• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Kemitraan dan Analisis Pendapatan Usahatani Penangkaran Benih Padi Bersertifikat (Kasus Kemitraan: PT. Sang Hyang Seri Regional Manajer I Sukamandi, Kabupaten Subang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Kemitraan dan Analisis Pendapatan Usahatani Penangkaran Benih Padi Bersertifikat (Kasus Kemitraan: PT. Sang Hyang Seri Regional Manajer I Sukamandi, Kabupaten Subang)"

Copied!
354
0
0

Teks penuh

(1)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terpadat keempat setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Setiap tahunnya jumlah penduduk di Indonesia terus meningkat dan pada tahun 2010 mencapai 237.556.363 jiwa penduduk (BPS 2010)1. Peningkatan jumlah penduduk di Indonesia diikuti oleh peningkatan konsumsi beras nasional. Hampir 95 persen penduduk Indonesia mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok. Hal ini disebabkan oleh ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap beras. Selama program diversifikasi belum berjalan dengan optimal, maka permintaan terhadap beras akan terus meningkat. Perkembangan produksi beras dan konsumsi beras tahun 2005-2010, dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Produksi dan Konsumsi Beras Nasional, 2005-2010

Tahun Produksi Beras (Juta Ton)

Konsumsi Beras (Juta Ton)*

Impor (Juta Ton)

2005 34,96 35,74 0,54

2006 35,30 35,90 2,00

2007 37,00 36,35 0,35

2008 38,31 37,10 0,25

2009 36,37 38,00 1,15

2010 38,00 38,55 0,95

Sumber : BPS2 dan *USDA3, 2011 (diolah)

(2)

2   

pertanian, terutama di daerah Jawa, seperti pembuatan daerah industri, daerah perkantoran, daerah wisata dan daerah pemukiman. Berdasarkan Sensus Pertanian (SP) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik selama 10 tahun sekali yaitu tahun 1973, 1983, 1993 dan 2003 diketahui bahwa selama periode 1983-1993 konversi lahan pertanian mencapai 1.280.268 hektar dan sebagian besar terjadi di Jawa. Selama periode berikutnya yaitu tahun 1993-2003 besaran konversi lahan yang terjadi adalah 1.264.109 hektar dan sebagian besar terjadi di Sumatera. Konversi lahan pertanian di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Konversi Lahan Pertanian di Indonesia, 1983-2003

Wilayah Total Lahan Pertanian (ha) Konversi Lahan (ha) SP 19831) SP 19932) SP 20033) 1983-1993 1993-2003

Jawa 5.422.449 4.407.029 4.019.887 -1.015.420 -387.142

Bali & Nusa

Tenggara 1.208.164 1.060.218 1.095.551 -147.946 +35.333

Sumatera 5.668.811 5.416.601 4.249.706 -252.210 -1.166.895

Sulawesi 1.637.811 1.772.444 2.184.508 +134.693 +412.064

Kalimantan 2.222.153 2.191.596 2.096.230 -30.557 -95.366

Maluku 378.662 400.339 351.970 +21.717 -48.369

Irian Jaya 166.322 175.777 142.043 +9.455 -33.734

INDONESIA 16.704.272 15.424.004 14.139.895 -1.280.268 -1.284.109 Sumber: Badan Pusat Statistik, dalam Lokollo et al. 2007 (diolah)

1)Sensus Pertanian Seri J3, 1983 2)Sensus Pertanian Seri J3, 1993 3)Sensus Pertanian Seri A3, 2003

(3)

Tabel 3. Luas Panen, Produktivitas, Produksi Padi di Indonesia 2005-2011

Tahun Luas Panen (Ha)

Produktivitas (ku/Ha)

Produksi (ton)

Pertumbuhan Produksi (%)

2005 11 839 060 45,74 54 151 097 -

2006 11 786 430 46,20 54 454 937 0,561

2007 12 147 637 47,05 57 157 435 4,963

2008 12 327 425 48,94 60 325 925 5,543

2009 12 883 576 49,99 64 398 890 6,752

2010 13 253 450 50,15 66 469 394 3,215

2011 13 224 379 49,44 65 385 183 -1,631

Sumber: BPS (2011)4 Keterangan :

Data Tahun 2011 adalah Angka Ramalan III

Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa telah terjadi peningkatan produksi padi selama periode tahun 2005-2010. Walaupun telah terjadi penurunan produktivitas padi pada tahun 2011, namun tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia terus berusaha memenuhi permintaan padi dalam negeri. Kenaikan produksi padi dalam lima tahun terakhir tidak terlepas dari semakin banyaknya penggunaan benih padi bersertifikat oleh petani. Produksi benih padi di Indonesia terdiri dari benih bersertifikat dan benih tidak bersertifkat berlabel merah jambu. Sejak tahun 2008, produksi benih label merah jambu dihentikan karena mutunya yang kurang baik. Benih bersertifikat adalah benih yang pada proses produksinya diterapkan cara dan persyaratan tertentu sesuai dengan ketentuan sertifikasi benih (Kartasapoetra 1992). Benih yang memenuhi standar mutu ditandai dengan Label Benih Bersertifikat. Proses penangkaran benih bersertifikat diawasi oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB).

Perbedaan antara benih bersertifikat dengan benih tidak bersertifikat terletak pada proses sertifikasi, dimana benih bersertifikat diproses dan dipelihara sedemikian rupa sehingga tingkat kemurnian varietas dapat terpelihara dan memenuhi standar mutu benih yang ditetapkan serta telah disertifikasi oleh BPSB. Sedangkan benih tidak bersertifikat merupakan benih dari varietas lokal atau dari hasil penangkaran sendiri yang telah dipilih dan dianggap memenuhi syarat untuk dijadikan benih padi oleh petani tanpa melalui proses pengawasan dan sertifikasi dari BPSB. Volume produksi benih padi dapat dilihat pada Tabel 4.

      

(4)

4   

Tabel 4. Kebutuhan Benih Padi Potensial dan Total Produksi Benih Padi (Ton) Tahun 2002-2008

No Tahun Kebutuhan Benih Potensial (Ton)

Produksi Benih Total (Ton)

1 2002 296.397 113.634

2 2003 295.808 114.540

3 2004 312.978 119.482

4 2005 310.246 120.375

5 2006 317.053 121.412

6 2007 N 147.524

7 2008 360.000 181.400

Sumber : Deptan, 2010 (diolah) Keterangan: N = Data tidak tersedia

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa kebutuhan benih potensial terus meningkat setiap tahunnya. Peningkatan kebutuhan benih potensial diikuti oleh produksi benih total. Penggunaan benih padi bersertifikat oleh petani pada tahun 2006 diketahui sebanyak 39 persen dari total benih yang dibutuhkan atau sekitar 120.000 ton. Pada tahun 2007, penggunaan benih bersertifikat adalah sebesar 49 persen atau sekitar 148.000 ton. Penggunaan benih bersertifikat terus meningkat setiap tahunnya, dimana pada tahun 2008 mencapai 53,20 persen dan pada tahun 2009 penggunaan benih bersertifikat mencapai 62,8 persen dari total kebutuhan benih nasional (Deptan 2010)5. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa penggunaan benih bersertifikat oleh petani setara dengan produksi benih bersertifikat nasional sehingga produksi benih harus ditingkatkan.

Penggunaan benih padi bersertifikat mendatangkan banyak keuntungan diantaranya meningkatkan produksi per satuan luas dan satuan waktu serta meningkatkan mutu hasil, yang nantinya akan berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan petani. Penggunaan benih padi bersertifikat memberikan produktivitas yang tinggi dikarenakan benih padi bersertifikat disiapkan dengan perlakuan khusus, seperti persiapan lahan yang baik, penggunaan benih unggul, pemeliharaan tanaman padi dengan baik dan terkontrol, waktu dan pelaksanaan panen yang tepat, pengepakan yang rapi menggunakan pembungkus benih yang memenuhi standar, serta penyimpanan dan pendistribusian yang baik. Perlakuan-perlakuan tersebut menghasilkan benih padi yang baik dengan daya tumbuh di       

(5)

atas 80 persen, varietas yang homogen, pertumbuhan tanaman yang serentak dan benih padi yang disiapkan terhindar dari gangguan hama penyakit karena diperlukan perlakuan khusus untuk memproduksi benih padi bersertifikat (Deptan 2010).

Kegiatan penangkaran benih bersertifikat merupakan kegiatan yang harus dilakukan secara terprogram, terarah, terpadu dan berkesinambungan mulai dari hulu hingga hilir, yaitu mulai dari aspek penelitian untuk menghasilkan varietas unggul yang baru, pelepasan varietas, perencanaan perbanyakan benih, sertifikasi, pemasaran, hingga pengawasan pemasaran. Kegiatan tersebut melibatkan institusi pemerintah, pengawas, penelitian dan pengembangan, produsen maupun pedagang benih.

Di Indonesia, usaha penangkaran benih padi bersertifikat dilakukan oleh BUMN, swasta, maupun kelompok tani penangkar benih. Usaha penangkaran benih padi terutama varietas unggul akan meningkatkan pendapatan petani penangkar benih. Dengan memproduksi benih padi varietas unggul bersertifikat berarti harga jual yang diterima oleh petani penangkar lebih tinggi jika dibandingkan dengan padi konsumsi. Selain itu, penangkaran benih bertujuan untuk menjaga ketersediaan benih di musim tanam dan meningkatkan kesadaran petani untuk menggunakan benih padi varietas unggul bersertifikat. Petani penangkar benih padi tersebar di seluruh Indonesia. Umumnya para petani penangkar benih padi melakukan penangkaran benih di lahan usahataninya sendiri, dimana lahannya memenuhi syarat untuk dijadikan penangkaran benih padi bersertifikat.

(6)

6   

Dalam memproduksi benih padi bersertifikat, PT. SHS bermitra dengan para petani penangkar yang berada di daerah sekitar. Program kemitraan ini tentunya sangat diharapkan oleh petani untuk memberikan manfaat yang lebih dibandingkan dengan melakukan penangkaran sendiri. Untuk itu perlu dikaji mengenai pelaksanaan kemitraan, tingkat kepuasan petani mitra serta tingkat pendapatan petani mitra, agar diketahui apakah pelaksanaan kemitraan antara PT. SHS dengan petani mitra telah sesuai dengan kesepakatan yang ditentukan dan memberikan keuntungan lebih bila dibandingkan dengan tidak melakukan kemitraan.

1.2 Perumusan Masalah

PT. SHS melakukan program kemitraan penangkaran benih padi dengan petani sekitar untuk memenuhi kebutuhan produksi benih padinya. Selain kemitraan, dalam memproduksi benih padi bersertifikat PT. SHS melakukan sistem swakelola, dimana perusahaan mengelola lahan sendiri untuk menghasilkan benih padi. Terdapat dua bentuk kemitraan antara petani dengan PT. SHS, yaitu Kemitraan Kerjasama Dalam dan Kemitraan Kerjasama Luar. Kerjasama Dalam merupakan kemitraan dengan sistem inti plasma dimana PT. SHS menyewakan lahan kepada petani di sekitar wilayah PT. SHS dengan sistem bagi hasil dan petani diwajibkan untuk melakukan budidaya sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh perusahaan. Sedangkan Kerjasama Luar merupakan sistem kemitraan yang terjalin antara PT. SHS dengan Kelompok Tani atau Gapoktan di luar daerah PT. SHS dimana PT. SHS membeli hasil panen Poktan atau Gapoktan tersebut. Kontrak kerjasama luar terjalin ketika produksi PT. SHS tidak memenuhi target.

(7)

Tabel 5. Produksi Benih Padi Inbrida PT. Sang Hyang Seri Tahun 2007-2010

Kegiatan Tahun

2007 2008 2009 2010 INBRIDA

1. Kerjasama Dalam

‐ Luas Panen (ha)

‐ Produksi GKP (kg)

‐ Produktivitas (kg/ha)

4.817,32 14.302.384 2.968,95 5.438,89 20.393.803 3.749,63 4.304,32 15.021.988 3.489,98 2.971,90 7.341.130 2.470,18 2. Swakelola

‐ Luas Panen (ha)

‐ ProduksiGKP (kg)

‐ Produktivitas (kg/ha)

1.462,32 5.619.845 3.843,10 1.673,92 6.609.710 3.948,64 1.107,33 3.850.594 3.477,37 845,85 3.709.735 4.385,81 3. Kerjasama Luar

‐ Luas Panen (ha)

‐ Produksi GKP (kg)

‐ Produktivitas (kg/ha)

110,57 81.396 736,15 - - - - - - - - - Sumber: PT. Sang Hyang Seri, 2011

Penurunan luas lahan panen serta produksi benih padi pada tahun 2010 disebabkan adanya serangan hama wereng. Selama dua musim tanam, yaitu musim tanam 2009/2010 dan musim tanam 2010, banyak petani mitra yang tidak dapat melakukan panen, karena tanaman padinya yang rusak. PT. SHS sebagai perusahaan inti memberikan keringanan dengan tidak menarik sewa lahan dalam bentuk bagi hasil pada dua musim tanam tersebut. Petani dapat membayar bagi hasil pada musim tanam 2010/2011 secara bertahap. Disinilah peranan perusahaan inti sebagai perusahaan mitra yang membantu petani mitra. Walaupun pada peraturan tidak tertulis disepakati bahwa risiko budidaya ditanggung oleh petani mitra, namun apabila kegagalan panen disebabkan oleh iklim, cuaca, ataupun serangan hama, maka risiko ditanggung bersama.

(8)

8   

Tabel 6. Luas Lahan Kerjasama dan Jumlah Penangkar Benih Padi Mitra Per Musim Tanam

No Musim Tanam Luas Lahan (ha) Jumlah Petani (Orang)

1 2008/2009 2240,87 1470

2 2009 2275,76 1491

3 2009/2010 2274,60 1482

4 2010 1832,42 1184

5 2010/2011 2283,15 1490

Sumber: PT. Sang Hyang Seri, 2011

Dengan adanya kemitraan, petani penangkar benih berharap mendapatkan manfaat seperti adanya jaminan pasar, mendapatkan harga jual benih yang lebih tinggi sehingga pendapatan mereka meningkat dan mendapatkan tambahan ilmu serta teknologi yang efisien dari perusahaan tersebut. Sebelum menjalin kemitraan dengan dengan PT. SHS, sebagian besar petani merupakan buruh tani yang bekerja untuk orang lain. PT. SHS menawarkan kerjasama dengan menyediakan lahan dengan sistem bagi hasil. Selain itu, sebelumnya para petani ini tidak pernah melakukan usahatani penangkaran benih padi. Pelaksanaan kemitraan ini secara tidak langsung juga membantu dalam peningkatan jumlah petani penangkar benih padi bersertifikat.

Walaupun demikian, masih terdapat banyak masalah di dalam pelaksanaan kemitraan, karena masih terdapat banyak penyimpangan dalam menjalankan peraturan yang telah disepakati kedua belah pihak. Penyimpangan dari pihak petani terkait dengan kedisiplinan petani dalam mematuhi peraturan, seperti penjualan hasil panen dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang tidak dipatuhi oleh petani. Sedangkan penyimpangan dari pihak PT. SHS terutama terkait dengan pembayaran hasil panen yang tidak tepat waktu, serta penyimpangan-penyimpangan lainnya yang mempengaruhi kepuasan petani terhadap jalannya kemitraan.

(9)

mengevaluasi pelaksanaan kemitraan berdasarkan peraturan yang telah disepakati, kesuksesan dari pelaksanaan kemitraan dapat dicapai dengan mengetahui tingkat kepuasan petani terhadap jalannya kemitraan. Kemitraan dianggap sukses apabila petani mitra merasa puas dengan pelayanan yang diberikan oleh PT. SHS sebagai perusahaan inti serta masing pihak telah menjalankan perannya masing-masing sesuai dengan peraturan. Peningkatan pendapatan juga menjadi salah satu tolak ukur kesuksesan pelaksanaan kemitraan. Karena dengan adanya kemitraan, petani mengharapkan beberapa manfaat, salah satunya adalah adanya peningkatan dalam pendapatan.

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1) Bagaimanakah pelaksanaan kemitraan antara PT. Sang Hyang Seri dengan petani penangkar benih padi mitra?

2) Bagaimanakan tingkat kepuasan petani penangkar benih padi mitra terhadap jalannya kemitraan selama ini?

3) Bagaimanakah tingkat pendapatan petani penangkar benih padi yang melakukan kemitraaan dengan PT Sang Hyang Seri bila dibandingkan dengan petani penangkar benih padi non mitra?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini antara lain :

1) Mengidentifikasi pelaksanaan kemitraan antara PT. Sang Hyang Seri dengan petani penangkar benih padi mitra.

2) Menganalisis tingkat kepuasan petani penangkar benih padi mitra terhadap jalannya kemitraan selama ini.

(10)

10   

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Bagi Penangkar Benih Padi

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi mengenai manfaat dari sertifikasi benih terutama benih padi dan dapat memotivasi petani untuk menghasilkan benih padi bersertifikat. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan mengenai manfaat yang dapat diperoleh jika petani penangkar benih melakukan kemitraan yang ideal dengan perusahaan produsen benih.

2) Bagi PT. SHS

Penelitian ini diharapkan menjadi evaluasi bagi pelaksanaan kemitraan yang dilakukan perusahaan serta memberikan informasi yang membantu dalam penetapan kebijakan yang dilakukan oleh perusahaan terkait dengan kemitraan yang dilakukan dengan petani penangkar benih padi.

3) Bagi Pemerintah

Penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan pembinaan kelembagaan petani, pengembangan kemitraan, serta kebijakan yang berhubungan dengan pengembangan industri benih di Indonesia.

4) Bagi Pembaca

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan referensi untuk penelitian selanjutnya maupun penelitian yang terkait.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

(11)

dilakukan karena responden dalam penelitian ini dikhususkan pada penangkar benih padi bersertifikat kelas Benih Sebar, dimana untuk wilayah Kabupaten Subang kelompok tani yang memproduksi benih padi bersertifikat kelas benih sebar berada pada daerah tersebut.

Analisis kajian dibatasi untuk melihat perbandingan tingkat pendapatan usahatani penangkaran benih padi pada petani mitra dan petani non mitra, mengevaluasi mekanisme kemitraan yang diterapkan oleh PT. SHS serta melihat tingkat kepuasan petani penangkar benih terhadap jalannya kemitraan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis pendapatan usahatani berdasarkan penerimaaan dan biaya usahatani, analisis R/C rasio untuk melihat tingkat efisiensi usahatani penangkar benih padi serta metode Importance Performance Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI) untuk melihat

(12)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kemitraan

2.1.1 Pola dan Aturan Kemitraan

Bentuk serta pola kemitraan yang terjadi pada perusahaan-perusahaan di Indonesia bervariasi sesuai dengan kebutuhan dari perusahaan tersebut. Pada penelitian Damayanti (2009) yang berjudul “Kajian Keberhasilan Pelaksanaan Kemitraan dalam Meningkatkan Pendapatan Antara Petani Semangka di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah dengan CV Bimandiri” diketahui bahwa jenis kontrak kemitraan yang terjalin antara CV Bimandiri dengan petani semangka ini adalah kontrak harga, dimana perusahaan menerapkan harga flat atau harga datar. Kemitraan yang berlangsung antara kedua belah pihak tidak dalam bentuk pemberian modal. CV Bimandiri hanya memberikan bantuan suplai bibit semangka serta pembinaan petani dalam hal budidaya, pengendalian hama serta menjamin pasar dari semangka Baby Black yang dihasilkan oleh petani.

Aturan kemitraan yang diterapkan perusahaan ini dirumuskan ke dalam memo kesepakatan dimana di dalamnya telah dirumuskan hak dan kewajiban CV Bimandiri sebagai perusahaan mitra serta hak dan kewajiban petani mitra. Hak petani mitra antara lain adalah mendapatkan harga jual sesuai dengan yang disepakati serta mendapatkan bimbingan dan pengarahan dari perusahaan. Sedangkan kewajiban petani mitra adalah menanam semangka sesuai dengan jumlah dan kriteria yang ditetapkan perusahaan.

(13)

Sistem kemitraan yang diterapkan Rudi Jaya SP berdasarkan rasa saling percaya, tanpa ada perjanjian kontrak secara tertulis. Peternak hanya disyaratkan menyediakan kandang, baik kandang milik sendiri ataupun kandang sewa, serta semua peralatan kandang. Sedangkan perusahaan menyediakan seluruh input yang dibutuhkan oleh peternak dalam proses budidaya ayam broiler, seperti DOC, pakan dan obat-obatan.

Sistem kemitraan inti plasma juga diidentifikasi oleh Lestari (2009) dalam penelitiannya mengenai Analisis Pendapatan dan Tingkat Kepuasan Peternakan Plasma Terhadap Pelaksanaan Kemitraan Ayam Broiler pada PT X di Yogyakarta. Pola Kemitraan yang dijalankan oleh PT X merupakan kemitraan tertutup dimana pihak peternak plasma tidak diperbolehkan menjual hasil panen atau memasok sarana produksi ternak dari pihak selain PT X. Kontrak kemitraan PT X dengan peternak plasma ayam broiler terdiri dari kontrak perjanjian kerjasama, kontrak harga sapronak dan kontrak harga panen.

Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA) diterapkan oleh PT Sierad Produce. Deshinta (2006) dalam penelitiannya mengenai Peranan Kemitraan terhadap Peningkatan Pendapatan Peternak Ayam Broiler mengidentifikasi bahwa kerjasama kemitraan diatur dalam dokumen tertulis yang disebut surat kesepakatan. Kesepakatan dalam kontrak maupun surat perjanjian haruslah dipatuhi dan dilaksanakan oleh kedua belah pihak. Deshinta (2006) dalam penelitiannya mengidentifikasi bahwa apabila dalam kesepakatan antara PT Sierad Produce dengan peternak mitra terjadi perselisihan maka akan ditempuh dengan jalan musyawarah. Apabila peternak menimbulkan kerugian, maka akan dikenakan sanksi yang sesuai dengan kesepakatan.

(14)

14   

bersama. Pelanggaran terhadap kesepakatan yang dilakukan oleh petani mitra akan dikenakan sanksi dimana petani bersedia dikeluarkan dari kemitraan.

2.1.2 Manfaat dan Kendala dalam Kemitraan

Pelaksanaan kemitraan memberikan manfaat bagi perusahaan mitra maupun petani mitra yang melaksanakannya. Pada kasus kemitraan yang dilaksanakan oleh perusahaan CV Bimandiri dalam penelitian Damayanti (2009), manfaat yang diperoleh perusahaan adalah ketersediaan produk sesuai dengan kriteria yang diterapkan secara kontinyu, sehingga kebutuhan akan produk untuk pasar terpenuhi. Selain itu, CV Bimandiri juga mendapatkan nilai lebih dari pelanggan karena dapat menyediakan produk yang berkualitas dan kontinyu sehingga permintaan dari pelanggan terus meningkat. Sedangkan manfaat yang diperoleh petani mitra diantaranya adalah mendapatkan bimbingan teknis oleh tim penyuluh dari CV Bimandiri mengenai cara-cara bercocok tanam semangka yang baik, cara penanggulangan hama dan informasi-informasi pertanian, sehingga petani beranjak menjadi petani yang maju dan berwawasan, sehingga dapat menghasilkan produk yang baik dan berkualitas. Manfaat yang paling utama didapat oleh petani adalah adanya jaminan pasar yang pasti.

Pelaksanaan kemitraan tidak terlepas dari kendala-kendala. Kendala yang dihadapi oleh CV Bimandiri dalam melaksanakan kemitraan adalah kegagalan panen akibat kondisi cuaca yang tidak menentu, serta keterbatasan modal petani. Hal ini disebabkan tidak adanya bantuan oleh CV Bimandiri dalam bentuk modal. Kendala utama yang dihadapi adalah munculnya pesaing baru semangka Baby Black.

(15)

melalui pembinaan. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kemitraan di antaranya adalah masih adanya petani mitra yang menjual hasil produksinya ke perusahaan lain, penggunaan pupuk yang tidak sesuai anjuran, panen lebih awal dari yang dianjurkan, serta PT. Garudafood yang juga membeli kacang tanah dari petani non mitra dengan harga yang sama dari petani mitra. Manfaat lain dari kemitraan yang diidentifikasi oleh Deshinta (2006) terutama bagi peternak antara lain adalah mendapatkan pinjaman sapronak, menambah ilmu dan pengetahuan, pemasaran hasil panen, serta adanya kontrol dari perusahaan dan bimbingan teknis mengenai budidaya.

Pelaksanaan kemitraan antara PT. SHS dengan petani penangkar benih mitra memberikan manfaat baik bagi perusahaaan maupun bagi petani mitra. Walaupun demikian, pelaksanaan kemitraan juga menghadapi berbagai macam kendala dan permasalahan terutama mengenai pembayaran hasil panen dan penjualan hasil panen yang menyimpang dari kesepakatan kerjasama yang telah ditentukan sebelumnya.

2.1.3 Evaluasi Kemitraan

Evaluasi kemitraan dilakukan dengan melihat kesesuaian antara ketentuan dan realisasi dari atribut yang digunakan dalam penelitian. Dengan adanya evaluasi diharapkan dapat dilihat sejauh mana kedua belah pihak telah menjalankan hak dan kewajibannya. Prastiwi (2010) mengidentifikasi bahwa berdasarkan hasil analisis matriks evaluasi kemiitraan diketahui bahwa sebagian besar atribut kemitraan yang dianalisis pada PT Galih Estetika tidak memiliki kesesuaian antara ketentuan dengan realisasi. Dari sepuluh atribut yang dianalisis, enam atribut memiliki ketidaksesuaian antara ketentuan dengan realisasi.

(16)

16   

belas atribut yang tercantum dalam kesepakatan hak dan kewajiban terdapat tiga aspek yang pelaksanaannya masih belum sesuai.

Dalam mengevaluasi pelaksanaan kemitraan antara PT. SHS dengan petani penangkar benih padi mitra dilakukan dengan melihat kesesuaian antara realisasi pelaksanaan kemitraan dengan kesepakatan kerjasama. Kesepakatan kerjasama dalam penelitian ini merupakan kesepakatan yang tertulis dalam SPK serta kesepakatan tidak tertulis yang telah ditentukan sebelumnya. Kesepakatan kerjasama dirumuskan ke dalam enam belas atribut evaluasi kemitraan. Berdasarkan keenam belas atribut tersebut dianalisis permasalahan yang terjadi di dalam kemitraan. Selain itu, dengan melihat tanggapan masing-masing pelaku terhadap pelaksanaan kemitraan dapat diketahui manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan kemitraan tersebut.

2.2 Kepuasan Petani terhadap Kemitraan

Dalam pelaksanaan kemitraan perlu pula dikaji tingkat kepuasan petani mitra. Hal ini bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan kemitraan dilihat dari sisi konsumen produk kemitraan, yaitu petani mitra. Firwiyanto (2008) melakukan penelitian mengenai tingkat kepuasan peternak terhadap kemitraan ayam broiler. Perhitungan dilakukan untuk menemukan indeks tingkat kepuasan peternak terhadap pelayanan sarana produksi, pelayanan teknis budidaya dan pelayanan pasca panen dengan penentuan bobot berdasarkan metode Importance Performance Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI). Melalui

analisis IPA diketahui atribut dari kemitraan yang berada pada kuadran I, dimana atribut tersebut tingkat kinerjanya belum optimal dan harus menjadi prioritas untuk ditingkatkan. Disamping itu, kinerja atribut pada kuadran II harus tetap dipertahankan, dan meningkatkan kinerja atribut kuadran III setelah perbaikan kinerja atribut kuadran I. Secara keseluruhan peternak mitra merasa puas terhadap kinerja atribut kemitraan yang dilaksanakan oleh perusahaan inti. Hal ini dilihat dari nilai CSI sebesar 0,74 atau 74 persen.

(17)

kepentingan yang tinggi akan tetapi kinerjanya dinilai masih rendah oleh peternak plasma sehingga digolongkan ke dalam Kuadran I, yaitu kualitas DOC, kualitas pakan, kecepatan pencairan hasil panen, dan pemberian bonus. Hasil analisis kesesuain juga menunjukkan bahwa keempat atribut tersebut memiliki nilai kesesuaian yang rendah. Walaupun begitu, secara keseluruhan peternak plasma merasa puas terhadap kinerja atribut-atribut yang terdapat dalam kemitraan. Hal ini diketahui dari nilai CSI sebesar 63,38 persen, dimana nilai ini berada pada skala puas.

Metode IPA dan CSI juga digunakan untuk melihat tingkat kepuasan petani mitra terhadap jalannya kerjasama dengan PT. SHS. Melalui metode IPA diketahui tingkat kepentingan dan kepuasan masing-masing petani terhadap atribut kepuasan yang digunakan dalam penelitian ini, sehingga nantinya dapat diperoleh atribut yang menjadi prioritas utama dalam memperbaiki kinerja pelaksanaan kemitraan. Atribut yang menjadi atribut kepuasan dalam penelitian ini adalah prosedur penerimaan mitra, kualitas benih pokok, harga benih pokok, harga sarana produksi, ketersediaan dan kemudahan dalam memperoleh sarana produksi, frekuensi pelaksanaan pembinaan plasma, pelayanan dan materi yang diberikan dalam pembinaan plasma, respon inti terhadap keluhan petani, bantuan inti dalam menanggulangi hama dan penyakit tanaman, pengetahuan dan kemampuan komunikasi pendamping, pendamping mudah ditemui dan dihubungi, bantuan biaya panen, ketepatan waktu pemberian biaya panen, penyediaan sarana transportasi untuk panen, harga beli hasil panen serta ketepatan waktu pembayaran hasil panen. Dengan menggunakan metode CSI dapat diketahui kepuasan petani mitra terhadap pelaksanaan kemitraan secara keseluruhan.

2.3 Pengaruh Kemitraan terhadap Pendapatan Petani

(18)

18   

mitra dengan petani non mitra telah dilakukan oleh Aryani (2009), Puspitasari (2009), Dhesinta (2006) dan Firwiyanto (2008).

Penelitian Aryani (2009) mengenai Analisis Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Usahatani Kacang Tanah di Desa Palangan, Kecamatan Jangkar, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, membandingkan tingkat pendapatan petani yang bermitra dengan PT Garudafood dan petani yang melakukan usahatani Kacang Tanah secara mandiri (petani non mitra). Berdasarkan penelitian, diketahui R/C rasio atas biaya tunai pada petani mitra sebesar 2,77 sedangkan pada petani non mitra sebesar 1,92. Dari kedua nilai rasio tersebut diketahui bahwa usahatani kacang tanah yang dilakukan petani mitra dan petani non mitra sama-sama menguntungkan. Namun keuntungan yang diperoleh petani mitra lebih besar dibandingkan dengan keuntungan petani non mitra.

Apabila dilihat dari R/C rasio atas biaya total, R/C rasio atas biaya total petani mitra sebesar 1,47 sedangkan petani non mitra sebesar 0,96. Dari R/C rasio atas biaya total, diketahui bahwa petani mitra mendapatkan keuntungan, sebaliknya R/C rasio atas biaya total pada petani mitra menggambarkan adanya kerugian. Selain itu, berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani, diketahui bahwa pendapatan atas biaya tunai dan biaya total petani mitra lebih besar, bila dibandingkan dengan petani non mitra. Berdasarkan analisis usahatani serta R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total disimpulkan bahwa dengan mengikuti kemitraan, maka petani akan mendapatkan keuntungan lebih besar dibandingkan dengan tidak bermitra.

(19)

Kedua penelitian terdahulu tersebut menunjukkan bahwa kemitraan berpengaruh positif terhadap pendapatan petani. Hal sebaliknya ditemukan pada penelitian Deshinta (2006) dan Firwiyanto (2008), dimana kemitraan memberikan pengaruh negatif terhadap pendapatan petani. Deshinta (2006) mengidentifikasi bahwa jumlah pendapatan peternak mitra lebih rendah dibandingkan peternak mandiri, karena peternak mitra menanggung biaya yang lebih besar dari peternak mandiri. Selain itu, dari hasil uji terhadap pendapatan total didapat hasil bahwa kemitraan tidak berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan peternak. Sedangkan Firwiyanto (2008) dalam penelitiannya menemukan bahwa walaupun tingkat pendapatan yang diperoleh peternak mitra lebih kecil dibandingkan dengan peternak mandiri, namun hal tersebut cukup sepadan bagi peternak yang tidak memiliki modal. Kemitraan masih menjadi solusi untuk mengatasi masalah permodalan karena peternak mitra masih dapat tetap berusaha dan memperoleh pendapatan walaupun tidak memiliki modal.

Kemitraan antara PT. SHS dengan petani mitra diharapkan dapat memberikan manfaat bagi petani terutama dalam peningkatan pendapatan. Untuk melihat pengaruh dari pelaksanaan kemitraan terhadap pendapatan petani mitra dilakukan analisis pendapatan terhadap petani penangkar benih mitra dan kemudian dibandingkan dengan pendapatan petani penangkar benih padi non mitra.

2.4 PT. Sang Hyang Seri sebagai Produsen Benih Padi

Beberapa penelitian terkait dengan PT. Sang Hyang Seri telah dilakukan sebelumnya, diantaranya oleh Alviah (2007), Noviyanty (2005) dan Roslinawati (2007). Penelitian tersebut difokuskan pada kegiatan PT. Sang Hyang Seri terutama yang berhubungan dengan benih padi.

(20)

20   

(ATL) menggunakan media cetak (koran, majalah, kemasan luar, brosur, buklet, poster, billboard, dan spanduk) maupun media elektronik (radio dan televisi) serta Below The Line (BTL) melalui promosi penjualan (demplot, Farm Field Day,

pameran dan expo, hadiah), humas dan publisitas, penjualan pribadi serta pemasaran langsung.

Efektifitas promosi PT. Sang Hyang Seri diukur melalui dampak komunikasi dan penjualan. Dampak komunikasi promosi benih Sang Hyang Seri dengan menggunakan tingkat brand awarness, diperoleh hasil bahwa produk benih PT. Sang Hyang Seri telah menjadi top of mind di benak responden. Hasil EPIC Model menunjukkan hasil dimana responden menilai promosi yang dilakukan PT. Sang Hyang Seri sudah efektif. Namun bila dilihat masing-masing dimensi, hanya dimensi dampak serta dimensi empati yang termasuk kategori efektif, sedangkan dimensi persuasi dan komunikasi masih tergolong kriteria cukup efektif. Untuk mengukur kecenderungan hubungan biaya promosi dengan jumlah penjualan, digunakan analisis korelasi dan analisis linear berganda. Hasil analisis korelasi menunjukkan hubungan positif dan searah antara biaya promosi dengan jumlah penjualan. Selain itu, dari hasil analisis linier berganda diketahui bahwa model layak dan biaya promosi mempengaruhi jumlah penjualan secara nyata.

Penelitian lain dilakukan oleh Noviyanty (2005) mengenai Analisis Efisiensi Supply Chain Produk Benih Padi pada PT. Sang Hyang Seri (PERSERO). Hasil penelitian menunjukkan bahwa PT. Sang Hyang Seri (PERSERO) berada dalam kondisi supply chain yang belum optimal. Hal ini disebabkan oleh belum adanya kerjasama dengan mata rantai di hilir seperti distributor dan kios. Berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan model SCOR, diketahui bahwa elemen sumber untuk pesanan merupakan elemen yang sangat kritikal untuk proses pelaksanaan.

(21)

Berdasarkan hasil penelitian setiap aliran informasi memiliki ukuran pelaksanaan yang berbeda-beda.

Berbeda dengan kedua penelitian sebelumnya, Roslinawati (2007) melakukan penelitian mengenai Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Benih Padi pada PT. Sang Hyang Seri RM 1 Sukamandi, Subang, Jawa Barat. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa metode perusahaan dalam menentukan harga pokok produksi tidak termasuk ke dalam metode Full Costing, Variabel Costing maupun Activity Based Costing. Rata-rata harga pokok produksi dengan

menggunakan metode full costing maupun variable costing memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan menggunakan metode perusahaan. Hal ini disebabkan adanya perbedaan dalam menganalisis biaya. Pada metode perusahaan, biaya pengemasan yang merupakan biaya pemasaran dimasukkan ke dalam perhitungan harga pokok produksi (biaya produksi).

Metode full costing yang menghasilkan harga pokok produksi di bawah harga pokok produksi metode perusahaan dan di atas harga pokok produksi dengan metode variable costing, dianggap paling tepat karena berada di tengah-tengah, artinya tidak terlalu tinggi maupun rendah. Harga pokok produksi yang terlalu tinggi akan menghasilkan harga jual yang tinggi dan menyulitkan petani. Sedangkan harga pokok produksi yang terlalu rendah akan menyebabkan dicabutnya subsidi karena perusahaan dianggap mampu berdiri sendiri.

2.5 Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya

(22)

22   

komoditi sentral, dimana kualitas tanaman padi sangat bergantung dari kualitas benih padi yang digunakan. Karena itu, kegiatan penangkaran benih padi perlu mendapat perhatian. Salah satu perusahaan yang melakukan usaha penangkaran benih padi adalah PT. Sang Hyang Seri (PT. SHS).

(23)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi Benih

Menurut Sadjad et al. (1975) yang dimaksud dengan benih ialah biji tanaman yang dipergunakan untuk keperluan dan pengembangan usahatani, memiliki fungsi agronomis atau merupakan komponen agronomi. Sedangkan menurut Peraturan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan No. 01/Kpts/HK.310/C/1/2009 mengenai Persyaratan dan Tata Cara Sertifikasi Benih Bina Tanaman Pangan, benih tanaman, yang selanjutnya disebut benih, adalah tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak dan atau mengembangbiakkan tanaman.

Pengertian benih berbeda dengan biji, karena benih dikembangkan untuk tujuan tertentu yaitu mengembangbiakkan tanaman. Hal ini berbeda dengan fungsi biji, dimana biji tidak dimaksudkan untuk ditanam melainkan digunakan sebagai bahan pangan ataupun pakan ternak dan unggas serta fungsi lainnya seperti bahan dasar produk industri, kepentingan penelitian maupun sebagai bahan baku untuk kerajinan. Benih di sini dimaksudkan sebagai biji tanaman yang dipergunakan untuk tujuan pertanaman, bukan untuk dikonsumsi.

Benih merupakan komoditi pertanian yang paling berpengaruh pada proses usahatani. Berdasarkan Teori Kesejajaran Sadjad terdapat kesejajaran antara tataran usahatani dengan kinerja mutu benih. Artinya tataran usahatani meningkat apabila benih yang digunakan sebagai produk teknologi juga semakin maju tingkatannya. Jadi dengan kata lain, tataran usahatani sejajar dengan tingkat teknologi yang diterapkan untuk memproduksi benih.

3.1.2 Industri Benih

(24)

24   

tergantung pada ideologi masing-masing negara, serta faktor ekonomi yang berbeda. Dalam satu negara dapat ditemukan lebih dari satu tipe industri benih.

Industri benih tipe swasta dikelola oleh pemilikan individual, korporasi, koperasi, asosiasi, ataupun suatu bentuk kemitraan. Perusahaan swasta tidak bergantung terhadap pemerintah dan umumnya memiliki PDB yang mandiri. Campur tangan pemerintah hanya sebatas pembuatan perundangan yang umumnya bersifat melindungi produsen maupun konsumen. Tipe lain yaitu industri benih yang pengelolaannya swasta tetapi masih mendapatkan bantuan dari pemerintah di segenap lini usaha, baik dalam hal PDB, pelaksanaan perbanyakan benih bersertifikat, pengawasan internal ataupun pemasarannya.

Disesuaikan dengan konsumennya industri benih dapat diklasifikasikan dari tingkatan yang teknologinya masih sederhana sampai yang canggih. Berdasarkan Teori Kesejajaran Sadjad, industri benih diklasifikasikan ke dalam lima tingkatan dari tingkat I hingga tingkat V dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Industri Benih Tingkat I, dimana teknologi yang digunakan merupakan teknologi sederhana

2. Industri Benih Tingkat II, merupakan industri yang telah menggunakan mesin-mesin pembersih

3. Industri Benih Tingkat III, merupakan industri benih yang melaksanakan pemilahan benih yang sudah bersih. Benih ini dipilah berdasarkan besar butiran, panjang, lebar, tebal atau berat. Industri ini menghasilkan kinerja fisik benih yang prima

4. Industri Benih Tingkat IV, Industri pada tingkat ini selain memproduksi sebagaimana pada industri tingkat III juga selalu berhubungan dengan lembaga litbang (selaku penghasil varetas dan mulai memasuki program sertifikasi), meski belum memilikinya sendiri untuk lebih terjamin kelangsungan industrinya

(25)

Klasifikasi industri benih didasarkan pada teknologi yang digunakan serta kebutuhan konsumen akan mutu genetiknya. Apabila teknologi yang digunakan sama, tetapi tuntutan jaminan mutu teknologi oleh konsumen meningkat, maka industri benih yang mampu melayani benih bermutu sesuai tuntutan konsumen lebih tinggi tingkatannya. Industri benih yang memiliki PDB secara mandiri juga akan lebih tinggi tingkatannya dibandingkan indutri yang tidak memiliki PDB sendiri.

PT. Sang Hyang Seri (PT. SHS) sebagai salah satu produsen benih di Indonesia termasuk ke dalam golongan industri benih tingkat V, karena telah memiliki Lembaga Penelitian dan Pengembangan (Litbang) sendiri. Bahkan kini, PT. SHS telah terakreditasi, sehingga dapat melakukan proses sertifikasi sendiri tanpa pngawasan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB). Berdasarkan tipenya, PT. SHS merupakan perusahaan milik negara (BUMN). Pada awal pendiriannya PT. SHS difokuskan pada produksi benih padi sawah. Produksi padi mengambil posisi yang sangat strategis dan pemerintah menjadikannya sebagai strategi utama pembangunan. Komoditas padi sawah merupakan komoditas ekonomis dimana pedagang tidak dapat dengan leluasa tanpa campur tangan pemerintah. Hal ini disebabkan oleh karena beras merupakan bahan pangan pokok yang sangat rentan untuk menjaga stabilitas politik negara.

3.1.3 Penangkaran Benih

(26)

26   

Pada dasarnya budidaya penangkaran benih padi hampir sama dengan budidaya padi pada umumnya. Yang membedakan di sini adalah adanya seleksi atau roguing. Salah satu syarat dari benih bermutu adalah memiliki tingkat kemurnian genetik yang tinggi, oleh karena itu roguing perlu dilakukan dengan benar dan dimulai dari fase vegetatif sampai akhir pertanaman. Roguing dilakukan untuk membuang rumpun-rumpun tanaman yang ciri-ciri morfologisnya menyimpang dari ciri-ciri varietas tanaman yang diproduksi benihnya.

Saat panen yang tepat adalah pada waktu biji telah masak fisiologis, atau apabila sekitar 90-95 persen malai telah menguning. Benih padi ketika baru dipanen masih tercampur dengan kotoran fisik dan benih jelek. Karena itu, bila pertanaman benih telah lulus dari pemeriksaan lapangan, masalah mutu benih padi setelah panen biasanya berasosiasi dengan mutu fisiologis, mutu fisik dan kesehatan benih. Lahan pertanaman untuk produksi benih dapat dipanen apabila sudah dinyatakan lulus sertifikasi lapangan oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB). Sebelum panen dilakukan, semua malai dari kegiatan roguing harus dikeluarkan dari areal yang akan dipanen. Kegiatan ini dilakukan untuk menghindari tercampurnya calon benih dengan malai sisa roguing.

3.1.4 Sertifikasi Benih

Berdasarkan Peraturan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan No. 01/Kpts/HK.310/C/1/2009 tentang Persyaratan dan Tata Cara Sertifikasi Benih Bina Tanaman Pangan, sertifikasi benih merupakan proses pemberian sertifikat benih tanaman setelah melalui pemeriksaan lapangan dan atau pengujian, pengawasan serta memenuhi semua persyaratan dan standar benih bina. Sertifikasi benih merupakan suatu sistem atau mekanisme pengujian benih berkala untuk mengarahkan, mengendalikan, dan mengorganisasi perbanyakan serta produksi benih (Mugnisjah dan Setiawan 1995).

(27)

produk. Benih bersertifikat ditetapkan ke dalam kelas-kelas benih sesuai dengan urutan keturunan dan mutunya, antara lain sebagai berikut:

a. Benih Penjenis (BS), adalah benih yang diproduksi di bawah pengawasan Pemulia yang bersangkutan dengan prosedur baku yang memenuhi sertifikasi sistem mutu sehingga tingkat kemurnian genetik varietas (true-to-type) terpelihara dengan sempurna

b. Benih Dasar (BD), merupakan keturunan pertama dari Benih Penjenis (BS) yang memenuhi standar mutu kelas Benih Dasar.

c. Benih Pokok (BP), merupakan keturunan pertama dari Benih Dasar atau Benih Penjenis yang memenuhi standar mutu kelas Benih Pokok

d. Benih Sebar (BR), merupakan keturunan pertama dari Benih Pokok, Benih Dasar atau Benih Penjenis yang memnuhi standar mutu kelas Benih Sebar. Standar Mutu Benih Bersertifikat dibagi menjadi dua, yaitu Standar Lapangan dan Standar Pengujian Laboratorium.

a. Standar Lapangan

Tabel 7. Standar Lapangan Kelas Benih Bersertifikat Kelas

Benih

Isolasi Jarak (m)

Varietas Lain dari Tipe Simpang (max) (%)

Isolasi

waktu (hari) Catatan

BS 2 0,0 30 Isolasi waktu

dihitung berdasarkan

perbedaan waktu berbunga

BD 2 0,0 30

BP 2 0,2 30

BR 2 0,5 30

Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan (2009)

b. Standar Pengujian Laboratorium

Tabel 8. Standar Pengujian Laboratorium Kelas Benih Bersertifikat

Kelas Benih Kadar air (max) (%) Benih Murni (min) (%) Kotoran Benih (max) (%) Biji Tanaman Lain (max) (%) Biji Gulma (max) (%) Campuran Varietas Lain (max) (%) Daya Tumbuh (min) (%)

BS 13,0 99,0 1,0 0,0 0,0 0,0 80

BD 13,0 99,0 1,0 0,0 0,0 0,0 80

BP 13,0 99,0 1,0 0,1 0,0 0,1 80

BR 13,0 99,0 2,0 0,2 0,0 0,2 80

(28)

28   

Mugnisjah dan Setiawan (1995) dalam bukunya Produksi Benih menyatakan tujuan sertifikasi benih adalah untuk memelihara dan menyediakan benih dan bahan perbanyakan tanaman bermutu tinggi dari varietas berdaya hasil tinggi bagi masyarakat sehingga dapat ditanam dan didistribusikan dengan identitas genetik yang terjamin. Dengan kata lain tujuan sertifikasi benih adalah untuk memberikan jaminan bagi konsumen benih tentang beberapa aspek mutu yang penting, yang tidak dapat ditentukan dengan segera dengan hanya memeriksa benihnya saja. Selain itu, sertifikasi benih juga bertujuan: (1) menjamin kemurnian dan kebenaran varietas, dan (2) menjamin ketersediaan benih bermutu secara berkesinambungan. Sertifikasi dilakukan dalam tiga tahap, yaitu pemeriksaan lapangan, pemeriksaan laboratorium, dan pengawasan pemasangan label (Wahyuni 2005)6. Pengawasan pemasangan label bertujuan untuk mengetahui kebenaran pemasangan dan isi label. Warna label untuk tanaman padi disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Kelas Benih dan Warna Label Benih Sertifikasi

Kelas Benih Warna Label

Benih Penjenis (BS, Breeder Seed) Kuning

Benih Dasar (BD, Foundation Seed) Putih

Benih Pokok (BP, Stock Seed) Ungu

Benih Sebar (BR, Extension Seed) Biru

Sumber: Puslitbangtan (2007); Wahyuni (2005)

Pengawasan dilakukan sejak proses produksi benih hingga penanganan pascapanen. Pengawasan lapangan untuk tanaman padi dari BPSB dilakukan sebanyak 4 kali, yaitu pemeriksaan pendahuluan sebelum pengolahan tanah, pemeriksaan lapangan pertama saat fase vegetatif (30 hari setelah tanam), pemeriksaan fase berbunga (30 hari sebelum panen), dan pemeriksaan fase masak (1 minggu sebelum panen) (Wahyuni 2005).

      

6 

Petunjuk Teknis Penangkaran Benih Padi. 

http://www.pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/p3264071.pdf  [6 November 2010] 

(29)

3.1.5 Sistem Perbenihan

Dalam setiap usaha pertanian, benih merupakan titik awal kegiatan budidaya, sehingga kualitas produk budidaya akan sangat tergantung pada kualitas benihnya (Darmowiyono 1999). Berbicara mengenai masalah perbenihan tidak dapat lepas dari kebijakan pangan nasional. Karena itu, penyediaan benih di tingkat nasional perlu dikelola dengan baik agar memberikan keuntungan baik untuk pihak produsen maupun konsumen. Benih tanaman merupakan salah satu sarana budidaya tanaman dalam upaya peningkatan produksi dan mutu hasil budidaya tanaman yang nantinya diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani serta kesejahteraan masyarakat.

Kegiatan perbenihan merupakan mata rantai kegiatan yang harus dilaksanakan secara terprogram, terarah, terpadu serta berkesinambungan mulai dari hulu hingga hilir. Kegiatan ini mulai dari aspek penelitian dalam menghasilkan varietas-varietas unggul baru, pelepasan varietas, perencanaan perbanyakan benih, sertifikasi, pemasaran hingga pengawasan pemasaran. Oleh karena itu, dibutuhkan kerjasama dari lembaga-lembaga atau instansi-instansi yang terlibat dalam kegiatan perbenihan tersebut, diantaranya institusi pemerintah, pengawas, penelitian dan pengembangan, produsen, maupun pedagang benih.

(30)

30   

a. Pengembangan varietas b. Evaluasi dan pelepasan benih c. Usaha produksi benih

d. Pemungutan hasil

e. Pengeringan benih dalam arti pengaturan kadar airnya

f. Pengolahan benih yang meliputi pembersihan (cleaning). Penggolongan (grading) serta usaha-usaha pemeliharaannya (chemis, fisis, mekanis) agar tercegah dari segala bentuk hama penyakit, mempertahankan kualitas, mempertahankan daya tumbuhnya

g. Pengujian kualitas

h. Penyimpanan dan pengemasan i. Sertifikasi benih

j. Perlindungan (hukum, undang-undang dan peraturan) k. Distribusi benih (pemasaran)

Sertifikasi benih sangat penting terutama dalam menghasilkan benih-benih berkualitas. Permasalahan yang banyak dihadapi saat ini adalah masih banyaknya petani yang menggunakan benih hasil penangkaran sendiri tanpa melalui proses sertifikasi. Hal ini dapat berpengaruh terhadap kualitas tanaman yang dihasilkan. Persyaratan dan tata cara sertifikasi benih bina tanaman pangan diatur dalam Peraturan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan No. 01/Kpts/HK.310/C/1/2009 . Sedangkan produksi, sertifikasi dan peredaran benih bina diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 39/Permentan/OT.140/8/2006.

(31)

3.1.6 Konsep Kemitraan

Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan (Hafsah, 2000). Kartasasmita (1996) mengemukakan bahwa kemitraan usaha, terutama dalam dunia usaha adalah hubungan antara pelaku usaha yang didasarkan pada ikatan usaha yang saling menguntungkan dalam hubungan kerjasama yang sinergis, yang hasilnya bukanlah suatu zero-sum-game melainkan positive-sum-game atau win-win situation. SK Mentan No. 940/Kpts/OT. 210/10/1997 tentang Pedoman

Kemitraan Usaha Pertanian, menyebutkan bahwa kemitraan usaha pertanian adalah kerjasama usaha antara perusahaan mitra dan kelompok mitra di bidang usaha pertanian. Usaha tanaman pangan dan holtikultura adalah usaha yang dilaksanakan oleh petani ataupun pengusaha, baik di lahan miliknya atau dilahan sewa atau lahan hak guna usaha, mulai dari perbenihan, budidaya, pengolahan, sampai pemasarannya.

(32)

32   

Keberhasilan suatu kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan oleh kedua pihak yang bermitra dalam menerapkan etika bisnis. Pengertian etika itu sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995) adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral. Karena itu, semakin kuat pemahaman dan penerapan etika bisnis dalam bermitra maka akan semakin kokoh pondasi dari kemitraan itu sendiri. Selain memberikan keuntungan untuk kedua belah pihak, kemitraan juga memberikan nilai tambah bagi pihak yang bermitra dari berbagai aspek seperti aspek manajemen, pemasaran, teknologi, permodalan dan keuntungan.

Dalam SK Mentan No. 940/Kpts/OT. 210/10/1997 tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, dikemukakan mengenai pola-pola kemitraan usaha yang dapat dilaksanakan, diantaranya (1) Pola Kemitraan Inti Plasma, (2) Pola Kemitraan Subkontrak, (3) Pola Kemitraan Dagang Umum, (4) pola Kemitraan Keagenan, dan (5) Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA).

1. Pola Kemitraan Inti Plasma

(33)

Sumber: Soemardjo et al. 2004

2. Pola Kemitraan Sub Kontrak

Pola kemitraan sub kontrak merupakan pola hubungan kemitraan antara perusahaan mitra usaha dengan kelompok mitra usaha yang memproduksi kebutuhan yang diperlukan oleh usaha perusahaan sebagai bagian dari komponen produksinya. Ciri khas dari bentuk kemitraan sub kontrak ini adalah membuat kontrak bersama yang mencantumkan volume, harga dan waktu (Hafsah 2000). Keunggulan dari pola kemitraan ini adalah mendorong terciptanya alih teknologi, modal, dan ketrampilan serta menjamin pemasaran. Sedangkan kelemahannya adalah adanya kecenderungan mengisolasi produsen kecil dalam suatu hubungan monopoli.

Sumber: Soemardjo et al. 2004 Kelompok

Mitra

Pengusaha Mitra

Kelompok Mitra

Kelompok Mitra Kelompok

Mitra

Plasma 

Plasma 

Plasma 

Plasma 

[image:33.595.161.466.89.250.2]

Perusahaan 

Gambar 1. Pola Kemitraan Inti Plasma

[image:33.595.165.478.542.706.2]
(34)

34   

3. Pola Kemitraan Dagang Umum

Pola kemitraan dagang umum merupakan suatu hubungan kemitraan usaha antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, dimana kelompok mitra memasok kebutuhan perusahaan mitra sesuai dengan persyaratan yang ditentukan dan perusahaan mitra memasarkan hasil produksi kelompok mitra. Keuntungan pola kemitraan ini adalah adanya jaminan harga atas produk yang dihasilkan dan kualitas yang sesuai dengan yang telah ditentukan atau disepakati. Kelemahan dari pola ini adanya penentuan sepihak dari pengusaha besar mengenai harga dan volume yang sering merugikan pengusaha kecil (Hafsah 2000).

Memasok

Memasarkan produk

Kelompok mitra

Sumber: Soemardjo et al. 2004

4. Pola Kemitraan Keagenan

Pola keagenan merupakan salah satu bentuk hubungan kemitraan dimana usaha kecil diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa dari usaha menengah atau usaha besar sebagai mitranya (Hafsah 2000). Keunggulan dari hubungan pola kemitraan ini adalah berupa keuntungan dari hasil penjualan, ditambah komisi yang diberikan oleh perusahaan mitra.

Kelompok 

Mitra 

Perusahaan 

Mitra 

Konsumen/ 

Industri

(35)

Memasok

Memasarkan produk

Kelompok mitra

Sumber: Soemardjo et al. 2004

5. Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA)

Pola kemitraan KOA merupakan pola hubungan bisnis yang dijalankan oleh kelompok mitra dan perusahaan mitra. Pada model ini, kelompok mitra menyediakan lahan, sarana dan tenaga kerja, sedangkan perusahaan mitra menyediakan biaya atau modal dan atau sarana untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditi pertanian. Di samping itu, perusahaan mitra juga sering berperan sebagai penjamin pasar produk dengan meningkatkan nilai tambah produk melalui pengolahan dan pengemasan.

Memasok

Sumber: Soemardjo et al. 2004

Kelompok 

Mitra 

Perusahaan 

Mitra 

Konsumen/ 

Masyarakat 

Kelompok  Mitra

Perusahaan  Mitra

‐Lahan  ‐Sarana  ‐Teknologi 

‐Biaya

‐Modal 

‐Teknologi 

[image:35.595.158.490.107.272.2]

‐Manajemen Gambar 4. Pola Kemitraan Keagenan

[image:35.595.163.479.517.718.2]
(36)

36   

Perusahaan  Besar 

Koperasi/  Usaha Kecil  Pembina/ 

Fasilitator 

Berdasarkan pola-pola kemitraan yang telah berkembang di masyarakat, dapat ditarik suatu pola kemitraan secara umum yang dapat dikembangkan di Indonesia, mulai dari pola sederhana hingga pola ideal yang mewujudkan ketergantungan antara kedua belah pihak.

1. Pola Kemitraan Sederhana (Pemula)

Pada kemitraan sederhana, perusahaan mempunyai tanggung jawab terhadap pengusaha kecil mitranya dalam memberikan bantuan atau kemudahan memperoleh permodalan untuk mengembangkan usaha, penyediaan sarana produksi yang dibutuhkan, serta bantuan teknologi terutama alat mesin dalam peningkatan produksi dan mutu produksi.

Kemitraan

‐ Modal - Tenaga Kerja

‐ Sarana Produksi

‐ Alat dan Manajemen

‐ Manajemen

‐ Teknologi

Sumber: Hafsah 2000

2. Pola Kemitraan Tahap Madya

[image:36.595.159.514.303.508.2]

Pada pola kemitraan tahap madya, peran dari perusahaan mulai berkurang, terutama dalam aspek permodalan. Perusahaan besar tidak lagi memberikan modal usaha. Bantuan terhadap usaha kecil lebih kepada bantuan teknologi, alat mesin, industri pengolahan (agroindustri), serta jaminan pemasaran.

(37)

Perusahaan  Besar 

Koperasi/  Usaha Kecil  Pembina/ 

Fasilitator 

Perusahaan  Besar 

Koperasi/  Usaha Kecil  Pembina/ 

Fasilitator 

Konsultan Kemitraan

- Alat dan Mesin - Saprodi - Agroindustri - Manajemen - Pemasaran - Permodalan - Teknologi

Sumber : Hafsah 2000

3. Pola Kemitraan Tahap Utama

Pola ini merupakan pola kemitraan yang paling ideal untuk dikembangkan, namun membutuhkan persyaratan yang cukup berat bagi pihak usaha kecil. Pada pola ini pihak pengusaha kecil secara bersama-sama menanamkan modal usaha pada pengusaha besar mitranya dalam bentuk saham.

Kemitraan Saham

Sumber: Hafsah 2000

Gambar 7. Pola Kemitraan Tahap Madya

(38)

38   

3.1.7 Konsep Kepuasan

Dalam mengkonsumsi suatu produk, konsumen akan melakukan proses evaluasi terhadap konsumsi yang telah dilakukannya. Hasil dari proses evaluasi ini adalah konsumen puas atau tidak puas. Kepuasan akan mendorong konsumen untuk kembali mengkonsumsi produk tersebut, sebaliknya perasaan tidak puas akan menyebabkan konsumen menghentikan konsumsi produk tersebut. Kepuasan pada dasarnya bersifat subjektif, tergantung dari konsumen yang melakukan konsumsi tersebut. Kepuasan setiap konsumen berbeda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Rangkuti (2003) mengartikan kepuasan pelanggan sebagai respon pelanggan terhadap ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan sebelumnya dan kinerja yang dirasakan setelah pemakaian.

Sumber : Mowen dan Minor (1998) dalam Sumarwan (2004)

Engel, Blackwel dan Miniard (1995) dalam Sumarwan (2004) mendefinisikan kepuasan sebagai penilaian konsumsi bahwa sebuah alternatif yang telah dipilih sesuai dengan harapan atau tidak. Sedangkan menurut Richard Oliver dalam Supranto (2006), kepuasan adalah tanggapan pelanggan atas terpenuhinya kebutuhannya. Hal itu berarti penilaian bahwa suatu bentuk

Pengalaman Produk dan Merek

Harapan Mengenai Merek Seharusnya

Berfungsi

Evaluasi Mengenai Fungsi Merek yang

Sesungguhnya

Evaluasi Gap Antara Harapan dan yang

Sesungguhnya

Kepuasan Emosional: Fungsi Merek Melebihi Harapan Konfirmasi Harapan:

Fungsi Merek Tidak Berbeda dengan

Harapan Ketidakpuasan

Emosional: Merek Tidak Memenuhi

Harapan

(39)

keistimewaan dari suatu barang atau jasa ataupun barang/jasa itu sendiri, memberikan tingkat kenyamanan yang terkait dengan pemenuhan suatu kebutuhan, termasuk pemenuhan kebutuhan di bawah harapan atau pemenuhan kebutuhan melebihi harapan pelanggan.

Rangkuti (2003) menyatakan, terdapat delapan faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan, yaitu nilai, harapan, daya saing, persepsi pelanggan, harga, citra, tahapan pelayanan dan situasi pelayanan.

1) Nilai

Nilai didefinisikan sebagai pengkaji secara menyeluruh manfaat nilai dari suatu produk. Nilai didasarkan pada persepsi pelanggan atas apa yang telah diterima oleh pelanggan dan yang telah diberikan oleh produk tersebut. Pelanggan membutuhkan pelayanan serta manfaat dari produk yang dikonsumsinya (Rangkuti 2003).

2) Harapan

Konsumen akan memiliki harapan mengenai bagaimana produk tersebut seharusnya berfungsi. Harapan tersebut adalah standar kualitas yang akan dibandingkan dengan fungsi atau kualitas produk yang sesungguhnya dirasakan konsumen (Sumarwan 2004). Rangkuti (2003) menyatakan bahwa tingkat kepentingan atau harapan pelanggan merupakan keyakinan pelanggan sebelum mencoba dan membeli suatu produk atau jasa.

3) Daya Saing

Untuk menarik pelanggan suatu produk harus memiliki daya saing yang tinggi. Produk memiliki keunggulan dalam bersaing apabila produk tersebut dibutuhkan oleh konsumen. Keunggulan suatu produk terletak pada keunikan atau mutu pelayanan produk jasa tersebut pada pelanggan, maka supaya dapat bersaing harus mempunyai keunikan dibandingkan dengan produk lain yang sejenis (Rangkuti 2003).

4) Persepsi Pelanggan

(40)

40   

sebagai proses dimana individu memilih, mengorganisasikan dan mengartikan stimulus yang diterima melalui alat inderanya menjadi suatu makna.

5) Harga

Harga rendah menimbulkan persepsi produk atau jasa tersebut mutunya rendah. Harga yang terlalu rendah mengakibatkan pelanggan menjadi kurang percaya terhadap produsen. Sebaliknya, harga yang tinggi menimbulkan persepsi pelanggan bahwa produk atau jasa tersebut bermutu tinggi. Namun harga yang terlalu tinggi berakibat pada hilangnya pelanggan (Rangkuti 2003).

6) Citra

Rangkuti (2003) menyatakan bahwa citra buruk menimbulkan persepsi bahwa produk tidak bermutu, sehingga pelanggan mudah marah apabila terjadi kesalahan sedikitpun. Sebaliknya, citra yang bagus terhadap suatu produk menimbulkan anggapan bahwa produk tersebut bermutu baik.

7) Tahap Pelayanan

Kepuasan pelanggan ditentukan oleh berbagai jenis pelayanan yang didapatkan pelanggan selama pelanggan menggunakan beberapa tahapan pelayanan tersebut (Rangkuti 2003).

8) Situasi Pelayanan

Situasi Pelayanan dikaitkan dengan kondisi internal pelanggan, sehingga mempengaruhi kinerja pelayanan. Sedangkan kinerja pelayanan ditentukan oleh pelanggan, proses pelayanan dan lingkungan fisik dimana pelayanan diberikan (Rangkuti 2003).

Menurut Rangkuti (2003), kualitas pelayanan (service quality) yang mempengaruhi kepuasan pelanggan terdiri dari lima dimensi pelayanan, yaitu:

1) Keandalan (reliability), yaitu dimensi yang mengukur kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan dengan terpercaya dan akurat sesuai yang dijanjikan.

(41)

serta ketersediaan untuk menolong pelanggan dan melayani dengan baik.

3) Jaminan (assurance), yaitu dimensi kualitas yang berhubungan dengan pengetahuan, kesopanan karyawan dan kemampuan dalam menanamkan rasa percaya dan keyakinan kepada para pelanggan.

4) Empati (emphaty), yaitu dimensi pelayanan yang berhubungan dengan kepedulian untuk memberikan perhatian pribadi dan memahami kebutuhan pelanggan.

5) Berwujud (tangibles), yaitu dimensi pelayanan yang meliputi fasilitas fisik, peralatan, karyawan dan sarana komunikasi. Pelayanan merupakan sesuatu yang tidak bisa dilihat, dicium dan diraba, oleh sebab itu pelanggan akan menggunakan bukti langsung untuk menilai kualitas pelayanan.

Dalam mengukur tingkat kepuasan petani mitra terhadap jalannya kemitraan dengan PT. Sang Hyang Seri dapat digunakan beberapa alat analisis, diantaranya Importance Performance Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction

Index (CSI). IPA digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai tingkat

(42)

42   

3.1.8 Analisis Pendapatan Usahatani

Ilmu usahatani pada dasarnya memperhatikan cara-cara petani memperoleh dan memadukan sumberdaya (lahan, kerja, modal, waktu, pengelolaan) yang terbatas untuk mencapai tujuannya (Soekartawi et al. 1984). Berdasarkan definisi tersebut, diketahui faktor-faktor yang bekerja dalam usahatani diantaranya adalah faktor alam, tenaga kerja dan modal.

1. Faktor Alam

Faktor alam merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi usahatani. Faktor alam dibedakan menjadi dua, yaitu faktor tanah serta lingkungan alam sekitarnya. Faktor tanah misalnya jenis tanah dan kesuburan. Sedangkan faktor alam sekitar adalah faktor iklim yang berhubungan dengan ketersediaan air, suhu dan lain sebagainya (Suratiyah 2006).

2. Faktor Tenaga Kerja

Tenaga kerja dalam usahatani memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan tenaga kerja dalam usaha pada bidang di luar pertanian. Karakteristik tenaga kerja bidang usahatani menurut Tohir (1983) dalam Suratiyah (2006) adalah:

a. Keperluan akan tenaga kerja dalam usahatani tidak kontinyu dan tidak merata

b. Penyerapan tenaga kerja dalam usahatani sangat terbatas

c. Tidak mudah distandarkan, dirasionalkan, dan dispesialisasikan d. Beraneka ragam coraknya dan kadang kala tidak dapat dipisahkan

satu sama lain.

(43)

3. Faktor Modal

Modal merupakan syarat mutlak berjalannya suatu usaha, termasuk dalam usahatani. Menurut Suratiyah (2006), pada usahatani modal digolongkan berdasarkan sifat, kegunaan, waktu dan fungsi.

a. Sifat

Berdasarkan sifatnya modal selain dibagi menjadi modal yang menghemat lahan (land saving capital) serta modal yang menghemat tenaga kerja (labour saving capital), modal juga digolongkan ke dalam modal yang menyerap tenaga kerja lebih banyak serta modal yang mempertinggi efisiensi.

b. Kegunaan

Berdasarkan kegunaannya, modal dibagi menjadi dua golongan yaitu modal aktif yang secara langsung maupun tidak langsung meningkatkan produksi, serta modal pasif yang digunakan hanya untuk mempertahankan produk.

c. Waktu

Berdasarkan waktu pemberian manfaatnya, modal dibagi menjadi dua golongan, yaitu modal produktif yang merupakan modal yang secara langsung meningkatkan produksi serta modal prospektif yang merupakan modal yang dapat meningkatkan namun baru dirasakan pada jangka panjang.

d. Fungsi

Berdasarkan fungsinya, modal dapat dibagi ke dalam dua golongan, yaitu modal tetap dan modal tidak tetap. Modal tetap adalah modal yang digunakan dalam berkali-kali proses produksi, sedangkan modal tidak tetap adalah modal yang hanya digunakan dalam satu kali proses produksi.

(44)

44   

keluarga petani, sedangkan tujuan akhir perusahaan adalah laba yang sebesar-besarnya. Usahatani keluarga tidak berbadan hukum sedangkan perusahaan pertanian mempunyai badan hukum seperti PT, firma atau CV. Usahatani keluarga pada umumnya berlahan sempit, sedangkan perusahaan pertanian memiliki lahan luas karena berorientasi pada efisiensi dan keuntungan.

Berdasarkan jumlah modal yang dimiliki usahatani keluarga mempunyai modal per satuan luas yang lebih kecil dibandingkan perusahaan pertanian, namum memiliki jumlah tenaga kerja per satuan luas yang lebih besar dibanding perusahaan pertanian. Hal lain yang membedakan usahatani keluarga dan perusahaan pertanian adalah pada unsur usahatani, yaitu tenaga kerja yang dibayar dimana pada usahatani keluarga melibatkan tenaga kerja keluarga dan luar keluarga, sedangkan perusahaan pertanian hanya menggunakan tenaga kerja luar. Usahatani keluarga pada umumnya bersifat menghidupi, komersial maupun semi komersial, sementara perusahaan pertanian selalu bersifat komersial. Perusahaan pertanian selalu memanfaatkan hasil-hasil pertanian yang mutakhir dan tidak segan-segan membiayai penelitian sendiri melalui bagian penelitian dan pengembangan perusahaan. Hal ini berbeda dengan usahatani keluarga yang bergantung pada hasil penelitian dan pengembangan pemerintah melalui Departemen Pertanian karena keterbatasan modal, peralatan serta tenaga kerja.

Dalam menjalankan usahatani, para petani mengharapkan produksi yang besar agar memperoleh pendapatan yang besar pula. Untuk itulah petani memanfaatkan tenaga, modal dan sarana produksinya sebagai umpan untuk mendapatkan produksi yang diharapkan. Ukuran penampilan usahatani dapat dinyatakan dengan ukuran arus uang tunai serta ukuran pendapatan dan keuntungan.

(45)

berbentuk benda. Jadi, nilai produk usahatani yang dikonsumsi tidak dihitung sebagai penerimaan tunai usahatani dan nilai kerja yang dibayar dengan benda tidak dihitung sebagai pengeluaran usahatani. Selisih antara penerimaan tunai usahatani dengan pengeluaran tunai usahatani disebut pendapatan tunai usahatani dan merupakan ukuran kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai.

Pendapatan kotor usahatani didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Pendapatan kotor usahatani merupakan ukuran hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam usahatani. Pengeluaran usahatani didefinisikan sebagai nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani. Apabila data tersedia, maka pengeluaran total dipisahkan menjadi pengeluaran tetap dan pengeluaran tidak tetap. Pengeluaran tetap didefinisikan sebagai pengeluaran usahatani yang tidak bergantung kepada besarnya produksi. Sedangkan pengeluaran tidak tetap adalah pengeluaran yang digunakan dalam usahatani dan jumlahnya berubah kira-kira sebanding dengan besarnya perubahan produksi.

Pengeluaran usahatani mencakup pengeluaran tunai dan tidak tunai. Jadi, nilai barang atau jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda atau berdasarkan kredit harus dimasukkan ke dalam pengeluaran. Apabila dalam usahatani digunakan mesin-mesin pertanian, maka penyusutan harus dihitung dan dimasukkan ke dalam pengeluaran. Selisih antara pendapatan kotor usahatani dan pengeluaran total usahatani disebut pendapatan bersih usahatani. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan, dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani. Karena itu, pendapatan bersih usahatani merupakan ukuran keuntungan usahatani yang dapat dipakai untuk membandingkan penampilan beberapa usahatani.

(46)

46   

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Benih merupakan komoditi yang sangat penting dalam pelaksanaan usahatani, karena kualitas suatu tanaman sangat tergantung pada kualitas benih yang digunakan dalam budidaya. Padi merupakan salah satu tanaman yang sangat penting, mengingat sekitar 95 persen penduduk Indonesia mengkonsumsi padi sebagai makanan pokok. Karena itu, peningkatan kualitas serta produktivitas tanaman padi menjadi hal yang sangat diperhatikan oleh pemerintah. Sertifikasi benih padi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas serta produktifitas tanaman padi disamping penemuan varietas-varietas baru padi.

Saat ini masih terdapat petani di Indonesia yang menggunakan benih hasil penangkaran sendiri tanpa melalui proses sertifikasi. Hal ini berpengaruh terhadap kualitas serta produktivitas padi yang dihasilkan. Walaupun begitu penggunaan benih bersertifikat di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini harus diikuti dengan peningkatan produksi benih padi bersertifikat, melalui usahatani penangkaran benih padi bersertifikat. Usaha penangkaran benih padi bersertifikat belum banyak dilakukan oleh petani padi di Indonesia. Padahal bila dilihat dari tingkat pendapatannya, pendapatan petani penangkar benih lebih tinggi dibandingkan petani padi konsumsi. Hal ini disebabkan karena dengan menghasilkan benih padi varietas unggul bersertifikat berarti harga jual yang diterima oleh petani lebih tinggi jika dibandingkan dengan padi konsumsi. Dalam menghasilkan benih padi di Indonesia, terdapat petani penangkar benih padi yang melakukannya secara mandiri serta terdapat juga petani penangkar benih yang melakukan kemitraan dengan perusahaan produsen benih.

(47)

keluarga dan masyarakat pedesaan, peningkatan kualitas penguasaan teknologi serta penyediaan lapangan kerja bagi petani kecil. Kemitraan ini sekaligus meningkatkan jumlah petani penangkar benih bersertifikat.

Namun dalam pelaksanaannya, masih terdapat permasalahan yang disebabkan oleh penyimpangan perjanjian kemitraan. Permasalahan tersebut diantaranya adalah penjualan hasil panen yang tidak sesuai dengan perjanjian kerjasama. Dalam perjanjian, petani mitra diwajibkan untuk menjual seluruh hasil panennya pada PT. SHS, namun masih terdapat petani yang menjual hasil panennya selain ke perusahaan. Hal ini disebabkan salah satunya karena keterlambatan pembayaran hasil panen oleh PT. SHS. Penyimpangan dari perjanjian kerjasama yang telah disepakati dapat mendatangkan kerugian bagi petani mitra maupun bagi PT. SHS. Untuk itulah perlu dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan kemitraan untuk melihat sejauh mana masing-masing pihak yang bermitra telah melaksanakan perannya dalam kemitraan. Melalui evaluasi kemitraan masing-masing pihak diharapkan dapat menilai kegiatan kemitraan yang telah dijalankan sehingga nantinya dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja dari kemitraan tersebut.

Evaluasi kemitraan dilakukan dengan melihat tingkat kesesuaian antara pelaksanaan atribut-atribut kemitraan dengan perjanjian yang telah disepakati. Melalui evaluasi kemitraan akan diketahui bagaimana pelaksanaan kemitraan yang terjalin antara PT. SHS dan petani mitra serta diketahui kendala-kendala dalam pelaksanaan kemitraan. Evaluasi kemitraan juga dilakukan melalui penilaian kualitas pelayanan. Kualitas pelayanan ini diukur melalui pengukuran tingkat kepuasan petani terhadap pelaksanaan kemitraan. Metode yang digunakan untuk melihat tingkat kepuasan petani mitra adalah metode Importance Performance Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI). Metode ini

menunjukkan apakah kemitraan yang telah dijalankan oleh PT. Sang Hyang Seri dengan petani mitra telah memberikan kepuasan bagi petani mitra itu sendiri, berdasarkan atribut-atribut kemitraan yang telah ditentukan.

(48)

48   

(49)

Benih Padi sebagai input utama dalam usahatani padi.

‐ Sangat penting karena kualitas padi tergantung pada kualitas benihnya

‐ Masalah perbenihan terutama padi berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan akan beras

‐ Penangkaran benih padi di Indonesia dilakukan oleh BUMN, swasta atau kelompok tani penangkar benih

Petani Penangkar Benih padi

Petani Mitra

Petani Non Mitra Produsen Benih Padi

Bersertifikat

PT Sang Hyang Seri

Pelaksanaan Kemitraan

- Realisasi Perjanjian Kerjasama

- Kendala-kendala - Manfaat

Analisis Pendapatan

Analisis R/C

Analisis Perbandingan

Kemitraan yang sesuai dengan harapan pihak yang bermitra

Evaluasi atribut kepuasan petani

(16 atribut pelayanan kemitraan)

Permasalahan:

1. Keterlambatan pembayaran hasil panen oleh PT. SHS

2. Penjualan hasil panen yang tidak sesuai perjanjian

Evaluasi Kemitraan

[image:49.595.105.516.77.724.2]

Analisis Deskriptif IPA dan CSI

(50)

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di PT. Sang Hyang Seri (Persero) Regional Manajer I Sukamandi di Sukamandi, Kabupaten Subang. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) karena PT. Sang Hyang Seri (PT. SHS) merupakan salah satu perusahaan produsen benih padi terbesar di Indonesia dimana lokasi lahan p

Gambar

Gambar 2.  Pola Kemitraan Sub Kontrak
Gambar 4.  Pola Kemitraan Keagenan
Gambar 6. Sumber: Hafsah 2000  Pola Kemitraan Sederhana (Pemula)
Gambar 10. Kerangka Pemikiran Operasional
+7

Referensi

Dokumen terkait