• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bantu Kami Berpartisipasi

Dalam dokumen Suara Masyarakat Miskin: (Halaman 61-65)

Warga laki-laki dan perempuan miskin merasa yakin bahwa mereka akan bisa menyuarakan keinginan warga jika saja mendapat dukungan. Warga Alas Kokon menjelaskan pandangan mereka: Intinya, mereka yakin bahwa mereka butuh fasilitator dari luar masyarakat, yang bisa mengorganisir pertemuan atau mengadakan forum diskusi. Fasilitator dari luar ini harus peduli pada masyarakat miskin dan punya keahlian mengidentifi kasi siapa saja yang warga yang tergolong miskin.

Warga Alas Kokon sudah merasa sangat empatis terhadap adanya intervensi dari luar: “Jika institusi atau petugas pemerintah yang melakukannya, proses seperti ini tidak mungkin terlaksana. … Sampai saat ini, kami belum melihat adanya institusi pemerintah yang menaruh perhatian terhadap layanan bagi masyarakat miskin, ataupun yang memperhatikan aspirasi masyarakat miskin.”

7. Beberapa Rekomendasi Kebijakan dan Strategi

Berikut ini beberapa rekomendasi untuk tindakan dan strategi kebijakan khusus dan umum untuk meningkatkan penyediaan layanan publik bagi masyarakat miskin. Rekomendasi-rekomendasi tersebut disusun berdasarkan pengamatan khusus, pengaduan, dan penilaian yang dibuat oleh masyarakat miskin di delapan lokasi penelitian. Dibuat berdasarkan pengalaman hidup pribadi, usulan-usulan berikut menawarkan suatu wawasan yang unik mengenai cara pandang kelompok laki-laki maupun perempuan miskin dalam melihat dan mempercayai bahwa pelayanan publik masih bisa ditingkatkan. Selain itu, usulan-usulan ini juga menjadi suatu daftar tindakan, yang saling melengkapi dengan hasil temuan dari analisa kuantitatif pada laporan utama, “Mengefektifkan Pelayanan bagi Masyarakat Miskin di Indonesia” atau Making Services Work for the Poor in Indonesia.

7. 1. Usulan untuk Layanan-Layanan Dasar Secara Umum

1. Membuat prosedur yang memungkinkan masyarakat miskin mengupayakan dan mendapatkan layanan-layanan yang pro masyarakat miskin tanpa harus bergantung pada pemimpin masyarakat atau kepada penyedia layanan.

Suar a Masy ar ak a t M isk in

misalnya: layanan dasar apa saja yang tersedia, standar dan biaya yang dibutuhkan, penyediaan pelayanan khusus bagi masyarakat miskin, serta dimana dan bagaimana mendapatkannya.

3. Paradigma bahwa masyarakat miskin hanya bisa pasrah menunggu didaftar atau di sertifi kasi berdasarkan penilaian pemimpin mereka, perlu dirubah. Sertifi kasi dan klasifi kasi warga miskin seharusnya lebih bersifat partisipatoris dan dilakukan melalui metode penilaian kolektif sehingga benar-benar transparan, dan memungkinkan karakteristik-karakteristik kemiskinan lokal teridentifi kasi dan menjadi pertimbangan.

4. Ciptakan program koordinasi informasi untuk mengumumkan layanan yang tersedia bagi masyarakat miskin dan membuat mereka menyadari manfaat dari program-program tersebut. Perlu juga dibuat program informasi untuk membuat masyarakat menyadari tanda-tanda bahaya—situasi-situasi yang biasa ditemui, yang bisa dan harus ditangani secepatnya untuk menghindari petaka.

5. Layanan-layanan yang pro masyarakat miskin perlu dikomunikasikan kepada masyarakat miskin melalui media massa maupun institusional. Publikasi yang diperlukan adalah mengenai layanan-layanan yang pro masyarakat miskin dan bagaimana cara mendapatkannya misalnya melalui radio, koran lokal, media publikasi visual yang bisa ditempatkan di puskesmas, pustu, RSU, sekolah, masjid, banjar, kantor kelurahan, dan kendaraan umum, lembar pengumuman yang dibagikan kepada tiap keluarga melalui Ketua RT, Arisan, PKK, atau yang sejenis. Mendirikan pos-pos informasi di kabupaten/kota dan kecamatan dimana masyarakat miskin bisa mendapapatkan informasi lengkap mengenai layanan-layanan pro masyarakat miskin yang tersedia di wilayah tersebut dari berbagai penyedia swasta dan pemerintah; mengumumkan keberadaan pos-pos tersebut.

6. Berdayakan masyarakat miskin dengan memberikan informasi seputar standar layanan yang harus dipenuhi oleh tiap penyedia layanan, dan tindakan apa yang harus mereka ambil jika standar-standar tersebut tidak dipenuhi. Publikasikan hal ini secara sungguh-sungguh pada tiap loket pelayanan publik, dan buat peraturan yang mewajibkan pemasangan informasi-informasi ini secara permanen.

7. Ciptakan mekanisme pelaporan yang mudah dan bebas risiko bagi pengguna layanan yang ingin melaporkan kinerja penyedia layanan dasar. Program Pembangunan Kecamatan (PPK) atau Kecamatan Development Program (KDP) di Indonesia telah berhasil menghasilkan sejumlah metode inovatif untuk menampung pengaduan dari masyarakat mengenai tindak korupsi, yang bisa diadaptasi untuk mekanisme pelaporan ini. Kembangkan cara agar pengguna layanan bisa menilai dan menyampaikan laporan mengenai penyedia layanan tanpa menyebutkan identitas pelapor, karena kekerabatan sosial dengan penyedia layanan kadang menjadi penghalang klien untuk melapor kinerja yang buruk. Menggunakan laporan dari pengguna layanan dan mengaitkannya secara langsung dengan gaji dan tunjangan penyedia layanan, untuk menciptakan insentif bagi penyediaan layanan yang baik.

Suar a Masy ar ak a t M isk in

9. Memublikasikan konsekuensi yang akan didapat jika pengguna layanan menggunakan mekanisme pengaduan tersebut. Masyarakat miskin tidak akan mau mengadukan pelayanan yang buruk kecuali mereka sudah melihat contoh nyata bahwa tindakan mereka akan membawa hasil dan tidak mengandung risiko. Pengalaman mereka dimasa lalu telah membuat mereka percaya bahwa menuntut pertanggungjawaban dari penyedia layanan adalah upaya yang sia-sia.

7. 2. Usulan untuk Layanan Bidang Kesehatan

Selain menerapkan usulan-usulan tersebut diatas di bidang kesehatan, ada beberapa tambahan rekomendasi yang mungkin bisa bermanfaat:

1. Meningkatkan transparansi dan kesetaraan prosedur untuk menunjukkan manfaat Kartu Sehat and Askes, dengan menggunakan metode poin 3 tersebut diatas.

2. Informasi yang lengkap bisa menyelamatkan nyawa. Mengarahkan sistem layanan kesehatan agar lebih menitik beratkan penyediaan informasi tindakan penyelamatan untuk lebih memberdayakan masyarakat miskin, antara lain:

• Manfaat layanan yang jelas; kadangkala masyarakat miskin tidak menggunakan layanan karena mereka mengkhawatirkan biaya.

• Tanda-tanda kehamilan yang berisiko, yang membutuhkan rujukan segera ke puskesmas. Masyarakat miskin seharusnya tidak lagi tergantung pada dukun beranak atau pihak lain yang sejenis, untuk mulsi bertindak.

• Perbandingan antara pelayanan pra-natalitas dari dukun beranak dan dari puskesmas/pustu, dalam hal tindakan

pencegahan dan pengobatan, seperti imunisasi TT, dan tindakan persiapan bagi keluarga yang memiliki risiko kelahiran bermasalah, seperti misalnya bimbingan keluarga agar mempersiapkan diri secara fi nansial dan logistik untuk membawa si Ibu ke fasilitas kesehatan untuk melahirkan ketika kehamilan sudah di nyatakan berisiko sejak awal.

• Bagaimana menyusui dan merawat bayi jika ASI tidak keluar, atau selama sakit. (Informasi juga seharusnya sampai pada tahap menyediakan obat-obatan sederhana dan oralit).

3. Mengumumkan mekanisme yang membuat pelayanan dari Bidan di Desa yang terlatih menjadi lebih terjangkau, misalnya Danareksa, dimana puskesmas akan mengganti biaya bidan setiap mereka melayani warga miskin. Karena tidak satupun warga miskin laki-laki atau perempuan pernah mendengar mengetahui hal ini.

Suar a Masy ar ak a t M isk in

buku pelajaran; biaya-biaya yang tak diperhitungkan dan tambahan yang menyebabkan pendidikan dasar menjadi tak terjangkau oleh masyarakat miskin; kualitas infrastruktur sekolah yang rendah.

1. Laporan mengenai ketidakhadiran guru terus menerus datang dari sekolah-sekolah di daerah; masalah ketidak hadiran sangat terkait dengan tidak memadainya infrastruktur dasar di daerah, seperti air bersih, sanitasi dasar dan, pada sejumlah kecil kasus, sambungan listrik. Para orang tua mengatakan bahwa kebanyakan guru ditarik dari daerah perkotaan, dan enggan tinggal di desa ketika fasilitas dasarnya tidak memadai. Sarana air bersih dan sanitasi selain penting bagi guru, juga penting bagi murid – yang tidak mungkin belajar kebersihan tanpa adanya sarana air bersih dan sanitasi.

2. Departemen pendidikan nasional seharusnya mengeluarkan kebijakan yang mengharuskan agar tiap sekolah yang dibangun memiliki jaminan ketersediaan sarana air bersih dan sanitasi dasar berupa toilet, dengan perbandingan paling banyak satu toilet untuk 50 murid. Unit Kesehatan Sekolah (UKS) harus merancang program untuk menggalakkan penggunaan fasilitas fasilitas tersebut dan praktik kebersihan utama, seperti kebiasaan buang air besar hanya di toilet dan membiasakan mencuci tangan dengan sabun setelah buang air dan sebelum makan.

3. Kebijakan-kebijakan Depdiknas mengenai proyek pembangunan sekolah dasar sebaiknya ditinjau berdasarkan anomali yang merusak kualitas pendidikan. Sekarang ini, banyak sekolah dasar yang dibangun hanya dengan dua-tiga ruang kelas, yang artinya dua atau lebih tingkat kelas yang berbeda terpaksa harus digabung untuk proses belajar, akibatnya kualitas pelajaran yang di terima oleh murid tidak bisa maksimal dan pengalaman belajarnya pun menjadi sangat tidak memadai.

4. Mengembangkan mekanisme agar orang tua murid bisa memantau dan melaporkan ketidak hadiran dan kinerja guru kepada pihak yang berwenang terhadap guru dan berwenang atas gaji guru. Penggunaan daftar hadir guru yang dikelola oleh komite sekolah, dan juga penilaian tahunan kinerja guru oleh orang tua murid, dengan menggunakan lembar penilaian anonim yang kemudian dikaitkan dengan gaji guru dan kenaikan gajinya. Depdiknas sebaiknya bisa lebih terlibat secara langsung dengan orang tua dalam memantau kehadiran dan kinerja guru, serta penerapan sanksi.

5. Menyediakan buku pelajaran bagi murid yang berasal dari keluarga miskin. Antar lain dapat dilakukan dengan jalan: pihak sekolah bisa membeli buku dan meminjamkan kepada murid yang berasal dari keluarga miskin (bila perlu, dengan menggunakan tabungan dalam jumlah kecil yang digunakan sebagai tabungan). Atau jika murid diwajibkan membeli buku, maka pihak sekolah harus membeli kembali buku tersebut pada akhir tahun ajaran. Para orang tua murid juga mengusulkan agar masa penggunaan buku paling sedikit dua tahun ajaran, agar bisa menghemat biaya.

6. Biaya pendaftaran sekolah menengah membatasi keinginan murid miskin. Sepertinya tidak ada biaya yang tetap; sekolah mengenakan biaya sesuka hati mereka. Direkomendasikan agar pemerintah menetapkan biaya

Suar a Masy ar ak a t M isk in

pendaftaran yang masuk akal, dan mengumumkannya, misalnya biayanya tidak boleh melebihi jumlah senilai 4-5 hari UMR.

7. Gedung sekolah harusnya dibangun di jalur yang dilalui kendaraan umum. Murid-murid harus diberi abonemen kendaraan umum bulanan gratis. Pengusaha kendaraan umum swasta diwajibkan mengenakan tarif khusus untuk pelajar sebagai gantinya, jika pengusaha tersebut mendapatkan sarana yang disediakan sektor publik maka ia akan mendapat insentif, misalnya, pinjaman dengan bunga khusus untuk membeli kendaraan umum.

7. 4. Usulan untuk Layanan Air bersih dan Sanitasi Dasar

Para pembuat kebijakan perlu melihat kenyataan bahwa masyarakat miskin membayar jauh lebih mahal untuk mendapatkan air bersih—bahkan mencapai 30 kali harga yang berlaku. Tidak satupun dari 424 laki-laki dan perempuan yang diwawancarai memiliki sambungan pipa sehingga mereka juga tidak mendapat manfaat dari penggunaan air yang disubsidi dalam jumlah besar, yang ternyata justru di nikmati oleh masyarakat yang tidak tergolong miskin. Dengan tidak adanya akses sarana air bersih umum, mereka terpaksa membeli air dari tetangga mereka atau penjual air keliling. Masyarakat miskin di pedesaan bahkan hanya mengandalkan air tanah, yang jumlahnya menyusut selama musim kemarau.

Sekitar separuh penduduk Indonesia, baik yang miskin maupun yang tidak, terus menggunakan air sumur (sumur dangkal maupun dalam), sekalipun mereka sudah mendapat jaringan PDAM. Biasanya didaerah perkotaan, air sumurnya tidak layak diminum.

Pada delapan lokasi penelitian masyarakat miskin hampir tidak memiliki akses ke sanitasi. Kondisi tersebut mewakili kondisi di seluruh Indonesia. Baik di daerah pedesaan maupun di perkotaan, warga menggunakan sumber air alami terdekat untuk buang air besar. Tidak berhasilnya upaya memecahkan masalah sanitasi dasar untuk jutaan warga miskin di pedesaan dan perkotaan telah menciptakan kerusakan lingkungan yang mempengaruhi seluruh bangsa Indonesia. Para pembuat kebijakan perlu melihat potensi bencana yang jarang dilirik ini dan menangani permasalahan sampai ke akarnya.

Dalam dokumen Suara Masyarakat Miskin: (Halaman 61-65)