FOSFOR UNTUK TANAMAN CABAI ( Capsicum annuum L.) PADA LAHAN INCEPTISOL
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat
Pembuatan status P tanah dilakukan dari bulan Agustus sampai Desember 2012 di lahan petani SP-1 Prafi Manokwari, Papua Barat. Penelitian kalibrasi uji P tanah dilaksanakan dari bulan Januari sampai April 2013 pada lahan yang sama. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Balai Besar Sumberdaya Lahan, Bogor. Sifat kimia tanah Inceptisol yang digunakan sebagai lahan penelitian mempunyai pH 4.68 (air:tanah=1:5), C/N rasio 8.26 (Kjeldahl), P tersedia 3.02 ppm P (Bray-I), K-dd 0.13 cmol.kg-1 (CH3COONH4 1M pH 7), dan KTK 11.25 cmol.kg-1 (CH3COONH4 1M pH 7).
Bahan-bahan yang diperlukan adalah: bibit cabai varietas Horison, larutan asam fosfat 85% (H3PO4), pupuk Urea (46% N), SP-36 (35% P2O5), dan KCl (60% K2O).
Metode Penelitian
Penelitian menggunakan pendekatan lokasi tunggal (single location) yaitu dengan membuat status hara buatan dari rendah hingga sangat tinggi, kemudian melaksanakan percobaan pemupukan pada setiap status hara tanah. Penempatan perlakuan menggunakan rancangan petak terpisah (Split-plot design) dengan tiga ulangan. Perlakuan pada petak utama adalah status hara P tanah yang diperoleh melalui pemberian larutan asam fosfat (H3PO4) dengan lima takaran P, yaitu : 0, ¼ X, ½ X, ¾ X, dan X. Takaran X adalah jumlah P sebanyak 800 kg P ha-1 yang diberikan untuk mencapai konsentrasi dalam larutan tanah 0,2 µg P L-1 menurut metode Fox dan Kamprath (Nursyamsi dan Fadjri 2005; Syarifuddin 2008), atau setara dengan 1739.96 L H3PO4 ha-1. Perlakuan pada anak petak adalah dosis pemupukan P, yaitu 0, 40, 80, 160 dan 320 kg P2O5 ha-1. Penelitian ini terdiri atas 25 kombinasi perlakuan dan diulang sebanyak 3 kali sehingga terdapat 75 satuan percobaan.
Model linier aditif rancangan yang digunakan (Mattjik dan Sumertajaya 2000)adalah : Yijk = µ + ρk + αi + δik + βj + (αβ)ij + Єijk
Dimana :
Yijk = Nilai pengamatan dari status P tanah ke-i dan dosis pupuk P ke-j pada ulangan ke-k
µ = nilai tengah umum ρk = Pengaruh ulangan ke-k
αi = Pengaruh status P tanah ke-i βj = Pengaruh dosis pupuk P ke-j
(αβ)ij = Pengaruh interaksi dari status P tanah ke-i dan dosis pupuk P ke-j δik = Pengaruh acak status P tanah ke-i pada ulangan ke-k
Єijk = Pengaruh acak dari status P tanah ke-i, dosis pupuk P ke-j dan ulangan ke-k
i = 1, 2,..., 5 j = 1, 2,..., 5 k = 1, 2, 3
Pelaksanaan Penelitian
Pembuatan Status P Tanah
Lahan dibersihkan kemudian diolah sebanyak dua kali menggunakan handtraktor. Setelah pengolahan tanah ke dua dibuat bedengan sebagai petak utama dengan ukuran lebar 1.5 m, panjang 25 m, dan tinggi 0.4 m. Selanjutnya, pembuatan status hara P tanah untuk status sangat rendah sampai sangat tinggi dilakukan
434.99, 869.98, 1304.97, dan 1739.96 L H3PO4. hektar-1 atau setara dengan 0, 1.63, 3.26. 4.89, dan 6.52 L H3PO4 petak-1. Masing-masing takaran H3PO4 dilarutkan dalam air hingga mencapai volume 20 liter dan disiram merata keseluruh permukaan bedeng, kemudian diinkubasi selama 4 bulan. Selama masa inkubasi tanah diaduk setiap 2 minggu agar larutan H3PO4 tercampur merata.
Pemberian Perlakuan Dosis Pupuk P
Setelah petak utama diinkubasi selama 4 bulan, selanjutnya displit menjadi anak petak yang berukuran lebar 1.5 m, panjang 5 m, dan tinggi 0.4 m. Pupuk P yang digunakan adalah SP-36 dengan kandungan 35% P2O5 (hasil uji laboratorium). Kebutuhan pupuk SP-36 setiap petaknya untuk masing-masing dosis P, yaitu: 0, 85.71, 171.43, 342.86, dan 685.71 gram SP-36 petak-1. Pemberian perlakuan dosis pupuk P pada anak petak dilakukan seminggu sebelum bibit ditanam, dengan cara menaburkan ke permukaan tanah dan diaduk hingga rata.
Penanaman dan Pemeliharaan
Bibit cabai yang sehat ditanam sebanyak 1 tanaman per lubang tanam, dengan jarak tanam double row 40 cm x 60 cm, sehingga setiap petak percobaan terdapat 26 tanaman. Untuk menunjang pertumbuhan, tanaman diberi pupuk dasar N dan K dengan dosis 200 kg N ha-1 dan 150 kg K2O5 ha-1 atau setara dengan 326.1 g urea petak-1 dan 187.5 g KCl petak-1 . Aplikasi pupuk dilakukan dua kali, yaitu 50% pupuk urea+100% pupuk KCl diberikan sehari sebelum tanam, dan 50% pupuk urea sisanya diberikan pada saat umur 4 minggu setelah bibit ditanam. Selama pertumbuhan dilakukan pemeliharaan berupa pemberian air, penyiangan gulma, serta pengendalian hama dan penyakit.
Variabel Pengamatan
1. Analisis P tanah. Tanah yang telah diinkubasi dengan larutan H3PO4 diambil dari setiap petak untuk dianalisis kandungan P tanah menggunakan metode ekstraksi terbaik untuk tanaman cabai pada tanah Inceptisol (hasil penelitian sebelumnya, )yaitu Bray-I.
2. Tinggi tanaman (cm). Pengukuran dilakukan dari permukaan tanah sampai pucuk cabang tertinggi.
3. Bobot kering tajuk dan akar (g). Tanaman dipotong pada pangkal batang untuk memisahkan bagian tajuk dan akar. Bagian tajuk dan akar dikeringanginkan, kemudian dimasukan dalam oven pada suhu 70oC selama 2-4 hari.
4. Jumlah buah panen per tanaman. Pemanenan dilakukan apabila 50% dari permukaan buah telah mengalami perubahan warna menjadi merah. Jumlah buah panen dihitung secara komulatif hingga panen terakhir.
5. Bobot buah panen per tanaman (g). Penimbangan dilakukan terhadap semua buah yang dipanen, kemudian dihitung secara komulatif hingga panen terakhir
Penentuan kelas ketersediaan hara P tanah mengacu pada Kidder (1993) yang mengelompokkannya menjadi 5 kelas berdasarkan hasil relatif, yaitu : sangat rendah (< 50 %), rendah (50 - 75 %), sedang (75 - 100 %), tinggi (100 %), dan sangat tinggi (< 100%). Batas kritis untuk membedakan nilai P terekstrak dari setiap kelas ditentukan dengan persamaan regresi dari kurva kalibrasi yang menghubungkan antara nilai P terekstrak (X) dengan hasil relatif (Y), seperti pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Kurva kalibrasi untuk menentukan batas kritis nilai P terekstrak
Perhitungan kebutuhan pupuk P menggunakan analisis regresi dari kurva respon hasil untuk setiap kelas ketersediaan hara P tanah. Persamaan garis regresinya adalah: Y = a + bX + cX2, dimana: a, b, c = koefisien regresi, X = dosis pupuk P (kg P2O5 ha-1), dan Y = hasil relatif buah panen (%). Dosis pupuk yang direkomendasikan adalah dosis pupuk maksimum yang dibutuhkan untuk mencapai hasil relatif 100%.
Pengaruh perlakuan pemupukan P terhadap respon tanaman cabai diketahui melalui analisis sidik ragam. Jika perlakuan berpengaruh nyata maka dilanjutkan dengan regresi polinomial untuk mengetahui pola responnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kelas Ketersediaan Hara P Tanah
Hasil penelitian korelasi uji P tanah menunjukkan bahwa metode ekstraksi terbaik untuk tanaman cabai pada tanah Inceptisol adalah Bray I dengan nilai koefisien korelasi (r) adalah 0.885. Nilai P terekstrak dari metode Bray I tersebut belum
lapangan. Kalibrasi uji tanah memberikan informasi mengenai batas kritis dari setiap kelas ketersediaan hara bagi tanaman pada jenis tanah tertentu (Guerin et al. 2007; Mendoza et al. 2009; Susila et al. 2010). Kidder (1993) membagi kelas ketersediaan hara menjadi 5 kategori berdasarkan respon hasil relatif, yaitu : (1) sangat rendah, jika hasil relatifnya < 50%, (2) rendah, jika hasil relatifnya 50 - 75%, (3) sedang, jika hasil relatifnya 75 - 100%, (4) tinggi, jika hasil relatifnya =100%, dan (5) sangat tinggi, jika hasil relatifnya <100 %. Setiap kelas ketersediaan hara dibatasi oleh nilai kritis yang ditentukan dengan kurva kalibrasi (Gambar 4.2).
Gambar 4.2 Batas kritis nilai P terekstrak Bray I terhadap hasil relatif cabai
Batas kritis ketersediaan hara P tanah untuk tanaman cabai berdasarkan pengekstrak Bray I adalah 41, 102, dan 230 ppm P. Berdasarkan nilai batas kritis tersebut diperoleh empat kelas ketersediaan hara P tanah untuk tanaman cabai yaitu : sangat rendah, rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi (Tabel 4.1).
Tabel 4.1 Kelas ketersediaan hara P untuk tanaman cabai pada tanah Inceptisol Kelas ketersediaan hara P
tanah
Hasil relatif (%)
Selang nilai P terekstrak Bray I (ppm P)
Sangat Rendah < 50 < 41
Rendah 50 - < 75 41 - < 102
Sedang 75 - < 100 102 - < 230
Tinggi & Sangat Tinggi ≤ 100 ≥ 230
Kelas ketersediaan hara P tanah menggunakan metode pengesktrak Bray I diklasifikasikan sebagai berikut : nilai P terekstrak kurang dari 41 ppm P dengan hasil relatif kurang dari 50% diklasifikasikan “sangat rendah”, nilai P terekstrak antara 41 - < 102 ppm Pdengan hasil relatif antara 50 - < 75% diklasifikasikan “rendah”, nilai P terekstrak antara 102 - < 230 ppm P dengan hasil relatif antara 75 - < 100%
diklasifikasikan “tinggi dan sangat tinggi”.
Kebutuhan Pupuk P
Berdasarkan penentuan kelas ketersediaan hara P, maka petak utama yang mempunyai nilai P terekstrak Bray I kurang dari 41 ppm P dikelompokan ke dalam status P sangat rendah, sedangkan petak utama dengan nilai P terekstrak antara 41 sampai kurang dari 102 ppm P dikelompokan dalam status P rendah. Petak utama dengan nilai P terekstrak antara 102 sampai kurang dari 230 ppm P dikelompokan dalam status P sedang. Sementara petak utama dengan nilai P terekstrak 230 dan lebih dari 230 ppm P dikelompokan dalam status P tinggi dan sangat tinggi. Hubungan hasil panen dan dosis pemupukan P dari masing-masing status ketersediaan hara P dijadikan dasar dalam penentuan kebutuhan pupuk P untuk tanaman cabai di tanah Inceptisol.
Ketersediaan hara dalam tanah akan menentukan respon tanaman terhadap suatu pemupukan. Respon hasil cabai terhadap pemupukan P pada setiap kelas ketersediaan P tanah Inceptisol dapat dilihat pada Gambar 4.3. Pemupukan P pada kelas ketersediaan P sangat rendah sampai sedang memberikan respon yang signifikan terhadap hasil tanaman cabai. Sebaliknya, tanaman tidak menunjukkan respon yang signifikan terhadap pemupukan P pada tanah dengan kelas ketersediaan P tinggi dan sangat tinggi. Ketersediaan P tanah yang tinggi menyebabkan pemupukan P tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman (Syafruddin 2008). Oleh karena itu, perhitungan kebutuhan pupuk P dilakukan untuk setiap kelas ketersediaan hara P tanah.
Gambar 4.3 Respon hasil relatif terhadap dosis pupuk P pada berbagai kelas ketersediaan P tanah Inceptisol berdasarkan pengekstrak Bray I
Respon hasil cabai menunjukkan pola yang kuadratik terhadap pemberian pupuk P. Penambahan dosis pupuk P sampai pada tingkat kecukupan hara dapat meningkatkan hasil tanaman, tetapi apabila dosis ditambahkan melebihi kecukupan hara menyebabkan hasil tanaman menurun. Indikator kecukupan hara dapat dilihat dari respon hasil relatife yang mencapai 90-100% (Ruhnayat 2007; Suwandi 2009).
Dosis maksimum pupuk P yang dibutuhkan untuk mencapai hasil maksimal (hasil relatif 100%) terlihat paling tinggi pada kelas ketersediaan P tanah sangat rendah, kemudian menurun hingga paling rendah pada kelas ketersediaan P tanah sedang. Model regresi yang menggambarkan pola respon hasil-dosis pupuk digunakan untuk menghitung kebutuhan pupuk P pada berbagai kelas ketersediaan hara P tanah (Tabel 4.2).
tanaman cabai pada berbagai kelas ketersediaan P tanah Inceptisol berdasarkan pengekstrak Bray I
Kelas ketersediaan P tanah Persamaan regresi Dosis maksimum R2 P2O5 (kgha-1) SP36 (kgha-1) Sangat rendah Y = 45.43 + 0.482P – 0.001P2 0.893 182 505 Rendah Y = 58.69 + 0.433P – 0.001P2 0.675 150 417 Sedang Y = 64.78 + 0.407P – 0.001P2 0.771 125 347
Dosis maksimum pupuk P yang direkomendasikan untuk budidaya cabai pada tanah Inceptisol disusun ke dalam tiga kelas ketersediaan hara P tanah. Pada kelas hara P sangat rendah dengan persamaan regresi Y = 45.43 + 0.482P – 0.001P2 (R2 = 0.893) diperoleh dosis maksimum sebanyak 182 kg P2O5.ha-1 atau setara dengan 505 kg SP36 ha-1. Berdasarkan persamaan regresi Y = 58.69 + 0.433P – 0.001P2 (R2 = 0.675), maka dosis maksimum yang direkomendasikan untuk kelas hara P rendah adalah 150 kg P2O5.ha-1 atau setara dengan 417 kg SP36 ha-1. Sementara itu, untuk kelas hara P sedang dengan persamaan regresi Y = 64.78 + 0.407P – 0.001P2 (R2 = 0.771) dibutuhkan dosis maksimum sebanyak 125 kg P2O5 .ha-1 atau setara dengan 347 kg SP36 ha-1.
Pada kelas ketersediaan hara P tinggi dan sangat tinggi tidak membutuhkan penambahan pupuk P karena respon hasil relatif tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap pemupukan P. Hal ini sesuai dengan dasar pemupukan menggunakan filosofi tingkat kecukupan hara (Nutrient Suficiency Level), yaitu penambahan pupuk hanya dilakukan bila tanah tidak mampu mensuplai hara bagi tanaman.
Respon Tanaman Terhadap Status P dan Pemupukan P
Hasil anova menunjukkan adanya pengaruh status P tanah, dosis pupuk P dan interaksinya terhadap semua variabel yang diamati. Hal ini menunjukkan bahwa respon tanaman cabai terhadap pemupukan P tergantung pada status hara P dalam tanah.
Tinggi Tanaman
Status P tanah dengan penambahan H3PO4 berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur 4 dan 8 MST. Pemberian H3PO4 akan menambah ketersediaan hara P tanah sehingga berdampak pada peningkatan tinggi tanaman. Tinggi tanaman umur 4 dan 8 MST meningkat secara linier terhadap penambahan H3PO4 hingga 800 kg P ha-1 (Tabel 4.3).
Pemupukan dimaksudkan untuk menambah unsur hara ke dalam tanah, sehingga mencukupi kebutuhan tanaman selama pertumbuhannya. Pemupukan P berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur 4 dan 8 MST. Tinggi tanaman terlihat meningkat secara kuadratik terhadap peningkatan dosis pupuk P. Hal ini menunjukan bahwa peningkatan dosis P tidak berpengaruh lagi ketika kebutuhan hara telah tercukupi.
Tabel 4.3 Respon tinggi tanaman cabai pada berbagai status P tanah dan dosis pupuk P
Perlakuan Tinggi tanaman (cm)
4 MST 8 MST
Petak Utama (A):
Status P tanah dengan penambahan H3PO4 (kg P ha-1) 0 (0 X) 35.6 62.3 200 (¼ X) 38.4 65.7 400 (1/2 X) 39.3 67.0 600 (3/4 X) 48.1 76.6 800 (1 X) 50.2 78.2 Respon √ L** L** Anak Petak (P): Dosis pupuk P (kg P2O5 ha-1) 0 33.9 62.0 40 37.3 64.8 80 42.6 69.1 160 47.7 75.9 320 50.0 79.0 Respon √ L**Q** L**Q** Interaksi (P*A) * * √
Regresi polinomial untuk respon terhadap perlakuan; * = berpengaruh nyata pada taraf nyata (α)=0.05;
**
= berpengaruh nyata pada α= 0.01; tn =tidak berpengaruh nyata; L= linier; Q= kuadratik.
Interaksi dosis pupuk P dan status P tanah terlihat berpengaruh nyata terhadap respon tinggi tanaman. Hal ini berarti bahwa status kandungan P tanah dapat menyebabkan perbedaan respon tinggi tanaman terhadap pemupukan P. Penambahan H3PO4 ke dalam tanah akan meningkatkan status kandungan P tanah, dengan demikian akan menambah ketersediaan P yang dibutuhkan oleh tanaman. Pada kondisi demikian, pemberian pupuk P menjadi tidak efektif karena kebutuhan P telah tercukupi dari dalam tanah. Respon tanaman terhadap pemupukan P akan tinggi ketika status kandungan P tanah rendah. Pemberian pupuk pada hakekatnya hanya menambah hara yang tidak mampu disediakan oleh tanah (Mengel dan Kirkby 2001).
Bobot Kering Biomas
Respon pertumbuhan tanaman juga terlihat pada bobot kering biomas tanaman. Status P tanah, dosis pupuk P, dan interaksinya berpengaruh nyata terhadap bobot kering biomas tanaman (Tabel 4.4). Penambahan H3PO4 ke dalam tanah mampu meningkatkan bobot kering akar maupun tajuk secara linier. Penambahan H3PO4 sebanyak 800 kg P ha-1 menghasilkan bobot kering akar dan tajuk tertinggi dibandingkan tanpa penambahan H3PO4.
dan dosis pupuk P
Perlakuan Bobot kering biomas tanaman (g)
Akar Tajuk
Petak Utama (A):
Status P tanah dengan penambahan H3PO4 (kg P ha-1) 0 (0 X) 6.9 28.4 200 (¼ X) 7.4 30.7 400 (1/2 X) 7.6 31.5 600 (3/4 X) 9.4 38.5 800 (1 X) 9.7 40.1 Respon √ L** L** Anak Petak (P): Dosis pupuk P (kg P2O5 ha-1) 0 6.5 27.2 40 7.2 29.9 80 8.2 33.9 160 9.3 38.2 320 9.8 40.1 Respon √ L**Q** L**Q** Interaksi (P*A) * * √
Regresi polinomial untuk respon terhadap perlakuan; * = berpengaruh nyata pada taraf nyata (α)=0.05;
**
= berpengaruh nyata pada α= 0.01; tn =tidak berpengaruh nyata; L= linier; Q= kuadratik.
Dosis pupuk P juga memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot kering akar dan tajuk. Pemberian pupuk P dengan dosis sampai 320 kg P2O5 ha-1 mampu meningkatkan bobot kering akar dan tajuk secara kuadratik. Hal ini berarti bahwa pertumbuhan akar dan tajuk tanaman cabai menunjukkan tren yang menurun ketika dosis pupuk P lebih dari 320 kg P2O5 ha-1.
Status P dalam tanah juga mempengaruhi respon tanaman terhadap pemupukan P. Interaksi antara status P tanah dan dosis pupuk P menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap bobot kering akar maupun tajuk. Pemupukan P pada tanah yang kandungan hara P-nya rendah umumnya dapat meningkatkan pertumbuhan akar dan tajuk secara nyata. Sebaliknya, peningkatan kandungan P tanah akibat pemberian H3PO4 dapat menyebabkan respon tanaman terhadap pemupukan P semakin kecil. Pada tanah-tanah dengan kandungan hara yang tinggi, umumnya mampu mencukupi kebutuhan hara tanaman, sehingga tidak memerlukan penambahan pupuk (Al Jabri 2007). Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan respon tanaman terhadap pemupukan tergantung pada kandungan hara dalam tanah.
Hasil Tanaman
Peningkatan status P tanah dengan penambahan H3PO4 mampu meningkatkan jumlah buah dan bobot buah panen secara linier. Jumlah buah, bobot per buah, dan
sebanyak 800 kg P ha-1 (Tabel 4.5).
Tabel 4.5 Respon hasil tanaman cabai pada berbagai status P tanah dan dosis pupuk P Perlakuan
Komponen hasil cabai Jumlah buah Bobot per buah (g) Bobot buah panen (g) Petak Utama (A):
Status P tanah dengan penambahan H3PO4 (kg P ha-1) 0 (0 X) 33.9 10.9 364.9 200 (¼ X) 36.8 11.0 400.3 400 (1/2 X) 37.8 11.4 410.6 600 (3/4 X) 46.2 11.8 502.6 800 (1 X) 48.2 12.1 521.7 Respon √ L** L*Q* L** Anak Petak (P): Dosis pupuk P (kg P2O5 ha-1) 0 32.9 10.7 353.7 40 35.8 11.3 389.5 80 40.9 11.6 442.5 160 45.6 11.8 492.7 320 48.1 11.8 521.8 Respon √ L**Q** L**Q* L**Q** Interaksi (P*A) * * * √
Regresi polinomial untuk respon terhadap perlakuan; * = berpengaruh nyata pada taraf nyata (α)=0.05;
**
= berpengaruh nyata pada α= 0.01; tn =tidak berpengaruh nyata; L= linier; Q= kuadratik.
Pengaruh pemupukan P terhadap pertumbuhan tanaman, juga berdampak pada peningkatan hasil tanaman. Pemupukan P dengan dosis sampai 320 kg P2O5 ha-1 mampu meningkatkan jumlah buah, bobot per buah, dan bobot buah panen secara kuadratik. Pemberian pupuk P meningkatkan ketersediaan P tanah sehingga kebutuhan P lebih tercukupi untuk pertumbuhan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil tanaman. Hara P sangat dibutuhkan tanaman terutama dalam bentuk energi kimia (ATP) yang diperlukan pada berbagai proses metabolisme selama pertumbuhan tanaman (Fageria 2009).
Respon tanaman terhadap pemupukan dapat berbeda, tergantung pada status kandungan P tanah. Hal ini ditunjukkan dengan adanya interaksi antara pemupukan P dan status P tanah pada semua komponen hasil yang diamati. Pemupukan P akan memberikan respon yang nyata pada tanah dengan kandungan P yang rendah. Hasil analisis regresi pada kurva respon seperti yang terlihat pada Gambar 4.3 menunjukkan bahwa pemupukan P pada tanah dengan kelas ketersediaan hara P yang rendah, akan memberikan respon yang nyata terhadap peningkatan hasil cabai. Sebaliknya, pemupukan P pada tanah dengan kelas ketersediaan hara P yang tinggi tidak memberikan respon yang nyata terhadap peningkatan hasil cabai. Hasil penelitian lain juga menunjukkan bahwa pemupukan P tidak lagi meningkatkan hasil tanaman jagung pada tanah yang mempunyai kandungan P tinggi (Syafruddin 2008).
1. Kelas ketersediaan hara P tanah Inceptisol untuk cabai berdasarkan pengekstrak Bray I adalah : sangat rendah (< 41 ppm P), rendah (41 - < 102 ppm P), sedang (102 - < 230 ppm P), serta tinggi dan sangat tinggi (≥ 230 ppm P)
2. Dosis maksimum pupuk P yang direkomendasikan untuk tanaman cabai pada tanah Inceptisol berdasarkan pengekstrak Bray I masing-masing untuk kelas ketersediaan hara P sangat rendah, rendah dan sedang adalah : 182, 150, dan 125 kg P2O5.ha-1. Sedangkan, pada kelas ketersediaan P tinggi dan sangat tinggi tidak diperlukan penambahan pupuk P
3. Pemupukan P berinteraksi dengan status P tanah dalam mempengaruhi respon tanaman cabai.