• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Sorgum

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Kebun Percobaan University Farm IPB di Cikabayan Bogor pada bulan November hingga Desember 2009.

Metode Penelitian

Bahan tanaman yang digunakan dalam percobaan ini merupakan hasil seleksi Sungkono (2007) (belum dipublikasikan) di tanah masam Lampung, yaitu dua genotipe sorgum toleran tanah masam (Numbu dan ZH 30-29-07) serta dua genotipe peka (B-69 dan B-75). Bahan-bahan lainnya adalah larutan AlCl3, larutan hara dengan komposisi: 0.24 mM NH4NO3; 0.03 mM (NH4)2SO4; 0.097 mM K2HPO4; 0.088 mM K2SO4; 0.38 mM KNO3; 1.27 mM Ca(NO3)2.4H2O;

81

0.27 mM Mg(NO3)2.4H2O; 0.14 mM NaCl; 6.6 μM H3BO3; 5.1 μM MnSO4.4H2O; 0.61 μM ZnSO4.7H2O; 0.16 μM CuSO4.5H2O; 0.1 μM Na2Mo7O9.7H2O; 45 μM FeSO4.7H2O-EDTA (Ohki 1987), aquades, NaOH 1 M serta HCl 1 M, busa lunak dan stryofoam. Pot pertumbuhan berdiameter 15 cm, serta alat pendukung lainnya.

Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah media tumbuh, terdiri dari : bercekaman Al (148 μM AlCl3) - tanpa P ( L1), bercekaman Al - P kurang (0.0485 mM K2HPO4) (L2), bercekaman Al - P cukup (0.097 mM K2HPO4) (L3), tanpa cekaman Al - tanpa P (L4), tanpa cekaman Al - P kurang (L5), dan tanpa cekaman Al - P cukup (L6). Faktor kedua adalah genotipe sorgum yaitu Numbu (T1), ZH-30-29-07 (T2), B-69 (P1) dan B-75 (P2) . Data kuantitatif yang diperoleh di analisis menggunakan sidik ragam. Untuk membedakan nilai tengah antar perlakuan, dilakukan uji lanjut menggunakan kontras orthogonal dan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5% dan 1%.

Kecambah normal berumur satu minggu dengan panjang akar yang seragam diambil sebanyak lima tanaman untuk masing-masing perlakuan. Sebelum dipindahkan ke dalam kultur hara, terlebih dahulu kecambah dipotong endosperm nya. Pemotongan endosperm dimaksudkan agar dapat dipastikan bahwa kecambah sorgum hanya menggunakan hara yang diserap dari larutan hara. Selanjutnya kecambah dipindahkan ke dalam pot pertumbuhan yang masing- masing berisi dua liter larutan hara (dengan kandungan hara P sesuai perlakuan). Batang kecambah dibalut dengan gabus busa lunak kemudian dimasukkan ke lubang stryofoam yang telah disiapkan dan diapungkan dalam larutan hara. Perlakuan cekaman Al ditambahkan pada larutan hara setelah proses pengapungan dalam larutan hara berlangsung dua hari. pH larutan diatur pada 4.0±0.1 dengan penambahan NaOH 1M atau HCl 1 M. Larutan hara diberi aerasi supaya Al dan hara tidak mengendap. Air yang hilang akibat transpirasi diganti dengan menambahkan aquades setiap hari dengan pH tetap dipertahankan sekitar 4.0. Kecambah dalam larutan hara ditumbuhkan selama 14 hari. Percobaan dibuat dua seri, yaitu untuk di panen pada hari ke-7 dan panen hari ke 14.

82

Parameter Pengamatan

Parameter yang diamati adalah panjang tajuk, panjang akar, bobot kering akar, bobot kering tajuk, dan kadar P total jaringan tanaman. Laju Serapan Spesifik (LSS=SAR= Specific Absorption Rate) dihitung dengan menggunakan persamaan Barrow (1976), sebagai berikut:

P2 – P1 lnR2 - lnR1

LSS = --- x --- (mg/g/hari) R2 – R1 t2 – t1

Keterangan:

LSS adalah Laju Serapan Spesifik P adalah kadar P total jaringan R adalah bobot kering akar T adalah waktu pengamatan

1 dan 2 adalah waktu panen (hari ke-7 dan ke-14)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian laju serapan spesifik P sorgum fase bibit dalam kondisi bercekaman Al dan defisiensi P dilaksanakan dengan metode kultur hara di rumah kaca. Pengamatan terhadap kondisi umum tanaman menunjukkan bahwa kecambah sorgum toleran dan peka yang ditanam pada larutan hara tanpa Al dalam kondisi P kurang tidak menunjukkan gejala defisiensi hara sampai akhir percobaan, tetapi pada kondisi bercekaman Al genotipe peka mulai menunjukkan gejala keracunan pada lima hari penanaman di larutan hara, berupa gejala kerdil dan menguningnya daun (Gambar 4.1).

Perlakuan tunggal baik komposisi larutan hara maupun genotipe berpengaruh nyata terhadap semua peubah yang diamati, tetapi interaksi keduanya hanya berpengaruh nyata terhadap panjang tajuk, bobot kering tajuk, bobot kering total dan nisbah tajuk akar (Tabel 4.1). Kadar P jaringan, efisiensi penggunnaan P dan laju serapan spesifik P dipengaruhi secara nyata oleh komposisi larutan hara dan genotipe tetapi tidak oleh interaksinya. Ini berarti semua genotipe menunjukkan respon sama terhadap perbedaan komposisi larutan hara.

83

(A) (B)

Gambar 4.1. Kondisi sorgum peka (A) dan toleran (B) pada umur lima hari setelah ditumbuhkan di larutan hara dengan cekaman Al dan P kurang

Tabel 4.1. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh genotipe, dan komposisi larutan hara serta interaksi antara genotipe dan komposisi larutan hara terhadap pertumbuhan sorgum pada fase bibit

Parameter KT Komposisi larutan hara

KT Genotipe KT Interaksi

Panjang tajuk 1831.40** 1113.63** 78.86**

Panjang akar 790.62** 194.24** 19.98

Bobot kering tajuk 0.24** 0.09** 0.01**

Bobot kering akar 0.04** 0.04** 0.01

Bobot kering total 0.43** 0.26** 0.01**

Nisbah tajuk akar 3.22** 4.23** 0.43**

Kadar P jaringan 1652.00** 38359.00** 4948.12

Rasio Efisiensi P 9002.48** 42385.66** 1791.30

Efisiensi Penggunaan P 3.19** 13.15** 0.20

Laju Serapan Spesifik 532217** 21723.00** 15765.0

KT = Kuadrat Tengah * = berpengaruh nyata pada taraf 5%, ** = berpengaruh nyata pada taraf 1%, , HST = Hari Setelah Tanam di Pot

Kemampuan Menghasilkan Bahan Kering

Pada kondisi tercekam Al, penambahan P hanya mampu meningkatkan bobot kering total pada tanaman toleran sampai 428 mg saja, sedangkan pada kondisi tanpa cekaman Al penambahan P dapat meningkatkan bobot kering total

84

sampai dua kali lipat (850.67 mg). Pada genotipe peka penambahan P mampu meningkatkan bobot kering hingga lima kali lipat dalam kondisi tanpa cekaman Al walaupun nilai bobot keringnya lebih rendah dibandingkan genotipe toleran (Tabel 4.2). Hal ini menunjukkan bahwa genotipe peka sangat respon terhadap penambahan P dalam kondisi tanpa cekaman Al. Cekaman Al sangat mempengaruhi ketersediaan P. Keberadaan Al tidak hanya menghambat ketersediaan P, tetapi juga menghambat transpor dan penggunaan P (Rao et al. 1999). Ion Al bermuatan positif dapat berasosiasi dengan gugus fosfor dari ATP atau fosfolipid dan mengakibatkan penyerapan hara yang dikatalis pompa proton menurun (Matsumoto et al. 1992). Al secara langsung berinteraksi dan memiliki kapasitas fiksasi yang tinggi terhadap unsur P membentuk kompleks Al- P yang tidak larut sehingga tidak tersedia bagi tanaman (Foy, 1996).

Tabel 4.2. Respon genotipe sorgum pada berbagai cekaman Al dan defisiensi P terhadap bobot kering total di larutan hara

Perlakuan Rata-rata nilai Bobot kering total (mg)

Numbu ZH-30-29-07 B-69 B-75

Bercekaman Al-P kurang 391.00(8.64) 165.00(20.29) 68.67(21.97) 80.00(27.93)

Bercekaman Al-P cukup 428.00 207.00 88.00 111.00

Tanpa cekaman Al-P kurang 701.00(17.59) 438.67(34.30) 409.67(28.46) 405.0025.04)

Tanpa cekaman Al-P cukup 850.67 667.66 572.67 540.33

Keterangan: Angka dalam kurung adalah % penurunan dibandingkan kondisi P cukup pada masing-masing kondisi cekaman Al

Pada kondisi bercekaman Al, bobot kering yang dihasilkan oleh keempat genotipe lebih rendah dibandingkan pada kondisi larutan hara tanpa cekaman Al (Tabel 4.2). Genotipe ZH-30-29-07 mengalami penurunan bobot kering cukup besar saat ditumbuhkan pada kondisi larutan bercekaman Al. Pada keadaan tercekam Al P cukup, ZH-30-29-07 hanya mampu menghasilkan bahan kering sebesar 207.00 mg dan turun lagi menjadi 165.00 mg pada kondisi P kurang Hal ini menunjukkan bahwa sekalipun genotipe ZH-30-29-07 tergolong toleran tanah masam, tetapi tidak efisien dalam menghasilkan bahan kering pada keadaan tercekam Al. Penurunan bobot kering genotipe ZH-30-29-07 pada kondisi P kurang tanpa cekaman Al sebesar 34.30% lebih besar dibandingkan penurunan pada Numbu (17.59), dan genotipe peka B-69 (28.46%) serta B-75 (25.04%) (Tabel 4.3).

85

Hal ini menunjukkan tingkat toleransi genotipe ZH-30-29-07 yang lebih rendah apabila dibandingkan Numbu yang sama-sama digolongkan toleran pada pengujian di lapangan.

Kondisi cekaman Al mampu menghambat pembentukan biomassa sorgum di larutan hara baik pada kondisi P kurang maupun cukup (Tabel 4.3), sedangkan peningkatan P dari kurang menjadi cukup pada kondisi bercekaman Al tidak mampu meningkatkan biomassa sorgum (Tabel 4.4) Hal ini menunjukkan bahwa pembentukan bahan kering pada sorgum sangat dipengaruhi oleh tingkat cekaman toksisitas Al daripada peningkatan konsentrasi P larutan. Besarnya pengaruh cekaman Al dalam pembentukan bahan kering diduga disebabkan karena Al menghambat penyerapan dan penggunaan hara-hara lain yang peranannya lebih besar dari P dalam pembentukan bahan kering seperti nitrogen (N). Jagau (2000) juga melaporkan bahwa padi CT6510-24-1-3 tidak mampu mempertahankan produksi bahan kering pada keadaan tercekam Al walaupun mendapat cukup N.

Rata-rata bobot kering Numbu lebih tinggi dibandingkan genotipe ZH-30- 29-07, B-69 dan B-75 pada kondisi bercekaman Al dan P kurang (Tabel 4.2). Hal ini menunjukkan bahwa Numbu sangat konsisten tingkat toleransinya terhadap toksisitas Al dan defisiensi P baik di tanah masam pada pengujian di lapangan, pengujian di rumah kaca menggunakan rhizotron, maupun dalam pengujian di larutan hara

Tabel 4.3. Respon genotipe sorgum pada kondisi cekaman Al berbeda terhadap bobot kering total di larutan hara

Keterangan: **= berbeda nyata pada taraf 1 % uji kontras orthogonal

Penambahan hara P menjadi cukup pada larutan hara bercekaman Al tidak diikuti oleh peningkatan bobot kering total tanaman, sedangkan pada larutan tanpa cekaman Al sorgum masih mampu meningkatkan bobot kering totalnya (Tabel 4.4). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa semua genotipe mengalami

Perbandingan Selisih nilai tengah bobot kering total (mg) Genotipe

Numbu ZH-30-29-07 B-69 B-75

Bercekaman Al – P kurang vs

tanpa cekaman Al - P kurang 310.00** 273.67** 341.00** 325.00**

Bercekaman Al – P cukup vs

86

penurunan kemampuan menghasilkan bahan kering saat ditumbuhkan pada kondisi P kurang tanpa cekaman Al dibandingkan saat diberi P cukup dengan selisih nilai tengah berkisar antara 135.33 mg hingga 228.99 mg (Tabel 4.4). Hal ini menunjukkan tingkat ketersediaan P yang cukup tinggi pada kondisi tanpa cekaman Al dan dapat dimanfaatkan oleh semua genotipe.

Tabel 4.4. Respon pembentukan bobot kering total genotipe sorgum terhadap pemberian pupuk P pada dua kondisi cekaman Al

Perbandingan Selisih nilai tengah bobot kering total (mg)

Numbu ZH-30-29-07 B-69 B-75

Bercekaman Al-P kurang vs bercekaman Al – P cukup

37.00tn 42.00tn 19.33tn 31.00tn Tanpa cekaman Al-P kurang

vs tanpa cekaman Al-P cukup

149.67** 228.99** 163.00** 135.33**

Keterangan: tn = tidak nyata, ** = berbeda nyata pada taraf 1%

Secara tidak langsung P berperan dalam proses pembentukan bahan kering. Menurut Huguenin et al (2003), P berperan sebagai struktur kunci sel tanaman, dan sebagai penyimpan energi untuk metabolisme tanaman dalam menghasilkan bahan kering.

Nisbah Tajuk Akar

Hasil penelitian ini menunjukkan terjadi penurunan nisbah tajuk akar (NTA) berkisar antara 0.91 % - 27.80 % sebagai respon terhadap penurunan kadar P larutan pada kondisi bercekaman Al ( Tabel 4.5).

Tabel 4.5. Nilai tengah pengaruh konsentrasi Al dan genotipe terhadap nisbah tajuk akar sorgum fase bibit umur 14 HST di larutan hara

Perlakuan Rata-rata nisbah tajuk akar

Numbu ZH-30-29-07 B-69 B-75

Bercekaman Al-P kurang(L2) 2.17 (0.91) 3.13(11.58) 3.12(5.74) 3.13(27.80)

Bercekaman Al-P cukup (L3) 2.19 3.54 3.31 4.00

Tanpa cekaman Al-P kurang (L5) 2.23(2.76) 2.32(0.43) 3.04(0.33) 2.59(3.60)

Tanpa cekaman Al-P cukup (L6) 2.17 2.31 3.03 2.50

Keterangan: Angka dalam kurung adalah % penurunan dibandingkan P cukup pada kondisi bercekaman Al dan tanpa cekaman Al

87

Ini berarti pada kondisi bercekaman Al-P kurang sorgum lebih mengarahkan fotosintat ke bagian akar. Sebaliknya pada kondisi tanpa cekaman Al-P kurang terjadi penurunan nilai NTA lebih rendah daripada kondisi bercekaman Al berkisar antara 0.33% - 3.60% dibandingkan saat diberikan P cukup. Hasil ini menunjukkan bahwa pada saat tanpa cekaman Al tetapi kondisi P berkurang, sorgum lebih mengarahkan hasil fotosintatnya ke daerah tajuk. Menurut Marschner et al., (1996) arah pembagian fotosintat dapat dilihat dari nilai NTA. Nilai NTA yang besar menunjukkan lebih banyak fotosintat diarahkan ke daerah tajuk dan sebaliknya Efisiensi hara selain dapat dilihat dari total bahan kering yang dihasilkan (biological yield) juga dapat dilihat dari kemampuan untuk mengarahkan fotosintat ke bagian-bagian tertentu dari tanaman.

Kemampuan genotipe sorgum dalam menghasilkan bahan kering berupa pertumbuhan tajuk dan akar dapat di lihat dari perbandingan pertumbuhan tajuk dan akar umur 14 hari yang ditumbuhkan pada larutan hara dengan komposisi yang berbeda (Gambar 4.2 dan 4.3). Pengaruh cekaman Al sangat nyata menghambat pertumbuhan akar dan tajuk tanaman meskipun hara P diberikan dalam kondisi cukup.

(A) (B)

Gambar 4.2. Pertumbuhan sorgum pada umur 14 hari dalam komposisi larutan hara yang berbeda (A) bercekaman Al - P kurang dan (B) bercekaman Al - P cukup

88

(A) (B)

Gambar 4.3. Pertumbuhan sorgum pada umur 14 hari dalam komposisi larutan hara yang berbeda, (A) tanpa cekaman Al - P kurang dan (B) tanpa cekaman Al-P cukup

Laju Serapan Spesifik

Efisiensi penyerapan P juga diukur sebagai laju serapan spesifik (LSS) yaitu serapan hara per satuan bobot kering akar per satuan waktu (Blair, 1993). Karakter laju serapan spesifik lebih menunjukkan kemampuan setiap satuan bobot kering akar dalam menyerap hara. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan laju serapan spesifik dipengaruhi oleh faktor komposisi larutan hara dan genotipe, tetapi tidak dipengaruhi secara nyata oleh interaksinya (Tabel 4.1).

Peningkatan konsentrasi hara P dari kurang menjadi cukup pada kondisi bercekaman Al di larutan hara tidak diikuti dengan peningkatan nilai LSS, hal yang sama juga didapatkan pada kondisi tanpa cekaman Al (Tabel 4.6)

.

Tabel 4.6. Rataan Laju Serapan Spesifik sorgum yang ditumbuhkan pada larutan hara dengan komposisi yang berbeda selama 14 hari

Komposisi Larutan Hara LSS (mg/g Bobot kering akar/hari)*

Bercekaman Al-P kurang(L2) 0.51 (38.55)c

Bercekaman Al-P cukup (L3) 0.83c

Tanpa cekaman Al-P kurang (L5) 3.69 (46.44)ab

Tanpa cekaman Al-P cukup (L6) 6.89a

Keterangan: Angka dalam kurung adalah % penurunan dibandingkan P cukup pada kondisi bercekaman dan tanpa cekaman Al

* Angka rataan yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata pada taraf 5% uji DMRT

89

Pada larutan hara yang diberi cukup P dan tercekam Al (L3) terjadi penurunan nilai LSS yang besar dibandingkan pada kondisi tanpa cekaman (L6). Nilai LSS pada kondisi tanpa cekaman – P cukup 6.89 mg P/g bobot kering akar/hari menjadi hanya 0.83 mg P/g bobot kering akar/hari pada kondisi bercekaman Al (Tabel 4.6). Penurunan nilai LSS dari kondisi P cukup menjadi P kurang baik dalam keadaan bercekaman Al maupun tidak hanya sebesar 38.55% pada kondisi bercekaman dan 46.44% pada kondisi tanpa cekaman (Tabel 4.6). Hasil ini memperlihatkan pengaruh perlakuan yang sama pada peubah bobot kering total yaitu menunjukkan besarnya pengaruh cekaman Al dibandingkan peningkatan unsur P di larutan hara dalam mempengaruhi penurunan nilai LSS.

Pada penelitian ini tidak terjadi peningkatan laju serapan P saat tanaman ditumbuhkan pada keadaan P cukup tanpa cekaman Al dibandingkan dengan saat ditumbuhkan pada larutan dengan P kurang (Tabel 4.6). Tidak terjadinya peningkatan laju serapan P diduga karena P tetap masuk melalui chanel yang berafinitas rendah yang bekerja berdasarkan difusi. Hal yang sama juga didapatkan Trikoesoemaningtyas (2002) pada laju serapan K tanaman padi gogo.

Cekaman Al mampu menekan laju serapan spesifik P baik pada kondisi P kurang maupun cukup (Tabel 4.7). Hasil penelitian ini menjelaskan pula bahwa pada larutan hara yang diberi P cukup dan bercekaman Al LSS sorgum lebih rendah dibandingkan pada kondisi tanpa cekaman Al. Hasil yang sama juga didapatkan Swasti (2004) pada tanaman padi. Menurut Matsumoto (2003) hambatan terhadap mekanisme penyerapan P dapat terjadi antara lain karena hambatan terhadap aktivitas pompa proton (H+-ATPase) pada membran sel akar atau karena kerusakan membran akibat pengaruh buruk Al.

Tabel 4.7. Respon genotipe sorgum pada kondisi cekaman Al dan hara P berbeda terhadap laju serapan spesifik P di larutan hara

Keterangan: **= berbeda nyata pada taraf 1 % uji kontras orthogonal

Perbandingan Selisih nilai tengah LSS (mg/g obot kering

akar/hari) Bercekaman Al – P kurang vs

tanpa cekaman Al - P kurang 3.18**

Bercekaman Al – P cukup vs

90

Kebutuhan akan P yang besar, menyebabkan tanaman terseleksi untuk mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menyerap P. Untuk menjamin serapan P yang tinggi tanaman mempunyai dua sistem penyerapan, yaitu sistem berafinitas rendah (low affinity system) yang bekerja ketika P cukup dan sistem berafinitas tinggi (high affinity system) yang umumnya bekerja pada P rendah (Schaffert et al 2000). Menurut Marschner (1995) pada sistem berafinitas rendah P masuk secara difusi melalui chanel yang membuka satu arah (inward rectifying chanel), sedangkan pada sistem berafinitas tinggi penyerapan P berjalan secara aktif melalui protein carrier. Pada penelitian ini didapatkan penurunan laju serapan P pada kondisi bercekaman Al pada sorgum (Tabel 4.6). Hal ini menunjukkan bahwa pada kondisi bercekaman Al terjadi penekanan baik pada low affinity system maupun high affinity system.

Tabel 4.8 di bawah ini menunjukkan perbedaan laju penyerapan P pada genotipe sorgum toleran dan peka di larutan hara.

Tabel 4.8. Rataan Laju Serapan Spesifik pada sorgum toleran dan peka yang ditumbuhkan pada larutan hara selama 14 hari

Genotipe sorgum LSS (mg/g Bobot kering akar/hari)*

Numbu (T1) 4.09a

ZH-30-29-07 (T2) 1.66ab

B-69 (P1) 1.35d

B-75 (P2) 1.45abc

* Angka rataan yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji DMRT

Penelitian ini menjelaskan bahwa sorgum toleran (Numbu dan ZH-30-29- 07) memiliki nilai LSS yang tidak berbeda dengan B-75 (peka). Hal ini diduga karena genotipe B-75 tergolong genotipe peka responsif, sehingga mampu meningkatkan laju serapan P nya mendekati nilai LSS sorgum toleran. Hasil penelitian Swasti (2004) menunjukkan bahwa laju serapan P dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan galur. Setiap galur diduga memiliki transport fosfat tersendiri.

Kadar P jaringan dan Efisiensi Penggunaan P (EPP)

Kadar P jaringan dinyatakan sebagai konsentrasi P total yang ada dalam jaringan tanaman. Analisis ragam menunjukkan kadar P jaringan dipengaruhi oleh genotipe dan komposisi larutan hara, tetapi tidak dipengaruhi secara nyata

91

oleh interaksi keduanya (Tabel 4.1). Data kadar P jaringan pada Tabel 4.9 memperlihatkan adanya keragaman kadar P jaringan pada tingkat cekaman Al dan P yang berbeda. Pada kondisi P cukup, kadar P lebih tinggi dibandingkan kondisi P kurang baik saat bercekaman Al maupun tidak. Hal ini disebabkan tanaman lebih mudah menyerap P karena cukup tersedia.

Tabel 4.9. Nilai rataan pengaruh komposisi larutan hara terhadap kadar P jaringan sorgum fase bibit umur 14 HST di larutan hara

Komposisi larutan hara Kadar P

jaringan (%)

Bercekaman Al-P kurang (L2) 0.20c*

Bercekaman Al- P cukup (L3) 0.29b

tanpa cekaman Al-P kurang (L5) 0.25b

tanpa cekaman Al- P cukup (L6). 0.43a

*Angka rataan yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji DMRT HST= Hari setelah tanam

Kadar P genotipe toleran Numbu lebih rendah dari genotipe lainnya (Tabel 4.10), tetapi masih di atas batas kritis defisiensi hara P yakni 0.1% (Doberman dan Fairhust, 2003). Hal ini menunjukkan bahwa mekanisme toleransi Numbu terhadap defisiensi hara berupa mekanisme internal. Schaffert et al. (2000) menyatakan genotipe dengan produksi bahan kering yang tinggi pada kadar P jaringan yang rendah merupakan indikasi efisiensi metabolik. Pada penelitian ini ditemukan bahwa genotipe yang memiliki kadar P jaringan tinggi tidak diikuti oleh efisiensi penggunaan P yang tinggi (Tabel 4.12).

Tabel 4.10. Nilai rataan pengaruh genotipe terhadap kadar P jaringan sorgum fase bibit umur 14 HST di larutan hara

Genotipe Kadar P jaringan (%) Numbu (T1) 0.18c* ZH-30-29-07 (T2) 0.24b B-69 (P1) 0.29a B-75 (P2) 0.24b

*Angka rataan yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji DMRT HST= Hari setelah tanam, TSP= Total serapan P

Untuk melihat keragaman dalam efisiensi hara P di antara genotipe yang diuji digunakan kriteria efisiensi penggunaan P (EPP), yang dihitung sebagai bobot kering tanaman per satuan konsentrasi P di jaringan (mg BK/mg P/mg BK). Dari hasil analisis ragam terlihat bahwa nilai EPP tidak dipengaruhi oleh interaksi

92

antara genotipe dan faktor komposisi larutan hara (Tabel 4.1). Hal ini menunjukkan tidak adanya perbedaan respon terhadap nilai EPP dari setiap genotipe saat ditumbuhkan pada larutan hara dengan komposisi yang berbeda.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada keadaan bercekaman dan tanpa cekaman Al, nilai EPP lebih tinggi saat diberi P kurang dibandingkan kondisi P cukup (Tabel 4.11). Hal ini diduga merupakan salah satu mekanisme yang dimiliki oleh sorgum dalam menghadapi cekaman defisiensi P, yaitu dengan meningkatkan nilai efisiensi penggunaannya.

Tabel 4.11. Nilai rataan efisiensi penggunaan P (mg.mg BK/mg P) dalam larutan hara dengan komposisi yang berbeda selama 14 hari

Komposisi larutan hara EPP

(mg2 BK/mg P)

Bercekaman Al-P kurang 1.027c

Bercekaman Al- P cukup 0.816c

tanpa cekaman Al-P kurang 2.131a

tanpa cekaman Al- P cukup 1.569b

*Angka rataan yang diikuti huruf sama berarti berbeda tidak nyata pada taraf 5% uji DMRT

Peningkatan konsentrasi P larutan dari kurang menjadi cukup pada keadaan mengalami cekaman Al, tidak diikuti dengan peningkatan nilai EPP (Tabel 4.11). Hasil ini mengindikasikan bahwa pada saat bercekaman Al, hara P yang ditambahkan menjadi terikat dan membentuk komplek Al-P yang sulit dimanfaatkan oleh tanaman.

Hasil penelitian ini belum dapat secara jelas menggolongkan genotipe- genotipe yang toleran efisien dan peka efisien pada berbagai kondisi cekaman, karena pengaruh interaksi perlakuan tidak nyata. Nilai EPP yang didapatkan hanya mampu menerangkan tingkat EPP yang dimiliki masing-masing genotipe. Tabel 4.12 menunjukkan EPP tertinggi ditemukan pada Numbu diikuti ZH-30-29- 07, B-69 dan B-75. Nilai EPP ini memiliki kecenderungan yang sama dengan nilai bobot kering total (Tabel 4.2). Genotipe yang memiliki nilai EPP tinggi memiliki bobot kering yang tinggi pula. Dengan demikian nilai EPP memberikan kontribusi besar terhadap pembentukan bahan kering tanaman. Tingkat efisiensi yang diukur dengan EPP menunjukkan sumbangan yang lebih besar pada

93

perbedaan bobot kering di antara genotipe-gemnotipe karena kandungan hara dihitung sebagai konsentrasi hara bukan total hara pada jaringan (Schaffert et al. 2000).. Dijelaskan pula oleh Huguenin et al (2003) bahwa efisiensi penggunaan lebih menggambarkan penggunaan P internal melalui proses translokasi maupun retranslokasi untuk menghasilkan bahan kering tanaman yang tinggi.

Tabel 4.12. Nilai rataan efisiensi penggunaan P (mg.mg BK/mg P) genotipe sorgum selama 14 hari

Genotipe EPP (mg2 BK/mg P) Numbu (T1) 2.639a* ZH-30-29-07 (T2) 1.244b B-69 (P1) 1.048b B-75 (P2) 0.687c

*Angka rataan yang diikuti huruf sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji DMRT

Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya perbedaan nilai EPP antara ZH-30-29-07 yang tergolong toleran berdasarkan hasil seleksi di tanah masam dengan B-69 yang tergolong peka (Tabel 4.12). Hal ini dapat terjadi karena genotipe ini mungkin terseleksi untuk sifat toleransi terhadap cekaman Al, tetapi tidak untuk efisiensi hara. Selain itu diduga media tanam antara tanah masam dan larutan hara memberikan tingkat cekaman yang berbeda karena cekaman pada tanah-tanah masam di lapang lebih kompleks dibandingkan larutan hara.

Rasio Efisiensi P (REP)

Efisiensi tanaman terhadap hara dapat dicapai antara lain oleh kebutuhan hara yang rendah dalam proses metabolisme. Hal ini dapat diukur sebagai rasio efisiensi P (REP) yaitu total bobot kering yang dihasilkan per satuan bobot P dalam jaringan (mg BK/mg P). Hasil analisis ragam untuk peubah REP menunjukkan bahwa nilai REP dipengaruhi oleh faktor tunggal komposisi larutan hara dan genotipe, tetapi tidak dipengaruhi oleh interaksi antara komposisi larutan hara dan genotipe (Tabel 4.1).

Pada keadaan tidak mengalami cekaman defisiensi P, nilai REP lebih rendah daripada saat mengalami cekaman (Tabel 4.13). Hal ini menunjukkan bahwa cekaman P rendah dapat meningkatkan nilai REP. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Swasti (2004) pada tanaman padi gogo yang diberi