• Tidak ada hasil yang ditemukan

Beberapa Istilah Seputar Hadis

Dalam dokumen Diktat Metodologi Studi Islam I (Halaman 91-95)

HADIS DAN IJTIHAD

D. Beberapa Istilah Seputar Hadis

Hadis adalah salah satu aspek ajaran islam yang menempati posisi penting dalam pandangan islam. Al-Qur’an dan Nabi dengan sunnahnya (hadisnya)

merupakan dua hal pokok dalam ajaran Islam. Keduanya merupakan hal sentral yang menjadi “jantung” umat Islam. Karena seluruh bangunan doktrin dan sumber keilmuannya Islam terinspirasi dari dua hal pokok tersebut.

Pada dasarnya, ilmu Hadis dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu ilmu Hadis Riwayah dan Ilmu Hadis Dirayah. Setiap kelompok dari ilmu hadis ini memiliki cakupan kajian yang secara materi berbeda satu sama lain.32

a. Ilmu Hadis Riwayah

‘Ajjaj al-khatib memberikan definisi ilmu Hadis adalah Ilmu yang membahas segala hal yang disandarkan pada Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan, serta sifat-sifat jasmaniah maupun akhlaqiah.

b. Ilmu Hadis Dirayah

Ilmu Hadis Dirayah atau sering pula disebut dengan Ulum Al-Hadis, Ushul Al-Hadis, mustalah Al-Hadis dan ilmu Ushul Riwayah Al-Hadis adalah jenis ilmu Hadis ya kedua. Ada beberapa tawaran definisi berkenaan dengan ilmu ini. Ibnu Al-Akfani sebagaimana dikutip oleh Ajjaj Al-Khatib mendefinisikan sebagai berikut. Ilmu Hadis adalah Ilmu untuk mengetahui hakekat periwayatnya, syarat-syarat, jenis-jenis dan hukum-hukumnya serta untuk mengetahui keadaan para perawi dan syarat-syaratnya, macam-macam hadis yang diriwayatkan serta segala hal yang berhubungan dengannya.

Adapula yang mendefinisikan sebagai Ilmu yang berisi aturan-aturan yang digunakan untuk mengetahui keadaan sanad dan matan. Objek Ilmu ini adalah sanad dan matan.

1. Matan

Dari segibahasa, matanberarti: punggungjalan (mukajalan) atautanah yang keras dan tinggi. Dari segiistilah, matan (matnulhadis) berarti materi berita yang berupa sabda, perbuatan, atau taqrir Nabi SAW yang

32Hadis dalam pengertian al-khabar dapat dijumpai diantaranya dalam surat at-thur [52] ayat 34, surat al-kahfi [18] ayat 6 dan surat ad-dhuha [93] ayat 11.

terletak setelah sanad yang terakhir. Secara umum, matan dapat diartikan selain sesuatu pembicaraan yang berasa/tentang Nabi juga berasal tentang Sahabat atau Tabi’in.

2. Sanad

Secara bahasa, sanad diartikan sebagai sandaran (mu’tamad) atau sesuatu yang dijadikan sandaran. Hal ini dimaksudkan karena hadis Nabi disandarkan padanya. Secara istilah terdapat beberapa pengertian mengenai sanad, Jalal Al-Din Al-Suyuti misalnya mengartikan sanad sebagai jalan menuju matan (Tariq Al-Matan). Maksudnya adalah rangkaian nama-nama rawi yang menyampaikan sebuah matan hadis dari sumbernya yang pertama. Rangkaian nama-nama inilah yang kemudian disebut dengan sanad. Dengan demikian, terlihat bahwa fungsi sanad ada dua.

a. Sebagai sandaran matan sebuah hadis Nabi

b. Sebagai salah satu barometer untuk menguji akurasi informasi hadis yang ada dalam jalur sanad tertentu.

3. Posisi Dan Fungsi Hadis

Seluruh umat islam tanpa terkecuali setuju bahwa hadis merupakan salah satu sumber ajaran islam. Ia menempati kedudukannya yang sangat penting setelah al-qur’an. Kewajiban mengikuti hadis bagi umat islam sama wajibnya dengan mengikuti qur’an. Antara hadis dan Al-qur’an memiliki keterkaitan yang sangat erat, yang satu sama lain tidak bisa dipisah-pisahkan atau berjalan sendiri-sendiri.

Kedudukan hadis dari segi statusnya sebagai dalil dan sumber ajaran islam, menurut Jumhurulam adalah menempati posisi kedua setelah qur’an. Hal tersebut terutama ditinjau dari segi urut data tersebutnya Al-qur’an adalah bersifat qath’i, sedangkan hadis kecuali yang berstatus mutawatir, sifatnya adalah al-wurud. Oleh karenanya, yang bersifat qath’i (pasti) didahulukan dari pada zhanni (relatife).

Untuk lebih jelasnya, berikut akan diuraikan argument yang dikemukakan para ulama tentang posisi hadis terhadap Al-qur’an tersebut.

a. Al-qur’an dengan sifatnya yang qath’i al-wurud (kebenarannya yang pasti dan diyakini), baik secara ayat per-ayat maupun secara keseluruhan, sudah seharuslah kedudukannya lebih tinggi dari pada hadis yang statusnya secara hadis per-Hadis kecuali yang berstatus mutawir, adalah bersifat zhani al-wurud.

b. Hadis berfungsi sebagai penjelas dan penjabar (bayan) terhadap Al-qur’an. Ini berarti bahwa yang dijelaskan (al-mubayyan), yakni Al-qur’an, kedudukannya adalah lebih tinggi dari pada penjelasan (al-bayan), yakni hadis secara logis dapat dipahami bahwa penjelas tidak perlu ada jika sesuatu yang dijelaskan tidak ada, akan tetapi jika tidak ada al-bayyanal itu tidaklah berarti al-mubayyan juga tidak ada. Dengan demikian, eksistensi dan keberadaan hadis sebagai bayan tergantung kepada eksistensi qur’an sebagai al-mubayyan, dan hal ini menunjukkan didahulukannya Al-qur’an dari hadis dalam hal status dan tingkatannya.

c. Sikap para sahabat yang merujuk kepada Al-qur’an terlebih dahulu apabila mereka bermaksud mencari jalan keluar atas suatu masalah, dan jika didalam Al-qur’an tidak ditemui penjelasannya barulah mereka merujuk kepada Al-sunnah yang mereka ketahui, tau menanyakan hadis kepada sahabat lain.

d. Hadis Mu’adz secara tegas menyatakan urutan kedudukan antara Al-qur’an dan Al-sunnah. Argumen diatas menjelaskan bahwa kedudukan Hadis Nabi SAW berada peringkat kedua setelah Al-qur’an. Meskipun demikian, hal tersebut tidaklah mengurangi nilai hadis, karena keduanya

pada hakikatnya sama-sama berasal dari wahyu Allah SWT. Karenanya, keduanya adalah seiring dan sejalan.

e. Tentang hubungan Al-qur’an dengan sunnahinin, Ibn Hazmi berkomentar, bahwa ketika kita menjelaskan Al-qur’an sebagai sumber Syara’. Maka didalam Al-qur’an itu sendiri terdapat keterangan Allah SWT. Dan penjelasan bahwa perkataan Rasulullah SAW yang berhubungan dengan hukum Syara’ pada dasarnya adalah wahyu yang datang dari Allah SWT. Juga hal tersebut didalam firman Allah dalam Surat Al-Najm ayat 3-4:





Artinya: Dan Tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).

Dalam dokumen Diktat Metodologi Studi Islam I (Halaman 91-95)