• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PEMBAHASAN

A. Unsur Intrinsik

pandang, dan gaya. 8

1. Tema

Brooks, Puser, dan Warren mengatakan bahwa tema adalah pandangan hidup tertentu atau perasaan tertentu mengenai kehidupan atau rangkaian nilai-nilai tertentu yang membentuk atau membangun dasar atau gagasan utama dari suatu karya sastra.9

Tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya.10

Tema adalah gagasan sentra dalam suatu karya sastra. Dalam novel, tema merupakan gagasan utama yang dikembangkan dalam plot.11

Dari pengertian di atas mengenai tema dapat disimpulkan, bahwa tema merupakan gagasan atau ide utama yang terdapat didalam karya sastra kemudian dikembangkan melalui alur/plot cerita. Tema biasanya diambil dari gagasan utama dalam aspek kehidupan seperti kesetiaan, ambisi, tradisi, frustasi, ketakutan, penyesalan, kemunafikan, ketabahan, dan sebagainya.

2. Tokoh dan penokohan

Menurut definisinya, tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita.12

Aminuddin mengatakan bahwa pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita disebut dengan tokoh. Sedangkan cara pengarang

8

Tri Priyatni, op. cit., h. 109

9

Tarigan, op. cit., h. 125

10

Aminuddin, Pengantar Apresiasi Karya Sastra, (Bandung: C.V Sinar Baru, 1987), h.91

11

Aziez dan Hasim, op. cit., h. 71

12

Melani budianta. dkk, MembacaSastra Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi, (malang: Indonesia Tera, 2002), h. 86

menampilkan tokoh atau pelaku itu disebut dengan penokohan.13

Di dalam novel, tokoh dan penokohan merupakan kesatuan yang saling berkaitan. Kedua hal ini tidak dapat dihilangkan dan dipisahkan dalam pembahasan.

Nurgiyantoro berpendapat dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita tersebut, ada tokoh utama cerita (central character) yang tergolong penting dan ditampilkan terus-menerus sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita. Sebaliknya, ada tokoh tambahan (peripheral character) yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itu pun mungkin dalam porsi penceritaan yang relatif pendek.

3. Latar

Abrams berpendapat latar atau setting disebut juga sebagai landasan tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.14

Leo Hamalian dan Frederick R. Karell menjelaskan bahwa latar cerita dalam karta fiksi bukan hanya berupa tempat, waktu, peristiwa, suasana, serta benda-benda dalam lingkungan tertentu, tetapi juga dapat berupa suasana yang berhubungan dengan sikap, jalan pikiran, prasangka, maupun gaya hidup suatu masyarakat dalam menanggapi suatu problema.15

Farqunol Aziz dan Abdul Hasyim berpendapat bahwa istilah latar berkaitan dengan elemen-elemen yang memberikan kesan abstrak tentang lingkungan, baik tempat maupun waktu, dimana para tokoh menjalankan perannya.16

Latar yakni segala keterangan mengenai waktu, ruang dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra.17

Jacob

13

Aminuddin, loc. cit., h. 79

14

Nurgyiantoro, op.cit., h.216

15

WahyudiSiswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grasindo, 2008), h. 149

16

Aziez dan Hasyim, op. cit., h. 74

17

Sumardjo menyatakan bahwa setting tidak hanya berupa tempat atau lokal saja, tetapi juga mencakup suatu daerah dengan watak kehidupannya. Hal ini senada dengan pendapat Stephen Minot yang menyatakanbahwa latar memuat: 1) latar waktu, 2) latar alam/geografi, 3) latar sosial18

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa latar dalam novel terdiri dari tiga yaitu latar waktu, tempat, dan suasana. Latar tempat menunjukkan tempat peristiwa para tokoh menjalankan perannya seperti Yogyakarta dan kamar tidur atau dapur. Latar waktu berhubungan dengan kapan terjadinya sebuah peristiwa. Latar sosial berhubungan dengan keadaan masyarakat, gaya hidup, adat istiadat dan sikapnya.

4. Alur

Alur atau plot adalah struktur gerak yang terdapat dalam fiksi atau drama.19

Alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Alur merupakan pondasi dari sebuah cerita.20

Pengertian alur dalam cerpen atau dalam karya fiksi pada umumnya adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita.21

Sebuah cerita tidak akan utuh apabila tidak ada pemahaman terhadap peristiwa-peristiwa dalam alur, hubungan kausalitas dan keberpengaruhan. Pengarang dengan sangat terampil menggarap peristiwa-peristiwa untuk dijadikan jalan cerita hal tersebut juga menjadi penentu kualitas dari seorang pengarang. Setiap peristiwa tersusun menjadi tahapan-tahapan alur dalam cerita. Pada dasarnya

18

Endah Tri Priyatni, op. cit., h.112

19

Tarigan, op. cit., h. 126.

20

Robert Stanton, Teori Pengkajian Fiksi Robert Stanton, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h.26

21

alur bergerak dari permulaan, pertengahan, dan akhir. Ada berbagai pendapat mengenai tahapan-tahapan peristiwa dalam cerita.

Aminuddin membedakan tahapan-tahapan peristiwa sebagai berikut:22

1) Pengenalan adalah tahap peristiwa dalam suatu cerita rekaan atau drama yang memperkenalkan tokoh-tokoh atau latar cerita.

2) Konflik atau tikaian adalah ketegangan atau pertentangan antara dua kepentingan atau kekuatan di dalam cerita rekaan atau drama.

3) Komplikasi atau rumitan adalah bagian tengah alur cerita rekaan atau drama yang mengembangkan tikaian.

4) Klimaks adalah bagian alur cerita rekaan atau drama yang melukiskan puncak ketegangan, terutama dipandang dari segi tanggapan emosional pembaca.

5) Krisis adalah bagian alur yang mengawali penyelesaian. 6) Leraian adalah bagian struktur alur sesudah tercapainya

klimaks.

7) Selesaian adalah tahapan akhir suatu cerita rekaan atau drama.

5. Sudut Pandang

Sudut pandang atau point of view, menunjuk pada cara sebuah cerita dikisahkan. Ia merupakan cara dan atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Sudut pandang merupakan strategi, teknik, atau siasat yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya. Sudut pandang atau titik

22

pandang adalah cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya.23

Ada banyak jenis sudut pandang dalam karya sastra salah satunya berdasarkan pemaparan dari Albertine Minderop sebagai berikut:24

1) Sudut pandang persona ketiga “Diaan”

Sudut pandang persona ketiga “Dia” digunakan dalam pengisahan cerita dengan gaya “Dia”. Narator atau pencerita adalah seorang yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut namanya. Pada sudut pandang persona ketiga “Diaan” terbagi menjadi dua macam, pertama sudut pandang orang ketiga “Dia” mahatahu yaitu pencerita berada diluar diluar cerita dan melaporkan peristiwa-peristiwa menyangkut para semua tokoh. Kedua “Dia” terbatas sebagai pengamat yait pencerita yang berada diluar cerita yang mengetahui segala sesuatu tentang diri seorang tokoh saja baik tindakan maupun batin tokoh tersebut.

2) Sudut pandang pesona pertama “Akuan”

Sudut pandang “aku” hanya menceritakan pengalamannya sendiri. Sudut pandang persona pertama “Aku” terbagi menjadi dua, pertama “Aku” tokoh utama yaitu pencerita yang ikut berperan sebagai tokoh utama melaporkan cerita dari sudut pandang “Aku” atau “I” dan menjadi foks atau pusat cerita. Kedua, “Aku” tokoh tambahan yaitu pencerita yang tidak ikut serta berperan dalam cerita, hadir sebagai tokoh tambahan yang aktif sebagai pendengar atau penonton dan hanya utnuk melaporkan cerita kepada pembaca dari sudut pandang “Aku” atau “I”.

3) Sudut pandang campuran

23

Aminuddin, op. cit., h. 90

24

Albertine Minderop, Metode Karakterisasi Telaah Fiksi, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2011), h. 96-113

Sudut pandang ini menggunakan lebih dari satu teknik pencerita. Pengarang berganti-ganti dari satu teknik ke teknik yang lainnya.

6. Gaya Bahasa

Gaya adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa.25

Gaya merupakan pemilihan serta penyusunan bahasa. Aminuddin menyatakan bahwa dalam karya sastra istilah gaya mengandung pengertian cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca.26

Dari pengertian di atas, gaya bahasa merupakan sarana pengarang untuk mengekspresikan gagasannya sehinggga dapat menyentuh daya intelektual, dan emosi pembaca. Gaya bahasa juga bisa menjadi ciri khas dari seorang pengarang.

7. Amanat

Amanat adalah gagasan yang mendasari karya sastra; pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca atau pendengar.27

Melaui amanat pengarang mencoba menyampaikan pesan yang ingin disampaikannya. Amanat bersifat tersirat dan tersurat dalam karya sastra. Pesan yang disampaikan oleh pengarang dalam karya diharapkan pembaca bisa diaplikasikan di kehidupan

25

Stanton, op. cit., h. 61

26

Aminuddin, op. cit., h. 72

27

C. Gender

Perspektif merupakan gambaran pandangan dapat dianggap juga bahwa perspektif sudut pandang terhadap fenomena. Perspektif gender adalah sudut pandang yang dipakai ketika melakukan penelitian yang berfungsi untuk memahami gejala sosial budaya, dengan asumsi bahwa dalam masyarakat ada pembedaan menurut jenis kelamin.28

Umumnya gender diartikan sebagai hal-hal yang bersifat kultural dan sosial. Gender tidak merujuk pada hal-hal yang bersifat biologis dan alamiah, hal-hal yang belakangan ini kerap dikaitkan dengan istilah “seks”.29

Gender sendiri didefinisikan sebagai “pemisahan jenis kelamin yang dipaksakan secara sosial” dan sebagai “suatu hasil relasi seksualitas yang bersifat sosial”.30

Banyak yang menggap bahwa sex memiliki makna yang sama dengan gender, pada dasarnya sex adalah jenis kelamin yang merujuk pada sifat biologis mengenai reproduksi, anatomi fisik dan karakteristik biologis. Sedangkan gender bersifat sosial dan kultural. Gender terjadi karena adanya sistem sosial dan kultur yang berlaku di sebuah tempat berdasarkan jenis kelaminnya.

Sadli berpendapat bahwa pengertian seks atau jenis kelamin dalam ilmu-ilmu sosial dan dalam biologi adalah suatu kategori biologis, perempuan atau lelaki. Ini menyangkut hitungan kromosom, pola genetik, dan struktur genital. Gender sebaliknya merupakan konsep sosial.31 Seks atau jenis kelamin berbeda dengan gender. Seks atau jenis kelamin ditentukan berdasarkan katergori biologis seperti penghitungan kromosom, pola genetik dan struktural genetik. Gender berkaitan dengan prilaku yang didasarkan oleh pengalaman

28

Umi sumbulah, Spektrum Gender Kilasan Inklusi Gender di Perguruan Tinggi,(Malang: UIN Malang Press, 2008), h. 11

29

Rachmad Hidayat, Ilmu yang Seksis: Feminisme dan Perlawanan terhadap Teori Sosial Maskulin, (Yogyakarta: Penerbit Jendela, 2004), h.257

30

Stevi Jackson dan Jackie Jones, Pengantar Teori-teori Feminis Kontemporer, (Yogyakarta : Jalasutra, 2009), h. 229

31

Saparinah Sadli, Berbebeda tetapi Setara Pemikiran tentang Kajian Perempuan, (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2010), h. 22-23

sosialnya seperti perempuan memiliki sifat positif yakni sifat lembut, sabar, berpenampilan rapi dan senang melayani kebutuhan orang lain.

Gender adalah seperangkat peran yang seperti halnya kostum dan topeng teater, menyampaikan kepada orang lain bahwa kita feminim atau maskulin. Perangkat perilaku khusus ini – yang mencakup penampilan, pakaian, sikap, kepribadian, bekerja di dalam atau di luar rumah, seksualitas, tanggung jawab keluarga dan sebagainya - secara bersama-sama memoles “peran gender” kita.32

Gender merupakan sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikontruksi secara sosial maupun kultural. Perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik, emosional, ataupun keibuan. Sementara laki-laki dianggap: kuat, rasional, jantan, perkasa.33

Sifat dan ciri tersebut dapat dipertukarkan. Konsep gender yaitu perubahan terhadap ciri dan sifat perempuan dan laki-laki dari tempat ke tempat, waktu ke waktu dan kelas ke kelas masyarakat lainnya.

Gender adalah suatu kontruksi atau bentuk sosial yang sebenarnya bukan bawaan lahir sehingga dapat dibentuk atau diubah tergantung tempat, waktu/zaman, suku/ras/bangsa, budaya, status sosial, pemahaman agama, negara ideologi, politik, hukum dan ekonomi. Oleh karenanya gender bukanlah kodrat Tuhan melainkan buatan manusia yang dapat dipertukarkan dan memiliki sifat relatif.34

Menurut Laurel Richardson, dkk Gender is so pervasive that in our society we assume it is bred into our genes. Most people find it hard to believe that gender is constantly created and recreated out of human interaction, out

of social life, and is the texture and order of that social life.35Artinya gender

sangat meluas dalam masyarakat, kita menganggap itu sebagai asal dari gen

32

Julia Cleves Mosse, Gender dan Pembangunan. (Yogyakarta: Rifka Annisa Women’s

Centre dengan Pustaka Pelajar, 2007), h. 3

33

Mansour Fakih, Analisis Gender dan Trasformasi Sosial. (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2013), h.8

34

Riant Nugroho, Gender dan Strategi Pengarus Utamaannya di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), h. 8

35

Laurel Richardson, Feminist Frontiers, (Americas, New York: McGraw-Hill Companies, Inc, 2004), h. 33

kita. Kebanyakan orang merasa sulit untuk percaya bahwa gender terus-menerus dibuat dan diciptakan dari interaksi manusia, kehidupan sosial, dan tekstur tatanan kehidupansosial.

The pervasiveness of gender as a way of structuring social life demands that gender statuses be clearly differentiated. Varied talents, sexual preferences, identities, personalities, interests, and ways of interacting

fragment the individuals bodily and social experiences.36 Artinya gender

sangat mudah menyebar sebagai cara penataan kehidupan sosial meminta bahwa status gender dibedakan dengan jelas. Bakat-bakat yang bervariasi, pilihan jenis kelamin, identitas, kepribadian, minat, dan interaksi individu dan interaksi sosial.

Pengertian gender menurut Hilary M. Lips Gender is the term used to encompass the social expectations associated with femininity and masculinity (Unger, 1979b). finding that cultures also differ from one another in their rules and expectations for femininity (and for masculinity) is a good clue that gender is "socially constructed. The rules for femininity and masculinity are grounded in the biological/anatomical distinctions between women and men (what we call sex differences), but go well beyond such distinctions. For example, one important sex difference is that women can become pregnant and men cannot. this biological distinction has been used in many cultures to create a set of "femininity" expectations for women that include being

maternally inclined, nurturing, and close to the earth.37Artinya gender adalah

sistem/konsep yang digunakan untuk menjelaskan sistem hubungan social antara pria dan wanita (Unger, 1919b). Mengungkap bahwa adat/tradisi berbeda satu dengan yang lain di dalam aturan dan perbedaan sikap untuk wanita (dan pria) adalah ciri penting bahwa gender terbentuk dalam masyarakat. Menentukan wanita dan pria didasari oleh perbedaan biologi/fisik antara wanita dan pria (perbedaan sex), terbentuk dengan baik. Sebagai

36

Ibid., h. 42

37

Hilary M. Lips, A New Psychology of Women: Gender, Culture, and Ethnicity,

contoh, salah satu perbedaan penting dalam perbedaan sex/ jenis kelamin adalah bahwa wanita bisa mengandung/hamil sedangkanpria tidak. Perbedaan biologi ini telah digunakan dibanyak suku budaya untuk menentukan ciri dari ―kewanitaan perbedaan wanita juga termasuk memiliki sifat keibuan, merawat, dan dekat dengan anak.

Berbeda dengan sex atau jenis kelamin yang sudah ditetapkan dan diatur oleh Tuhan, manusia tidak dapat merubah kodrat tersebut. Kodrat perempuan yang telah ditetapkan Tuhan misalnya perempuan hamil, melahirkan, menyusui dan menstruasi. Gender membuat perbedaan dalam hal peran, prilaku, mental, ideologi dan emosional yang berkembang di masyarakat. Akibat dari perbedaan gender menimbulkan anggapan di masyarakat mengenai pekerjaan yang pantas untuk laki-laki seperti profesi dokter, direktur, presiden, dan pekerjaan yang memimpin tidak pantas untuk perempuan. Sedangkan pekerjaan yang pantas untuk perempuan seperti sekertaris, perawat, dan ibu rumah tangga.

Gender tidak akan menjadi masalah jika tidak menimbulkan ketidakadilan dan diskriminasi, tetapi karena terjadi pembedaan terhadap gender telah melahirkan peran gender. Selanjutnya, peran gender menimbulkan ketidakadilan dan diskriminasi gender. Fakih berpendapat bahwa perbedaan gender ternyata telah mengakibatkan lahirnya sifat dan stereotipe yang oleh masyarakat dianggap sebagai ketentuan kodrati atau bahkan ketentuan Tuhan. Sifat dan stereotipe yang sebetulnya merupakan konstruksi ataupun rekayasa sosial terkukuhkan menjadi kodrat cultural, dalam proses yang panjang telah mengakibatkan terkondisikannya beberapa posisi perempuan, antara lain:

a) Perbedaan dan pembagian gender yang mengakibatkan, termanifestasi dalam, posisi subordinasi kaum perempuan di hadapan laki-laki;

b) Secara ekonomis, perbedaan dan pembagian gender juga melahirkan proses marginalisasi perempuan;

c) Perbedaan dan pembagian gender juga membentuk penandaan atau stereotipe terhadap kaum perempuan yang berakibat pada penindasan terbadap mereka;

d) Perbedaan dan pembagian gender juga membuat kaum perempuan bekarja lebih keras dan memeras keringat lebih panjang;

e) Perbedaan gender juga melahirkan kekerasan dan penyiksaan terhadap kaum perempuan baik secara fisik maupun secara mental; f) Perbedaan dan pembagian gender dengan segenap manifestasinya di

atas mengakibatkan tersosialisasinya citra posisi, kodrat, dan penerimaan nasib perempuan yang ada.

Dari penjelasan di atas bahwa perbedaan menimbulkan ketidakadilan gender yang menjadikan perempuan sebagai korbannya. Mansour Fakih menjelaskan ketidakadilan yang akibatkan oleh gender sebagai berikut: 38

a) Marginalisasi

Gender telah menimbulkan marginalisasi kemiskinan ekonomi yang dialami perempuan. Marginalisasi terkait dengan pemiskinan perempuan akibat penggusuran, tafsir agama, kebijakan pemerintah. Misalnya program pertanian atau revolusi hijau (green

revolution) secara ekonomis telah menyingkirkan kaum perempuan

dari pekerjaannya sehingga memiskinkan mereka. Program revolusi hijau memperkenalkan jenis padi biasa menjadi padi unggul yang tumbuh lebih rendah, dan pendekatan panen dengan sistem tebang menggunakan sabit, tidak lagi melakukan panen dengan ani-ani. Padahal alat tersebut melekat dan digunakan oleh kaum perempuan.

b) Subordinasi

Subordinasi pada perempuan menimbulkan anggapan bahwa perempuan itu irrasional atau emosional sehingga perempuan tidak bisa tampil memimpin, berakibat munculnya sikap yang

38

menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting. Misalnya di Jawa dulu ada anggapan bahwa perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi , toh akhirnya akan di dapur juga.

c) Stereotip

Stereotip adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu. Celakanya stereotip selalu merugikan dan menimbulkan ketidakadilan. Salah satu stereotip bersumber dari pandangan gender. Misalnya masyarakat memiliki anggapan bahwa tugas utama perempuan adalah melayani suami. Stereotip ini berakibat wajar sekali jika pendidikan kaum perempuan dinomerduakan.

d) Beban kerja

Adanya anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin, serta tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga, berakibat bahwa semua pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab kaum perempuan.

e) Kekerasan

Kekerasan adalah serangan atau invasi terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Kekerasan gender disebabkan oleh ketidaksetaraan kekuatan yang ada dalam masyarakat. Banyak macam dan bentuk kejahatan yang bisa dikategorikan sebagai kekerasan gender, diantaranya:

1) Pemerkosaan terhadap perempuan, termasuk perkosaan dalam perkawinan.

2) Tindakan pemukulan dan serangan fisik yang terjadi dalam rumah tangga. Termasuk tindak kekerasan dalam bentuk penyiksaan terhadap anak-anak.

3) Penyiksaan yang mengarah kepada organ alat kelamin

(genital mutilation).

4) Kekerasan dalam bentuk pelacuran. Pelacuran merupakan bentuk kekerasa terhadap perempuan yang diselenggarakan oleh mekanisme ekonomi yang merugikan perempuan.

5) Kekerasan dalam bentuk pornografi. Jenis kekerasan ini masuk kekerasan nonfisik yakni pelecehan yang menjadikan kaum perempuan sebagai objek demi keuntungan seseorang. 6) Pemaksaan sterilisasi dalam Keluarga Berencana. Pemaksaan

sterilisasi dapat membahayakan kaum perempuan baik fisik maupun jiwa mereka.

7) Kekerasan terselubung yakni memegang atau menyentuh bagian tertentu dari tubuh perempuan dengan pelbagai cara dan kesempatan tanpa kerelaan si pemilik tubuh.

8) Pelecehan seksual (sexual harassment).

Analisis gender sering kali berkaitan dengan kekerasan laki-laki terhadap perempuan. Sesuai dengan pendapat Mansour Fakih sebelumnya bahwa kekerasan dikasifikasikan menjadi 8. Selain ketidakadilan ternyata gender telah menciptakan kekerasan-kekerasan yang dialami oleh kaum perempuan. Perempuan sering sekali menjadi korban dari kesombongan dan keangkuhan laki-laki yang dibuat oleh budaya patriarki.

Dampak yang ditimbulkan dari perbedaan gender menjadikan perempuan dalam masyarakat kelas dua yang tidak dapat menentukan dan memperrjuangkan kehidupannya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sugihastuti bahwa berkuasanya laki-laki sebagai pihak dominan telah mengecilkan peranan perempuan dalam keluarga yang berimbas pada citra diri perempuan sebagai pihak yang tidak memiliki kekuasaan untuk menentukan nasib sendiri.39

Dalam ruang lingkup rumah tangga, perempuan hanya diperbolehkan berada di rumah, dan hanya melakukan pekerjaan yang bersifat domestik. Kondisi perempuan dengan perekonomian yang rendah akan memiliki beban ganda selain melakukan pekerjaan domestik yakni harus membantu keuangan keluarga. Selain itu, di bidang pekerjaan terkadang pemberian upah bagi

39

Sugihastuti dan Itsna Hadi Saptiawan, Genderdan Inferioritas Perempuan Praktik Kritik Sastra Feminis, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h.92

kaum perempuan tidak sebanding dengan yang didapatkan oleh kaum laki-laki. Ketidakadilan gender yang terjadi di masyarakat menimbulkan pengecilan dan beban peran perempuan, ketidakadilan, diskriminasi, kesewenangan, dan kekerasan.

Dari pemaparan mengenai gender, dapat disimpulkan bahwa gender dan sex tidak memiliki kesamaan arti atau makna, tetapi banyak yang menganggap bahwa gender istilah lain untuk sex. Sebenarnya, sex berarti pembagian jenis kelamin dan bersifat biologis. Sedangkan gender merupakan pembagian terhadap perbedaan prilaku laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan secara sosial dan budaya. Gender dapat berbeda-beda berdasarkan tempat, waktu, dan kelas. Perbedaan gender yang menimbulkan ketidakadilan gender seperti marginalisasi, subdornisasi, stereotipe, kekerasan dan beban kerja.

D. Pembelajaran Sastra

Pendapat Wallek dan Warren bahwa sastra berarti segala sesuatu yang tertulis dan bersifat rekaan dan memiliki nilai estetik. Sesuai dengan pendapat tersebut bahwa pengajaran sastra dalam pembelajaran bahasa Indonesia sangat memberikan manfaat karena sastra sebagai karya seni yang memiliki nilai estetis banyak memberikan pengetahuan baru. Pengajaran sastra juga dapat mengakrabkan antara hubungan guru dan siswa.

Pengajaran bahasa dan sastra tidak dapat disamakan tetapi kedua

Dokumen terkait