• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

2.2 Landasan Teori

2.2.2 Belajar, Mengajar, dan Pembelajaran

Pakar pendidikan telah melakukan banyak kajian untuk menghasilkan teori-teori belajar, berikut akan dikemukakan berbagai definisi belajar menurut para ahli. Teori Bruner (1982) dalam Slameto (2010: 11) mengartikan belajar

tidak untuk mengubah tingkah laku seseorang tetapi untuk mengubah kurikulum sekolah menjadi sedemikian rupa sehingga siswa dapat belajar lebih banyak dan mudah. Dalam proses belajar mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Teori Gagne (1989) dalam Susanto (2013: 1) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.

Belajar ialah suatu proses usaha sadar yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2010: 2). Dalam teori Behaviorisme, proses pembelajaran berpegang teguh pada prinsip dan pemahaman. Teori ini menekankan pentingnya keterampilan dan pengetahuan akademik maupun perilaku sosial. “Proses belajar terjadi dengan adanya tiga komponen pokok, yaitu stimulus, respons, dan akibat” (Rifa’i, 2009: 105).

Belajar sering pula diartikan sebagai penambahan, perluasan, dan pendalaman pengetahuan, nilai dan sikap, serta keterampilan. Hal ini senada dengan pendapat Gagne (1985) dalam Winataputra (2007: 1.8) yang menyatakan bahwa belajar adalah suatu perubahan dalam kemampuan yang bertahan lama dan bukan dari proses pertumbuhan. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Bower dan Hilgard (1981) dalam Winataputra (2007: 1.8)

Learning refers to the change in a subject’s behavior or behavior

potential to a given situation brought about by the subject’s repeated

experiences in that situation, provided that the behavior change

cannot be explained on the basis of the subject’s native response

tendencies, maturation, or temporary states (such as fatigue, drunkenness, drives, and so on).

Pendapat Bower dan Hilgard (1981) bahwa belajar mengacu pada perubahan perilaku atau potensi individu sebagai hasil dari pengalaman dan perubahan tersebut tidak disebabkan oleh insting, kematangan atau kelelahan dan kebiasaan. Menurut Hamalik (2013: 27) belajar diartikan sebagai proses suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan. Proses itu sendiri berlangsung melalui serangkaian pengalaman, sehingga terjadi modifikasi pada tingkah laku yang telah dimilikinya sebelumnya.

Berdasarkan pendapat para ahli mengenai teori belajar, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses pembentukan makna baru melalui proses asimilasi dan akomodasi dalam interaksi sosial untuk menghasilkan perubahan perilaku. Belajar membutuhkan proses sosialisasi sebagai pemacu tumbuhnya pengetahuan dalam diri seseorang. Selanjutnya, hasil proses belajar dapat diketahui melalui adanya perubahan perilaku.

Kegiatan belajar diikuti dengan kegiatan mengajar, karena keduanya berlangsung secara beriringan. Menurut Sardiman (2011: 47), mengajar pada dasarnya merupakan usaha mengondisikan lingkungan yang mendukung terjadinya proses belajar. Dalam hal ini dapat diartikan bahwa kegiatan belajar yang aktif dapat terwujud jika kondisi lingkungan belajar siswa juga aktif. Lingkungan belajar yang aktif akan mendukung siswa untuk belajar dengan nyaman. Dengan demikian, siswa dapat mengembangkan kemampuannya melalui proses belajar yang tepat.

Guru perlu mengetahui azas-azas mengajar agar pembelajaran yang dilaksanakannya berhasil. Azas-azas mengajar yang dianut oleh bangsa Indonesia yaitu prinsip didaktik-metodik. Menurut Mandigers (1960) seperti yang dikutip Rifa’i dan Anni (2009: 200) “prinsip-prinsip mengajar antara lain: (1) prinsip aktivitas mental. (2) Prinsip menarik perhatian. (3) Prinsip penyesuaian perkembangan siswa. (4) Prinsip appersepsi. (5) Prinsip peragaan. dan (6) Prinsip motivasi”.

Prinsip aktivitas mental, dalam prinsip ini kegiatan belajar mengajar tidak hanya mendengar, memahami, dan sebagainya. Tetapi, lebih menyeluruh baik aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Pendekatan dengan prinsip CBSA dikatakan sangat sesuai dengan prinsip aktivitas mental.

Prinsip menarik perhatian, bila dalam suatu pembelajaran terdapat model pembelajaran yang menarik maka, siswa akan memperhatikan pembelajaran yang akan dipelajari. Karena, dengan perhatian ada konsentrasi, pada gilirannya hasil belajar itu akan lebih berhasil dan tidak mudah lupa.

Prinsip penyesuaian perkembangan anak, anak akan lebih tertarik bila bahan pembelajaran disesuaikan dengan perkembangan anak. Ditinjau dari teori perkembangan kognitif, siswa SD memasuki tahap operasional konkret. Dari apa yang dipelajari di sekolah, mereka belajar menghubungkan konsep-konsep baru dengan konse-konsep lama. Dengan demikian guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan siswa terlibat langsung dalam proses pembelajaran.

pendidik hendaknya mengkaitkan materi yang akan dipelajari dengan apa yang sudah diketahui. Dengan cara tersebut siswa akan lebih tertarik sehingga materi pelajaran mudah diterima.

Prinsip peragaan, prinsip ini memberikan pedoman bahwa dalam mengajar hendaknya digunakan alat peraga. Dengan alat peraga proses belajar mengajar tidak verbalistis. Proses pembelajaran yang disertai dengan alat peraga, akan meningkatkan hasil belajar siswa.

Prinsip motivasi, motivasi ialah dorongan yang ada dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Motivasi memegang peranan penting dalam belajar. Intensitas siswa dalam proses pembelajaran sangat ditentukan oleh motivasi.

Berdasarkan pendapat para ahli mengenai teori mengajar, dapat disimpulkan bahwa mengajar adalah usaha penyediaan kondisi yang mendukung kegiatan belajar agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Dalam proses mengajar perlu memperhatikan prinsip didaktik-metodik agar dapat terjadi pembelajaran optimal yang memotivasi pembelajar.

Gagne (1981) dalam Rifa’i (2009: 191) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan serangkaian peristiwa eksternal siswa yang dirancang untuk mendukung proses internal belajar. Briggs (1992) dalam Rifa’i (2009: 192) mengungkapkan bahwa pembelajaran adalah seperangkat peristiwa (events) yang mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga siswa itu memperoleh kemudahan. Seperangkat peristiwa itu membangun suatu pembelajaran yang bersifat internal dan eksternal. Pembelajaran yang bersifat internal terjadi jika

siswa melakukan self instruction (pembelajaran mandiri). Sedangkan, pembelajaran yang bersifat eksternal terjadi jika siswa melakukan external instruction (pembelajaran dari luar) dengan pendidik (guru) sebagai pembelajar.

Pembelajaran menurut Trianto (2013: 17) merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan siswa, di mana antara keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya. Target dalam pembelajaran secara umum mengacu pada tujuan pendidikan nasional. Sementara tujuan khusus pembelajaran mengacu pada kurikulum pendidikan yang berlaku. Tujuan khusus pembelajaran biasanya berupa indikator-indikator berupa kalimat dengan kata kerja operasional agar tujuan pembelajaran tersebut terukur.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah interaksi antara siswa dengan guru dan berbagai komponen pendukungnya. Pembelajaran dalam arti luas merupakan jantungnya pendidikan untuk megembangkan kemampuan, membangun watak dan peradaban bangsa. 2.2.3 Pengertian Membaca

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan pengertian membaca adalah kegiatan mengeja atau melafalkan apa yang tertulis (Ali, dkk, 1991:72). Maksudnya adalah melafalkan huruf yang tersusun menjadi kata, kata menjadi kalimat dan disusun menjadi sebuah bacaan. Berikut ini adalah pengertian-pengertian membaca menurut para ahli bahasa.

Menurut Crawley dan Mountain (1995) dalam Rahim (2008: 2) membaca pada hakekatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal, tidak

hanya melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivtas visual dan berpikir. Sebagai proses visual membaca merupakan proses menerjemahkan simbol tulis (huruf) ke dalam kata-kata lisan. Sebagai suatu proses berpikir, membaca mencakup aktivitas pengenalan kata, pemahaman literal, interpretasi, membaca kritis, dan pemahaman kreatif. Definisi tentang membaca dijelaskan secara lebih detail oleh Klein, dkk dalam Rahim (2008: 3) yang mengemukakan bahwa definisi membaca itu mencakup 3 hal yaitu: (1) membaca merupakan suatu proses, (2) membaca adalah strategis, dan (3) membaca merupakan interaktif.

Membaca merupakan suatu proses, artinya informasi dari teks bacaan yang dimiliki oleh pembaca mempunyai peranan yang utama dalam membentuk makna. Membaca juga merupakan suatu strategi, artinya pembaca yang efektif menggunakan berbagai strategi membaca yang sesuai dengan teks dan konteks dalam rangka menyusun makna ketika membaca. Strategi ini bervariasi sesuai dengan jenis teks dan tujuan membaca. Membaca merupakan interaktif, artinya artinya keterlibatan pembaca pada teks tergantung pada tujuan yang ingin dicapainya.

Lisyanto (2010) dalam Aizid (2011: 19) mendefinisikan membaca sebagai suatu proses yang dilakukan dan digunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata bahasa tulis (tulisan).

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa membaca merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh informasi dalam sebuah bacaan yang disampaikan oleh penulis melalui lambang-lambang tertulis.

Membaca juga digunakan untuk memperoleh pesan, isi, ide, atau gagasan baik yang tersirat maupun tersurat dalam bacaan. Dengan demikian, pemahaman menjadi produk yang dapat diukur dalam kegiatan membaca, bukan perilaku fisik pada saat membaca.

2.2.3.1Manfaat Membaca

Membaca memiliki banyak manfaat. Selain memberikan informasi kepada pembaca, membaca juga memberikan banyak pengetahuan. Dengan membaca, pembaca dapat memperoleh pengetahuan dan mengetahui tentang informasi terkini yang sedang terjadi di seluruh dunia. Seseorang yang gemar membaca, akan memiliki banyak pengetahuan dan dapat memberikan pengarahan sikap yang baik dalam berucap, berbuat dan berpikir.

Emerson (1984) dalam Aizid (2011: 24) menegaskan bahwa orang yang membiasakan diri sebagai pembaca yang baik, maka ia akan memperoleh segala pengetahuan dan pengalaman. Pengetahuan dan pengalaman tersebut berupa moral, peradaban, kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi hingga perkembangannya merupakan akibat langsung dari hasil kegiatan membaca yang dilakukan oleh pembaca.

Lisyanto (2010) dalam Aizid (2011: 25-26) menjelaskan ada beberapa manfaat yang dapat diambil dari kegiatan membaca yaitu: (a) Membaca dapat memberikan sejumlah informasi dan pengetahuan yang sangat berguna dalam praktik kehidupan sehari-hari. (b) Membaca dapat menjadikan seseorang berkomunikasi dengan pemikiran, pesan dan kesan pemikir-pemikir besar dari segala penjuru dunia. (c) Membaca dapat menjadikan seseorang mengetahui dan

mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir dari segala penjuru dunia. (d) Dengan membaca, maka seseorang dapat mengetahui peristiwa besar dalam sejarah, peradaban, dan kebudayaan suatu bangsa. (e) Membaca dapat memecahkan berbagai masalah kehidupan dan mengantarkan seseorang menjadi pintar danj juga arif dalam bersikap.

Berdasarkan manfaat-manfaat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa manfaat membaca yaitu dapat menambah pengetahuan, dan dapat menemukan informasi. Melalui membaca juga dapat mengembangkan kompetensi sosial seseorang sehingga mampu untuk berkomunikasi dengan orang lain secara lancar. 2.2.3.2Tujuan Membaca

Lisyanto (2010) dalam Aizid (2011: 29-31) mengungkapkan beberapa tujuan membaca yaitu: (a) Untuk mendapatkan perincian atau fakta-fakta mengenai suatu informasi atau pengetahuan. (b) Untuk mengetahui urutan dan organisasi dalam sebuah cerita. (c) Untuk membandingkan dan mempertentangkan bukuatau bacaan yang berbeda. (d) Untuk memahami secara detail dan komprehensif tentang isi buku. (e) Untuk menangkap ide pokok atau gagasan utama yang terdapat pada buku/teks bacaan. (f) Untuk mendapatkan informasi tentang sesuatu hal yang sedang dibutuhkan oleh pembaca. (g) Untuk mengenali makna atau istilah yang sulit yang sering ditemukan oleh pembaca. (h) Untuk mengetahui peristiwa yang sedang terjadi. (i) Untuk mendapatkan kenikmatan dari suatu karya fiksi. (j) Untuk menilai kebenaran suatu gagasan yang diungkapkan oleh seseorang pengarang atau seorang penulis buku. (k) Untuk mendapatkan keterangan tentang pendapat seorang ahli dalam suatu bidang

tertentu atau keterangan tentang definisi atau istilah. (l) Sebagai studi atau telaah ilmiah. (m) Untuk menangkap garis besar yang ada pada bacaan. (n) Untuk mengisi waktu luang.

Tarigan (1994) dalam Solchan (2011: 8.8) mengungkapkan membaca di kelas tinggi ini melatih siswa dalam keterampilan yang bersifat pemahaman (comprehension skill) yang mencakup aspek-aspek berikut ini yaitu: (1) Memahami pengertian sedehana (leksikal, gramatikal, retorikal). (2) Memahami signifikansi atau makna (antara lain maksud dan tujuan, pengarang relevansi/keadaan kebudayaan, reaksi pembaca). (3) Evaluasi atau penilaian. (4) Kecepatan membaca yang fleksibel, yang mudah disesuaikan dengan keadaan.

Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan membaca adalah untuk mendapatkan suatu informasi dan pengetahuan dalam bacaan. Membaca juga bertujuan untuk memahami makna dan menemukan ide pokok dalam sebuah bacaan.

2.2.3.3Teknik Membaca

Di dalam kegiatan membaca, teknik yang dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu: (1) teknik skimming, dan (2) teknik scanning. Miculeky (1990) dalam Mulyati (2009: 4.7) menjelaskan bahwa skimming adalah keterampilan membaca yang memerlukan kecepatan membaca yang tinggi. Menurut Rahim (2008: 61) membaca skimming adalah membaca dengan cepat untuk mengetahui isi umum atau bagian suatu bacaan. Melalui skimming pembaca memperoleh kesan umum mengenai bentuk dan isi teks, yaitu mengenai organisasi, gaya, dan fokus tulisan.

Menurut Miculeky (1990) dalam Mulyati (2009: 4.5) scanning adalah keterampilan membaca yang bertujuan menemukan informasi khusus dengan sangat cepat. Dengan demikin, dalam kegiatan membaca jenis ini kita tidak perlu membaca kata demi kata dan tidak perlu membaca secara teliti keseluruhan bahan bacaan yang dihadapi guna menemukan informasi khusus yang kita butuhkan. 2.2.3.4Membaca Pemahaman

Kegiatan membaca bukanlah semata-mata untuk menghafal kata atau lambang yang ada di dalam buku saja. Membaca adalah mengeja atau melafalkan apa yang tertulis, sedangkan pemahaman adalah proses, perbuatan, cara memahami atau memahamkan (Ali, dkk: 1991: 714). Jadi membaca pemahaman dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai proses memahami sesuatu yang tertulis, contohnya memahami apa yang tertulis di dalam buku cerita atau pengetahuan.

Menurut Mulyati (2009: 4.8) membaca pemahaman dilakukan untuk memperoleh pengertian tentang sesuatu atau untuk tujuan belajar sehingga memperoleh wawasan yang lebih luas tentang sesuatu yang dibaca. Tarigan (1993) menyebut jenis kegiatan membaca pemahaman dengan istilah membaca teliti.

Berdasarkan definisi membaca pemahaman di atas, maka dapat disimpulkan bahwa membaca pemahaman adalah proses memahami lambang-lambang tertulis untuk membentuk makna dan mendapatkan pengetahuan. 2.2.4 Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar

dasar tidak akan terlepas dari empat keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Sebagai makhluk sosial, manusia berinteraksi, berkomunikasi dengan manusia lain dengan menggunakan bahasa sebagai media, baik berkomunikasi dengan bahasa lisan, ataupun menggunakan bahasa tulis.

Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran umum yang ada di pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Mata pelajaran ini dimaksudkan agar siswa mampu berbahasa dan berkreatifitas, serta mampu berkomunikasi menggunakan bahasa lisan maupun tulisan. Pendidikan Bahasa Indonesia di lembaga formal dimulai dari SD. Pada kurikulum berbasis kompetensi, jumlah jam pelajaran Bahasa Indonesia di SD kelas I, II dan III sebanyak 6 jam pelajaran. Di kelas IV, V dan VI sebanyak 5 jam pelajaran (Santosa, 2008:5.19). Banyaknya jumlah jam pelajaran Bahasa Indonesia dimaksudkan agar siswa mempunyai kemampuan berbahasa Indonesia, dan kemampuan berpikir yang baik. Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk kelas rendah (1, 2 dan 3), penekanannya pada aspek peningkatan kemampuan membaca dan menulis permulaan. Kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan tematik untuk meningkatkan pembelajaran yang lebih bermakna. Sedangkan untu kelas tinggi (4, 5 dan 6), penekanannya pada aspek meningkatkan kemampuan berkomunikasi lisan dan tulis. Kegiatan pembelajarannya menggunakan pendekatan mata pelajaran tunggal sesuai dengan jenis mata pelajaran dalam struktur kurikulum (Santosa, 2008: 5.19).