• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. EVANGELISASI BARU

A. Beberapa Pengertian Evangelisasi Baru

Dalam Kamus Teologi (1996: 76) istilah evangelisasi (evangelization) diartikan sebagai pewartaan Kabar Gembira (Injil) mengenai Yesus Kristus (Mrk 1:1) kepada semua bangsa (Mat 28:19-20; Rm 10:12-18) dan kebudayaan me lalui kuasa Roh Kudus (Kis 1:8). Injil diwartakan baik kepada orang-orang Kristiani maupun bukan Kristiani (O’Collins, 1996:76).

Menurut Suharyo, Uskup Agung Keuskupan Agung Semarang (1993: 19), istilah evangelisasi mulai banyak dipakai dalam literatur Katolik sejak pertengahan abad ini, antara lain karena adanya pengaruh-pengaruh teolog Protestan seperti Karl Barth. Para teolog pastoral dan para pendidik yakin, bahwa gejala de-kristianisasi

harus dihadapi dengan pewartaan yang mendasar dan meyakinkan mengenai keselamatan dalam Yesus Kristus. Para misiolog pada masa itu berpikir bahwa inisiasi ke dalam iman dibedakan dalam tiga tahap: pra-evangelisasi, evangelisasi dan katekese. Pra-evangelisasi adalah usaha untuk menumbuhkan minat terhadap masalah- masalah hidup dan iman sebagai persiapan untuk mendengarkan warta Kristiani. Sedangkan evangelisasi adalah pewartaan iman Kristiani yang mendasar. Dan akhirnya katekese sebagai pengajaran mengenai pokok-pokok iman (Hadiwiyata, 1993: 12)

Dalam Konsili Vatikan II istilah evangelisasi banyak dipakai. Vatikan I, yang mencerminkan mentalitas abad ke-19, hanya satu kali menggunakan kata Injil (= evangelium) dan tidak satu katapun mengenai “evangelisasi”. Konsili Vatikan II menggunakan kata Injil sebanyak 157 kali. “Mewartakan Injil” sebanyak 18 kali dan evangelisasi sebanyak 31 kali. Yang dimaksudkan dengan evangelisasi biasanya adalah pemakluman pewartaan Kristiani yang paling dasar kepada orang-orang yang belum percaya kepada Kristus (Suharyo, 1993: 12).

Sejalan dengan semangat Konsili Vatikan II, Paus Paulus VI (1963-1979) lebih memberi tekanan kepada evangelisasi. Dengan lebih memberi orientasi yang lebih jelas kepada perutusan Gereja, Paus Paulus VI memilih tema “Evangelisasi Dalam Dunia Modern” dalam sinode para Uskup tahun 1974. Atas dasar bahan-bahan yang dihasilkan sinode itu, pada tahun 1975 ia menulis amanat apostolis Evangelii Nuntiandi. Dalam dokumen itu termuat paham yang sangat kaya:

Evangelisasi adalah rahmat panggilan khas Gereja, merupakan jati dirinya yang paling dasar. Gereja ada untuk mewartakan Injil, artinya untuk memaklumkan dan mengajar, menjadi saluran anugerah rahmat, untuk mendamaikan orang-orang berdosa dengan Allah untuk melanggengkan kurban Kristus dalam Ekaristi, yang adalah kenangan akan wafat dan kebangkitan-Nya yang mulia (EN. art. 14)

Secara tersirat dokumen ini mengisyaratkan bahwa jati diri sesungguhnya dari Gereja adalah mewartakan Injil. Panggilan untuk mewartakan Injil bagi Gereja adalah suatu rahmat yang mulia. Gereja juga berkewajiban untuk menyalurkan rahmat tersebut kepada semua umat. Rahmat ini dapat diperoleh dari pengenangan akan kurban Kristus dalam Ekaristi. Selain itu, Gereja juga dapat mewartakan Injil dengan memaklumkan dan mengajar, terlebih mendamaikan semua orang yang berdosa dengan Allah, sehingga keselamatan yang telah dijanjikan oleh Allah dapat terwujud.

Menurut Prior (1992: 47), evangelisasi dimengerti sebagai upaya untuk “memberitakan Injil Allah” (Mrk 1: 15). Evangelisasi merupakan pertemuan antara tawaran Injil dan situasi aktual serta menyangkut hubungan tata masyarakat dengan Injil yang menyangkut hubungan ekonomi (orang kecil), dengan dunia sosio-budaya dan sosio-keagamaan (agama mayoritas).

Pewartaan Injil bermaksud membaharui dunia dengan segala pertentangan yang menantang dan segala daya kemampuan yang siap dikembangkan. Evangelisasi akan berha sil bila dunia lebih manusiawi dengan menjadi manusia lebih merdeka sehingga dapat berkembang sesuai dengan kehendak Allah dan selaras dengan alam ciptaannya.

Gagasan dan usaha Evangelisasi Baru merupakan perkembangan yang sangat penting dalam Gereja sesudah konsili Vatikan II. Bahkan sebelum Konsili Vatikan II istilah evangelisasi mulai banyak dipakai dalam litelatur Katolik sejak pertengahan abad ini, antara lain karena pengaruh teolog-teolog Protestan Karl- Bath yang berawal dari gejala de-kristianisasi. Istilah evangelisasi juga dapat kita lihat dalam kalimat pertama Lumen Gentium menegaskan bahwa “Kristus mengutus

Gereja untuk mewartakan injil kepada semua mahluk” (art.1 dan Mrk16:15). Mewartakan Injil adalah tugas setiap orang Kristen (LG, art. 16-17; AG. Art. 23;35). Para uskup dalam kesatuan dengan Paus adalah penanggung jawab utama usaha ini (LG, art. 23; CD, art. 6; AG, art. 29; 30); para imam harus mendorong usaha pewartaan Injil ke seluruh dunia (PO, art. 4; AG, art 39), dan seluruh orang beriman diharapkan bekerja sama dalam karya pewartaan injil khususnya dalam lingkungan karya dan kehidupan keluarga mereka (LG, art. 35; AA, art. 2-3; 6; AG, art. 41). Tanpa mengecilkan pelayanan sakramental dan pastoral, Vatikan II jelas memberi tempat utama kepada pewartaan sabda dalam tugas para Uskup (LG, art. 25) dan para imam (PO, art. 4). Kesadaran tentang perutusan dan maknanya, dengan sangat bagus terdapat dalam AG, art. 9; “Karya Misioner tidak lain tidak kurang dari manifestasi rencana Allah, penampakan serta realisasinya di dunia dan dalam sejarah. Di dalamnya Allah, melalui karya misi secara nyata menyelesaikan sejarah penyelamatan” (Hadiwiyata, 1993: 12-13).

Kemudian dalam perkembangannya, muncul gaga san baru mengenai Evangelisasi Baru yang pertama kali diperkenalkan oleh Paus Yohanes Paulus II pada tanggal 19 Maret 1983 di Haiti. Berikut akan penulis uraikan beberapa pengertian Evangelisasi Baru menurut para ahli. Evangelisasi Baru dapat diartikan sebagai berikut:

Menurut Jacobs, Evangelisasi Baru berarti pelayanan. “Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil” (Yoh 3:30). Yohanes Pembaptis telah bebas. Oleh karena itu ia tidak cemas, dan tidak merasa bahwa Yesus adalah saingan baginya. “Ia datang untuk memberi kesaksian tentang terang, supaya semua orang menjadi percaya oleh Dia” (Yoh 1:7). Gereja harus memberi kesaksian, supaya

semua orang menjadi percaya. Percaya pada Kerajaan Allah yang sudah berkarya dalam diri mereka.

Dalam konteks Indonesia Evangelisasi Baru menurut Prior ialah upaya membawa Firman Allah ke dalam semua lapisan umat. Melalui pewartaan kaum tersisih itu masyarakat beriman diubah dari dalam, baik dalam sikap dan tata nilai maupun dalam struktur dan tata sosialnya. Dengan demikian masyarakat Kristen dengan seluruh suasana hidupnya mendapat pembaharuan dalam Roh Allah; baru dalam semangat, dalam metode, dan dalam pengungkapan imannya (Prior, 1992: 47).

Sedangkan menurut Pidyarto, Evagelisasi Baru berarti pewartaan Sabda Allah dengan semangat, metode, dan ungkapan baru. Memang pada hakekatnya evangelisasi itu harus selalu baru; dahulu sekarang dan di masa depan. Mengapa? Sebab Allah selalu menyapa manusia dalam situasi dan kondisi yang konkret. Di samping kita mengulangi kembali kebenaran lama, kita juga harus menerapkan kebenaran lama itu dalam situasi baru. Banyak hal yang berlaku untuk uma t Allah dahulu, pada hakekatnya masih (tetap) berlaku juga untuk kita sekarang, meskipun bentuk dan ungkapannya bisa berbeda-beda. Tugas kitalah untuk mengaktualkan pewartaan Alkitab. Inilah salah satu makna Evangelisasi Baru, yakni mengaktualkan Sabda Allah dengan memberinya ungkapan baru yang lebih berbicara bagi manusia zaman sekarang (Pidyarto, 1994: 20).

Dokumen terkait