PADA TANAH INCEPTISOL
K 2 O potensial (mg/kg) 1.31 (rendah/ low ) HCl 25% Nilai tukar kation
Ca (cmol/kg) 0.83 (sangat rendah/very low) CH3COONH4 1M pH 7
Mg (cmol/kg 0.45 (sangat rendah/very low) CH3COONH4 1M pH 7
K (cmol/kg) 0.13 (sangat rendah/very low) CH3COONH4 1M pH 7
Na (cmol/kg) 0.01 (sangat rendah/very low) CH3COONH4 1M pH 7
KTK 11.25 (rendah/ low) CH3COONH4 1M pH 7
Kejenuhan Basa (%) 12 (sangat rendah/very low)
Al (cmol/kg) 3.43 KCl 1M
kesuburan rendah dengan faktor pembatas utama sifat-sifat kimia tersebut diatas. Tanah ini berpotensi untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian khususnya cabai, namun dengan kondisi demikian tidak memungkinkan tanaman tumbuh dengan baik tanpa diberi masukan pupuk yang cukup sesuai dengan kebutuhan tanaman dan kemampuan tanah menyediakan hara. Belajar dari keberhasilan beberapa sentra produksi komoditas pertanian di beberapa wilayah lahan kering masam ini, seperti: lada di Bangka-Belitung; Ubi kayu dan jagung di Lampung; Kalimantan Barat dengan Lada dan jagung. Contoh tersebut mengindikasikan bahwa tanah masam seperti Inceptisol yang sangat luas di wilayah Papua khususnya sangat berpotensi untuk memproduksi berbagai komoditas pertanian (pangan, hortikultura, dan tanaman tahunan/perkebunan) dengan sedikit sentuhan teknologi pemupukan (Mulyani et al. 2004).
Respon Tanaman Cabai Terhadap Status K Tanah Tinggi tanaman
Variabel tinggi tanaman dapat digunakan untuk melihat respon pertumbuhan tanaman cabai terhadap status hara K tanah. Peningkatan status K tanah melalui penambahan pupuk K sampai dosis 367.54 kg K ha-1 terlihat meningkatkan tinggi tanaman secara linier pada tanaman cabai umur 3 sampai 7 MST (Tabel 5.2).
Perbedaan status hara kalium tanah melalui aplikasi pupuk K juga memberikan respon pertumbuhan tinggi tanaman yang nyata pada tanaman lain, seperti tomat (Izhar 2012) dan nenas (Safuan et al. 2011). Demikian juga terhadap komoditi palawija dan pangan dimana status hara K tanah yang berbeda memberikan respon pertumbuhan yang berbeda pula seperti pada kedelai (Nursyamsi 2006), gandum (Baque et al. 2006), dan jagung (Subiksa dan Sabiham 2009).
Bobot Kering Biomas
Bobot kering biomas juga merupakan indikator pertumbuhan tanaman cabai (Tabel 5.3). Respon tanaman cabai terutama pertumbuhan tajuk dan tanaman memperlihatkan pola kuadratik terhadap peningkatan status K dalam tanah. Status K tanah dengan penambahan pupuk KCl sampai 275.66 kg K ha-1 menghasilkan bobot kering biomassa tertinggi, bila status K tanah lebih tinggi dari takaran tersebut tidak meningkatkan bobot kering biomassa. Respon tersebut memperlihatkan adanya tingkat kemampuan tanah dalam penyediaan hara kalium bagi tanaman.
Tabel 5.2 Bobot kering biomas tanaman cabai pada berbagai status K tanah
Status K tanah dengan
penambahan pupuk K
(kg K ha-1)
Bobot kering biomassa (g.tanaman-1)
Tajuk Akar Tanaman
0 (0X ) 24.78 4.30 29.08 91.89 (1/4X) 34.52 5.33 39.85 183.77 (1/2X) 44.22 6.93 51.15 275.66 (3/4X) 48.95 7.73 56.69 367.54 (X) 47.50 7.51 55.01 Pola respon Q* L** Q* *
= Signifikan pada taraf 5%, ** = Signifikan pada taraf 5%, tn =tidak berbeda nyata; L= pola respon linier, Q= pola respon kuadratik
Bobot biomassa tanaman berkaitan erat dengan pertumbuhan dan perkembangan tajuk tanaman, semakin besar tajuk tanaman maka semakin berat biomassa tanaman tersebut. Bobot biomassa akar juga berpengaruh terhadap bobot biomassa tanaman. Peningkatan status K dalam tanah, meningkatkan bobot kering akar secara linier. Sebagai salah satu unsur penting bagi tanaman, ketersediaan kalium dalam tanah menjadi faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan akar tanaman cabai. Hal ini berkaitan dengan fungsi kalium meningkatkan pertumbuhan akar dan meningkatkan penyerapan air dan nutrisi (Fageria dan Gheyi 1999).
Tanah dengan status hara K yang lebih tinggi akan meningkatkan ketersediaan hara yang dapat diserap oleh tanaman. Akar yang banyak akan semakin besar kemampuannya menembus tanah dan semakin banyak unsur hara yang diserap dari dalam tanah (Rangel et al. 2007). Indikator jumlah hara K yang terserap termanifestasi pada kandungan K dalam jaringan tanaman.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pembuatan status K tanah dengan penambahan pupuk K meningkatkan kandungan K tajuk secara linier (Gambar 5.1). Peningkatan tersebut mengindikasikan bahwa hara pupuk telah berubah menjadi hara tanah selama masa inkubasi sehingga dapat diserap oleh tanaman. Namun demikian, hara K yang diserap tanaman tidak semua digunakan untuk pertumbuhan tanaman. Hal ini ditujukkan oleh respon bobot kering tajuk yang kuadratik terhadap penambahan K ke dalam tanah. Hara K umumnya diserap tanaman dalam jumlah yang berlebihan atau melebihi kebutuhan tanaman. Bobot kering tajuk tertinggi tercapai ketika kandungan K tajuk berada pada kisaran 3.5 sampai 4.0%.
Gambar 5.1 Hubungan antara penambahan K tanah dengan kandungan K jauk dan bobot kering tajuk.
Hasil Panen
Status hara K tanah berpengaruh sangat nyata terhadap hasil panen cabai pada jumlah buah dan bobot buah panen (Tabel 5.4). Peningkatan status hara K tanah memberikan respon linier terhadap jumlah buah dan bobot buah panen. Perbedaan respon bobot buah panen tersebut berkaitan dengan jumlah buah yang dihasilkan pada setiap status K tanah. Pada tanah dengan penambahan pupuk K sebanyak 367.54 kg K ha-1 mampu menyediakan unsur hara yang cukup untuk pembentukan buah yang banyak sehingga meningkatkan bobot buah panen. Status tanah dengan penambahan pupuk K sebanyak 367.54 kg K ha-1
menghasilkan buah terbanyak. Sedangkan, tanah dengan status K sangat rendah (tanpa penambahan pupuk K) menghasilkan buah paling sedikit. Kondisi yang demikian dapat dikatakan bahwa pembuatan status hara K tanah dengan penambahan pupuk K yang diinkubasi selama empat bulan telah menghasilkan status K yang berbeda dalam tanah.. Peranan kalium bagi tanaman cabai sangat penting sehingga bila kekurangan K dapat menyebabkan produksinya menurun.
Tabel 5.3 Hasil panen tanaman cabai pada berbagai status K tanah Status K tanah dengan
penambahan pupuk K (kg K ha-1)
Hasil Panen Jumlah buah
(buah.tanaman-1)
Bobot per buah (g.buah-1) Bobot buah (g.tanaman-1) 0 (0X ) 26.69 11.35 298.94 91.89 (1/4X) 28.01 12.40 345.53 183.77 (1/2X) 36.23 13.08 475.18 275.66 (3/4X) 38.93 13.11 512.58 367.54 (X) 39.15 13.27 517.52 Pola respon L** - L** *
= Signifikan pada taraf 5%, ** = Signifikan pada taraf 5%, tn =tidak berbeda nyata; L= pola respon linier, Q= pola respon kuadratik
Kalium berperan dalam pembentukan energi terutama adenosine triphosphate (ATP) melalui proses fotosintesis dan respirasi (Havlin et al. 1999). Pembentukan energi ATP dibutuhkan dalam jumlah banyak untuk proses translokasi asimilat kebagian tanaman yang kemudian digunakan untuk pertumbuhan maupun ditimbun dalam organ penyimpan seperti buah. Oleh karena itu penyerapan kalium dapat meningkatkan tekanan turgor sel penjaga sehingga menyebabkan stomata membuka, asimilasi CO2 meningkat selama proses fotosintesis. Selain itu, kalium berinteraksi positif dengan N dan P. Semakin tinggi status hara K dalam tanah dapat meningkatkan penyerapan N dan P sehingga hasil tanaman meningkat (Fageria 2009). Berdasarkan hasil ini maka penentuan metode pengekstrak terbaik dapat dilakukan dengan melihat korelasi tertinggi dari masing-masing ekstraktan.
Korelasi Nilai K Tanah dengan Bobot Kering Biomas
Uji korelasi menggunakan beberapa metode pengekstrak kalium untuk mengetahui kandungan K dalam tanah. Hasil analisis hara K tanah Inceptisol menggunakan delapan pengekstrak: HCl 25%, Olsen, Bray I, Morgan Wolf, Mechlich, Amonium Acetat (NH4OAc) pH 7.0, Morgan Vanema pH 4.8, dan EDTA pada setiap status K tanah dapat dilihat pada Tabel 5.5.
Diantara delapan metode pengekstrak yang diteliti, terpilih metode eksrtaktan yang sangat berkorelasi positif dengan hasil relatif tanaman cabai yang ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi tertinggi yaitu: Morgan Vanema dengan nilai koefisien korelasi (r) = 0.846. Kedelapan metode ekstraksi yang digunakan memiliki daya ekstraks hara kalium berbeda-beda. Selanjutnya kandungan K tanah dari tinggi ke rendah berturut-turut adalah Morgan Vanema > HCl 25% > Morgan Wolf > Olsen > Mechlich > EDTA > Bray I > NH4OAc pH 7. Urutan pengekstrak tersebut menunjukkan kemampuan ekstraktan dalam melarutkan kalium di tanah Inceptisol. Morgan Vanema adalah pengekstrak yang paling sesuai untuk menduga kadar hara K tanah Inceptisol. Selanjutnya metode
kebutuhan pupuk kalium pada tanaman cabai.
Tabel 5.4 Korelasi nilai K tanah terekstrak (HCl 25%, Olsen, Bray I, Morgan Wolf, Mechlich, NH4Oac, Morgan Vanema, dan EDTA) dengan bobot kering biomas Status K tanah dengan penambahan pupuk K (kg K ha-1) Bobot Kering Relatif (%)
Nilai K tanah terekstrak (ppm K) HCl 25% Olsen Bray I Morgan Wolf Mechl ich NH4- OAc Morgan Vanema EDTA Ulangan I 0 (0X ) 51.79 5668 99 86 84 90 97 74 74 91.89 (1/4X) 50.10 6937 227 159 144 188 258 159 158 183.77 (1/2X) 61.57 7815 250 183 177 426 475 233 311 275.66 (3/4X) 82.04 7879 399 201 219 376 565 427 245 367.54 (X) 92.58 8417 312 273 246 592 420 597 375 Ulangan II 0 (0X ) 48.32 6130 125 102 115 101 383 101 87 91.89 (1/4X) 62.72 7079 282 178 147 197 260 183 159 183.77 (1/2X) 80.02 7355 245 188 225 333 329 307 253 275.66 (3/4X) 100.00 8760 280 245 316 307 486 683 291 367.54 (X) 81.24 8220 410 289 414 599 821 629 319 Ulangan III 0 (0X ) 46.31 6518 133 159 116 93 139 90 74 91.89 (1/4X) 55.96 7879 242 290 153 306 290 190 275 183.77 (1/2X) 91.15 8309 238 284 145 318 322 264 151 275.66 (3/4X) 69.02 7686 350 322 332 379 506 357 289 367.54 (X) 79.65 8433 375 376 344 431 634 425 316 Koefisien korelasi 0.838 ** 0.750* 0.645* 0.695* 0.754* 0.602* 0.846** 0.639*
N=15; r0.05(13) = 0.514; r0.01(13) = 0.641; * = Signifikan pada taraf 5%; ** = Signifikan pada taraf 1%;
tn = tidak nyata
SIMPULAN
1. Status hara K tanah yang dibuat dengan pemberian KCl pada lokasi tunggal dari sangat rendah sampai sangat tinggi dapat meningkatkan status K tanah. 2. Nilai koefisien korelasi tertinggi, yaitu 0.846 terlihat pada pengekstrak
Morgan Vanema
3. Metode pengekstrak Morgan Vanema merupakan metode ekstraksi K yang terbaik dan sesuai untuk menduga kadar K tanah Inceptisol dalam kaitannya dengan kebutuhan pupuk untuk budidaya tanaman cabai.