• Tidak ada hasil yang ditemukan

Beberapa Pendekatan dalam Resolusi Konlik

Dalam dokumen sengketa ekonomi dalam islam (1) (Halaman 41-45)

BAB IV PENGERTIAN UMUM PNYELESAIAN SENGKETA

B. Beberapa Pendekatan dalam Resolusi Konlik

Cukup rasanya, saya mengutarakan secara umum defenisi kon-lik dalam litaratur Barat, selanjutnya adalah mengemukan analisa konlik kaitannya dengan upaya resolusi. Untuk penjelasan ini, saya mengemukakan pendapatnya Johan Galtung tentang konlik, sekaligus kemungkinan untuk resolusinya. Pendapat Galtung tersebut minimal mewakili dari keseluruhan teori konlik di dunia barat.

Galtung berpendapat, bahwa konlik senantiasa terkait dengan tiga hal:Pertama, konlik (conlict). Kedua, kekerasan (violance). Ketiga, perdamaian (peace). Bagaimana ketiga unsur ini saling berkaitan, be-rikut ini visualisasinya:

Contradiction

Attitude Behaviour

e

ral t

Gambar 3: Unsur-Unsur Terkait Konlik

Kontradiksi mencakup sesuatu yang mendasari terjadinya konlik yang mencakup ketidakcocokan yang sebenarnya atau perasaan tentang tujuan-tujuan pihak-pihak yang digerakkan oleh ketidakpasan antara

nilai-nilai sosial (social values) dan struktur sosial (social structure). Uraian ini, berbeda dengan defenisi konlik yang disebutkan sebelu-mnya. Galtung memahami konlik dalam ruang lingkup yang lebih luas atau sosial. Meskipun Galtung tidak menjelaskan secara rinci maksud nilai-nilai sosial, tetapi bisa dipahmi dalam artian paham atau pandan-gan tentang sesuatu yang sudah mengakar dalam keseluruhan apeksi dan kognisi masyarakat yang sifatnya mengikat mereka. Sementara struktur sosial dipahami sebagai relasi yang mengikat antara kelom-pok-kelompok dan individu-individu yang mampu mempengaruhi si-stem hukum, ekonomi, politik, budaya hingga keluarga. Struktur sosial dapat diidentiikasi melalui: (1). Relasi yang menjelaskan keberadaan atau mengumpul-kan kepada yang lain. (2). Ketetapan sistem perilaku oleh anggota kelompok dalam sebuah sistem sosial yang mengatur rela-si dengan lainnya. (3). Norma-norma yang diinstiturela-sikan atau kerangka kerja pengetahuan yang membentuk tindakan-tindakan anggota dalam sistem sosial.

Oleh karena itu, konlik akan hadir dalam bentuk kontra-diksi, ketika nilai-nilai yang dianut ternyata tidak tercermin dalam struktur relasi di antara anggotanya. Hal inilah yang melahirkan ke-tidakpuasan dan kekecewaan yang termanifestasi dalam dua pola: pertama, Symmetric Conlict yaitu kontradiksi yang mencakup kein-ginan (interest) yang saling bertentangan diantara pihak-pihak. Ke-dua, Asyimmetric Conlict sebagai kontradiksi mencakup hubun-gan (relationship) yang saling bertentangan di antara pihak-pihak. Attitude mencakup: (1). Persepsi dan kesalahan persepsi di anta-ra anggotanya. Bisa bersifat negatif dan positif. Sifat negatif biasanya merendahkan atau memberikan stereotype kepada orang lain yang di-pengaruhi oleh emosi seperti karena perasaan takut (fear), kemarahan (anger), kegetiran (bitterness), kebencian yang mendalam (hatred) atau karena berburuk sangka (prejudice). Dalam bahasa agama sifat negatif ini dikenal dengan sifat su’uzh al-zhan (berburuk sangka). Sementara yang lainnya, sifat positif yang terwujud dengan harmonisasi pandan-gan terhadap orang lain atau yang dikenal denpandan-gan sifat husn al-zhan (berbaik sangka). (2). Elemen-elemen emotive (feeling), cognitive

(be-lief) dan conative (will).

Unsur sikap ini tidak terlihat dan susah untuk dipastikan kebe-radaannya, terutama mengukur tingkat eskalasinya. Dampak yang di-timbulkannya juga tidak berupa kekerasan isik. Namun, sikap menjadi unsur penting mendorong terjadinya konlik. Terganggunya atau teran-camnya seseorang akan memunculkan sikap perlawanan sebagai upaya pembelaan diri, sekalipun sikapnya hanya diam.

Behaviour yaitu mencakup kerjasama (cooperation) atau paksaan (coersion), perdamaian (conciliation) atau pertentangan (hostility). Kon-lik kekerasan ditandai oleh ancaman, paksaan atau serangan yang me-rusak. Sifatnya lebih kepada wujud isik.

Ketiga unsur di atas –contradiction, attitude dan behaviour- se-nantiasa hadir bersamaan dalam sebuah konlik. Hanya saja, sangat sulit untuk menentukan mana diantara ketiga unsur tersebut yang mempen-garuhi dan dipenmempen-garuhi. Meskipun demikian, ketepatan seorang analist konlik mengidentiikasi manifest-manifest ketiga unsur itu, akan me-mudahkan dalam resolusinya.

Asumsi Galtung berikutnya terkait dengan konlik adalah keke-rasan (violance). Nampaknya, asumsi Galtung menganut pandangan pertama -sebagaimana dijelaskan pada bab I- bahwa konlik itu sela-lu sifatnya negatif yang membawa korban isik dan non-isik, sehing-ga harus dihindari. Terlepas dari kontradiksi itu, Galtung menjelaskan, bahwa konlik dengan tiga unsur di atas, masing-masing melahirkan kekerasan yang berbeda-beda.

Konlik kontradiksi biasanya terkait dengan kekerasan struktu-ral akibat dari kebijakan yang salah, fungsi yang tidak berjalan dengan semestinya atau institusi yang bertindak sewenang-wenang dan meng-ganggu keinginan dan kebutuhan anggotanya. Misalnya; orang yang mati karena kelaparan, menderita karena tidak mampu berobat, makan tiwul karena harga sembako yang mahal dan sebagainya.

Konlik sikap (attitude) terkait dengan munculnya kekerasan bu-daya, karena sikap itu sendiri banyak dipengaruhi budaya. Hanya saja, sikap tidak bisa diukur seperti kekerasan struktural. Dalam sebuah masyarakat, perlakuan yang tidak seimbang antara peran laki-laki dan

perempuan bukanlah suatu konlik, tetapi menjadi relasi yang wajar. Sikap terkait juga dengan identitas kelompok, tetapi menguatnya iden-titas kelompok bukan penyebab terjadinya konlik, namun konliklah yang menyebabkan sikap demi perjuangan identitas semakin menguat. Misalnya, seseorang yang dipandang secara terus-menerus sebagai penjahat atau kebencian yang terpendam menimpa salah satu anggota keluarganya, kemudia menciptakan ”istilah” negatif pada orang terse-but.

Terakhir adalah konlik perilaku (behaviour) biasanya terkait dengan kekerasan langsung (direct violance). Kekerasan yang seperti ini lebih mudah untuk ditangani dan diidentiikasiatau dianalisa. Di sam-ping wujudnya terlihat, pelakunya juga mudah untuk dilokalisir. Mi-salnya seseorang yang dibunuh. Untuk mencegah agar tindakan serupa tidak terulang lagi, cukup dengan menangkap pelakunya. Hanya saja, kekerasan yang seperti ini tidak bersifat laten atau simmering. Dari ke-tiga unsur kekerasan di atas, secara sederhana dapat divisualisasikan sebagai berikut: Structural Violance Cultural Violance Direct Violance Gambar 4: Unsur-unsur Terkait Kekerasan

Setelah membicarakan tentang elemen-elemen konlik dan keke-rasan, maka selanjutnya adalah upaya-upaya yang dapat dilakukan seba-gai langkah resolusi konlik. Terhadap konlik yang berasal kontradiksi

yang diakibatkan kekerasan struktural, dengan menghilangkan kontra-diksi-kontradiksi struktural dan ketidakadilan, maka dapat dilakukan langkah membangun perdamaian (peace building). Jika konlik yang terjadi berasal dari perilaku (behaviour) yang mengakibatkan terjadinya kekerasan secara langsung, maka dapat dilakukan dengan menjaga per-damaian (peace keeping). Terahir, jika yang terjadi adalah konlik yang berasal dari sikap (attitude) yang mengakibatkan terjadinya kekerasan bersifat kultural, maka dapat diselesaikan dengan membuat perdama-ian (peace making). Secara sederhana, dapat divisualisasikan sebagai berikut: (Sulh) kim) atha) Peace Building Peace Making Peace Keeping Gambar 5: Unsur-Unsur Terkait Resolusi Konlik

Dalam dokumen sengketa ekonomi dalam islam (1) (Halaman 41-45)

Dokumen terkait