• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA

1.1. Latar Belakang

Perpustakaan sebagai lembaga penyedia informasi, sudah sejak lama memiliki sarana penelusuran informasi yaitu dengan menggunakan katalog sebagai sarana temu balik informasi. Katalog perpustakaan yang dikelola dengan baik berdasarkan peraturan katalogisasi yang sesuai dengan kebutuhan perpustakaan serta dianut secara taat azas, memungkinkan pemakai perpustakaan menemukan informasi yang dibutuhkannya melalui berbagai cara pendekatan. Cara pendekatan yang banyak digunakan antara lain melalui : judul, pengarang atau subjek. Ketiga pendekatan tersebut selama ini yang menjadi acuan untuk temu kembali dokumen di rak penyimpanan. Berbagai pendekatan ini menandakan bahwa fungsi utama perpustakaan adalah menyajikan dan memberikan pelayanan informasi seluas-luasnya kepada sebanyak-banyaknya pengguna dapat tercapai.

Seiring dengan perkembangan teknologi yang ada dan dengan mulai berkembangnya Online Public Access Catalogue (OPAC) dan katalog online, maka diperlukan sebuah sistem temu kembali yang lebih efektif untuk menelusur koleksi yang ada. Ketiga titik akses temu kembali informasi di perpustakaan meskipun sudah cukup memadai, namun masih banyak pengguna yang tidak dapat menemukan dokumen yang benar-benar sesuai dengan keinginannya. Dengan jumlah dokumen yang sangat banyak dengan subjek yang sama, nama penulis yang sama namun menulis buku dengan subjek berbeda, membuat waktu yang diperlukan untuk menemu-balik dokumen yang diperlukan semakin lama. Untuk memudahkan penelusuran perpustakaan kemudian mengembangkan sebuah sistem untuk mengendalikan istilah atau authority control yang dapat saling menghubungkan istilah yang memiliki arti dan makna yang sama.

Konsep authority control dalam sistem katalogisasi bahan pustaka adalah untuk memenuhi salah satu fungsi katalog, yaitu fungsi kolokatif. Seperti diketahui, katalog dalam perpustakan memiliki 2 fungsi, yaitu :

1. Sebagai sarana yang memungkinkan seseorang menemukan suatu bahan pustaka tertentu melalui pendekatan pengarang, judul atau subjek.

2. Sebagai sarana pengumpul, yang berarti memungkinkan pemustaka untuk mengetahui apakah ada karya tertentu dari pengarang tertentu yang menjadi koleksi perpustakaan.

Tujuan dibuatnya authority control adalah untuk meningkatkan hasil temu kembali dengan menyediakan konsistensi pada bentuk-bentuk tajuk yang digunakan, untuk mengidentifikasi pengarang, badan korporasi, wilayah, judul seragam, seri dan subjek. Authority control dirancang dengan menggabungkan konsep thesaurus dan tajuk subjek. Sulistyo-Basuki (2009) menjelaskan perbedaan thesaurus dengan tajuk subjek, dilihat dari segi struktur, sebuah

thesaurus memaparkan melalui struktur sinonim, hubungan hierarkis dan lainnya antara istilah-istilah yang bersama-sama membentuk sebuah bahasa pengindeksan. Sedangkan tajuk subjek tidak menjelaskan secara eksplisit hubungan hierarkis masing-masing tajuk subjek karena senarai tajuk subjek merupakan daftar tajuk subjek yang disusun menurut abjad.

Marais (2004) menyebutkan bahwa tanpa authority control proses pencarian informasi di perpustakaan tidak akan efektif. Ferguson (2005) juga menyebutkan bahwa penelusuran melalui pengarang dan subjek tidak akan efisien jika tidak ada fungsi cross-reference dan konsistensi dalam penentuan istilah. Fungsi cross-reference dan konsistensi ini merupakan keunggulan dari authority control, sehingga pada saat pengguna melakukan penelusuran dengan istilah yang berlainan/memiliki arti yang sama tetapi bukan merupakan istilah kendali, maka akan di arahkan pada subjek yang merupakan istilah kendali.

Dalam authority control melekat struktur seperti pada thesaurus, yakni adanya istilah-istilah yang dipergunakan untuk menyatakan hubungan hierarkis dari masing-masing deskriptor. Hubungan hierarkis tersebut berupa See/Lihat, See Also (SA)/Lihat Juga (LJ), Scope Note (SN)/Ruang Lingkup (RL), Used For

(UF)/Gunakan Untuk (GU), Broader Term (BT)/Istilah Luas (IL), Narrower Term

(NT)/Istilah Sempit (IS), dan Related Term (RT)/Istilah Berkait (IB). Hubungan ini membuat suatu subjek bisa terlihat keterkaitannya dalam sebuah blok kata (word block), dengan blok kata ini pengguna pada saat melakukan temu kembali

informasi diberikan alternatif untuk menelusur informasi dengan subjek yang saling berhubungan dan mengidentifikasikan istilah tambahan untuk pencarian.

Sulistyo-Basuki (2009) menyebutkan tiga macam hubungan dalam authority control, yaitu :

1. Hubungan ekuivalensi, yang menunjukkan antar istilah terpilih dan tidak terpilih, mencakup hubungan sinonim dan kuasisinonim. Hubungan ini dinyatakan dengan See/Lihat, See Also (SA)/Lihat juga (LJ),

Use/Gunakan dan Used for (UF)/Gunakan Untuk (GU)

2. Hubungan hierarkis, hubungan antara konsep umum dan khusus. Hubungan ini dinyatakan dengan Broader Term (BT) / Istilah Luas (IL) dan Narrower Term (NT) / Istilah Sempit (IS)

3. Hubungan asosiatif, hubungan antar istilah yang tidak ekuivalen namun secara semantik dan konseptual saling berhubungan. Hubungan ini dinyatakan dengan Related Term (RT) / Istilah Berkait (IB)

Selain untuk mengendalikan subjek, authority control juga berfungsi untuk mengendalikan nama (orang, wilayah, badan korporasi/lembaga negara, judul seragam).

Untuk memudahkan penelusuran perpustakaan kemudian mengembangkan sebuah sistem untuk mengendalikan istilah (authority control). Adapun lembaga yang pertama kali mengembangkan authority control adalah Library of Congress

(LC). LC mengembangkan Library of Congress Authorities (LCA) dengan berpedoman pada Library of Congress Subject Heading (LCSH). LCSH dibuat oleh United States Library sebagai daftar terminologi yang digunakan sebagai tajuk kendali pada katalog perpustakaan, setiap tajuk kendali dilengkapi dengan hierarki istilah. Tujuan dari pembuatan Library of Congress Subject Heading

untuk memudahkan penelusuran dokumen di perpustakaan, sebab Subject Heading merupakan salah satu cara untuk pengendalian bibliografiss pada katalog. Jika LCSH digunakan secara manual, LCA merupakan bentuk lain LCSH yang telah dikembangkan menjadi sistem pengendali otomatis dalam penentuan tajuk dan penelusuran pada Library of Congress Online Catalog.

Sesuai dengan fungsinya yakni sebagai authorities (pengendali), Library of Congress Authorities dirancang dengan konsep pengendalian kosakata atau istilah

dengan struktur yang spesifik dan dirancang untuk mengontrol sinonim, membedakan homograf, saling rujuk antar istilah yang memiliki makna sama, dan istilah atau kosakata lama yang sudah tidak digunakan, sehingga pada saat

melakukan penelusuran, pengguna dapat menemukan informasi yang

dibutuhkannya dengan cepat dan tepat. Berdasarkan rekomendasi International of Federation of Library Associations and Institutions (IFLA) dan Unesco pada

tahun 1974 yang menyatakan “…each national bibliographic agency should maintain an authority control system for national names, personal and corporate, and uniform titles, in accordance with international guidelines”, menyebabkan kegiatan authority ini tidak hanya dilakukan oleh Library of Congress saja namun dilakukan pula oleh beberapa perpustakaan lainnya, misalnya Deutsche National bibliothek, Bibliothèque nationale de France, Biblioteca Nacional de Portugal, National Library of Australia, Bibliotheca Alexandrina (Library of Alexandria, Egypt), Biblioteca Nacional de España (National Library of Spain), termasuk Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI).

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia adalah lembaga yang memiliki tugas dan fungsi serupa dengan Library of Congress yaitu sebagai perpustakaan negara yang memiliki tugas menyimpan data dan informasi negara. Hal ini sesuai dengan visi dan misi dari Perpustakaan Nasional RI, yakni terdepan dalam informasi pustaka, menuju Indonesia gemar membaca. Sedangkan misi yang diemban oleh Perpustakaan Nasional RI adalah (1) Mengembangkan koleksi perpustakaan di seluruh Indonesia (2) Mengembangkan layanan informasi perpustakaan berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK), dan (3) Mengembangkan infrastruktur melalui penyediaan sarana dan prasarana serta kompetensi SDM.

Sejalan dengan visi dan misi tersebut, Perpustakaan Nasional RI berupaya meningkatkan layanan yang lebih baik kepada penggunanya, yaitu dengan mengembangkan sistem penyimpanan dan temu kembali informasi yang tepat dan efektif. Salah satu upaya tersebut adalah mengembangkan sistem authority. Kegiatan authority ini dimulai sejak tahun 2009. Jika authority file pada LC merujuk pada Library of Congress Subject Heading, maka authority file pada authority PNRI merujuk pada Daftar Tajuk Subjek Perpustakaan Nasional.

Meskipun mengacu pada LCA, namun authority PNRI tidak mungkin sama persis dengan LCA. Dikarenakan adanya beberapa keterbatasan terutama untuk masalah bahasa dan geografis, LCA tidak sepenuhnya dapat digunakan di Indonesia. Untuk itu, Perpustakaan Nasional berupaya untuk mengembangkan pangkalan data authority sendiri.

Pangkalan data authority yang baik merupakan kunci dalam efektivitas penelusuran OPAC. Meskipun OPAC sudah dilengkapi dengan kata kunci dan

boolean, namun tanpa keunikan dan keseragaman istilah (konsistensi) serta fungsi

cross-reference penelusuran akan tetap tidak optimal. Seperti dikemukakan oleh Marais (2004) yang mengutip dari Helmer (1990) The reason for such interest stems, in part, from the realization that authority control is the key to ensuring optimum retrieval of bibliographic data from the online catalog, even in catalog provide sophisticated searching features like right hand and truncation and booleaan keyword searching. Helmer juga mengutip Burger yang menyatakan ...

the consistency among unique headings, interrelated through a cross-reference structure, that is always at stake as the ongoing process of authority

Dalam prakteknya, sebuah sistem authority akan efektif jika struktur keterkaitan istilah dalam sistem tersebut sudah berfungsi dengan baik. Karena konsep authority PNRI mengacu pada LCA maka seharusnya urutan hasil penelusuran istilah yang didapat pada authority PNRI sama dengan hasil penelusuran istilah pada LCA.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang maka permasalahan dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana efektivitas authority yang dikembangkan oleh PNRI dibandingkan dengan konsep authority yang dirancang oleh Library of Congress Authorities.

2. Bagaimana rancangan konsep authority yang efektif untuk Perpustakaan Nasional RI

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis efektivitas authority Perpustakaan Nasional RI dibandingkan dengan Library of Congress Authorities.

2. Membuat rancangan konsep authority yang efektif untuk Perpustakaan Nasional RI dengan merujuk pada konsep Library of Congress Authorities.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh yaitu :

1. Sebagai tambahan referensi bidang ilmu perpustakaan, khususnya yang berhubungan dengan authority control dan temu kembali informasi

2. Sebagai rujukan dalam mengembangkan authority Perpustakaan Nasional RI.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Authority control dalam temu kembali informasi biasanya digunakan untuk nama orang, nama badan korporasi, nama wilayah / geografis, judul seragam, judul seri dan subjek. Penelitian ini didasarkan asumsi bahwa database katalog yang sudah terintegrasi dengan authority hasil penelusurannya lebih efektif daripada database katalog yang tidak terintegrasi dengan authority. Penelitian dibatasi pada subject authority control saja, dengan pertimbangan bahwa pengguna lebih sering menelusur suatu dokumen melalui subjek. Selain itu,

subject authority control lebih kompleks jika dibandingkan dengan yang lainnya. Kompleksitas ini disebabkan pada subjek melekat sebuah sifat yang harus mampu menggambarkan subjek itu sendiri baik itu perbedaan dalam terminologi, ketidaksesuaian antara pengguna dan istilah kendali pada tajuk subjek, serta adanya struktur hierarki (hubungan antar istilah, yang di nyatakan dengan Broader Term (BT) / Istilah Luas (IL), Narrower Term (NT)/ Istilah Sempit (IS), Related Term (RT)/ Istilah Berkait (IB) dan sinonim).

Ruang lingkup penelitian :

Penelitian akan dilaksanakan di Bidang Pengolahan Bahan Pustaka, Pusat Pengembangan dan Pengolahan Bahan Pustaka, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.

Penentuan subjek dilakukan oleh peneliti yang sedang melakukan penelitian di Perpustakaan Nasional dan ditentukan secara sembarang.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Roadmap penelitian

Dari penelitian mengenai authority control yang pernah dilakukan antara lain oleh Dalrymple & Younger (1991), CannCasciato & Wise (2005), Jung-ran (2007) dan Lovins (2008). Dalrymple & Younger, menyarankan penggabungan antara authority control dengan pola penelusuran yang telah ada (Boolean), agar informasi yang didapat dari hasil penelusuran lebih relevan. Namun, untuk menghasilkan sebuah indeks subjek yang baik, diperlukan adanya evaluasi pada pustakawan yang menanganinya. CannCasciato & Wise (2005), menyarankan perlunya evaluasi terhadap pustakawan yang membuat indeks subjek, sehingga ada kesepakatan antara pengguna dan pustakawan dalam hal penanganan struktur

subject authority. Selain itu, Jung-ran (2007) juga mengemukakan konsep cross-reference antar bahasa dan budaya untuk nama dan subjek akses. Hal ini dilakukan dengan membuat metadata terstruktur pada katalog perpustakaan, sehingga baik nama atau subjek yang ditelusur dapat saling terhubung meskipun ada perbedaan bahasa. Lovins (2008) menyebutkan perlu adanya suatu kerjsama internasional yang menangani authority control, dengan dibentuknya Virtual International Authority File (VIAF) diharapkan dapat meminimalisasi ketidakkonsistenan dalam hal penamaan orang atau nama lembaga dan ketepatan subjek sebagai titik akses pada perpustakaan.

Dari uraian tersebut, penulis melakukan kajian mengenai authority control, ditambah lagi penelitian tentang authority di Indonesia masih sangat minim dan baru dilakukan satu kali oleh Hariyadi (1986) dan itupun masih bersifat tradisional yakni tentang pemakaian authority control pada kartu katalog yang ada di perpustakaan fakultas-fakultas di Universitas Indonesia. Mengingat Perpustakaan Nasional Indonesia juga memiliki tugas sebagai pengendali dan pengawas bibliografis di Indonesia, maka sudah seharusnya memiliki authority file yang baik. Selain itu, banyaknya suku bangsa di Indonesia juga seharusnya merupakan tantangan tersendiri untuk mengembangkan name authority yang khas Indonesia. Dari kajian Jung-Ran (2007) penulis mendapatkan ide untuk melakukan kajian

temu kembali informasi melalui subject authority, mengingat pengguna biasanya lebih sering melalukan pencarian melalui subjek, yang menjadi kajian utama penelitian ini adalah struktur keterkaitan antar istilah pada authority perpustakaan nasional. Dengan adanya keterkaitan antar istilah diharapkan dapat menuntun pengguna untuk menemukan informasi yang diperlukan, dengan struktur hierarki yang melekat pada authority pengguna dituntun agar tidak kesulitan dalam proses temu kembali. Ditambah lagi dengan adanya perubahan trend pencarian informasi yang dilakukan oleh pengguna seperti dikemukakan oleh Denholm (2008) dalam penelitiannya, ia menyebutkan adanya perubahan pola penelusuran informasi oleh pengguna dari menemukan informasi ke mendapatkan informasi yang sesuai dengan kebutuhan. Untuk mendapatkan informasi yang sesuai tentu dibutuhkan suatu sistem yang dapat membedakan satu istilah dengan istilah lainnya, yakni dengan authority control. Oleh karena itu, penulis mencoba melakukan analisis keterkaitan istilah dan untuk menguji ketepatan dilakukan perhitungan efektivitas terhadap hasil temu kembali informasi pada dua pangkalan data yang berbeda, yakni pada OPAC PNRI yang belum mengintegrasikan authority control dan OPAC Library of Congress yang telah terintegrasi dengan authority control.

2.2. Authority Control

Istilah authority control adalah istilah yang dipakai dalam ilmu perpustakaan. Dari literatur tidak diperoleh keterangan kapan istilah authority control pertama kali digunakan, namun konsep authority control ini sudah sejak lama dikenal oleh pustakawan. Dikutip dari Hariyadi (1986), Charles Amy Cutter dalam bukunya Rules for a Dictionary Catalog telah mengemukakan istilah

authority control ini. Namun demikian, istilah authority control lebih dikenal dengan istilah authority file dan authority list. Library of Congress sudah membuat daftar dan melakukan kegiatan authority ini sejak tahun 1889. Dalam kegiatan authority control ini, karya penulis baik itu penulis tunggal atau badan korporasi akan terkumpul pada satu lokasi tertentu. Sehingga akan memudahkan pustakawan dalam pencariannya.

Istilah authority control sendiri belum ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Dalam Kamus Istilah Perpustakaan dan Dokumentasi hanya terdapat

beberapa istilah yang menggunakan kata authority, yaitu author authority list

(Daftar kendali pengarang), authority card (Kartu kendali), authority entry (Entri kendali), name authority file (Jajaran kendali nama).

Authority control merupakan bentuk temu balik yang konsisten dari istilah unik yang digunakan sebagai istilah kendali dan penggunaan cross reference dari istilah yang tidak digunakan namun saling terkait. Dalam penelusuran dengan bantuan authority control, pengguna diarahkan pada karya penulis, judul seri dan subjek yang memiliki kesamaan topik. Melalui fasilitas see dan see also, authority control menciptakan struktur yang saling terhubung satu dengan lainnya dan memandu pengguna untuk menemukan istilah dan dokumen yang dicari. Referensi see memberitahukan pengguna bahwa informasi yang sedang dicari akan ditemukan tidak dalam istilah atau kosakata yang dimaksud, tetapi dapat ditemukan pada istilah berbeda yang digunakan sebagai istilah kendali pada pangkalan data. Referensi see also menunjukkan hubungan antar subjek. Dua konsep ini, istilah kendali dan cross reference merupakan pilar utama authority control. Adanya kedua konsep ini membuat akses pencarian dokumen semakin efisien dan akurat pada pangkalan data.

2.2.1. Definisi

Avram, seperti dikutip dari Hariyadi (1986) mendefinisikan authority control sebagai berikut :

“Authority control is a process for insuring consistency of headings in a library catalog…“

Menurut Avram, proses authority control mencakup tiga kegiatan, yaitu :

1. Menetapkan bentuk nama yang akan dipakai sebagai tajuk, berpedoman pada standar atau peraturan tertentu

2. Memperlihatkan adanya bentuk nama-nama yang berhubungan karena penggunaan bentuk nama yang berbeda-beda oleh satu orang, dan karena pemakaian nama lama atau nama baru.

3. Mendokumentasikan keputusan-keputusan yang diambil (seperti disebut pada butir 1 dan 2) dengan cara membuat kartu kendali.

Dalam penelitiannya, Hariyadi (1986) juga mengutip dari Bulaong yang mendefinisikan authority control sebagai berikut :

Authority control can be defined as the functions involved in establishing, maintaining and using authority files which contain authoritative forms of headings for access points used in bibliographic records.

Hariyadi (1986) sendiri mendefinisikan authority control sebagai berikut :

Authority control adalah suatu proses yang meliputi kegiatan menetapkan, membuat dan menggunakan jajaran kendali, yaitu suatu jajaran tajuk atau titik cari yang otoritasnya terpercaya. Titik cari yang dimaksud adalah titik cari yang ditetapkan dalam rekaman bibliografis, dalam hal ini katalog perpustakaan.

Library of Congress sendiri dalam situs resminya (http://authorities.loc.gov) tidak menggunakan istilah authority control tetapi menggunakan istilah authority records. Library of Congress mendefinisikan authority records sebagai berikut :

An authority record is a tool used by librarians to establish forms of names (for persons, places, meetings, and organizations), titles, and subjects used on bibliographic records. Authority records enable librarians to provide uniform access to material in library catalogs and to provide clear identification of authors and subject headings.

Dengan kata lain, authority record merupakan alat atau sarana bagi pustakawan untuk menentukan keseragaman akses pada katalog dan untuk memberikan identitas yang jelas dari penulis dan subjek. Selain itu, authority record juga menyediakan referensi silang untuk mengarahkan pengguna ke istilah kendali yang digunakan dalam katalog, misalnya pencarian dengan menggunakan kata hewan, margasatwa akan diarahkan ke istilah resmi yang digunakan, yaitu binatang.

2.2.2. Fungsi dan kegunaan

Dalam penelitiannya, Elvina (2008) menyebutkan bahwa authority control

bertujuan untuk meningkatkan temu kembali dengan menyediakan konsistensi pada bentuk-bentuk tajuk yang digunakan untuk mengidentifikasi pengarang, nama tempat, judul seragam, seri dan subjek.

Disebutkan pula oleh Elvina (2008) fungsi dari authority control adalah : - Memastikan titik-titik temu unik dan konsisten dalam isi dan bentuk. - Menyediakan suatu jaringan yang menghubungkan berbagai tajuk dan

tajuk yang berhubungan pada katalog.

- Meningkatkan ketepatan dan perolehan dalam penelusuran pangkalan data. Selain itu, dalam bukunya, Ferguson (2005) menyebutkan bahwa :

Authority control identifies the establish form for heading for persons, corporate bodies, geographical names, uniform titles, series titles, subject headings off all types including topical, and any combination of these. It provides the reasons for the particular heading chosen and for alternate forms of the heading, terms used previously, and broader, narrower, and/ or related term

Disebutkan juga bahwa dengan adanya keseragaman istilah akan membuat penelusuran di perpustakaan menjadi semakin efisien dan akurat. Dengan mengaplikasikan authority control pada katalog online (OPAC) memungkinkan pengguna untuk menelusur dengan pengarang atau istilah yang umum meskipun bukan merupakan istilah kendali. Dengan adanya authority control akan memudahkan pengguna dalam menelusur informasi.

Authority control memiliki beberapa kegunaan, dalam bukunya Olson (2001) menyebutkan beberapa kegunaan dari controlled vocabularies. Meskipun tidak menggunakan istilah authority control, namun hal ini sesuai dengan kegunaan authority control, yaitu :

- It increase the probability that both indexer and inquirer will express a particular concept in the same way, so as to improve the matching process, and enable the inquirer to find what is being looked for.

- It increase the probability that both and searcher can be led to a desired

topic by the syndetic features : “broader term”, ”narrower term”, “related term” or “see” and “see also”.

- It increase the probability that the same term will be used by different indexer at different times, to ensure (inter-indexer) consistency.

- It helps searchers to focus their thoughts when they approach the information system without a full and precise realization of what information they need.

Dari uraian diatas dapat disebutkan beberapa kegunaan dari authority control yaitu sebagai pengendali istilah dalam pencarian informasi. Dengan adanya istilah kendali memungkinkan keseragaman dalam menentukan tajuk

subjek di katalog. Dengan adanya keseragaman, membuat adanya konsistensi dari pustakawan dalam penentuan titik akses informasi. Selain itu, adanya fasilitas

cross reference dan istilah kendali pada authority control akan membuat temu kembali informasi menjadi semakin efisien. Marais (2004) mengutip dari Taylor (1984) mendefinisikan authority control as the process of maintaining consistency in headings in bibliographic file through reference ton an authority file,

sedangkan Clack (1990) dan McDonald (1985) menyebutkan bahwa viewed uniqueness, standardization and links between variant forms of heading as the foundation for authority control.

Dalam penelitiannya, Marais (2004) mengidentifikasikan beberapa keuntungan dari authority control, yaitu :

1. Authority files lead to better recall

Dengan menggunakan authority file hasil penelusuran pada pangkalan data menjadi lebih tepat dan akurat

2. Authority files link access points

Aschman (2003) seperti dikutip oleh Marais (2004) The use of an authority file is the only way to link or ensemble related search points.

3. Authority files promote bibliographic control

Mengutip dari Svenonius (1987), Marais menyebutkan bahwa authority

Dokumen terkait