• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terpadat keempat setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Setiap tahunnya jumlah penduduk di Indonesia terus meningkat dan pada tahun 2010 mencapai 237.556.363 jiwa penduduk (BPS 2010)1. Peningkatan jumlah penduduk di Indonesia diikuti oleh peningkatan konsumsi beras nasional. Hampir 95 persen penduduk Indonesia mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok. Hal ini disebabkan oleh ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap beras. Selama program diversifikasi belum berjalan dengan optimal, maka permintaan terhadap beras akan terus meningkat. Perkembangan produksi beras dan konsumsi beras tahun 2005-2010, dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Produksi dan Konsumsi Beras Nasional, 2005-2010

Tahun Produksi Beras (Juta Ton) Konsumsi Beras (Juta Ton)* Impor (Juta Ton) 2005 34,96 35,74 0,54 2006 35,30 35,90 2,00 2007 37,00 36,35 0,35 2008 38,31 37,10 0,25 2009 36,37 38,00 1,15 2010 38,00 38,55 0,95

Sumber : BPS2 dan *USDA3, 2011 (diolah)

Peningkatan konsumsi beras ternyata tidak diimbangi oleh peningkatan produksi beras. Pada tahun 2009 terjadi penurunan produksi beras sebesar 1,94 juta ton dibanding tahun 2008. Hal ini mempengaruhi jumlah impor beras ke Indonesia. Peningkatan produksi beras dapat dilakukan melalui perluasan lahan pertanian dan peningkatan kualitas tanaman padi. Namun cara pertama memiliki banyak halangan, mengingat setiap tahunnya lahan subur semakin berkurang karena adanya alih fungsi (konversi) lahan pertanian untuk keperluan non

2   

pertanian, terutama di daerah Jawa, seperti pembuatan daerah industri, daerah perkantoran, daerah wisata dan daerah pemukiman. Berdasarkan Sensus Pertanian (SP) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik selama 10 tahun sekali yaitu tahun 1973, 1983, 1993 dan 2003 diketahui bahwa selama periode 1983-1993 konversi lahan pertanian mencapai 1.280.268 hektar dan sebagian besar terjadi di Jawa. Selama periode berikutnya yaitu tahun 1993-2003 besaran konversi lahan yang terjadi adalah 1.264.109 hektar dan sebagian besar terjadi di Sumatera. Konversi lahan pertanian di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Konversi Lahan Pertanian di Indonesia, 1983-2003

Wilayah Total Lahan Pertanian (ha) Konversi Lahan (ha) SP 19831) SP 19932) SP 20033) 1983-1993 1993-2003

Jawa 5.422.449 4.407.029 4.019.887 -1.015.420 -387.142

Bali & Nusa

Tenggara 1.208.164 1.060.218 1.095.551 -147.946 +35.333 Sumatera 5.668.811 5.416.601 4.249.706 -252.210 -1.166.895 Sulawesi 1.637.811 1.772.444 2.184.508 +134.693 +412.064 Kalimantan 2.222.153 2.191.596 2.096.230 -30.557 -95.366 Maluku 378.662 400.339 351.970 +21.717 -48.369 Irian Jaya 166.322 175.777 142.043 +9.455 -33.734 INDONESIA 16.704.272 15.424.004 14.139.895 -1.280.268 -1.284.109 Sumber: Badan Pusat Statistik, dalam Lokollo et al. 2007 (diolah)

1)Sensus Pertanian Seri J3, 1983 2)Sensus Pertanian Seri J3, 1993 3)Sensus Pertanian Seri A3, 2003

Selama kurun waktu 1983-2003, luas areal pertanian di Jawa mengalami pengurangan sebanyak 1.402.562 hektar atau sekitar 70.128,1 hektar per tahun dan terus menurun setiap tahunnya. Luas areal pertanian tersebut termasuk di dalamnya luas lahan tanaman padi. Pada tahun 2008 luas lahan padi nasional diketahui seluas 12,66 juta hektar. Penurunan luas lahan pertanian berpengaruh terhadap penurunan produksi pertanian termasuk padi. Untuk itulah perlu dilakukan usaha peningkatan produksi melalui peningkatan kualitas tanaman padi seperti pengembangan varietas dan penggunaan benih bersertifikat. Luas panen, produktivitas dan produksi padi di Indonesia tahun 2005-2010 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Luas Panen, Produktivitas, Produksi Padi di Indonesia 2005-2011

Tahun Luas Panen (Ha) Produktivitas (ku/Ha) Produksi (ton) Pertumbuhan Produksi (%) 2005 11 839 060 45,74 54 151 097 - 2006 11 786 430 46,20 54 454 937 0,561 2007 12 147 637 47,05 57 157 435 4,963 2008 12 327 425 48,94 60 325 925 5,543 2009 12 883 576 49,99 64 398 890 6,752 2010 13 253 450 50,15 66 469 394 3,215 2011 13 224 379 49,44 65 385 183 -1,631 Sumber: BPS (2011)4 Keterangan :

Data Tahun 2011 adalah Angka Ramalan III

Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa telah terjadi peningkatan produksi padi selama periode tahun 2005-2010. Walaupun telah terjadi penurunan produktivitas padi pada tahun 2011, namun tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia terus berusaha memenuhi permintaan padi dalam negeri. Kenaikan produksi padi dalam lima tahun terakhir tidak terlepas dari semakin banyaknya penggunaan benih padi bersertifikat oleh petani. Produksi benih padi di Indonesia terdiri dari benih bersertifikat dan benih tidak bersertifkat berlabel merah jambu. Sejak tahun 2008, produksi benih label merah jambu dihentikan karena mutunya yang kurang baik. Benih bersertifikat adalah benih yang pada proses produksinya diterapkan cara dan persyaratan tertentu sesuai dengan ketentuan sertifikasi benih (Kartasapoetra 1992). Benih yang memenuhi standar mutu ditandai dengan Label Benih Bersertifikat. Proses penangkaran benih bersertifikat diawasi oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB).

Perbedaan antara benih bersertifikat dengan benih tidak bersertifikat terletak pada proses sertifikasi, dimana benih bersertifikat diproses dan dipelihara sedemikian rupa sehingga tingkat kemurnian varietas dapat terpelihara dan memenuhi standar mutu benih yang ditetapkan serta telah disertifikasi oleh BPSB. Sedangkan benih tidak bersertifikat merupakan benih dari varietas lokal atau dari hasil penangkaran sendiri yang telah dipilih dan dianggap memenuhi syarat untuk dijadikan benih padi oleh petani tanpa melalui proses pengawasan dan sertifikasi dari BPSB. Volume produksi benih padi dapat dilihat pada Tabel 4.

      

4   

Tabel 4. Kebutuhan Benih Padi Potensial dan Total Produksi Benih Padi (Ton) Tahun 2002-2008

No Tahun Kebutuhan Benih Potensial (Ton)

Produksi Benih Total (Ton) 1 2002 296.397 113.634 2 2003 295.808 114.540 3 2004 312.978 119.482 4 2005 310.246 120.375 5 2006 317.053 121.412 6 2007 N 147.524 7 2008 360.000 181.400

Sumber : Deptan, 2010 (diolah) Keterangan: N = Data tidak tersedia

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa kebutuhan benih potensial terus meningkat setiap tahunnya. Peningkatan kebutuhan benih potensial diikuti oleh produksi benih total. Penggunaan benih padi bersertifikat oleh petani pada tahun 2006 diketahui sebanyak 39 persen dari total benih yang dibutuhkan atau sekitar 120.000 ton. Pada tahun 2007, penggunaan benih bersertifikat adalah sebesar 49 persen atau sekitar 148.000 ton. Penggunaan benih bersertifikat terus meningkat setiap tahunnya, dimana pada tahun 2008 mencapai 53,20 persen dan pada tahun 2009 penggunaan benih bersertifikat mencapai 62,8 persen dari total kebutuhan benih nasional (Deptan 2010)5. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa penggunaan benih bersertifikat oleh petani setara dengan produksi benih bersertifikat nasional sehingga produksi benih harus ditingkatkan.

Penggunaan benih padi bersertifikat mendatangkan banyak keuntungan diantaranya meningkatkan produksi per satuan luas dan satuan waktu serta meningkatkan mutu hasil, yang nantinya akan berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan petani. Penggunaan benih padi bersertifikat memberikan produktivitas yang tinggi dikarenakan benih padi bersertifikat disiapkan dengan perlakuan khusus, seperti persiapan lahan yang baik, penggunaan benih unggul, pemeliharaan tanaman padi dengan baik dan terkontrol, waktu dan pelaksanaan panen yang tepat, pengepakan yang rapi menggunakan pembungkus benih yang memenuhi standar, serta penyimpanan dan pendistribusian yang baik. Perlakuan- perlakuan tersebut menghasilkan benih padi yang baik dengan daya tumbuh di       

atas 80 persen, varietas yang homogen, pertumbuhan tanaman yang serentak dan benih padi yang disiapkan terhindar dari gangguan hama penyakit karena diperlukan perlakuan khusus untuk memproduksi benih padi bersertifikat (Deptan 2010).

Kegiatan penangkaran benih bersertifikat merupakan kegiatan yang harus dilakukan secara terprogram, terarah, terpadu dan berkesinambungan mulai dari hulu hingga hilir, yaitu mulai dari aspek penelitian untuk menghasilkan varietas unggul yang baru, pelepasan varietas, perencanaan perbanyakan benih, sertifikasi, pemasaran, hingga pengawasan pemasaran. Kegiatan tersebut melibatkan institusi pemerintah, pengawas, penelitian dan pengembangan, produsen maupun pedagang benih.

Di Indonesia, usaha penangkaran benih padi bersertifikat dilakukan oleh BUMN, swasta, maupun kelompok tani penangkar benih. Usaha penangkaran benih padi terutama varietas unggul akan meningkatkan pendapatan petani penangkar benih. Dengan memproduksi benih padi varietas unggul bersertifikat berarti harga jual yang diterima oleh petani penangkar lebih tinggi jika dibandingkan dengan padi konsumsi. Selain itu, penangkaran benih bertujuan untuk menjaga ketersediaan benih di musim tanam dan meningkatkan kesadaran petani untuk menggunakan benih padi varietas unggul bersertifikat. Petani penangkar benih padi tersebar di seluruh Indonesia. Umumnya para petani penangkar benih padi melakukan penangkaran benih di lahan usahataninya sendiri, dimana lahannya memenuhi syarat untuk dijadikan penangkaran benih padi bersertifikat.

PT. Sang Hyang Seri (PT. SHS) merupakan salah satu produsen benih padi yang telah berkembang di Indonesia dan merupakan penyumbang terbesar bagi pemenuhan kebutuhan benih bersertifikat nasional. PT. SHS didirikan oleh pemerintah pada tahun 1971 dengan status semi-swasta sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), untuk mendampingi balai-balai benih dalam memproduksi benih. Salah satu lokasi penangkaran benih padi PT. SHS terletak di Sukamandi, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Ciri utama benih padi produksi PT. SHS adalah berlabel sertifikasi.

6   

Dalam memproduksi benih padi bersertifikat, PT. SHS bermitra dengan para petani penangkar yang berada di daerah sekitar. Program kemitraan ini tentunya sangat diharapkan oleh petani untuk memberikan manfaat yang lebih dibandingkan dengan melakukan penangkaran sendiri. Untuk itu perlu dikaji mengenai pelaksanaan kemitraan, tingkat kepuasan petani mitra serta tingkat pendapatan petani mitra, agar diketahui apakah pelaksanaan kemitraan antara PT. SHS dengan petani mitra telah sesuai dengan kesepakatan yang ditentukan dan memberikan keuntungan lebih bila dibandingkan dengan tidak melakukan kemitraan.