• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mediasi

Dalam dokumen sengketa ekonomi dalam islam (1) (Halaman 57-61)

BAB IV PENGERTIAN UMUM PNYELESAIAN SENGKETA

G. Bentuk-Bentul Alternative Dispute Resolution

3. Mediasi

Alasan penyelesaian perselisihan dengan cara non-litigasi dipa-kai di Indonesia: pertama, penyelesaian dengan non-litigasi telah lama dan bisasa dipakai oleh masyarakat Indonesia. Beberapa masyarakat adat masih menggunakan hukum adat sebagai jalan keluar perselisi-han di antara mereka.18 Kedua, adanya ketidakpuasan atas penyelesaian perkara melalui litigasi. Ketiga, proses litigasi yang rumit dan tidak at

17 Negosiasi adalah sebuah proses dimana dua pihak, dengan masing-masing per-bedaannya berupaya mencapai kesepakatan secara umum melalui kompromi dan konsesi.

18 Misalnya di Minangkabau yang bertindak sebagai mediator yang juga mem-punyai wewenang untuk memberikan putusan atas perkara yang dibawa kehadapan-nya adalah sebagai berikut:

1. Tungganai atau mamak kepala ahli waris pada tingkatan rumah gadang 2. Mamak kepala kaum pada tingkatan kaum

3. Penghulu suku pada tingkat suku

4. Penghuku-penghulu fungsional pada tingkatan nagari.

Semua fungsionaris tersebut berperan penting dalam menyelesaikan sengke-ta-sengketa, baik sebagai penegah atau tanpa kewenangan memutus. Takdir rah-madi dan Achmad Romsan, Tehnik Masyarakat Adat Minangkabau, Sumatera Barat dan Masyarakat Adat di Dataran Tinggi, Sumatera Selatan, (Indonesia Cen-ter For Environmental Law (ICEL), he Ford Foundation 1997-1998. Sementara itu, ada juga tradisi Adat Badamai pada masyarakat Banjar yang dikenal dengan istilah babaikan,baparbaik,bapatut atau mamatut,baakuran atau suluh, Ahmadi Hasan, Penyelesaian Sengketa Melalui Upaya (non litigasi) Menurut Peraturan Pe-rundang-Undangan, (Al-Banjari vol. 5, No. 9, Januari-Juni 2007.

home bagi orang-orang yang tidak terbiasa dengan suasana formalistik. Keempat, cara litigasi untuk sampai mengikat kedua belah pihak meng-habiskan waktu yang lama, pikiran dan biaya yang besar.

Mediasi merupakan proses kerelaan (voluntary process) pihak-pi-hak yang sedang mengalami perselisihan (dispute) untuk menyelesai-kannya dengan bantuan pihak lain atau pihak ketiga (third party) yang bersikap netral yaitu mediator. Mediasi lazimnya dilakukan di luar pen-gadilan, meskipun dalam kasus perdata -termasuk masalah perceraian di Pengadilan Agama- mediasi dianjurkan di dalam pengadilan oleh hakim. Perbedaannya adalah, ide mediasi yang terjadi dalam pengadi-lan berasal dari “perintah” hakim, sementara mediasi yang dimaksud dalam pengertian penelitian ini adalah keinginan masing-masing pihak untuk menyelesaikan perselisihan mereka. Perintah damai datangnya dari keinginan internal tanpa adanya intervensi atau paksaan dari pihak lain.

Secara ipso jure, dalam Pasal 6 ayat (2) undang-undang Nomor 30 Tahun 1999, dinyatakan bahwa pada dasarnya para pihak dapat dan berhak untuk menyelesaikan sendiri sengketa yang timbul di antara mereka. Kemudian ditegaskan dalam Peraturan Mahkamah Agung Re-publik Indonesia Nomor 02 tahun 2003 tentang prosedur mediasi di pengadilan pasal 1 angka 6 jo Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 01 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Penga-dilan pasal 1 angka 7, disebutkan bahwa mediasi adalah penyelesaian sengketa melalui proses perundingan para pihak dengan dibantu oleh mediator.

Mediasi secara literal berarti ide negosiasi yang dibantu untuk mencapai kesepakatan (idea of assisted negotiation for agreement).19

Black’s Law Dictionary menyebutkan bahwa mediasi dan media-tor adalah:

Mediation is a method of non binding dispute revelation in-volving a neutral third party who tries to help the disputing

parties reach a mutually agreeable solution.20 Atau media-tion is an informal process in which a neutral third party helps other resolve a dispute or plan a transaction but does not (and ordinarily does not have the power to) impose a solution.21

Defenisi yang sama dikemukakan oleh Nolan-Haley mendeini-sikan:

Mediation is generally understood to be a short term, struc-tured, task-oriented, participatory intervention process. Disputing parties work with a neutral third party, the me-diator, to reach a mutually process, where a third party in-tervenor imposes a decision, no such compulsion exists in mediation.22

Selanjutnya juga dapat dilihat dalam ketentuan yang diatur dalam WIPO Mediation Rules (efective October 1, 1994) bahwa:

Mediation Agreement means an agreement by the parties to submit to mediation all or certain disputes which have aris-en or which may arise betwearis-en them; a Mediation Agree-ment may be in the from of a mediation clause in a contract or in the from of a separate contract. he mediation shall be conducted in the manner agreed by the parties. If, and to the extent that, the parties have not made such agreement, the mediator shall, in accordance with the Rules, determine the manner in which the mediation shall be conducted.

20 Mediasi merupakan model penyelesaian sengketa di mana pihak luar tidak memihak dan netral (mediator) membantu pihak-pihak yang bersengketa guna mem-peroleh penyelesaian sengketa yang disepakati para pihak. Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, Editor in Chief, (Minnesota: St. Paul, 2004), h. 1003.

21Mediasi adalah sebuah proses informal dimana seorang pihak ketiga mem-bantu menyelesaikan sebuah perselisihan atau merencanakan sebuah perjanjian na-mun pihak ketiga tersebut tidak memiliki kekuatan untuk memaksakan sebuah solusi. Ibid.,

22 Nolan-Haley, Alternative Dispute Resolution, (Minnesota: St. Paul, 1992), h. 56

Each party shall cooperate in good faith with the mediator to advance the mediation as expeditiously as possible.23

Jay Folberg dan Alison Taylor memberikan pengertian media-si adalah proses dimana pihak-pihak terkait secara bersama dengan bantuan pihak lain yang netral, kemudian secara sistematik mengiso-lasi isu-isu perselisihan untuk mengem-bangkan pilihan-pilihan, mem-pertimbangkan alternatif-alternatif dan mencari sebuah penyelesaian yang disepakati dan mengakomodir kebutuhan-kebutuhan pihak yang berselisih.24 Mediasi menurut Folberg dan A. Taylor sebagaimana dike-mukankan oleh John Wade adalah a comprehensive guide to resolving conlict without litigation.

Sementara itu, Laurence Bolle menyebutkan:

Mediation is a decision making process in which the parties are assisted by a third party, the mediator attemp to improve the process of decision making and to assist the parties reach an outcome to which of them can assent.25

Mediation is a process in which two or more people involved in a dispute come together, to try to work out a solution to their problem with the help of a neutral third person, called the “Mediator”.26

Mediation is a process in which the parties to a dispute, with the assistance of a dispute resolution practitioner (the medi-ator), identify the disputed issues, develop options, consider alternatives and endeavours to reach an agreement.27

23 WIPO, Mediation Rules (Efective October 1, 1994).

24 Jay Folberg and Alison Taylor, Mediation: A Comprehensive Guide to Re-solving Conlicts Without Litigation (San Francisco: Jossey-Bass, 1984), h. 7. Mediation is the process by which participants, together with the assistance of a neutral person or persons, systematically isolate disputed issues in order to develop options, consider alter-natives, and reach a consensual settlement that will accommodate their needs.

25 John Wade, Sekitar Mediasi, MARI, Jakarta, 2004, h. 158.

26 Peter Lovenheim, How to Mediate Your Dispute, (Berkeley: Nolo-Press, 1996), h. 13.

Berdasarkan berbagai defenisi mediasi yang disebutkan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa: (1). Mediasi adalah sebuah proses in-formal mencapai kesepakatan. (2). Dalam mencapainya dibantu oleh pihak ketiga atau mediator. (3). Namun, pihak ketiga tersebut tidak me-miliki kekuatan memaksakan jalan keluar. Hal yang dapat ditambahkan dari defenisi mediasi tersebut (4). Mediasi sifatnya tertutup, rahasia dan hanya boleh diketahui oleh pihak-pihak terlibat dalam mediasi. Penga-dilan sekalipun, jika kesepakatan tidak tercapai, tidak berhak menja-dikannya sebagai barang bukti atau pertimbangan putusan.

Saat ini di Indonesia, proses mediasi pada kasus perdata khusu-snya sangat mementingkan proses mediasi ini. Bahkan dinyatakan den-gan tegas dalam Perma No.1 tahun 2008 pasal 2 ayat (3) menyebutkan tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan Peraturan ini merupa-kan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang mengakibatkan putusan batal demi hukum.

Dalam dokumen sengketa ekonomi dalam islam (1) (Halaman 57-61)

Dokumen terkait