hingga 2 tahun sebelumnya, tergantung pada lamanya waktu analisa kimia

Laporan-laporan itu dihasilkan dari berbagai kegiatan pemetaan dengan tujuan tertentu dan skala yang beragam. Pemetaan tanah untuk identifikasi dan karakterisasi areal demplot untuk menguji teknologi konservasi pada skala DAS terutama dilakukan DAS Brantas dan DAS Jratunseluna. Tujuan lainnya adalah (i) untuk pengembangan perencanaan pertanian di wilayah pantai utara Jawa Barat, (ii) untuk inventarisasi sumberdaya tanah, seperti di Semarang dan Pacitan, dan (iii) untuk evaluasi metode pemetaan tanah untuk mendukung pewilayahan komoditas di Sumedang. Perbedaan tujuan dan skala survei ini menyebabkan perbedaan kerapatan pengamatan profil tanah dan perbedaan kelengkapan data yang dianalisis untuk setiap pengamatan profil tanah.

(45)

survei seperti yang dilakukan di pantai utara Jawa Barat maupun Pacitan, lokasi pengamatan disajikan dalam peta lokasi pengamatan tanah. Untuk yang terakhir, beberapa tahapan perlu dilakukan guna mengetahui posisi koordinat suatu lokasi pengamatan, yaitu: penyiaman peta dan registrasi peta elektronik ke sistem referensi geografi (Lat/Lon) menggunakan datum WGS 1984.

Pemasukan data telah menghasilkan 2596 contoh tanah dari 696 lokasi profil tanah. Profil tanah yang bisa diplot ke peta hanya 654 lokasi. Sisanya, sebanyak 42 profil tidak bisa diplot karena masih digunakan sistem deskripsi dari penunjukan lokasi profil tersebut. Gambar 2-3 menunjukan sebaran spasial ke-654 lokasi profil ini berdasarkan batas kabupaten dan zone agroklimat.

Gambar 2-3 Sebaran profil tanah menurut: (a) administrasi kabupaten, dan (b) zone agroklimat

(46)

Karena tujuan dari kajian tersebut berbeda, jenis sifat tanah yang dianalisis juga berbeda.

Kondisi tanah di wilayah pantai utara Jawa, seperti wilayah Cirebon- Karawang dan Lamongan-Gresik banyak diamati dan dikaji karena wilayah tersebut merupakan wilayah sentra produksi beras. Pada wilayah ini sifat-sifat tanah yang menunjang aplikasi teknologi pemupukan padi banyak diteliti. Sementara itu, kondisi tanah di wilayah Semarang dan Pacitan banyak dikaji untuk tujuan kajian konservasi tanah dan air dalam rangka antisipasi banjir dan kekeringan. Pada wilayah ini sifat-sifat tanah yang menunjang teknologi konservasi banyak dianalisis.

Gambar 2-3 menunjukan waktu pengamatan masing-masing profil tanah. Pengamatan tanah tertua dilakukan pada tahun 1987 atau 33 tahun lalu dan yang relatif baru pada tahun 2001 atau 12 tahun lalu. Plotting dengan cara seperti ini penting terutama untuk pemantauan perubahan sifat tanah dan pengaruhnya terhadap produksi pertanian. Lokasi tersebut dapat dikunjungi lagi dan sifat tanah dapat diukur kembali sehingga perubahan sifat tanah bisa diketahui.

Sebaran profil tanah menurut wilayah administratif kabupaten disajikan pada Gambar 2-4. Kabupaten Pacitan, Karawang, Semarang dan Sumedang mempunyai pengamatan tanah yang lebih banyak dari kabupaten lainnya. Dari keempat kabupaten dengan pengamatan tanah lebih dari 28 profil ini, pengamatan tanah nampak paling banyak di wilayah Kabupaten Sumedang. Survei di daerah ini pada tahun 2001 bertujuan untuk menguji metode pemetaan untuk evaluasi zone agroekologi tanaman, yang menuntut pengamatan profil tanah yang lebih banyak.

2.3.2 Sebaran profil tanah terseleksi menurut kondisi lingkungan

(47)

Barat dan pemetaan detil di DAS Jratunseluna dan DAS Brantas. Laporan-laporan dari kegiatan LREP II di Jawa tidak terpilih karena data profil yang disajikan hanya berupa ringkasan data. Sementara itu, data aslinya tidak bisa diperoleh.

Gambar 2-4 Sebaran profil tanah menurut kabupaten

(48)

Gambar 2-5 Sebaran 301 profil tanah yang mempunyai data tanah lengkap

Sebaran ke-301 profil tanah ini berdasarkan zone agroklimat, ordo tanah, litologi, dan penggunaan lahan disajikan pada Gambar 2-6. Data persen menunjukan persentasi dari total profil. Gambar 2-6a menunjukkan bahwa profil ini terutama diamati pada zone agroklimat C2 (36%) dan B2 (27%). Dengan demikian, profil paling banyak berkembang pada wilayah curah hujan lebih dari 2500 mm per tahun, atau berkembang di wilayah basah. Sementara itu, profil yang berkembang dari wilayah kering, dari zone D dan E hanya sekitar 30 %. Dari aspek iklim, profil tanah sudah tergolong mewakili semua kondisi iklim di Jawa.

Gambar 2-6b menunjukkan sebaran jumlah profil tanah menurut kategori ordo taksonomi tanah. Sebagian besar tanah-tanah yang diamati dikelompokkan menurut Sistem Taksonomi Tanah sebagai ordo Inceptisols (59%). Ordo lainnya adalah Alfisols (15%), Entisol (8%), dan Vertisols (5%). Berdasarkan proporsi ordo tanah ini, tanah-tanah yang digunakan dalam penelitian ini cukup beragam secara genetik.

Dilihat dari batuan induknya, profil tanah ini berkembang terutama dari batuan volkan intermedier (32%) dan aluvial halus (28%) seperti ditunjukan pada Gambar 2-6c. Jenis batuan volkan ini bersusunan andesit yang berbentuk lahar, lava, tufa maupun abu volkan dan bahan piroklastik lainnya. Sementara itu, aluvial halus mencakup sedimen liat yang memang cukup menyebar luas di daerah pantai utara Jawa.

(49)

a. Zone agroklimat b. Ordo tanah

c.Lithologi d.Penggunaan lahan

Gambar 2-6 Distribusi profil tanah berdasarkan zone agroklimat, ordo tanah, litologi, dan penggunaan lahan

(50)

tanah tersebut. Untuk suatu dataset, sebaran profil tanah menurut tipe penggunaan lahan perlu diketahui dan dipahami.

Gambar 2-6d menunjukan bahwa profil tanah diambil pada tipe penggunaan tegalan (39%) dan sawah (31%). Dengan kata lain, 70% profil tanah diambil dari lahan pertanian. Sementara itu jumlah profil dari tipe kebun campuran sekitar 9% dan hutan sekitar 6%. Dengan demikian profil tanah menyebar pada kondisi tipe penggunaan yang relatif homogen, yakni areal pertanian.

2.3.3 Sebaran statistik sifat tanah

Dataset sifat tanah disimpan dalam MSExcell (Gambar 2-7). Kelengkapan data sifat tanah untuk setiap profil berbeda. Beberapa profil mempunyai semua sifat tanah sedangkan yang lainnya hanya satu dua sifat tanah saja. Ini terjadi karena tujuan dari pengamatan tanah yang berbeda seperti telah diuraikan pada bagian sebelumnya.

Selain karena perbedaan tujuan pemetaan tanah, kelengkapan data juga tergantung pada format laporan. Beberapa laporan dari kegiatan LREP II hanya mencantumkan ringkasan sifat tanah, bukan sifat tanah per lapisan. Pada laporan ini, data tanah dibedakan atas lapisan atas dan lapisan bawah. Nilai sifat tanah untuk setiap lapisan berupa kelas atau kisaran nilai. Cara pelaporan seperti ini dimungkinkan karena data profil lengkap berada di basisdata spasial yang dibuat pada saat proyek tersebut. Karena versi cetak dari deskripsi profil ini tidak tersedia dan status basisdata dijital itu tidak diketahui keberadaannya, informasi sifat tanah dari laporan-laporan ini terbatas pada lapisan atas saja.

(51)
(52)

Pada penelitian ini, penetapan nilai sifat tanah pada kelas kedalaman tanah tertentu dilakukan menggunakan fungsi spline berdasarkan data nilai profil tanah warisan. Modul perangkat lunak untuk menghitung sifat tanah dengan fungsi spline ini telah tersedia. Dalam pelaksanaannya, modul akan memplot data sifat tanah aktual yang dibedakan berdasarkan kedalaman horizon genetik. Fungsi spline pada prinsipnya menghubungkan antara kedalaman dan nilai sifat tanah. Fungsi ini digunakan untuk menaksir sifat tanah jika kedalamannya diketahui. Akhirnya, nilai sifat kedalaman untuk kelas kedalaman yang diinginkan ditetapkan. Gambar 2-8 menunjukan plot antara data aktual, fungsi spline, dan data taksiran.

Gambar 2-8 Contoh hasil plot dalam penetapan nilai sifat tanah menggunakan fungsi spline

(53)

Keragaman sifat tanah umumnya tergolong tinggi (CV>35%) kecuali ketebalan horizon A, dan pH yang tergolong sedang (CV antara 15% dan 35%) menurut pengharkatan Wilding dan Dress (1983).

Jumlah profil yang digunakan untuk menetapkan sifat tanah nampak tidak sama (Tabel 2-2), seperti 300 profil untuk kedalaman tanah dan 32 profil untuk Retensi P (RetP) pada kedalaman 0-30 cm. Perbedaan jumlah profil tidak hanya nampak antar sifat tanah tetapi juga nampak antar kelas kedalaman pada sifat tanah yang sama. Hal ini terjadi karena jumlah dan jenis sifat tanah yang dianalisis untuk setiap profil berbeda-beda tergantung pada keperluan dan tujuan survei.

Data pada Tabel 2-2 mengindikasikan bahwa sifat-sifat tanah tertentu lebih disukai untuk dianalisis dibandingkan sifat tanah lainnya. Sebagai contoh, distribusi ukuran partikel tanah, kadar karbon organik tanah dan kadar nitrogen total nampak paling sering dianalisis dibandingkan Retensi P. Ini dapat dipahami karena sifat-sifat tanah tersebut diperlukan dalam pengelolaan tanah-tanah pertanian.

Tabel 2-2 menunjukan bahwa nilai maksimum kedalaman tanah di Jawa adalah 200 cm. Data ini perlu dilihat secara hati-hati karena kedalaman tanah 200 cm adalah yang dipergunakan untuk tujuan klasifikasi tanah menurut sistem taksonomi tanah. Di lapangan, kedalaman lebih dari 200 cm masih dapat dijumpai khususnya di daerah volkan.

Bahan organik tanah pada lapisan 0-30 cm (SOM0-30

Retensi P merupakan sifat tanah yang paling jarang dianalisa. Dari 301 profil yang terpilih, hanya 32 profil yang retensi P nya dianalisis. Meskipun relatif sedikit, data ini cukup memberikan gambaran kondisi retensi P di Jawa. Pada lapisan olah (0-30 cm), retensi P berkisar dari 6 hingga 86%, dengan nilai tengah sekitar 43%. Ini menarik karena secara rata-rata tanah di Jawa meretensi P sekitar 45%. Retensi P yang tertinggi dijumpai pada profil-profil tanah Andisols.

Gambar

Gambar 2-1  Diagram alur penyiapan dataset tanah-lanskap
Table 2-1 Daftar laporan survei terseleksi untuk penelitian
Gambar 2-3 Sebaran profil tanah menurut: (a) administrasi kabupaten, dan (b)
Gambar 2-6  Distribusi profil tanah berdasarkan zone agroklimat, ordo tanah,
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian dari pengelompokan 34 provinsi yang ada di Indonesia berdasarkan indikator pembentuk indeks pembangunan manusia pada tahun 2020 diperoleh 2

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta inayah-Nya, sehingga penulis mampu mneyelesaikan laporan Tugas Akhir dengan judul “Perancangan

Keterbatasan ruang bagi media massa dalam meliput realitas terorisme dapat memicu persoalan yang berkaitan dengan hasil akhir peliputan yang berwujud berita.. Pada titik

HUBUNGAN ANTARA KEKUATAN OTOT LENGAN, KEKUATAN OTOT PUNGGUNG DAN KEKUATAN OTOT TUNGKAI TERHADAP KEMAMPUAN TOLAK PELURU GAYA O’BRIEN PADA SISWA PUTRA.. SMK MUHAMMADIYAH 1,

Namun kebutuhan gaya hidup yang tidak berimbang dengan penghasilan masyarakat cenderung menggampangkan untuk kegiatan (hajatan, pernikahan dll) dikarenakan adanya

Tingginya angka kematian leptospirosis di Kabupaten Bantul menunjukkan bahwa sistem surveilans belum berjalan dengan baik, utamanya pencegahan dan deteksi kasus

Proses perencanaan dalam peningkatan efektifitas pembelajaran Aqidah Akhlak menggunakan multimedia autoplay yaitu untuk langkah awal dari peneltian ini mengantarkan surat ke