• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Sorgum

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan kering masam UPTD lahan kering Tenjo, Jasinga Kabupaten Bogor. Penelitian dilakukan untuk melihat tanggap agronomi sorgum terhadap berbagai kondisi cekaman toksisitas Al dan defisiensi hara P di tanah masam. Pengamatan terhadap tanggap genotipe sorgum toleran dan peka yang diuji dapat memberikan gambaran tindakan agronomi yang dapat diaplikasikan untuk pengembangan sorgum di tanah masam. Tanggap yang ditunjukkan oleh genotipe sorgum ini dapat pula menunjukkan perbedaan kemampuan di antara genotipe sorgum baik di antara genotipe toleran maupun di antara genotipe peka pada berbagai tingkat kondisi cekaman Al dan defisiensi P di tanah masam.

Penetapan Kebutuhan P Eksternal

Jenis tanah lokasi penelitian adalah Podsolik Merah Kekuningan dengan pH awal pada lahan Al rendah berkisar antara 4.50 hingga 5.30 serta kandungan Al-dd 2.73 me/100 g, sedangkan lahan dengaan Al tinggi pH berkisar antara 4.26 hingga 4.34 dengan kandungan Al-dd 11.2 me/100 g (Tabel 1.1). Perbedaan kondisi tanah di lokasi penelitian antara lahan dengan Al tinggi dan rendah dilakukan dengan pemberian kapur dan dosis pupuk P. Dosis kapur yang diberikan didasarkan pada perhitungan kandungan Al-dd, sedangkan pemberian pupuk P didasarkan pada hasil analisis erapan P tanah.

Tanah lokasi penelitian dengan Al tinggi menunjukkan daya erap P yang cukup tinggi (erapan maksimum Langmuir 909.40 μg P/g tanah) dengan kurva erapan seperti pada Gambar 1.1. Tingginya daya erap ini disebabkan oleh tingginya nilai Aldd (Tabel 1.1).

y = 134.6Ln(x) + 669.37 R2 = 0.9783 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 0 0.5 1 1.5 2

Tabel 1.1. Sifat Kimia Contoh Tanah pada Lokasi Penelitian

Jenis analisis Lokasi tanah Al rendah Lokasi tanah Al tinggi pH H2O 4.5 - 5.3 (masam) 4.26 – 4.34 (Sangat masam) C total (%) 0.8 - 1.03 (rendah) 1.04 (rendah)

N total (%) 0.08 (sangat rendah) 0.08 (sangat rendah) C/N 13 (sedang) 13 (sedang)

P-Bray 1 (ppm) 29.13 (sedang) 0.08 (sangat rendah) K (me/100 g) 0.38 (sedang) 0.06 (sangat rendah) Ca (me/100 g) 9.23 (sedang) 4.45 (rendah) Mg (me/100 g) 3.46 (sangat tinggi) 2.36 (sangat tinggi) Na (me/100 g) 0.24 (rendah) 0.07 (sangat rendah) KTK (me/100 g) 14.3 (rendah) 14.87 (rendah) KB (%) 92 (sangat tinggi) 47 (sedang) Al-dd (me/100 g) 2.73 11.2

Sumber: Hasil analisis tanah pada Pusat Penelitian Tanah, Bogor (2008)

Tingginya kelarutan Al pada pH <5 menyebabkan Al-dd meningkat sampai pada konsentrasi beracun bagi tanaman (Delhaize, 1995). Pada kondisi ini akan terjadi kekahatan hara pada tanah masam karena sebagian daerah jerapan pada mineral liat didominasi oleh Al3+ dengan menggantikan Mg2+ dan Ca2+. Al yang ada pada daerah jerapan tersebut juga dapat menjerap fosfat (P) dan Molibdat (Mo) dengan kuat (Marschner, 1995) sehingga P dan Mo tidak tersedia bagi tanaman.

Gambar 1.1. Kurva logaritmik erapan P contoh tanah dengan Al-dd 11.2 me/100 g Log P terlarut (μg P/ml larutan)

y = 115.77Ln(x) + 530.69 R2 = 0.9447 -200 0 200 400 600 800 1000 0 2 4 6 8 10

Gambar 1.2. Kurva logaritmik erapan P contoh tanah dengan Al-dd 2.73 me/100g

Pendugaan kebutuhan P eksternal melalui kurva erapan logaritmik untuk lahan dengan Al tinggi memberikan nilai 452.75 μg P/g atau 5760.7 kg SP-36/ha, sedangkan pada lahan dengan Al rendah didapatkan nilai erapan 343.23 μg P/g atau 4367.2 kg SP-36/ha. Dosis pupuk P rekomendasi pada tanah yang tidak masam untuk tanaman sorgum di lahan kering yaitu 100 kg SP-36/ha. Untuk tanah masam Tenjo Jawa Barat memerlukan dosis berkisar 4367.2 hingga 5760.7 kg SP-36/ ha. Pemberian pupuk P berdasarkan kebutuhan eksternal memang membutuhkan dosis yang tinggi. Penggunaan dosis ini adalah untuk menjamin bahwa pemberian pupuk memenuhi kebutuhan optimal tanaman.

Keragaan Karakter Agronomi Genotipe Sorgum di Tanah Masam Pengamatan terhadap keragaan karakter agronomi dilakukan pada empat genotipe sorgum, terdiri dari dua genotipe toleran yaitu Numbu dan ZH-30-29-07, serta dua genotipe peka yaitu B-69 dan B-75. Genotipe-genotipe sorgum ini ditumbuhkan di tanah masam dengan berbagai tingkat cekaman toksisitas Al dan defisiensi fosfor.

Terdapat interaksi yang nyata di antara genotipe dengan kondisi cekaman Al dan defisiensi P untuk karakter bobot kering tajuk, panjang malai, bobot biji per tanaman dan bobot 1000 biji. Adanya interaksi antara kondisi cekaman dan genotipe pada peubah bobot kering tajuk dan komponen hasil ini menunjukkan terdapat perbedaan respon di antara empat genotipe terhadap taraf cekaman Al yang

32

berbeda. Hal ini menunjukkan pula bahwa genotipe toleran dan peka memberikan respon yang berbeda pada kondisi cekaman yang berbeda. Nilai padatan terlarut total yang tidak nyata tidak dapat menjelaskan perbedaan respon antar genotipe terhadap cekaman Al dan perlakuan fosfor (Tabel 1.2)..

Tabel 1.2. Rekapitulasi analisis ragam pengaruh kondisi cekaman, genotipe dan interaksi antara kondisi cekaman dan genotipe terhadap pertumbuhan dan produksi sorgum di tanah masam

Peubah Kondisi cekaman Genotipe Interaksi

Kuadrat Tengah

Bobot kering tajuk 11753.66** 8909.54** 1365.31**

Bobot biji per tanaman 4125.48** 5788.56** 200.43**

Bobot 1000 biji 342.43** 518.77** 24.52**

PTT (%brix) 102.04** 107.46** 5.28

PTT = Padatan terlarut total ** = berpengaruh sangat nyata pada taraf 1%

Kemampuan Menghasilkan Bahan Kering

Pertumbuhan dapat diketahui antara lain melalui bobot biomassa tanaman. Bobot biomassa adalah karakter agronomi yang mencerminkan pertumbuhan tanaman. Tanaman yang mampu mengkonversi energi sinar matahari dan mengakumulasikannya dengan cepat akan memiliki bobot biomassa tinggi sehingga karakter ini sering digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan tanaman (Sitompul dan Guritno, 1995).

Pengamatan terhadap kemampuan menghasilkan bahan kering dari empat genotipe sorgum yang ditanam pada kondisi cekaman berbeda dilakukan dengan mengukur bobot kering tajuk pada saat panen. Analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi perlakuan berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk (Tabel 1.2). Ini berarti bahwa kemampuan membentuk bahan kering tanaman sorgum dipengaruhi secara nyata oleh genotipe serta cekaman Al dan defisiensi P. Nilai tengah bobot kering tajuk semakin menurun dengan semakin tingginya tingkat cekaman. Dalam keadaan tercekam Al dan defisiensi P, semua genotipe mengalami penurunan bobot kering tajuk dengan persentase penurunan berbeda (Tabel 1.3).

Kemampuan membentuk bahan kering genotipe peka pada kondisi Al tinggi dan tanpa penambahan hara P lebih rendah dibandingkan genotipe toleran (Tabel 1.3). Persen penurunan bobot kering genotipe peka B-69 (28.22%) dan B-75

33

(29.77%) lebih besar dibandingkan genotipe toleran Numbu (16.96%) dan ZH-30-29-07 (16.15%). Hal ini menunjukkan besarnya hambatan pertumbuhan pada genotipe peka akibat cekaman Al tinggi dan defisiensi P di tanah masam. Menurut Ma et al. (2005) genotipe yang terhambat pertumbuhannya akan mengalami kekurangan karbohidrat karena penyerapan dan transpor air maupun hara dari akar ke tajuk tanaman lebih sedikit, dan pada akhirnya menurunkan pertumbuhan tajuk. Penurunan bobot kering tajuk dapat pula disebabkan karena sebagian besar karbohidrat ditranslokasikan ke akar untuk lebih meningkatkan pertumbuhan akar.

Terdapat selisih kenaikan bobot kering yang cukup besar pada saat diberikan P cukup meskipun kondisi Al tinggi. Respon genotipe sorgum terhadap pembentukan bahan kering sangat berbeda. Genotipe B-75 menunjukkan tingkat respon yang paling tinggi, sedangkan genotipe ZH-30-29-07 justru menunjukkan respon yang paling rendah. Hasil penelitian ini menunjukkan tingkat toleransi genotipe ZH-30-29-07 yang berbeda dengan pengujian di tanah masam Lampung. Diduga hal ini disebabkan oleh perbedaan kondisi cekaman di lapangan. Seleksi penentuan toleransi genotipe ZH-30-29-07 di Lampung dilaksanakan pada tanah masam dengan kandungan Al-dd 1.35 me/100 g (Sungkono, 2007) lebih rendah dari pada kondisi Al rendah tanah masam di Tenjo Jasing yaitu 2.73 me/100 g. Hal ini menyebabkan pengelompokan ZH-30-29-07 tergolong toleran di Lampung tetapi menunjukkan karakter agronomis yang mengarah ke genotipe peka pada saat di tanam pada tanah masam di Tenjo Jasinga.

Rata-rata nilai bobot kering semua genotipe baik toleran maupun peka pada kondisi Al rendah lebih tinggi dibandingkan pada kondisi Al tinggi (Tabel 1.3). Hal ini menunjukkan bahwa peran pemberian kapur untuk menurunkan kejenuhan Al tanah sangat besar dalam membantu tersedianya hara P dan menurunkan pengaruh toksik Al. Menurut Gottlein et al (1999) Al dapat secara langsung berinteraksi dan memiliki kapasitas fiksasi yang tinggi terhadap unsur P, baik dalam larutan tanah maupun jaringan tanaman membentuk kompleks Al-P yang tidak larut sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Dengan demikian, apabila kejenuhan Al rendah maka hara P akan lebih tersedia.

Kemampuan tanaman mempertahankan produksi bahan kering dalam keadaan defisiensi hara dapat dicapai antara lain karena kebutuhan hara yang rendah

34

dalam metabolismenya sehingga mampu mempertahankan laju metabolismenya pada keadaan hara rendah tanpa menunjukkan gejala defisiensi hara (Marschner, 1995).

Tabel 1.3. Respon genotipe sorgum untuk karakter bobot kering tajuk pada berbagai kondisi cekaman

Perlakuan Rata-rata nilai bobot kering tajuk (g)

Numbu ZH-30-29-07 B-69 B-75 Al tinggi - tanpa P 101.89 96.84 76.94 74.11 Al tinggi - P kurang 116.40 115.19 103.64 95.30 Al tinggi - P cukup 122.70 115.49 107.19 105.52 Al rendah - tanpa P 124.36 115.93 101.33 110.87 Al rendah - P kurang 201.67 146.79 117.90 123.17 Al rendah - P cukup 240.84 222.48 217.38 235.36

Hasil penelitian ini sejalan dengan pengujian pada tanaman padi yang diberi cekaman Al dan K cukup (Trikoesoemaningtyas, 2002) serta N cukup (Jagau, 2000) yang juga menunjukkan ketidakmampuan tanaman mempertahankan produksi bahan kering pada kondisi tercekam Al. Besarnya pengaruh cekaman Al dalam pembentukan bahan kering diduga disebabkan karena Al menghambat penyerapan dan penggunaan hara. Hal ini menunjukkan bahwa sekalipun genotipe ini toleran tanah masam, tetapi tidak efisien dalam memanfaatkan hara P untuk menghasilkan bahan kering. Penyebab lain adalah karena terbentuknya ikatan Al-P akibat tingginya konsentrasi Al pada tanah yang tidak dikapur sehingga tingkat kejenuhan Al cukup tinggi.

Tabel 1.4. Respon genotipe sorgum untuk karakter bobot kering tajuk pada kondisi cekaman Al tinggi

Keterangan: tn = tidak nyata, ** = berbeda sangat nyata pada taraf 1% uji kontras

Nomor Perbandingan Selisih nilai tengah (g)

1. Al tinggi - Tanpa P Numbu, ZH-30-29-07 vs B-69, B-75 23.83** Numbu vs ZH-30-29-07 5.05tn B-69 vs B-75 2.83tn 2. Al tinggi - P kurang Numbu, ZH-30-29-07 vs B-69, B-75 16.33** Numbu vs ZH-30-29-07 1.21tn B-69 vs B-75 8.34** 3. Al tinggi – P cukup Numbu, ZH-30-29-07 vs B-69, B-75 12.74** Numbu vs ZH-30-29-07 7.21** B-69 vs B-75 1.67tn

35

Hasil uji kontras terhadap bobot kering tajuk menunjukkan bahwa pada kondisi Al tinggi dan tanpa penambahan P sorgum tidak mampu meningkatkan pembentukan bahan kering baik di antara genotipe toleran maupun di antara genotipe peka (Tabel 1.4). Pada kondisi Al rendah, tanpa penambahan pupuk P sudah mampu meningkatkan kemampuan sorgum dalam membentuk bahan kering (Tabel 1.5). Hal ini berarti pemberian kapur untuk menurunkan kandungan Al di tanah masam sangat besar pengaruhnya terhadap ketersediaan P tanah dan berpengaruh juga terhadap pembentukan bahan kering tanaman.

Tabel 1.5. Respon genotipe sorgum untuk karakter bobot kering tajuk pada kondisi cekaman Al rendah

Keterangan: tn = tidak nyata, ** = berbeda sangat nyata pada taraf 1%

Nomor Perbandingan Selisih nilai tengah (g)

1. Al rendah - Tanpa P Numbu, ZH-30-29-07 vs B-69, B-75 14.05** Numbu vs ZH-30-29-07 8.43** B-69 vs B-75 9.54** 2. Al rendah - P kurang Numbu, ZH-30-29-07 vs B-69, B-75 53.69** Numbu vs ZH-30-29-07 54.88** B-69 vs B-75 5.27** 3. Al rendah – P cukup Numbu, ZH-30-29-07 vs B-69, B-75 5.29** Numbu vs ZH-30-29-07 18.36** B-69 vs B-75 17.98**

Hasil penelitian Hopkins et al. (2004) dan Ping et al. (2006) menunjukkan bahwa bobot biomassa tajuk adalah karakter yang sangat menentukan toleransi tanaman terhadap tanah masam. Tidak didapatkan perbedaan pembentukan biomassa tanaman baik di antara genotipe toleran maupun di antara genotipe peka dalam kondisi Al tinggi dan tanpa P (Tabel 1.4). Hal ini akibat terhambatnya pertumbuhan akar semua genotipe sorgum pada kondisi cekaman berat di tanah masam. Akar yang terhambat hanya memiliki sedikit rambut-rambut akar. Menurut Rao (1999), rambut akar berperan dalam penyerapan hara P. Penyerapan per unit panjang akar meningkat dengan pembentukan rambut akar. Hal ini karena rambut akar meningkatkan area permukaan bidang serap akar, sehingga volume eksplorasi tanah per panjang akar meningkat.

36

Peningkatan pupuk P dari kurang menjadi cukup pada kondisi Al tinggi tidak menyebabkan perbedaan kemampuan pembentukan biomassa di antara genotipe kecuali pada genotipe peka B-75 (Tabel 1.6). Hal ini disebabkan karena genotipe B-75 sangat responsif terhadap penambahan pupuk P untuk pembentukan bahan kering sementara Numbu, ZH-30-29-07 dan B-69 tidak responsif terhadap penambahan pupuk P pada kondisi Al tinggi di tanah masam.

Tabel 1.6. Respon genotipe sorgum untuk karakter bobot kering tajuk terhadap pemberian pupuk P pada kondisi cekaman Al tinggi

Perlakuan pupuk P Selisih nilai tengah bobot kering tajuk (g)

Numbu ZH-30-29-07 B-69 B-75

Al tinggi - Tanpa P vs P kurang 14.51** 18.35** 26.70** 21.19**

Al tinggi - P kurang vs P cukup 6.30tn 0.30tn 3.55tn 10.22**

Keterangan: tn = tidak nyata, ** = berbeda nyata pada taraf 1%

Pada kondisi Al tinggi yang lebih bermanfaat adalah memberikan kapur sehingga dapat meningkatkan ketersediaan hara P. Hal ini terbukti pada kondisi Al rendah penambahan pupuk P mampu meningkatkan bobot kering tajuk sorgum di tanah masam (Tabel 1.7).

Tabel 1.7. Respon genotipe sorgum untuk karakter bobot kering tajuk terhadap pemberian pupuk P pada kondisi cekaman Al rendah

Perlakuan pupuk P Selisih nilai tengah bobot kering tajuk (g)

Numbu ZH-30-29-07 B-69 B-75

Al rendah - Tanpa P vs P kurang 77.31** 30.86** 16.57** 12.30**

Al rendah - P kurang vs P cukup 39.17** 75.69** 99.48** 112.19**

Keterangan: tn = tidak nyata, ** = berbeda nyata pada taraf 1%

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Syarif (2005) yang juga mendapatkan perbedaan pembentukan biomassa tajuk pada genotipe padi toleran akibat peningkatan dosis pupuk P. Menurut Blum (1988), tumbuhan yang adaptif terhadap kondisi tanah defisiensi hara memiliki sifat yang lebih baik dalam menyerap, menggunakan dan mentranslokasikan hara ke lumbung (sink).

37

Komponen Hasil dan Hasil

Hasil analisis ragam terhadap komponen hasil dan hasil menunjukkan bahwa bobot biji per tanaman dan bobot 1000 biji dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan kondisi cekaman dan genotipe serta interaksi antara kondisi cekaman dan genotipe (Tabel 1.2).

Bobot biji per tanaman menggambarkan banyaknya biji sorgum yang terdapat pada malai utama. Genotipe toleran (Numbu dan ZH-30-29-07) memperlihatkan konsistensinya pada kondisi lahan dengan cekaman Al rendah maupun tinggi. Hal ini tidak dijumpai pada genotipe peka, genotipe B-69 memberikan bobot biji per tanaman yang lebih tinggi daripada B-75 pada lahan dengan cekaman Al tinggi, tetapi pada lahan bercekaman Al rendah genotipe B-75 justru memberikan bobot biji per tanaman yang lebih tinggi daripada B-69 (Tabel 1.8). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan daya adaptasi di antara genotipe peka B75 dan B-69 terhadap cekaman toksisitas Al dan defisiensi P. B-75 memiliki respon yang lebih baik terhadap pemberian kapur untuk menurunkan tingkat Al daripada B-69.

Tabel 1.8. Respon genotipe sorgum untuk karakter bobot biji per tanaman pada berbagai kondisi cekaman di tanah masam

Perlakuan Rata-rata nilai bobot biji per tanaman (g)

Numbu ZH-30-29-07 B-69 B-75 Al tinggi - tanpa P 67.44 61.68 56.48 49.65 Al tinggi - P kurang 90.34 75.11 70.74 56.69 Al tinggi - P cukup 117.93 89.36 72.54 64.44 Al rendah - tanpa P 117.50 93.74 61.23 72.72 Al rendah - P kurang 130.72 107.07 81.69 89.45 Al rendah – P cukup 135.39 111.69 91.23 99.73

Hasil rata-rata produksi sorgum pada penelitian ini berdasarkan nilai konversi dari bobot biji per tanaman berkisar antara 3.80 ton/ha hingga 10.36 ton/ha. Hasil terendah didapatkan pada genotipe B-75 pada kondisi Al tinggi dan defisiensi P dan hasil tertinggi didapatkan pada Numbu pada cekaman Al rendah dengan P cukup. Hal ini menunjukkan bahwa sorgum memiliki potensi produksi yang tinggi apabila lingkungan tumbuhnya optimal.

Pada kondisi Al tinggi dan tanpa pemberian pupuk P, baik di antara sorgum toleran maupun di antara genotipe peka tidak mampu meningkatkan produksi (Tabel 1.9) tetapi pada kondisi Al rendah tanpa penambahan pupuk P masih mampu

38

meningkatkan produksi biji sorgum di tanah masam (Tabel 1.10). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan kapur untuk menurunkan tingkat kejenuhan Al mampu meningkatkan produksi sorgum meskipun pada kondisi defisiensi hara P.

Tabel 1.9. Respon genotipe sorgum untuk karakter bobot biji per tanaman pada kondisi cekaman Al tinggi di tanah masam

Keterangan: tn = tidak nyata, ** = berbeda sangat nyata pada taraf 1% uji kontras

Tabel 1.10. Respon genotipe sorgum untuk karakter bobot biji pertanaman pada kondisi cekaman Al rendah di tanah masam

Keterangan: tn = tidak nyata, ** = berbeda sangat nyata pada taraf 1% uji kontras

Ini berarti bahwa pemberian kapur saja tanpa penambahan pupuk P sudah dapat meningkatkan hasil secara nyata baik pada genotipe toleran maupun peka. Pemberian kapur lebih bermanfaat dalam meningkatkan produksi sorgum pada kondisi Al tinggi di tanah masam daripada penambahan pupuk P Hal ini diduga pemberian kapur mengakibatkan meningkatnya ketersediaan hara P di tanah masam

Nomor Perbandingan Selisih nilai tengah

bobot biji per tanaman (g) 1. Al tinggi - Tanpa P Numbu, ZH-30-29-07 vs B-69, B-75 21.49** Numbu vs ZH-30-29-07 5.76tn B-69 vs B-75 6.83tn 2. Al tinggi - P kurang Numbu, ZH-30-29-07 vs B-69, B-75 19.02** Numbu vs ZH-30-29-07 15.23** B-69 vs B-75 14.05** 3. Al tinggi – P cukup Numbu, ZH-30-29-07 vs B-69, B-75 35.16** Numbu vs ZH-30-29-07 28.57** B-69 vs B-75 8.10**

Nomor Perbandingan Selisih nilai tengah

bobot biji per tanaman (g)

1. Al rendah - Tanpa P Numbu, ZH-30-29-07 vs B-69, B-75 38.64** Numbu vs ZH-30-29-07 23.76** B-69 vs B-75 11.49** 2. Al rendah - P kurang Numbu, ZH-30-29-07 vs B-69, B-75 33.33** Numbu vs ZH-30-29-07 23.65** B-69 vs B-75 7.76** 3. Al rendah – P cukup Numbu, ZH-30-29-07 vs B-69, B-75 28.06** Numbu vs ZH-30-29-07 23.70** B-69 vs B-75 8.50**

39

karena berkurangnya fiksasi P oleh Al. Menurut Rao (1999) Al secara langsung mampu berinteraksi dan memiliki kapasitas fiksasi yang tinggi terhadap unsur P, baik dalam larutan tanah maupun jaringan tanaman membentuk kompleks Al-P yang tidak larut sehingga tidak tersedia bagi tanaman.

Peningkatan taraf pupuk P pada kondisi Al tinggi dari kurang menjadi cukup tidak mampu meningkatkan bobot biji per tanaman genotipe peka B-69 dan B-75, tetapi ternyata masih mampu meningkatkan produksi pada genotipe Numbu dan ZH-30-29-07 (Tabel 1.11 dan 1.12). Hal ini berarti peningkatan dosis P masih bermanfaat untuk menaikkan produksi pada tanaman toleran di tanah masam dengan kondisi Al tinggi, sedangkan pada genotipe peka akan lebih bermanfaat bila diberikan kapur untuk menurunkan tingkat Al. Jadi pada kondisi tanah masam dengan Al rendah cukup memberikan P pada taraf kurang tanpa meningkatkan taraf pemupukan P sampai cukup sudah dapat meningkatkan produksi baik pada genotipe toleran maupun peka.

Tabel 1.11. Respon genotipe sorgum untuk karakter bobot biji per tanaman terhadap pemberian pupuk P pada kondisi cekaman Al tinggi

Perlakuan pupuk P Selisih nilai tengah bobot biji per tanaman (g)

Numbu ZH-30-29-07 B-69 B-75

Al tinggi - Tanpa P vs P kurang 22.90** 13.43** 14.26** 7.04tn

Al tinggi - P kurang vs P cukup 27.59** 14.25** 1.80tn 7.75tn

Keterangan: tn = tidak nyata, ** =berbeda nyata pada taraf 1% uji kontras ortogonal

Tabel 1.12. Respon genotipe sorgum untuk karakter bobot biji per tanaman terhadap pemberian pupuk P pada kondisi cekaman Al rendah

Perlakuan pupuk P Selisih nilai tengah bobot biji per tanaman (g)

Numbu ZH-30-29-07 B-69 B-75

Al rendah - Tanpa P vs P kurang 13.22** 13.33** 20.46** 13.73**

Al rendah - P kurang vs P cukup 4.67tn 4.62tn 9.54tn 10.28tn

Keterangan: tn = tidak nyata, ** = berbeda nyata pada taraf 1% uji kontras ortogonal

Bobot 1000 biji merupakan ukuran yang menggambarkan besar kecilnya biji yang dihasilkan oleh tanaman serealia. Pada penelitian ini didapatkan nilai rata-rata bobot 1000 biji tertinggi pada varietas Numbu dengan kondisi optimal yaitu Al rendah dan P cukup 55.71 g dan terendah pada genotipe ZH-30-29-07 pada kondisi Al tinggi dan tanpa P yaitu sebesar 27.98 g (Tabel 1. 13).

40

Tabel 1.13. Respon genotipe pada bobot 1000 biji sorgum terhadap berbagai kondisi cekaman Al dan pupuk P di tanah masam

Perlakuan Rata-rata nilai bobot 1000 biji (g)

Numbu ZH-30-29-07 B-69 B-75 Al tinggi - tanpa P 35.07 27.98 30.67 33.82 Al tinggi - P kurang 40.06 31.29 32.34 35.97 Al tinggi - P cukup 40.87 31.99 38.20 42.66 Al rendah - tanpa P 47.97 33.60 38.90 40.64 Al rendah - P kurang 54.87 34.61 40.70 45.30 Al rendah – P cukup 55.71 37.23 43.49 47.58

Peningkatan dosis pupuk P sampai taraf kurang tidak nyata meningkatkan bobot 1000 biji sorgum pada genotipe peka dengan kondisi Al tinggi dan rendah, tetapi masih mampu meningkatkan bobot 1000 biji pada genotipe Numbu (Tabel 1.14 dan 1.15). Hal ini menunjukkan bahwa dosis pupuk P pada taraf kurang sudah mampu meningkatkan bobot 1000 biji untuk Numbu.

Tabel 1.14. Respon genotipe untuk karakter bobot 1000 biji terhadap pemberian pupuk P dengan kondisi cekaman Al tinggi

Perlakuan pupuk P Selisih nilai tengah bobot 1000 biji (g)

Numbu B-75

Al tinggi - tanpa P vs Al tinggi - P kurang 4.99tn 2.15tn

Al tinggi - P kurang vs Al tinggi - P cukup 0.81tn 6.69tn

Keterangan: tn = berbeda tidak nyata

Tabel 1.15. Respon genotipe untuk karakter bobot 1000 biji terhadap pemberian pupuk P dengan kondisi cekaman Al rendah

Perlakuan pupuk P Selisih nilai tengah bobot 1000 biji (g)

Numbu B-75

Al rendah – tanpa P vs Al rendah P kurang 6.90** 4.66tn

Al rendah - P kurang vs Al rendah - P cukup 0.84tn 2.28tn

Keterangan: tn= berbeda tidak nyata, ** = berbeda nyata pada taraf 1% uji kontras \

Padatan Terlarut Total (PTT)

Kandungan PTT dan gula total sorgum mengalami penurunan cukup besar pada kondisi Al tinggi dan defisiensi P dibandingkan pada kondisi Al rendah dan P cukup (Tabel 1.16).

41

Tabel 1.16. Respon genotipe pada berbagai kondisi cekaman terhadap padatan Terlarut total (PTT) dan gula total

Perlakuan Rata-rata nilai (%)

Gula Total (%) PTT (%brix)

Al tinggi - tanpa P 6.19 7.93 Al tinggi - P kurang 9.97 12.78 Al tinggi - P cukup 11.94 15.30 Al rendah - tanpa P 9.09 11.65 Al rendah - P kurang 10.50 13.46 Al rendah – P cukup 12.36 15.85

Hal ini menunjukkan tanggap sorgum yang berbeda untuk karakter kandungan PTT dan gula total terhadap penambahan unsur P baik pada kondisi Al tinggi maupun rendah. Diduga pada kondisi P cukup tetapi tercekam Al genotipe sorgum akan meningkatkan efisiensi penggunaan P dalam jaringannya untuk pembentukan gula total tanaman. Efisiensi penggunaan lebih menggambarkan penggunaan P internal baik dalam proses translokasi maupun retranslokasi dalam tanaman. Efisiensi penggunaan dapat ditingkatkan melalui perubahan bentuk kimia P (fraksi-fraksi P) (Schachtman et al., 1998).

Pada penelitian ini Numbu menunjukkan kandungan PTT tertinggi dibandingkan genotipe lainnya, diikuti oleh genotipe B-75, B-69 dan ZH-30-29-07 (Tabel 1.17). Kandungan PTT Numbu ternyata setara jika dibandingkan dengan genotipe peka B-75 (Tabel 1.18). Ini berarti genotipe peka B-75 memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi tanaman penghasil bioetanol asalkan memiliki adaptasi yang baik di tanah masam.

Tabel 1.17. Nilai padatan terlarut total empat genotipe sorgum di tanah masam

Genotipe Gula Total (%)* PTT (% brix)

Numbu 12.42 15.92

ZH-30-29-07 8.89 11.41

B-69 9.20 11.79

B-75 9.51 12.19

42

Tabel 1.18. Respon genotipe sorgum toleran dan peka terhadap kandungan gula total dan padatan terlarut total (PTT) batang sorgum di tanah masam

Perbandingan Selisih nilai tengah

Gula Total PTT (%)

Numbu vs ZH-30-29-07 3.53** 4.51**

Numbu vs B-75 2.91tn 3.73tn

Numbu vs B-69 3.22** 4.13**

tn= berbeda tidak nyata, **= berbeda nyata pada taraf 1%

Berbeda dangan tanggap pada karakter bobot biji per tanaman, kandungan PTT dan gula total sorgum lebih tanggap terhadap penambahan pupuk P dan tidak terlalu tanggap terhadap penambahan kapur untuk menurunkan Al tanah (Tabel 1.19). Hal ini ditunjukkan oleh penambahan pupuk P sampai taraf cukup masih tetap bermanfaat meningkatkan kandungan PTT baik pada kondisi Al tingga maupun rendah. Ini berarti pada kondisi Al tinggi maupun rendah asalkan diberi P