• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. PENGEMBANGAN MODEL REGRESI POHON TANAH-LANSKAP

7.1 Pemodelan Tanah-lanskap

7.1.1 Indikator kepuasan model pada pemodelan tanah-lanskap

Penelitian ini telah menerapkan teknik pemodelan tanah-lanskap, dimana pemodelan ini adalah salah satu bidang kajian di pedometrik. Pedometrik adalah cabang ilmu tanah yang menggunakan pendekatan statistika dan matematika untuk menganalisis keragaman spasial dan vertikal sifat tanah. Seperti ditunjukkan dalam penelitian ini, cara pembuatan model di pedometrik sama dengan cara pemodelan di bidang lain, seperti di bidang keteknikan maupun bidang ilmu komputer. Namun demikian, cara evaluasi dan pemaknaan model berbeda dengan bidang-bidang tersebut. Pemodelan tanah-lanskap ini bersifat khas, karena keragaman sifat tanah dan sifat lanskap yang tinggi baik secara horizontal maupun secara vertikal. Karenanya, model-model tanah-lanskap perlu dimaknai secara seksama dengan menggunakan sudut pandang yang sesuai yaitu sudut padang pedometrik.

Di bidang keteknikan dan bidang ilmu komputer, koefisien determinan (R2

Sebaliknya, nilai koefisien determinan yang tinggi (lebih dari 0.7) sulit dijumpai (Beckett & Webster 1971) pada pemodelan spasial di bidang pedometrik karena sifat tanah sebagai peubah respon dan sifat-sifat lanskap sebagai perubah penaksir mempunyai keragaman yang tinggi baik itu secara horizontal maupun maupun secara vertikal. Beckett dan Webster (1971) melaporkan bahwa pemodelan spasial umumnya menghasilkan nilai koefisien determinan 0.5 atau kurang.

) merupakan salah satu faktor yang selalu dijadikan ukuran untuk menilai kepuasan model. Pada bidang ini, peubah penaksir dipilih dari calon-calon penaksir yang berkorelasi tinggi dengan respon. Nilai koefisien korelasi absolut 0.7 atau lebih umumnya digunakan sehingga koefisien determinan 0.5 atau lebih dapat diperoleh. Karena koefisien determinan yang diperoleh sudah tinggi, uji sidik ragam model seringkali tidak dilakukan karena pada koefisien determinan sebesar ini model dipastikan nyata mempengaruhi keragaman nilai respon.

Pada penelitian ini, pemodelan dengan menggunakan kovariat-kovariat yang mewakili satu faktor pembentuk tanah yaitu relief menunjukan nilai koefisien determinan 0.08 hingga 0.41 (Tabel 7-1). Namun, pada pemodelan menggunakan kovariat-kovariat yang mewakili empat faktor pembentuk tanah, nilai koefisien determinan cenderung lebih tinggi yakni berkisar dari 0.28 hingga 0.68 (Tabel 7- 1). Memperhatikan sebaran nilai-nilai koefisien ini, hasil penelitian ini mendukung pernyataan Beckett dan Webster (1971) dimana nilai koefisien determinan dalam pemodelan spasial kurang dari 0.7.

Tabel 7-1. Rekapitulasi nilai koefisien determinan dan kelas daya taksir model

Respon Nilai R Kelas Daya Taksir*

2 MR M1 M2 M3 M4 MR M1 M2 M3 M4 Soildepth 0.08 0.34 0.46 0.48 0.40 1 1 1 1 1 Athick 0.08 0.32 0.35 0.44 0.48 3 3 3 3 3 DepthtoB 0.10 0.33 0.32 0.34 0.31 3 3 3 3 3 Sand0-30 0.12 0.44 0.51 0.58 0.59 0 0 0 0 0 Sand30-50 0.14 0.42 0.46 0.49 0.59 0 0 0 0 0 Sand50-100 0.12 0.47 0.51 0.54 0.54 0 0 0 0 0 Clay0-30 0.10 0.39 0.39 0.50 0.42 1 2 2 2 2 Clay30-50 0.10 0.28 0.46 0.41 0.35 3 3 3 3 3 Clay50-100 0.13 0.45 0.53 0.60 0.46 1 2 2 3 3 SOM0-30 0.17 0.42 0.42 0.35 0.48 1 0 0 1 2 SOM30-50 0.17 0.34 0.33 0.36 0.40 1 0 0 0 1 SOM50-100 0.19 0.28 0.30 0.35 0.35 1 1 1 0 2 SOC0-30 0.17 0.38 0.41 0.44 0.48 1 0 0 1 2 SOC30-50 0.17 0.34 0.33 0.36 0.40 1 0 0 0 1 SOC50-100 0.20 0.28 0.30 0.34 0.35 1 1 1 0 1 Ntot0-30 0.28 0.53 0.52 0.38 0.57 2 2 2 2 2 Ntot30-50 0.24 0.31 0.36 0.29 0.27 1 2 1 1 1 Ntot50-100 0.27 0.35 0.38 0.36 0.42 1 1 1 0 1 pH0-30 0.15 0.42 0.43 0.49 0.44 3 3 3 3 3 pH30-50 0.15 0.45 0.46 0.45 0.47 3 3 3 3 3 pH50-100 0.14 0.47 0.53 0.54 0.45 3 3 3 3 3 BS0-30 0.40 0.57 0.65 0.68 0.62 1 1 0 1 1 BS30-50 0.36 0.57 0.64 0.59 0.63 0 0 0 0 0 BS50-100 0.41 0.56 0.62 0.63 0.64 0 0 0 0 0 CEC0-30 0.10 0.47 0.45 0.43 0.50 1 2 3 3 2 CEC30-50 0.14 0.47 0.47 0.57 0.58 2 3 3 2 2 CEC50-100 0.14 0.49 0.48 0.54 0.58 2 3 3 3 2

Nilai koefisien determinan model nampaknya dipengaruhi oleh teknik pemodelan dan jumlah faktor pembentuk tanah yang digunakan. Model regresi (MR) menggunakan satu faktor pembentuk tanah yaitu faktor relief, sedangkan model regresi pohon (M1, M2, M3, M4) masing-masing menggunakan 4 faktor pembentuk tanah, yaitu: iklim, relief, bahan induk, dan umur. Model regresi pohon mempunyai R2

Memperhatikan hasil yang diperoleh pada penelitian Bab III, pertanyaan dasar yang diajukan terutama adalah apakah model dengan nilai koefisien determinan kecil dapat digunakan untuk penaksiran. Tabel 7-1 menunjukan bahwa beberapa model dengan R

lebih tinggi daripada model regresi (MR), namun daya taksirnya sama atau lebih tinggi dari model regresi. Ini menunjukan antara lain adalah: (i) sifat tanah bisa ditaksir oleh satu atau beberapa faktor pembentuk tanah, (ii) penambahan unsur faktor pembentuk tanah sebagai penaksir cenderung meningkatkan akurasi nilai taksiran, dan (iii) terdapat kombinasi kovariat yang khas untuk memberikan nilai taksiran berakurasi tinggi.

2

kecilpun bisa menunjukan daya taksir yang baik seperti model penaksir ketebalan horison A (Athick). Namun demikian beberapa model dengan R2 besarpun menunjukan daya taksir yang buruk, seperti model penaksir kadar fraksi pasir (Sand). Ini mengindikasikan bahwa nilai R2

Secara teoritis, suatu sifat tanah dapat ditaksir oleh banyak model. Jika model-model itu digunakan untuk menaksir sifat tanah tersebut, maka akan diperoleh suatu set nilai taksiran, yang kemudian dapat ditetapkan nilai tengahnya dan keragamannya. Pada bidang pedometrik, nilai taksiran suatu sifat tanah dapat merupakan nilai tengah (rata-rata atau median) nilai taksiran yang diperoleh dari penggunaan beberapa model, jika model-model itu tersedia.

tidak sensitif untuk digunakan sebagai indikator kepuasan model karena tujuan pembuatan model adalah untuk penaksiran sifat tanah. Dengan kata lain, hasil penelitian pada Bab III itu menyarankan bahwa perlu dicari indikator lain sebagai dasar penentuan kepuasan model.

Dalam kaitannya dengan uji kepuasan model, pencarian model yang secara nyata menjelaskan keragaman nilai taksiran perlu dilakukan terutama model- model dengan koefisien determinan kecil. Pada penelitian ini khususnya pada Bab III, uji sidik ragam dan ujian ketidaktepatan model didemonstrasikan untuk

mengetahui apakah model secara nyata mempengaruhi keragaman nilai taksiran. Seperti dijelaskan sebelumnya pengujian ini tidak umum dalam bidang lain karena nilai koefisiennya sudah tinggi. Hasil uji sidik ragam pada Bab III menunjukkan bahwa model secara nyata mempengaruhi keragaman nilai respon dengan p-value

kurang dari 0.05. Ini kemudian dikonfirmasi oleh uji ketidaktepatan model dimana model secara tidak nyata tidak tepat. Jadi, khusus pemodelan tanah-lanskap dimana nilai koefisien determinan umumnya kurang dari 0.5, pemilihan kepuasan model hendaknya ditetapkan berdasarkan: (i) nilai koefisien determinan, (ii) hasil uji sidik ragam model, dan (iii) hasil uji ketidaktepatan model.

7.1.2. Daya taksir versus daya transfer model

Dalam penelitian ini dilakukan validasi model menggunakan data penguji yang diambil dari dua lokasi yang berbeda. Data penguji diambil dari dalam wilayah tempat pengembangan model atau reference area untuk pengujian daya taksir model. Sedangkan, data penguji diambil di luar reference area yaitu DAS Sampean Hulu dan DAS Cisadane Huluuntuk pengujian daya transfer model.

Tabel 7-2 menunjukan hasil rekapitulasi daya taksir dan daya transfer model dari bab-bab sebelumnya. Model ini nampak mengikuti suatu pola berikut: (i) model Soildepth, Athick, dan Clay menunjukan daya taksir baik dan daya transfer baik. Ini menandakan bahwa model-model ini bersifat umum, sehingga bisa digunakan untuk menaksir sifat tanah di daerah lain; (ii) model CEC, dan Sand

(tipe MR) merupakan model dengan daya taksir baik namun daya transfernya buruk. Ini menandakan bahwa model-model ini bersifat lokal sehingga tidak bisa digunakan untuk menaksir sifat tanah di daerah lain; (iii) model BS dan Sand (tipe M1, M2,M3, dan M4) menunjukan daya taksir buruk dan daya transfer buruk. Ini menandakan bahwa model perlu diperbaiki antara lain dengan menambahkan kovariat lain untuk menaksir sifat tanah tersebut dan (iv) model SOC dan Ntot

menunjukan pola yang tidak beraturan. Ini juga menandakan bahwa model perlu diperbaiki antara lain dengan menambahkan kovariat lain.

Kejenuhan basa (BS) merupakan sifat tanah turunan, sebagai fungsi dari jumlah basa-basa dan kapasitas tukar kation tanah. Kejenuhan basa menunjukan persentasi jumlah basa-basa terhadap KTK tanah. Hal ini menyebabkan daya taksir dan daya transfernya buruk karena keragaman yang tinggi dari jumlah basa-

basa dan KTK Tanah. Penelitian ke depan hendaknya diarahkan untuk menaksir kadar kation basa-basa (yaitu Ca, Mg, Na, K dapat dipertukarkan) dan kapasitas tukar kation tanah. Selanjutnya, nilai kejenuhan basa dihitung dari hasil taksiran model-model tersebut. Cara ini diharapkan dapat menghasilkan daya taksir model yang lebih baik.

Model-model untuk menaksir karbon organik tanah (SOC) dan total nitrogen (Ntot) nampak tidak menunjukkan suatu pola. Kedua sifat tanah ini tergantung pada dinamika bahan organik. Kovariat yang berkaitan dengan tutupan lahan dan penggunaan lahan perlu ditambahkan untuk memperbaiki model-model ini, sehingga daya taksir model bisa ditingkatkan.

Tabel 7-2 Rekapitulasi daya taksir dan daya transfer model

Respon Model tipe MR Model tipe M1 Model tipe M2 Model tipe M3 Model tipe M4 RA SH CH RA SH CH RA SH CH RA SH CH RA SH CH Clay0-30 1 2 3 2 1 2 2 1 2 3 3 3 2 3 3 Clay30-50 3 3 3 3 1 2 3 1 0 3 1 3 3 2 3 Clay50-100 1 2 2 2 3 3 2 1 0 3 1 1 3 1 1 Sand0-30 3 1 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 Sand30-50 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Sand50-100 3 0 0 0 1 0 0 1 0 0 3 0 0 3 0 BS0-30 1 0 3 1 0 1 0 3 0 1 0 0 1 0 0 BS30-50 0 0 3 0 0 1 0 2 0 0 0 0 0 0 0 BS50-100 0 0 3 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 CEC0-30 1 0 0 2 0 0 3 0 0 1 0 0 2 0 2 CEC30-50 2 0 0 3 0 0 3 0 0 3 0 0 3 0 0 CEC50-100 2 0 0 3 0 0 3 0 0 3 0 0 2 0 0 pH0-30 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 2 pH30-50 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 pH50-100 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 3 SOC0-30 1 0 1 0 3 3 0 2 3 1 2 0 2 2 0 SOC30-50 1 0 0 0 3 0 0 3 0 0 0 0 1 3 0 SOC50-100 1 0 0 1 3 0 1 3 0 0 1 3 1 2 0 Ntot0-30 2 0 0 2 0 0 2 0 0 2 0 0 2 1 0 Ntot30-50 1 0 0 2 3 1 1 1 0 1 0 0 1 0 2 Ntot50-100 1 0 0 1 1 0 1 3 0 0 0 0 1 0 0 Soildepth 1 0 3 1 1 1 1 3 3 1 3 2 1 3 2 Athick 3 3 3 3 3 3 3 1 2 3 1 3 3 1 3

RA=reference area untuk daya taksir model

SH=DAS Sampean Hulu dan CH=DAS Cisadane Hulu untuk daya transfer model Daya taksir atau daya transfer: 0=buruk, 1=rendah, 2=sedang, 3=baik.

7.1.3 Model-model terbaik dan daya transfernya

Pembuatan model tanah-lanskap pada dasarnya mencari model-model yang berguna untuk menaksir sifat tanah. Ini artinya model-model itu bisa menghasilkan nilai taksiran yang dapat diterima berdasarkan kriteria tertentu dan logis secara pedologis. Pada penelitian ini, kriteria penilaian daya taksir dan daya transfer model diusulkan atas dasar pola data dan hasil penelitian sebelumnya. Contohnya, model berdaya taksir baik bila nilai taksiran kurang dari 40% di atas atau di bawah nilai sebenarnya. Pemilihan nilai 40% didasarkan atas hasil beberapa penelitian bahwa pemetaan konvensional mempunyai akurasi 60%. Bagaimanapun, pemetaan tanah dijital diharapkan mampu menunjukan nilai akurasi yang lebih tinggi.

Penelitian pada Bab III dan Bab IV telah melakukan pengujian daya taksir model. Tabel 7-3 menunjukan nilai galat rataan yang diringkaskan dari Tabel 3-6 dan Tabel 4-9. Model-model itu termasuk model dengan kelas daya taksir tinggi. Meskipun satu kelas, namun galat taksiran setiap model tidak sama. Nilai galat ini dapat digunakan untuk menentukan model yang paling baik. Jadi model terbaik adalah model dengan daya taksir tinggi (ditentukan oleh MPOR) dan menunjukan galat yang paling kecil (ditentukan oleh MAE).

Tabel 7-3 menunjukan bahwa model yang daya taksirnya tinggi adalah model untuk menaksir ketebalan horizon A (Athick), kedalaman ke horizon B (DepthtoB), fraksi klei, pH, dan kapasitas tukar kation (CEC). Model-model ini mampu menaksir sifat tanah tersebut kurang dari 15% di atas atau di bawah nilai sebenarnya pada saat validasi silang. Meskipun sama-sama tergolong berdaya taksir tinggi, galat taksiran kelima tipe model berbeda dan darinya bisa dipilih model terbaik yaitu model dengan daya taksir tinggi dan bergalat paling kecil.

Diketahui model terbaik, pertanyaan selanjutnya adalah apakah model tersebut berdaya transfer baik, yang artinya model dapat ditransfer ke tempat lain. Tabel 7-3 menunjukan bahwa sebagian besar model terbaik menunjukan daya transfer yang baik dan bahkan umumnya tergolong tinggi juga. Ini menunjukkan bahwa model-model ini bersifat umum. Namun demikian, model terbaik penaksir kapasitas tukar kation, menunjukan daya taksir yang buruk di kedua DAS. Ini menunjukan bahwa model penaksir KTK ini bersifat lokal dan hanya berlaku di

dalam wilayah pengembangan model. Pengujian daya transfer model berdaya taksir tinggi perlu terus dilakukan untuk mengetahui galat yang stabil. Selanjutnya, galat ini dapat digunakan sebagai faktor koreksi dari nilai taksiran sehingga nilai taksiran lebih mendekati nilai sebenarnya.

Tabel 7-3 Rekapitulasi nilai galat mutlak rataan dan kelas daya transfer dari model regresi matematika dan model regresi pohon berdaya taksir yang tinggi

Respon Satuan Nilai Galat Kelas daya transfer MR M1 M2 M3 M4 CH* SH* Athick cm 3.5 4.0 3.7 4.2 4.6 3 3 DepthtoB cm 7.6 8.5 8.0 8.7 8.3 na na Clay0-30 % 15.3 14.6 16.7 2 3 Clay30-50 % 16.4 15.5 15.3 17.0 15.6 na 3 Clay50-100 % 16.0 16.9 15.5 16.2 1 3 pH0-30 0.81 0.72 0.71 0.74 0.57 3 3 pH30-50 0.85 0.79 0.90 0.83 0.85 3 3 pH50-100 0.87 0.82 0.84 0.89 0.85 2 3 CEC0-30 cmol/kg 12.3 12.5 0 0 CEC30-50 cmol/kg 11.6 11.9 11.7 13.2 0 0 CEC50-100 cmol/kg 11.9 11.6 0 0

Keterangan (Lihat daftar singkatan untuk penjelasan kovariat penaksir)

MR: S= ƒ (R) + e M1: S= ƒ (AZ, EB, PM, SP, LA) + e M2: S= ƒ (AZ, EB, PM, LP, LA) + e M3: S= ƒ (AZ, Elev, PM, SG, LA) + e M4: S= ƒ (AZ, Elev, PM, MRVBF, LA) + e

*) daya transfer model terbaik di DAS Cisadane Hulu (CH) dan DAS Sampean Hulu (SH): na=tidak dianalisis, 0=daya transport buruk, 1 daya transfer rendah, 2=daya transfer sedang, dan 3= daya transfer tinggi

7.1.4 Arti penting pedologis dari model-model berdaya taksir tinggi

Uraian sebelumnya menjelaskan bahwa selain model harus memadai menurut indikator statistika, model juga seharusnya dapat dijelaskan berdasarkan sudut pandang faktor dan proses pembentukan tanah. Pengetahuan pedogenesis dapat digunakan untuk mengevaluasi logis tidaknya hasil taksiran. Penggunaan pemahaman genesis untuk memaknai hubungan antara keragaman nilai taksiran dan peubah penaksirnya masih jarang dilakukan di beberapa artikel pemodelan tanah-lanskap. Ini mungkin disebabkan oleh kurangnya data untuk mendukung asumsi dan pendapat yang diajukan karena begitu kompleksnya hubungan, yaitu: (i) antara sifat tanah dengan suatu sifat lingkungan, (ii) antara sifat tanah dengan

kombinasi sifat-sifat lingkungan, dan (iii) antara sifat lingkungan dengan sifat lingkungan lainnya.

Aspek lain dari penelitian pemodelan adalah proses pembelajaran dan

reasoning mengenai pemahaman hubungan antara sifat tanah dan lingkungan. Hubungan antara faktor penaksir dan sifat tanah dicoba diuraikan dalam kerangka umum: kondisi lingkungan menentukan proses pedogenesis, dan proses pedogenesis menentukan sifat tanah.

Ketebalan horizon A

Ketebalan horizon A dikendalikan oleh laju penipisan solum oleh erosi dan laju pembentukan horizon A. Tabel 7-3 menunjukkan bahwa model regresi matematika menunjukan galat paling kecil yakni 3.5 cm. Pada model ini nilai ketebalan horizon A ditaksir oleh kovariat dengan urutan kepentingan menurun: kemiringan catchment (CS) > lebar aliran (FW) > posisi lereng (MRVBF) > ketinggian tempat (Elev) (Tabel 3-4 dan Tabel 3-5). Kemiringan catchment (CS) merupakan pengontrol utama dari keragaman nilai ketebalan horizon A, dimana keduanya berhubungan negatif. Semakin curam catchment semakin tipis ketebalan horizon A. CS berhubungan positif dengan laju runoff di permukaan lahan dimana semakin besar CS maka semakin cepat laju runoff untuk CS antara 0 hingga 0.4 radian atau 0 hingga 23 derajat (Tabel 3-3). Runoff ini menyebabkan erosi tanah dimana besaran erosi tanah tergantung volume runoff. Jadi, semakin miring CS, semakin cepat laju runoff semakin tipis ketebalan horizon A.

Pengontrol keragaman nilai ketebalan horizon A berikutnya adalah lebar aliran (FW). FW mengindikasikan kekuatan runoff. Jika aliran lebar maka daya gerus runoff lebih kecil dibandingkan dengan aliran yang sempit. Untuk lebar aliran antara 90 m hingga 127 m (Tabel 3-3), semakin kecil FW maka erosi akan semakin kuat dan horizon A akan semakin tipis.

Pengontrol ketiga adalah posisi site di lereng yang direpresentasikan dengan indeks kerataan lembah (MRVBF). Posisi lereng ini mengindikasikan kekuatan volume air memuat sedimen (sediment loading). Nilai indeks yang besar menunjukkan daerah deposisi dimana sedimen yang dimuat aliran air diendapkan. Sedimen-sedimen ini membawa bahan yang kaya bahan organik sehingga jika bercampur dengan horizon A yang ada akan menambah ketebalan horizon A.

Birkland (1984) menyebut proses ini sebagai pembentukan profil tanah kumulatif (cumulative profile). Jadi, semakin besar nilai indeks, semakin tebal horizon A untuk indeks antara 0 hingga 8.9.

Elevasi merupakan pengontrol minor keragaman nilai ketebalan horizon A. Elevasi menentukan iklim mikro yang mengendalikan jenis dan aktivitas mikroorganise pengurai bahan organik. Pada elevasi yang tinggi sekitar 900 m di atas permukaan laut, aktivitas mikroorganisme lebih rendah dibandingkan pada elevasi rendah, sehingga bahan organik terakumulasi di permukaan tanah dan bercampur dengan fraksi mineral tanah mempertebal horizon A. Jadi, semakin tinggi elevasi semakin tebal horizon A, pada elevasi antara 0 hingga 1443 m di atas permukaan laut.

Kadar fraksi klei

Tabel 7-3 menunjukan bahwa model yang berdaya taksir tinggi dengan galat paling rendah adalah model untuk menaksir persentase fraksi klei untuk ketiga kelas kedalaman. Model M2 (Lampiran 2-21) merupakan model terbaik untuk menaksir kadar klei pada kedalaman 0-30 cm, dan Model M2 (Lampiran 2-22) untuk menaksir kadar klei pada kedalaman 30-50 cm. Kovariat penaksir untuk kedalaman 0-30 cm dan 30-50 cm nampak sama, yaitu: bahan induk (PM),

eroregion belt (EB), umur lahan (LA), posisi lanskap (LP), dan zone agroklimat (AZ). Berdasarkan tingkat kepentingannya, kovariat ini disusun sebagai PM>EB>LA>LP>AZ. Sementara itu, untuk kedalaman 50-100 cm, model penaksir sifat tanah merupakan Model M3 (Lampiran 3-24) dengan penaksir yang disusun menurut tingkat kepentingannya adalah PM>LA>Elev>SG>AZ.

Ketiga model itu menunjukkan bahwa bahan induk merupakan faktor pengontrol utama bagi kadar fraksi klei di semua kedalaman. Ini dapat diterima karena bahan induk merupakan bahan dasar tanah. Pelapukan bahan ini secara fisik akan mengurangi ukuran partikel dari ukuran batuan menjadi ukuran lebih kecil hingga ukuran klei. Bersama waktu, pelapukan yang terus terjadi akan merubah diameter partikel tanah menjadi ukuran liat hingga ukuran koloid.

Pada lapisan 0-50 cm, faktor pengontrol berikutnya adalah ecoregion belt. Pada bahan induk yang sama, kondisi iklim mikro yang mengendalikan aktivitas mikroorganisme akan mempengaruhi intensitas pelapukan, yang pada akhirnya

membedakan kadar fraksi klei yang dihasilkan. Umur lahan menentukan keragaman kadar liat pada bahan induk dan zone agroklimat yang sama. Lahan- lahan yang berumur tua akan menghasilkan lebih banyak klei karena proses pelapukan telah lama terjadi dibandingkan dengan umur lahan yang relatif muda.

Untuk bahan induk, ecoregion belt, dan umur lahan yang sama, keragaman kadar fraksi klei dikendalikan oleh posisi lereng. Ini berhubungan dengan kondisi hidrologi dan energi potensial gravitasi yang menyebabkan koluvialisasi dan erosi dimana kadar fraksi klei lebih banyak dijumpai pada posisi lereng bawah dibandingkan dengan di posisi lereng atas. Pemodifikasi terakhir adalah curah hujan, dimana curah hujan menentukan jumlah energi yang diperlukan untuk erosi, deposisi, maupun penimbunan klei (lessivage).

Pada kedalaman 50-100 cm, bahan induk menjadi pengontrol utama kadar fraksi klei. Namun, berbeda dengan lapisan atas dimana kondisi iklim mikro sebagai pemodifikasi berikutnya, pada kedalaman ini umur batuan menjadi pemodifikasi berikutnya. Pada umur lahan dan batuan yang sama, keragaman kadar fraksi klei ditentukan oleh iklim mikro (yang dicerminkan oleh elevasi). Selanjutnya posisi lereng (yang diwakili oleh kemiringan lereng) menentukan keragaman kadar fraksi klei. Kondisi curah hujan merupakan pemodifikasi terakhir keragaman kadar fraksi klei pada kedalaman ini.

Kadar fraksi klei dalam kedalaman 50-100 cm ini bisa dibedakan atas partikel klei ex-situ dan in-situ. Partikel klei ex-situ terbawa dari lapisan atas oleh air perkolasi dalam proses lessivage. Jika daya angkut air berkurang maka partikel ini akan diendapkan di lapisan bawah. Jumlah partikel dan kedalaman pengendapan tergantung porositas bahan induk. Sementara itu, partikel klei in-situ

adalah partikel klei yang ada karena proses pelapukan bahan induk. Proses ini terjadi di lapisan atas maupun lapisan bawah

Model penaksir kadar fraksi klei lapisan atas dan lapisan bawah dibedakan oleh bentuk representasi posisi lereng dan iklim mikro. Kemiringan lereng (SG) dan elevasi (Elev) merupakan kovariat primer. Mereka lebih baik dalam menjelaskan keragaman pada lapisan bawah daripada posisi lanskap (LP) dan

ecoregion belt (EB) yang merupakan kovariat sekunder. Kemiringan lereng (SG) dan posisi lanskap (LP) sama-sama mewakili kovariat untuk menjelaskan faktor

relief, sementara ecoregion belt (EB) dan Elevasi (Elev) menjelaskan iklim mikro. Ini mengindikasikan bahwa pemilihan kovariat yang tepat merepresentasikan faktor pembentuk tanah adalah sangat penting dalam pemodelan tanah-lanskap.

pH tanah

Tabel 7-3 menunjukan bahwa model terbaik untuk menduga sifat pH tanah berbeda antara lapisan atas dan lapisan bawah. Pada lapisan 0-30 cm, nilai pH tanah dapat ditaksir dengan baik oleh Model M4 (Lampiran 4-7), sementara nilai pH tanah pada kedalaman 30-100 cm dapat ditaksir dengan baik oleh Model M1 (Lampiran 1-9 untuk kedalaman 30-50 cm, dan Lampiran 1-10 untuk kedalaman 50-100 cm).

Pada lapisan atas, keragaman nilai pH tanah dikontrol terutama oleh kovariat dengan jenis dan urutan dari yang terpenting adalah posisi lereng (MRRTF) > umur lahan (LA) > bahan induk (PM) > ketinggian tempat (Elev) (Tabel 4-8). Sedangkan pada lapisan bawah, keragaman nilai pH tanah ditentukan oleh bahan induk (PM) > zone agroklimat (AZ) > ecoregion belt (EB) > umur lahan (LA) > posisi lereng (SP). Ini menunjukkan bahwa posisi lereng menentukan nilai pH tanah pada tanah lapisan atas dan tipe bahan induk menentukan nilai pH tanah pada lapisan bawah.

pH tanah menunjukkan konsentrasi ion H dalam larutan tanah dimana pH rendah menunjukan ion H yang lebih banyak dari pada ion OH, dan pH tinggi menunjukan ion H yang sedikit dalam larutan. Jumlah basa-basa yang banyak mempengaruhi kadar pH tanah. Pada lapisan atas, nilai pH di lereng bagian bawah cenderung lebih tinggi daripada pH pada lereng bagian atas. Ini karena banyaknya basa-basa di lereng bagian bawah yang dikirim dari lereng bagian atas oleh proses erosi dan pencucian (leaching). Sementara itu, basa-basa pada lereng atas berkurang karena tercuci yang menyebabkan konsentrasi ion H tinggi dan pH menjadi rendah.

Kejadian nampaknya berbeda pada lapisan bawah, dimana tipe bahan induk lebih kuat mempengaruhi keragaman nilai pH dibandingkan posisi lereng. Pada kedalaman ini, posisi lereng berpengaruh kurang kuat dibandingkan curah hujan, iklim mikro dan umur lahan. Pada lapisan bawah, jumlah ion H dan basa-basa

ditentukan oleh tipe batuan induk, dimana batuan induk basa menurunkan pH yang lebih tinggi dibandingkan batuan induk masam.

Kapasitas tukar kation

Tabel 7-3 menunjukkan bahwa Model M1 merupakan model terbaik untuk menaksir KTK tanah pada kedalaman 0-30 cm (Lampiran 1-20) dan pada kedalaman 30-50 cm (Lampiran 1-21). Sementara itu, Model M2 merupakan model terbaik untuk menaksir KTK tanah pada kedalaman 50-100 cm (Lampiran 2-9).

Berdasarkan Tabel 4-5 dan Tabel 4-6, kovariat penaksir KTK tanah pada kedalaman 0-30 cm dan 30-50 cm mempunyai urutan kepentingan yang sama dimana pada lapisan 0-30 cm urutan kovariat adalah bahan induk (PM) > umur lahan (LA) > zone agroklimat (AZ) > ecoregion belt (EB) > posisi lereng (SP) sedangkan pada 50-100 cm urutan kovariat adalah bahan induk (PM) > umur lahan (LA) > zone agroklimat (AZ) > ecoregion belt (EB) > posisi lanskap (LP). Ini menunjukkan bahwa keragaman spasial KTK tanah pada kedua kedalaman ini ditentukan terutama oleh tipe bahan induk, umur lahan, dan iklim. Posisi lereng berpengaruh minor pada keragaman nilai KTK ini.

KTK tanah menunjukan jumlah kation yang dijerap dalam kompleks jerapan. Nilai KTK tanah berasosiasi dengan tipe mineral klei. Contohnya, kaolinit menunjukan nilai KTK lebih rendah daripada smektit. Sementara itu, tipe mineral liat yang dihasilkan selama proses pelapukan dikendalikan oleh tipe

Dokumen terkait