• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Sorgum

4. Eksudasi Fosfor Organik

Ujung akar tanaman jagung disamping dapat mengeksudasi asam organik, juga mampu mengeksudasikan fosfor organik. Eksudasi P dari akar tanaman merupakan proses alami hara P dan bagian dari keseimbangan hara P dalam tanaman (Pelle et al. 1996). Eksudasi fosfor organik oleh akar tanaman merupakan mekanisme sekunder yang membuat kemampuan tanaman toleran terhadap Al. Detoksifikasi Al oleh fosfor karena terbentuknya kompleks Al-P (Delhaize et al. 1993; Pelle et al. 1995 dan 1996). Ketika suplai P terbatas, secara absolut eksudasi P berkurang, tetapi secara relatif meningkat dan menjadi komponen utama dalam penyerapan hara P. Jika tanaman disuplai P dengan baik, maka akan meningkatkan eksudasi P dibandingkan dengan tanaman dalam kondisi cekaman P. Jumlah fosfor organik yang dieksudasi pada tanaman jagung maupun pada gandum yang toleran nyata lebih banyak dibanding tanaman yang peka (Pelle et al. 1995 dan 1996).

15

Interaksi Fosfor dengan Aluminium

Tanaman menyerap P dalam bentuk ion H2PO4- atau HPO4-2. Bentuk dominan yang diserap pada pH rendah adalah H2PO4-, pH sekitar netral (pH 6-7) kedua bentuk tersebut dapat diserap, sedangkan pada tanah alkalis, bentuk hara P dominan yang diserap adalah HPO4-2 (Marschner 1995).

Kelarutan Al+3 sangat tinggi di lahan masam menyebabkan P tidak larut dan kurang tersedia bagi tanaman (hanya sebagian kecil saja seperti bentuk H2PO4- yang tersedia bagi tanaman). Al tidak hanya menghambat ketersediaan P, tetapi juga menghambat transpor dan penggunaan P (Rao et al. 1999). Ion Al bermuatan positif dapat berasosiasi dengan gugus fosfor dari ATP atau fosfolipid pada membran sehingga mempengaruhi efektivitas transportasi proton. Hal ini akan mengakibatkan penyerapan hara yang dikatalis pompa proton menurun (Matsumoto et al. 1992). Al secara langsung berinteraksi dan memiliki kapasitas fiksasi yang tinggi terhadap unsur P, baik dalam larutan tanah maupun jaringan tanaman membentuk kompleks Al-P yang tidak larut sehingga tidak tersedia bagi tanaman (Marscner 1995). Reaksi sederhana pengendapan P oleh Al adalah sebagai berikut:

Al+3 + H2PO4- (larut) + 2H2O.2H2 → Al(OH)2H2PO4 (tidak larut)

Keracunan Al dapat diasosiasikan dengan gejala defisiensi P, sebaliknya P efektif sebagai agen detoksifikasi Al. Interaksi Al-P dalam tanaman adalah: 1) pengendapan Al-P dan 2) mengganggu metabolisme P (Baligar et al. 1997). Kemiripan gejala toksisitas Al dengan defisiensi P antara lain nekrosis pada ujung daun, penghambatan pertumbuhan, daun berwarna hijau tua, dan kadang-kadang daun atau batang berwarna ungu. Defisiensi P disebabkan karena menurunnya penyerapan dan transpor P oleh pengendapan Al-P pada akar tanaman, dan gangguan Al dalam metabolisme P yang sudah terdapat pada pucuk tanaman (Matsumoto et al. 1992).

Hasil penelitian Syafruddin (2002) menunjukkan, genotipe jagung yang toleran Al jika ditumbuhkan pada larutan hara dengan konsentrasi Al rendah (2.5 ppm) dikombinasikan dengan konsentrasi P rendah (6 ppm) menunjukkan pertumbuhan akar baik yang disebabkan oleh meningkatnya kadar P. Hal ini

16

ditunjukkan oleh genotipe AMATL-HS-C2-S0 (toleran) yang mempunyai Panjang Akar Relatif (PAR) lebih tinggi pada konsentrasi 2.5 ppm Al disertai 6 ppm P dibandingkan tanpa Al pada konsentrasi P sama atau pada konsentrasi 2.5 pm Al dengan 11.5 ppm P. Pemanjangan akar kemungkinan dimaksudkan untuk mencegah tanaman kekurangan P di akar. Bertambahnya panjang akar, menyebabkan bertambahnya luas permukaan akar, sehingga kontak akar dengan larutan untuk mengambil hara P akan lebih tinggi. Sebaliknya, tanaman peka Al akan memperlihatkan penurunan pertumbuhan akar, bobot kering tanaman serta kadar dan serapan hara P. Pengaruh buruk ini dapat ditekan dengan meningkatkan konsentrasi P di larutan/media.

Rasio P akar/tajuk meningkat secara nyata dengan penambahan Al larutan pada tanaman yang toleran dibandingkan genotipe peka. Peningkatan rasio kadar P akar/tajuk ini diduga untuk mencegah berkurangnya kadar P di akar oleh adanya Al, karena P di akar sangat penting dalam eksudasi P ke larutan (Swasti 2004).

Fungsi dan Gejala Defisiensi Fosfor

Fosfor termasuk hara makro dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak seperti halnya N, K, Ca, Mg dan S. Dalam tanaman P dijumpai dengan kadar 0.1- 0.4% (Tisdale et al., 1985). Menurut Marschner (1995), fungsi P pada tanaman dapat digolongkan dalam tiga bagian. Fungsi pertama adalah sebagai penyusun makro molekul. Dua makro molekul yang utama dan terpenting yang melibatkan P adalah asam nukleat (DNA dan RNA) dan fosfolipid biomembran. Asam nukleat adalah senyawa yang berperan dalam pewarisan sifat dan perkembangan tanaman. Pada biomembran P membentuk ikatan atau jembatan antara digliserida dan molekul lainnya seperti asam amino, amina atau alkohol, membentuk fosforidilkolin (lesitin) yang menjaga integritas membran. Fungsi kedua P adalah sebagai unsur pembentuk senyawa penyimpan dan perpindahan energi. Dua senyawa kaya energi yang paling umum adalah ATP dan ADP. Energi dalam ATP/ADP terletak pada ikatan pirofosfor yang pemecahannya akan melepaskan energi, yang dikenal dengan proses fosforilasi. ATP merupakan sumber energi untuk hampir semua proses biologi yang membutuhkan energi. Unsur P juga diperlukan dalam proses fotosintesis yakni pada fotofosforilasi dan pembentukan

17

ribulosa 1.5-bifosfor. Fungsi ketiga P adalah regulator reaksi biokimia melalui fosforilasi yang dapat mengaktivasi atau inaktivasi protein yang dianggap sebagai faktor kunci dalam transduksi sinyal.

Secara agronomis unsur P diketahui berperan dalam percepatan pematangan biji, kekuatan batang sereal, serta mutu buah, hijauan dan biji-bijian. Benih yang dihasilkan dari tanaman yang cukup P akan memiliki daya kecambah dan vigour yang tinggi karena kandungan senyawa phytin meningkat (Mengel dan Kirby 1982).

Tanaman menyerap P dari larutan tanah terutama dalam bentuk orthofosfor primer dan sekunder (H2PO4- dan HPO42-) dan sedikit dalam bentuk senyawa organik (Tisdale et al., 1985). Orthofosfor sekunder lebih dominan pada pH di atas 7.22, namun tanaman menyerap P lebih lambat dibanding orthofosfor primer. Bagian tanaman yang aktif menyerap P adalah jaringan muda dekat ujung akar. Konsentrasi P yang relatif tinggi menumpuk di ujung akar diikuti oleh akumulasi rendah pada bagian pemanjangan.

Penyerapan P oleh tanaman dari tanah adalah penyerapan aktif karena melawan gradien konsentrasi (Clarkson dan Grignon 1991). Kadar P larutan tanah di luar sel akar umumnya 1µM atau kurang, sedangkan kadar dalam sitoplasma adalah 103 sampai 104 lebih tinggi. Setelah diserap, fosfor dapat tetap sebagai P inorganik atau teresterifikasi (melalui gugus hidroksil) dengan rantai karbon sebagai ester P sederhana (gula P) atau terikat dengan P lainnya dengan ikatan pirofosfor kaya energi (ATP, ADP) atau diester.

Berbeda dengan unsur hara N dan K, P bergerak menuju akar melalui difusi yang berjalan lambat. Pergerakan secara difusi merupakan mekanisme pergerakan P menuju akar yang paling penting. Difusi P sangat dipengaruhi oleh kadar air tanah, kapasitas penyangga P tanah, temperatur dan bentuk lintasan difusi (Tisdale et al., 1985). Mobilitas P yang rendah pada tanah menyebabkan karakter morfologi akar seperti panjang akar dan luas permukaan ditemukan sangat mempengaruhi serapan P pada beberapa spesies tanaman. Dalam penelitian dengan beberapa kultivar padi ditemukan bahwa toleransi terhadap P rendah seluruhnya tergantung variasi genetik dalam serapan P, yang sangat tergantung pada ukuran akar (Wissuwa dan Ae 2001).

18

Gejala khas kekahatan sering sukar terlihat, tidak seperti gejala kekahatan unsur lainnya seperti K dan Mg. Kekerdilan dan pengurangan jumlah anakan pada tanaman monokotil atau cabang pada dikotil, daun pendek dan tegak, serta penundaan pembungaan adalah gejala yang umum pada kebanyakan tanaman (Rao dan Terry 1999). Penurunan luas dan jumlah daun juga merupakan gejala kekahatan P akibat tertekannya perkembangan sel epidermis daun. Tanaman yang kekahatan P juga sering memperlihatkan daun sempit berwarna hijau gelap, hal ini terjadi karena pertambahan luas daun lebih tertekan dibandingkan pembentukan kloroplas dan klorofil.

Pemberian pupuk fosfor adalah salah satu usaha untuk mengatasi kekahatan P. Namun, beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa efisiensi pemupukan fosfor pada tanaman sangat rendah, hanya 15-20% dari P yang diberikan dapat diserap tanaman (Baharsyah 1990). Rendahnya efisiensi pemupukan P ini menurut Tisdale et al., (1985) disebabkan terjadinya transformasi (fiksasi dan presipitasi) P yang diberikan dengan ion-ion besi, alumunium, kalsium, magnesium dan mangan menjadi bentuk yang sukar larut dalam air.

Mekanisme Toleransi Tanaman terhadap Defisiensi Fosfor

Toleransi terhadap cekaman hara rendah adalah kemampuan tanaman untuk mempertahankan hasil pada kondisi hara terbatas. Sifat toleran ini tidak dapat dipisahkan dengan efisiensi seperti terlihat pada mekanisme yang mendasarinya (Rao et al. 1999). Toleransi lebih menggambarkan dinamika atau respon tanaman terhadap perubahan lingkungan dan menggambarkan kemampuan adaptasi tanaman (Wissuwa dan Ae 2001).

Secara umum adaptasi tanaman terhadap defisiensi P dicapai melalui mekanisme peningkatan penyerapan dan peningkatan efisiensi penggunaan (Rao et al., 1999). Peningkatan penyerapan dicapai melalui perbedaan morfologi (pertumbuhan dan distribusi, diameter, rambut akar), dan fisiologi akar (sistem penyerapan dan mobilisasi P pada rizosfir), sedangkan efisiensi penggunaan dicapai melalui partisi (mobilisasi) P dalam tanaman dan efisiensi penggunaan pada level selular.

19

Menurut Peng dan Ismail (2004), mekanisme adaptasi tanaman terhadap P rendah dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu: (1) mekanisme internal yang berkaitan dengan efisiensi penggunaan P oleh jaringan, dan (2) mekanisme eksternal yang memungkinkan efisiensi serapan P yang lebih tinggi oleh akar. Mekanisme Internal dicapai melalui kemampuan tanaman untuk: (a) memanfaatkan P dengan efisien, dan (b) memobilisasi P dari jaringan yang tidak aktif lagi bermetabolisme. Menurut Kochian et al. (2004), ketersediaan P tanah yang rendah akibat mudahnya P terfiksasi oleh bahan organik menyebabkan mekanisme eksternal menjadi lebih penting karena tanaman mengembangkan berbagai mekanisme untuk membuat P menjadi tersedia dan untuk meningkatkan kemampuan menyerap P.

Mekanisme eksternal meliputi: (a) kemampuan tanaman untuk membentuk perakaran yang lebih panjang, (b) kemampuan meningkatkan luas serapan dengan pertumbuhan rambut-rambut akar, (c) kemampuan melarutkan P tidak tersedia melalui perubahan pH atau sekresi senyawa pengkelat, (d) kemampuan menggunakan P organik melalui sekresi fosfatase, dan (e) kemampuan dalam bersimbiosis dengan mikorhiza. Menurut Kochian et al. (2004), salah satu mekanisme eksternal penting dalam meningkatkan kemampuan menyerap P adalah dengan peningkatan kinetika serapan P. Perubahan fisiologi akar juga merupakan mekanisme toleransi tanaman terhadap terbatasnya suplai P yang terutama disebabkan oleh perubahan kinetika serapan. Kinetika serapan P menunjukkan adanya high affinity transporter yang lebih aktif pada konsentrasi P rendah dibanding low affinity transporter. Hasil penelitian Syarief (2005) juga menunjukkan afinitas karier akar yang tinggi terhadap P yang ditunjukkan oleh konstanta Michaelis-Menten (Km) yang rendah yang merupakan salah satu mekanisme toleransi terhadap P rendah pada tanaman padi. Gordon-Weeks et al. (2003) melaporkan peningkatan ekspresi gen-gen dari kelompok Pht 1 yang menyandikan proton-Pi cotransporter pada akar tanaman kentang yang ditumbuhkan pada keadaan kahat P. Penyerapan P melalui transporter dimediasi oleh H+-Pi cotransport yang mendapat energi dari H+-ATPase. Mekanisme adaptasi tanaman terhadap kekahatan P yang meliputi respon morfologi, fisiologi, biokimia dan molekuler disajikan pada Tabel 2.

20

Eksudasi asam organik (malat, sitrat dan oksalat) adalah mekanisme lain tanaman untuk meningkatkan P dari tanah. Asam organik dapat meningkatkan ketersediaan P melalui mekanisme pelarutan senyawa P sukar larut (Al-P, Fe-P) dengan penurunan pH atau desorbsi P dari tapak jerapan dengan pertukaran anion (Crowley dan Rengel 2000). Anion dari asam organik dapat membentuk kompleks dengan Al atau Fe sehingga dapat melepaskan ion fosfor atau mencegah ion fosfor bereaksi dengan ion Al atau Fe.

Tabel 2. Respon tanaman terhadap defisiensi P

Tingkatan respon Respon Tanaman

tanaman

__________________________________________________________________ Morfologis Peningkatan nisbah akar- tajuk, perubahan morfologi dan

arsitektur akar, peningkatan jumlah dan panjang rambut akar, akumulasi pigmen antosianin, dan pembentukan akar proteoid

Fisiologis peningkatan serapan P, penurunan efluks Pi, peningkatan efisiensi penggunaan P, mobilisasi Pi dari vakuola ke sitoplasma, translokasi antar jaringan, sekresi asam organik, proton, sekresi fosfatase dan Rnase, perubahan

metabolisme karbon, fotosintesis dan fiksasi nitrogen Enzimatis aktivasi enzim-enzim, peningkatan produksi fosfatase,

Rnase dan asam organik, serta perubahan dalam fosforilasi protein

Molekuler aktivasi gen-gen yang mengendalikan sintesa Rnase, fosfatase, fosfor transporter, Ca-ATPase, beta-glukosidase dan PEPCase.

__________________________________________________________________ Sumber: Roghothama (1999) dalam Sopandie (2006)

Kompartementasi P intraselular dapat mempengaruhi efisiensi penggunaan P. Penelitian Mimura et al. (1996) menunjukkan terjadi pergerakan P dari vakuola ke sitoplasma pada kondisi kahat P yang memungkinkan kadar P dalam sitoplasma dapat dipertahankan agar proses fisiologis tetap berjalan normal. Penelitian Swasti (2004) juga menunjukkan bahwa proporsi fraksi P anorganik yang lebih rendah pada perlakuan P rendah dibanding perlakuan P tinggi pada tanaman padi mengindikasikan adanya transfer P (anorganik) dari vakuola dan digunakan untuk sintesis bahan organik.

21

Beberapa tanaman yang dapat toleran pada kondisi P rendah menunjukkan aktivitas PFP (Phyrophosphat-dependent phospho fruktokinase) yang tinggi. Enzim ini mengkatalisis reaksi yang memotong reaksi ATP- dependent fruktokinase (PFK). Modifikasi ini dapat mendaur ulang Pi dan menghemat penggunaan ATP (Murley et al. 1998).

Remobilisasi P dalam tumbuhan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan P juga merupakan salah satu mekanisme yang penting. Fosfor yang terdapat pada organ atau jaringan yang kurang atau tidak aktif akan dimobilisasikan ke organ atau jaringan aktif sehingga P yang telah diserap tumbuhan dapat digunakan kembali dalam proses fisiologi.

Menurut Caradus (1990), kadar P rendah pada organ yang dipanen dapat dianggap meningkatkan efisiensi agronomis penggunaan P. Penurunan laju kematian daun juga dapat meningkatkan efisiensi penggunaan P karena dengan cara ini P dapat digunakan lebih lama.

Hara yang diserap dan ditranslokasikan ke tajuk juga menentukan efisisiensi penggunaan P. Penyerapan hara yang tinggi belum tentu memecahkan masalah defisiensi P, tergantung penyerapan yang tinggi tersebut disertai juga dengan translokasi ke tajuk atau tidak. Arabidopsis thaliana tipe liar misalnya, penyerapan yang tinggi tidak disertai oleh translokasi yang tinggi. Hanya 35% dari P yang diserap ditranslokasikan ke tajuk, dibandingkan dengan tipe mutannya yang mencapai 90%. Menurut Poirer et al. (1991), penyerapan dan translokasi ke tajuk diatur oleh mekanisme terpisah yang dikendalikan secara genetik.

Respon tanaman terhadap cekaman P berlangsung secara bertahap. Hammond, Brodley dan White (2004) mengelompokkan gen-gen yang berperan dalam adaptasi terhadap cekaman P menjadi kelompok gen-gen yang merespon paling awal dan umumnya tidak spesifik terhadap kahat P (early genes) dan gen- gen yang menyandikan perubahan morfologi, fisiologi dan biokimia (late genes) yang aktif ketika terjadi cekaman P dalam waktu lama. Secara hipotesis dapat digambarkan urutan gen-gen yang berubah ekspresinya saat terinduksi kahat P (Gambar 4).

22

Ribo regulators

Faktor transkripsi ▪ Perubahan hormonal

Tanggap umum ▪ Nisbah akar/tajuk meningkat ▪ Perbanyakan akar rambut ▪ Pembentukan akar lateral

▪ Perubahan/pengalihan metabolisme ▪ Metabolisme sekunder ▪ Penyerapan P meningkat ▪ Modifikasi rhizosfer ▪ Mobilisasi P internal ▪ Perubahan P internal ▪ Daur ulang P internal

Taraf Kekahatan P Sumber : Sopandie (2006)

Gambar 4. Urutan gen-gen yang berubah ekspresinya saat terinduksi kahat P secara hipotetik

Hasil penelitian Wasaki et al. (2003), terhadap tanaman white lupins (Lupinus albus L. cv. Kievskij mutant) pada media hidroponik di dalam rumah kaca pada kondisi defiensi P dan P-cukup, menunjukkan bahwa akar mengsekresikan lebih banyak asam fosfatase (S-APase) saat ditumbuhkan pada kondisi cekaman P rendah dibanding P yang cukup (Gambar 8 dan 9). P yang rendah juga menginduksi vigor pertumbuhan kelompok cluster akar, dimana fungsi cluster ditemukan ada kaitannya dengan sekresi S-APase. Selanjutnya dikemukakan juga bahwa ekpresi gen S-Apase juga paling tinggi di dalam akar yang tumbuh pada kondisi defisiensi P. Juga diketahui bahwa penurunan konsentrasi P internal menstimulir ekpresi S-Apase dan pembentukan cluster akar.

Awal dari kekahatan P

Metabolisme

Fisiologi Signal awal /

cekaman umum

23

(A) (B)

Sumber: Wasaki (2003)

Gambar 5. Sekresi S-APase dari akar white lupin yang ditumbuhkan pada kondisi P rendah. (A) : Akar Lupin yang ditumbuhkan pada kondisi tanpa P dan diinkubasi 24 jam (B). Sekresi aktivitas gen S-APase

Sumber: Wasaki (2003)

Gambar 6. Pola sekresi S-APase pada akar Wite Lupin setelah ditumbuhkan 25 hari dan dipindahkan ke larutan hara dengan P rendah dan P-cukup selama 24 jam. Bagian yang di bingkai menunjukkan cluster roots

Asam Phytic merupakan bentuk penyimpanan P di dalam benih dan pollen (Maga, 1982). Phytase sangat penting dalam mobilisasi ketersediaan P pada pertumbuhan benih yang dapat menghidrolisis sodium phytate dan perkecambahan polen. Hasil penelitian Li et al. (1997) menunjukkan bahwa defisiensi P meningkatkan sekresi asam phytase pada akar beberapa jenis tanaman. Namun P rendah tidak hanya meningkatkan sekresi phytase, tetapi juga

24

meningkatkan asam fosfat. Sekresi phytase dalam tanaman yang ditumbuhkan pada kondisi P rendah akan tinggi pada Brachiaria decumbens CIAT 606, Stylosanthes guianensis CIAT 184 dan tomat, sedangkan pada Brachiaria brizantha CIAT6780, Stylosanthes guianensis CIAT 2950, alfalfa, white clover dan orchard grass, dan lebih rendah pada Andropogon gayanus CIAT 621, Stylosanthes capitata CIAT 10280, padi gogo, timothy, redtop, alsike clover, red clover dan white lupin.

TANGGAP AGRONOMIS SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench) TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM DAN