• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PEMBAHASAN

B. Analisis Ketidakadilan Gender

5. Beban Kerja

Adanya anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin, serta tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga, berakibat bahwa semua pekerjaan domestik rumah tangga

menjadi tanggung jawab kaum perempuan.95

Kutipan tersebut semakin memperjalas bahwa anggapan masyarakat yang telah menentukan pekerjaan untuk perempuan menjadikan perempuan harus menanggung beban kerja domestik lebih banyak dan lebih lama. Perempuan harus mengerjakan pekerjaan domestik seperti menjaga kebersihan dan kerapian rumah tangganya, mulai dari membersihkan dan mengepel lantai, memasak, mencuci, mencari air dan merawat anak. Melalui anggapan tersebut menjadikan perempuan sulit untuk memasuki ranah publik.

Laki-laki dianggap tidak diwajibkan untuk menekuni berbagai jenis pekerjaan domestik. Selain itu, anggapan di masyarakat bahwa pekerjaan domestik merupakan pekerjaan yang lebih rendah dibandingkan jenis pekerjaan yang dianggap pekerjaan laki-laki (publik). Beban kerja ganda harus dialami keluarga miskin, perempuan juga harus ikut mencari penghasilan untuk keluarganya dan juga harus melakukan pekerjaan domestik. Beban kerja dalam novel ini, saat Marni ingin berkerja menjadi kuli yang dianggap tidak pantas untuk dikerjakan oleh perempuan. Terdapat pada kutipan beriku:

“Nduk, semua itu sudah ada jatahnya. Orang kayak kita bagiannya ngoncek telo. Nguli itu berat. Sudah jatah orang lain.”

“Aku kuat, Mbok, lah wong kita tiap pulang dari pasar juga nggendong goni. Malah jaraknya jauh, naik turun.”

“Bukan masalah kuat-nggak kuat, Nduk. Ini masalah

ilok-ra ilok---pantas nggak pantas. Nggak ada perempuan

nguli.”96

Dari kutipan di atas terihat bahwa pembagian beban kerja dijadikan pakem dan kebiasaan yang tidak bisa dilanggar, perempuan sudah dijatahkan untuk hanya mengupas singkong dan laki-laki nguli. Marni merasa bahwa pembagian itu tidak adil dan perempuan

95

Fakih, op.cit., h.21

96

sebenarnya sanggup melakukan pekerjaan yang berat dan harus menggunakan tenaga. Setiap hari perempuan melakukan kegiatan mengambil air dari sungai yang jaraknya jauh dan harus membawa beban berat.

Perempuan diberikan pekerjaan atau profesi yang hanya berkaitan seperti tugas melayani, merawat, membantu, dan semacamnya. Akibatnya banyak perempuan yang memilih profesi sebagai guru, pelayan, sekertaris, perawat, penjahit, pelayanan jasa dan asisten rumah tangga. Perempuan dianggap tidak layak untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan laki-laki. Padahal perempuan memiliki kemampuan yang setara dengan laki-laki, sejak kecil Marni sudah bisa mengangkat goni berisikan berkilo-kilo singkong dan jaraknya jauh. Pembagian pekerjaan antara perempuan dan laki-laki membuat Marni harus melawan batasan dan kebiasaan untuk menjadi kuli agar mendapatkan uang seperti pekerjaan laki-laki.

Marni menjadi korban ketidakadilan gender sehingga harus mencari nafkah keluarga dan mengurus rumah tangganya. Marni memiliki beban kerja yang ganda. Pekerjaan domestik sering kali dikaitkan dengan pekerjaan perempuan, sedangkan laki-laki yang dianggap pencari nafkah utama tidak perlu melakukan pekerjaan domestik.

Jika laki-laki tidak mencari nafkah dan digantikan oleh perempuan maka perempuan memiliki beban kerja ganda di sektor publik dan domestik. Marni harus bekerja di publik untuk memenuhi nafkah keluarga. Marni merupakan pencari nafkah utama, sedangkan suaminya hanya tidur dan selingkuh dengan perempuan lain.

“Dasar Teja lanangan nggak tahu diuntung. Susah payah aku cari duit, dia malah enak-enakan kelonan sama kledek.”97

97Ibid., h. 35

Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa perempuan dapat mengalami beban ganda jika suaminya tidak bekerja, ia harus ikut mencari nafkah utama. Bagi kelompok masyarakat yang memiliki tingkat ekonomi yang cukup, beban kerja domestik sering kali dilimpahkan kepada pembantu rumah tangga (domestic workers).98

Kutipan tersebut menjelaskan bagi perempuan yang berada dalam ekonomi yang cukup beban pekerjaan domestik dapat digantikan dengan asisten rumah tangga. Beban kerja juga dialami oleh Tonah, asisten rumah tangga Marni. Keberadaan Tonah dapat meringankan beban kerja Marni, karena Marni harus keliling kampung menagih untang-utang pelanggannya.

Tonah datang tergopoh-gopoh.

“Kamu bersih-bersih nggak becus. Masih kotor semua kayak gini, niat kerja opo ora?”

Tonah yang sudah lama berkerja di rumah ini sudah biasa dengan hal seperti itu.99

Tonah digambarkan sebagai asisten rumah tangga di rumah Marni. Tonah selalu melakukan pekerjaan domestik seperti bersih-bersih, masak dan mencuci. Tonah bekerja di rumah Marni untuk membantu suaminya mencari nafkah. Beban kerja Tonah bertambah banyak dan lebih lama. Selain harus mengurus pekerjaan domestik di rumahnya, ia juga mengurus pekerjaan domestik di rumah Marni.

Simbok harus mengalami beban kerja yang ganda. Simbok yang sakit harus dipukul suaminya karena tidak bekerja mencari makan dan tidak ada makanan untuk dimakan.

Samar-samar dalam ingatanku, terbayang Bapak memukul Simbok yang sedang sakit panas dan tidak bisa ke pasar. Kalau Simbok tidak ke pasar, kami tidak punya makanan. Dan laki-laki itu dengan seenaknya hanya menunggu makanan. Dia seperti anjing gila yang marah saat kelaparan. Iya, dia memang anjing gila. Hanya anjing gila

98

Nugroho, op. cit., h.16

99

kan yang menggigit istrinya yang sedang sakit. Saat itu aku sangat ketakutan. Menyembunyikan diri di balik pintu sambil menangis sesegunkan. Laki-laki itu pergi setelah menghajar istrinya dan tak pernah kembali.100

Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa perempuan mengalami beban kerja ganda. Perempuan yang berada di kalangan keluarga miskin akan mengalami beban kerja yang ganda. Mereka harus melakukan pekerjaan domestik dan harus mencari nafkah bagi keluarganya. Dari beban kerja Marni dan Simbok dalam novel, merupakan sindiran bahwa perempuan harus mencari nafkah utama bagi keluarga, dan suami yang katanya pencari nafkah utama hanya malah santai-santai dan tidur dengan kledek dan tidak mencari nafkah bagi keluarga. Tidak semestinya semua beban kerja ditanggung oleh perempuan. Ditambah lagi jika perempuan harus bekerja mencari nafkah utama bagi keluarganya maka beban kerja akan menambah, menumpuk dan membebaninya.

Berdasarkan paparan analisis di atas bahwa terdapat ketidakadilan gender pada perempuan dalam novel Entrok yang termanifestasikan dalam bentuk kekerasan, subordinasi, sterotipe, marginalisasi dan beban kerja. Ketidakadilan gender pada perempuan terjadi karena kebiasaan, sistem sosial dan budaya patriarki. Ketidakadilan yang sering muncul dalam novel Entrok yakni subordinasi yang menjadikan perempuan pihak yang tidak dapat mengambil keputusan dan mengutarakan pendapatnya. Subordinasi dalam keluarga ditunjukkan saat Bu Jujuk harus patuh dan taat akan semua keputasan suaminya walau suaminya selingkuh dengan perempuan lain. padahal dalam pernikahan suami dan istri memiliki kedudukan setara dan harusnya saling melengkapi.

Kekerasan gender dalam novel ini digambarkan dengan pemaksaan sterilisasi program keluarga berencana dan pemerkosaan.

100

Pemaksaan sterilisasi keluarga berencana merupakan kekerasan yang telah menyudutkan posis perempuan dan membuat perempuan harus memenuhi target pemerintah untuk mengontrol pertumbuhan penduduk. Pemerkosaan terjadi karena perempuan selalu dijadikan objek seksual sehingga untuk memenuhi hasratnya, laki-laki melakukan tindakan tidak pantas tersebut. Beauvoir juga menegaskan bahwa bagi laki-laki, perempuan tak lain adalah makhluk seksual atau lebih tepatnya makhluk absolut. Perempuan sepenuhnya adalah objek seksual dalam arti seluas-luasnya.101

Marginalisasi dalam novel ini banyak membahas mengenai pembagian upah kerja yang merata. Perempuan hanya diberi upah singkong dari hasil berkerjanya, sedangkan laki-laki bisa memperoleh upah uang. Pekerjaan perempuan hanya boleh menanam padi dan mencabut kacang dengan upah yang rendah. Oleh karena itu, secara tidak langsung sistem sosial dan budaya patriarki telah memarginalisasikan secara ekonomi menjadikan permpuan miskin.

Stereotip dalam novel ini mengenai pelabelan perempuan yang bersolek dalam hal ini kledek atau sinden sebagai penggoda, sehingga sampai mati ia akan menjadi omongan. Perempuan yang berdandan sering kali dianggapuntuk mencari perhatian lawan jenis dan disebut sebagai penggoda.

Beban kerja dalam novel ini banyak dialami perempuan. Perempuan sering kali dibatasi pekerjaannya, hanya di sektor domestik. Perkerjaan domestik seringkali banyak menyita waktu yang lebih lama. Dalam novel ini, suami yang dianggap sebagai pencari nafkah utama, tidak bekerja dan mengandalkan perempuan untuk mencari nafkah utama. Perempuan menjadi tulang punggung keluarga dan beban kerja yang menumpuk dan membebaninya di sektor publik dan domestik.

101

Berdasarkan analisis ketidakadilan gender yang paling banyak dialami oleh perempuan dalam novel Entrok karya Okky Madasari yakni kekerasan, stereotip, dan marginalisasi. Kekerasan berupa pemerkosaan, pelacuran, dan pemaksaan terhadap sterilisasi program Keluarga Berencana. Streotip bentuk anggapan perempuan yang bersolek untuk mencari perhatian lawan jenis dianggap sebagai penggoda, dan anggapan bahwa istri yang tidak becus melayani suaminya, dan tidak dapat memuaskan suaminya, suami berhak mencari istri baru atau perempuan lain. Selanjutnya, marginalisasi dalam bentuk pembagian upah yang tidak sama antara perempuan dan laki-laki.

Dokumen terkait