I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertanian memiliki peranan penting dalam perekonomian karena memiliki
dampak yang secara langsung terhadap kebutuhan pokok dasar masyarakat di
Indonesia. Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat Indonesia
yang paling mendasar, kebutuhan akan pangan akan terus meningkat seiring
peningkatan pertumbuhan jumlah penduduk di Indonesia. Perkembangan jumlah
penduduk Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perkembangan Jumlah Penduduk Indonesia
Tahun Penduduk (Jiwa)
2005 219.850.000
2006 222.735.400
2007 225.590.000
2008 228.454.500
2009 231.294.200
2010 237.556.363
2011* n
Sumber : BPS, 2011
Keterangan : *) = Angka Prediksi n = Data tidak tersedia
Berdasarkan Tabel 1, terlihat bahwa perkembangan jumlah penduduk
Indonesia selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Jumlah penduduk
Indonesia pada tahun 2010 mencapai 237.556.363 jiwa dengan peningkatan
jumlah penduduk dari tahun 2009 sebesar 6.262.163 jiwa. Mengingat hal tersebut,
acuan dasar mengenai ketersediaan padi secara nasional tentunya dapat terlaksana
di dalam meningkatan jumlah produksi padi secara nasional dan didukung oleh
ketersediaan supply benih padi bermutu tinggi, serta memiliki keunggulan daya tumbuh, produktivitas, dan tahan terhadap serangan hama dan penyakit.
Produksi padi nasional pada tahun 2009 mencapai 64.389.890 ton atau
mengalami peningkatan produksi dari tahun 2008 sampai 2009 sebanyak
4.063.965 ton atau sebesar 6,31 persen. Peningkatan produksi tersebut diikuti
dengan adanya peningkatan luas panen di Indonesia pada tahun 2009 yaitu seluas
556.151 hektar penambahannya atau sebesar 4,32 persen dari tahun 2008.
2 mengalami peningkatan sebanyak 1.50 kuintal per hektar pada tahun 2009 atau
sebesar 2,1 persen peningkatannya dari tahun 2008. peningkatan luas panen,
produktivitas, dan produksi padi nasional dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi Nasional
Sumber : BPS, 2010
Peningkatan produksi padi tersebut terlihat dari kenaikan produksi benih
padi bersetifikat yang cukup tinggi setiap tahunnya. Seiring dengan adanya
peningkatan tersebut tentunya tidak terlepas dari banyaknya penggunaan benih
bersertifikat yang digunakan oleh petani di Indonesia. Kebutuhan benih padi
potensial dan total produksi benih padi dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kebutuhan Benih Padi Potensial dan Total Produksi Benih Padi (Ton) Tahun 2002-2008
Tahun Kebutuhan Benih Potensial
(Ton)
Berdasarkan Tabel 3, Volume produksi benih padi bersertifikat inbrida dan hibrida yang telah diproduksi baik oleh perusahaan swasta ataupun BUMN dengan total produksi sebesar 181.400 ton pada tahun 2008 atau kurang lebih
separuh dari kebutuhan benih padi nasional yang mencapai 360.000 ton benih
padi pada tahun 2008. Peningkatan volume produksi benih terus mengalami
peningkatan dengan pertumbuhan lebih tinggi dari tahun 2007 dimana total benih
3 yang diproduksi pada tahun 2007 sebesar 147.524 ton dan terus mengalami
peningkatan produksi benih padi pada tahun 2008 mencapai 181.400 ton, sebesar
22,96 persen (23 persen) peningkatannya dari tahun 2007 atau sebanyak 33.876
ton benih padi peningkatannya.
Deptan (2007), mengatakan bahwa Departemen Pertanian pada tahun 2007
telah menghasilkan teknologi atau inovasi melalui pendekatan Program
Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) yang bertujuan untuk memacu
peningkatan produktivitas usahatani padi dan peningkatan pendapatan petani.
Komponen program yang digunakan di dalam program P2BN yang dijalankan
antara lain adalah : (1) Penggunaan Varietas Unggul Baru, (2) Penggunaan Benih
Bermutu, (3) Pengelolaan air. Benih padi Varietas unggul yang digunakan adalah
Ciherang, Cilarang, Ciliwung, Cibogo, dan Memberamo. Kelima varietas tersebut
merupakan varietas padi pengganti IR-64 yang sudah lama telah diaplikasikan
oleh petani, kondisi benih varietas IR-64 saat ini sudah tidak tahan terhadap
berbagai macam penyakit, oleh karena itu IR-64 diharapkan tidak dipergunakan
kembali oleh para petani di dalam berproduksi. Adapun deskripsi kelima varietas
benih padi yang digunakan pada P2BN dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Deskripsi Varietas Benih Padi Program P2BN
Varietas Ciherang Ciliwung Cibogo Memberamo Cilarang
Umur tanaman 116-125 hari 117-125 hari 115–125 hari 115-120 hari n
Tinggi tanaman 107-115 cm 114-124 cm 100-120 cm 126-140 cm n
Anakan produktif 14-17 batang 18-25 batang 12-19 batang 17-20 batang n
Rata-rata hasil 6,0 t/ha 4,8 t/ha 7,0 t/ha 6,5 t/ha n
Potensi hasil 8,5 t/ha 6,5 t/ha 8,1 t/ha 7,5 t/ha n
Sumber : Balitpa, 2009
Keterangan : n = Data tidak tersedia
varietas yang menjadi pilihan pemerintah di dalam Peningkatan Produksi
Beras Nasional (P2BN) adalah varietas ciherang menjadi pilihan utama untuk
lebih banyak digunakan di dalam berproduksi karena varietas ciherang memiliki
potensi hasil hingga mencapai 8,5 ton/ha1.
Salah satu perusahaan milik pemerintah yang memproduksi benih padi
diantaranya adalah PT. Sang Hyang Seri (PT. SHS), yang mana telah memiliki
1
4 fasilitas di dalam memproduksi benih padi dengan kapasitas produksi benih padi
25.000 ton benih per tahun. Regulasi mengenai perbenihan juga sangat
mendukung pengembangan industri benih di dalam negeri, alasannya adalah
menurut peraturan yang berlaku, importir benih sudah harus bisa memproduksi
sendiri benih apabila sudah mengimpor benih selama dua tahun2.
PT. SHS merupakan perintis dan pelopor usaha perbenihan di Indonesia
serta satu-satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mempunyai core bussines perbenihan pertanian (Widoyoko Y., Andibya B. W., Nugroho B., 2007). PT. SHS merupakan BUMN yang memproduksi benih padi, jagung,
kacang-kacangan dan sayuran. Kapasitas produksi benih padi yang dimiliki oleh PT. SHS
adalah 25.000 ton per tahun diantaranya fasilitas baru berkapasitas 10.000 ton per
tahun dengan sistem IRSPP (Integrated Rice Seed Processing Plant). Fasilitas produksi terbaru merupakan fasilitas terintergrasi dengan laboratorium basah (wet laboratory) dan laboratorium kering (dry labolatory) yang terletak di PT. SHS Regional Manager I Unit Bisnis Daerah (UBD) Khusus Sukamandi, Subang,
Jawa Barat yang mulai dipergunakan pada tahun 20083.
Dalam sektor formal industri perbenihan komersial, PT. SHS dan PT.
Pertani merupakan BUMN yang telah mendominasi pasar benih padi di Indonesia,
dan telah memasok lebih dari 50 persen produksi benih padi unggul. Penyediaan
mengenai benih varietas unggul merupakan salah satu faktor penting untuk
Pengembangan suatu industri benih yang berorientasi memproduksi benih unggul
bermutu dan memiliki produktivitas tinggi dan dilakukan secara komersial4.
PT. SHS memiliki fasilitas breeding center di Sukamandi. Breeding Center difungsikan sebagai tempat untuk menciptakan atau melahirkan plasma nutfah baru, baik merupakan hasil dari seorang peneliti yang dimiliki PT. SHS
atau disebut sebagai Breeder, maupun hasil kerjasama dengan peneliti dari perusahaan benih di luar negeri. Varietas unggul lokal yang dimiliki PT. SHS
memiliki karakteristik produk keunggulan seperti rasa nasi pulen, tahan hama dan
2
Indonesian Commerce Newsletter.april 2009. Perkembangan Industri Tanaman Pangan. http://icn.co.id . Senin, November 08, 2010
3
Indonesian Commerce Newsletter.april 2009. Perkembangan Industri Tanaman Pangan. http://icn.co.id . Senin, November 08, 2010
4
5 penyakit, namun memiliki umur yang panjang dan produksinya rendah.
Sedangkan karakteristik benih padi dari luar memiliki keunggulan seperti
produksinya tinggi, umurnya pendek, akan tetapi rasanya belum sesuai dengan
yang diharapkan. Dengan kombinasi tersebut, maka akan dibentuk kerjasama
dengan perusahaan benih di luar negeri dan harapannya dapat memperoleh
varietas yang umurnya pendek, produksinya tinggi, rasanya enak, dan tahan hama
dan penyakit. PT. SHS menargetkan pada 2011 PT. SHS sudah dapat
menghasilkan varietas produksi benih padi hibrida yang memiliki
produktivitasnya tinggi. Oleh karena itu PT. SHS mulai tahun 2008 membentuk
breeding center.
Arintadisastra (1997), mengatakan bahwa guna mendukung peningkatan
produktivitas melalui intensifikasi, maka perlu ditumbuh kembangkan petani
penangkar benih dilokasi sentra produksi. Adapun salah satu Industri benih padi
yang melakukan kerjasama dengan para petani penangkar benih yaitu PT. SHS.
Kerjasama merupakan makna yang terkandung di dalam kemitraan,
dimana Kerjasama merupakan adanya interaksi dua pihak atau lebih yang
berinteraksi secara dinamis untuk mencapai suatu tujuan bersama. Dalam
hubungannya dengan perbenihan, kerjasama tersebut dilakukan antara industri
perbenihan dengan petani penangkar benih, alasannya adalah karena tidak ada
industri benih yang mengelola sendiri benihnya. Karena hal ini menyangkut lahan
dan sumberdaya manusia5.
1.2.Perumusan Masalah
Lahan yang digunakan oleh PT. SHS didalam produksi benih padi adalah
lahan kerjasama dan swakelola. Lahan kerjasama adalah merupakan suatu bentuk
kerjasama produksi benih padi dengan para petani penangkar benih di dalam
berproduksi dengan alasan bahwa keterbatasan sumberdaya manusia didalam
mengelola lahan area produksi. Lahan Swakelola merupakan lahan produksi yang
dilakukan oleh karyawan PT. SHS dengan tujuan agar harga pokok produksi dapat
lebih terkendali6
5
Sinar Tani.2008. Saham dan BUMP Solusi Peningkatan Kemitraan. http://sinartani.com . Senin, November 08, 2010 6
6 Hafsah (1999) dalam Lestari (2009), menambahkan bahwa dalam kondisi
ideal tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kerjasama kemitraan yaitu 1)
meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat; 2) meningkatkan
perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan, 3) meningkatkan pemerataan dan
pemberdayaan masyarakat dan usaha kecil, 4) meningkatkan pertumbuhan
ekonomi pedesaan, Wilayah, dan nasional; 5) memperluas kesempatan kerja; 6)
meningkatkan ketahanan ekonomi nasional. Banyaknya jumlah petani penangkar
benih sebagai mitra dari PT. SHS dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah Petani Penangkar Benih Padi PT. SHS Per Musim Tanam.
Musim Tanam Jumlah Petani
(Orang)
2008/2009 1.469 2009 1.491 2009/2010 1.482
Sumber : SHS, 2010
Keterangan : n = Data tidak tersedia
Berdasarkan Tabel 5, didapatkan bahwa Pada musim tanam 2009/2010,
penggunaan lahan kerjasama untuk memproduksi benih padi menurun menjadi
2.274,63 Ha atau mengalami penurunan 1,13 Ha yang diikuti penurunan jumlah
petani penangkar menjadi 1.482 atau mengalami penurunan jumlah petani
penangkar benih sebanyak 9 orang petani dengan rata-rata penggunaan lahan pada
musim tanam 2009/2010 adalah 1,53 Ha.
Sebagian besar lahan yang dimiliki PT. SHS digunakan sebagai lahan
kerjasama untuk memproduksi benih padi. Luas lahan kerjasama pada tahun 2010
ditetapkan seluas 2.274,63 Ha atau sebesar 72,20 persen dari total keseluruhan
luasan. Adapun hasil produksi benih padi di PT. SHS dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Produksi Benih Padi PT. SHS
Musim
2008/2009 768.03 2.690.583 3.503 2.240,87 8.284.061 3.696
2009 736.77 1.907.785 2.589 2.275,76 6.674.271 2.932
2009/2010 736.77 2.967.872 4.028 2.274,63 6.447.949 2.834
Sumber : SHS, 2010
Produksi benih padi tertinggi terjadi pada musim tanam 2008/2009
7 2.240,87 ha dengan produktivitas 3.696 Kg/Ha. Namun hingga musim tanam
2009/2010 mengalami penurunan mengenai total hasil produksi benih padi pada
lahan kerjasama seluas 2.274,63 Ha yaitu sebesar 6.447.949 Kg dengan
produktivitas 2.834 Kg/Ha. Walaupun pada musim tanam 2008/2009 dengan
status luasan lahan yang lebih sedikit apabila dibandingkan dengan luas lahan
pada musim tanam 2009/2010, akan tetapi hasil produksi mengalami penurunan
sebesar 1.836.112 Kg dari musim tanam 2008/2009.
Adanya Penurunan produktivitas produksi benih yang dilakukan oleh
petani penangkar pada lahan kerjasama mengalami kecenderungan menurun
apabila dibandingkan dengan produktivitas produksi benih pada lahan swakelola
yang dilakukan oleh karyawan PT. SHS.
Input dan penggunaan teknologi yang diterapkan pada lahan kerjasama dari musim tanam 2008/2009 sampai musim tanam 2009/2010 tidak mengalami
perubahan kecuali luasan lahan produksi, akan tetapi output hasil produksi benih padi berupa gabah kering panen (GKP) dalam kilo gram per Ha pada lahan
kerjasama mengalami penurunan hasil apabila dibandingkan dengan musim tanam
2008/2009 dengan luasan lahan produksi lebih sedikit jika dibandingkan dengan
luasan lahan produksi pada musim tanam 2009/2010. Melihat kondisi yang
terjadi, hal tersebut akan berdampak kepada pendapatan yang diperoleh petani
penangkar benih padi yang semakin menurun.
Benih Padi inbrida yang menjadi prioritas utama untuk di produksi pada
lahan kerjasama PT. SHS adalah varietas ciherang yang menempati urutan
pertama, alasannya adalah varietas ciherang banyak diminati di pasaran oleh para
petani pada umumnya karena produksinya tinggi dan dapat mencapai potensi hasil
8,5 ton/ha7. Dalam upaya peningkatan hasil produksi (output), diduga tergantung kepada penggunaan input (Faktor-faktor produksi) secara optimal.
Rahim dan Hastuti (2008), menambahkan bahwa tenaga kerja dalam hal
ini petani merupakan faktor penting dimana harus mempunyai kualitas berfikir
yang maju seperti para petani dapat mengadopsi inovasi-inovasi baru, terutama di
dalam menggunakan teknologi untuk pencapaian komoditas yang memiliki
kualitas bagus sehingga memiliki nilai jual tinggi.
7
8 Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dikemukakan rumusan
permasalahannya dalam bentuk pertanyaan (Statement of Problem) sebagai berikut :
1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi benih padi varietas
ciherang yang dilakukan oleh petani penangkar benih ?
2. Berapa tingkat pendapatan Usahatani para petani penangkar benih padi
varietas ciherang?
3. Bagaimana Pengaruh karakteristik umum yang dimiliki petani penangkar
benih terhadap hasil produksi benih padi varietas ciherang di PT. SHS ?
1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan di dalam penelitian ini berdasarkan perumusan masalah diatas
adalah sebagai berikut :
1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi benih padi varietas
ciherang yang dilakukan oleh petani penangkar benih.
2. Menganalisis pendapatan para petani penangkar benih padi varietas ciherang
3. Menganalisis pengaruh karakteristik umum petani penangkar benih terhadap
hasil produksi benih padi varietas ciherang di PT. SHS.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun beberapa manfaat mengenai kajian penelitian ini dan dapat berguna
bagi berbagai pihak yang terkait dan berkepentingan adalah sebagai berikut :
1. Perusahaan
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan menjadi bahan masukan dan dapat
menjadi bahan pertimbangan bagi PT. SHS khususnya, dan perusahaan benih
di Indonesia pada umumnya. Harapan tersebut berupa keputusan kebijakan
yang dapat menciptakan keharmonisan yang berkesinambungan dan multiplier effect positif yang berkelanjutan demi kekontinuitasan di dalam memproduksi benih dengan cara menjaga kerjasama dengan para petani penangkar benih,
serta memperbaiki segala bentuk kekurangan yang dapat menjadikan
penurunan produktivitas produksi benih padi, dan diharapkan dapat terus
meningkatkan kinerja perusahaan di dalam menghasilkan benih-benih
9
hibrida untuk memenuhi target kebutuhan nasional di dalam mendukung pencapaian ketahanan pangan di Indonesia.
2. Penulis
Penelitian ini bermanfaat untuk menambah keragaman ilmu yang didapatkan,
menjalin jaringan kerja (networking) yang lebih luas, serta dapat menyalurkan aspirasi para petani penangkar benih kepada perusahaan dan diharapkan
10
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Benih
2.1.1. Pengertian
Benih adalah biji tanaman yang dipergunakan untuk keperluan dan
pengembangan di dalam usaha tani, yang mana memiliki fungsi secara agronomis
atau merupakan suatu komponen agronomi (Sadjad et al, 1975 dalam Kartasapoetra, 1986). BPSB VI Maros (1988), mengatakan bahwa varietas adalah
merupakan bagian dari suatu jenis tanaman yang ditandai oleh bentuk tanaman,
pertumbuhan, bunga, buah, biji, dan sifat-sifat lain yang dapat membedakan
dengan golongannya di dalam jenis yang sama.
2.2. Klasifikasi Umum Tanaman Padi
Padi merupakan salah satu tanaman panganyang memiliki bentuk rumput
berumpun. Tanaman padi termasuk ke dalam pertanian kuno yang berasal dari dua
benua yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dan subtropis. Bukti sejarah
memperlihatkan bahwa penanaman padi di Zhejiang (Cina) sudah dimulai pada
3.000 tahun SM. Klasifikasi botani tanaman padi adalah sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monotyledonae Keluarga : Gramineae (Poaceae) Genus : Oryza
Spesies : Oryza spp.
Terdapat 25 spesies padi yang dikenal adalah Oryza sativa dengan dua subspecies yaitu Indica (padi bulu) yang ditanam di Indonesia dan Sinica (padi cere). Padi dibedakan dalam dua tipe yaitu padi kering (gogo) yang ditanam di
dataran tinggi dan padi sawah di dataran rendah yang memerlukan penggenangan
air8.
8
11
2.3. Karakteristik Tanaman Padi Varietas Ciherang
Tanaman padi varietas ciherang termasuk ke dalam golongan padi cere,
yang memiliki umur tanaman 116-125 hari setelah tanam dan memiliki anakan
produktif sebanyak 14-17 batang dan memiliki potensi hasil panen sebanyak 8,5
Ton/Ha. Adapun mengenai karakteristik Tanaman padi varietas ciherang dapat
dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Karakteristik Tanaman Padi Varietas Ciherang
Uraian Keterangan Golongan Padi Cere
Umur tanaman 116-125 hari setelah tanam Bentuk tanaman Tegak
Tinggi tanaman 107-115 cm Anakan produktif 14-17 batang Bentuk gabah Panjang ramping Warna gabah Kuning bersih Kerontokan Sedang Rata-rata hasil 6,0 Ton/Ha Potensi hasil 8,5 Ton/Ha
Ketahanan terhadap Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan agak tahan biotipe 3 Tahan terhadap hawar daun bakteri strain III dan IV
Anjuran tanam Baik ditanam di lahan sawah irigasi dataran rendah sampai 500 m dpl Dilepas tahun 2000
Sumber : Balitpa, 2009
2.4. Kerjasama Kemitraan
Dasar kerjasama kemitraan adalah kebutuhan bersama/yang bermitra,
persoalan usaha, dan manfaat usaha. Pentingnya didalam membentuk suatu
kemitraan adalah agar usaha kecil berorientasi pasar dan komersial,
kendala-kendala usaha terpecahkan, serta adanya kepedulian usaha menengah dan besar.
Adapun peranan pelaku kemitraan yaitu dimana 1) pengusaha besar melakukan
pembinaan, pengembangan, dan bimbingan sumber daya manusia, penyandang
dana/penjamin kredit, bimbingan teknologi, saprodi, menjamin pembelian hasil
produksi, dan promosi hasil produksi; 2) Pengusaha kecil menerapkan teknologi
dan kesepakatan dengan pengusaha besar, kerjasama antar pengusaha kecil untuk
mendukung pasokan produksi kepada pengusaha besar, dan pengembangan
12 Pola kemitraan dapat dikatakan dengan pola kemitraan langsung dan tidak
langsung. Pola kemitraan langsung merupakan pembinaan dimana terdapat kaitan
yang secara langsung dengan kegiatan usahanya, sedangkan pola kemitraan tidak
langsung merupakan pembinaan dimana tanpa ada kaitan dengan kegiatan
usahanya.
Pola kemitraan dapat dilihat sebagai vertikal dan horizontal. Pola
kemitraan vertikal yaitu membagi risiko kepada unit dibawahnya. Adapun
beberapa pola kemitraan vertical yaitu :
a) Pola Inti Plasma
Yaitu merupakan hubungan kerjasama kemitraan antara kelompok mitra
dengan perusahaan mitra, dimana perusahaan mitra bertindak sebagai inti dan
kelompok mitra sebagai plasma.
b) Pola Sub Kontrak
Yaitu dimana dua kelompok mitra memproduksi kebutuhan pasar perusahaan
besar (adanya kontrak bersama).
c) Pola Dagang Umum
Yaitu kontrak antar pedagang
d) Pola Waralaba/keagenan
Yaitu merupakan suatu hubungan kemitraan yang terjalin antara dua pihak
atau lebih dimana kelompok mitra diberikan hak secara khusus untuk dapat
memasarkan suatu barang/jasa usaha yang dimiliki oleh perusahaan mitra.
Pola kemitraan horizontal merupakan pola kemitraan yang secara
bersama-sama menghadapi persaingan dari luar walaupun mereka sendiri
melakukan persaingan sehat9.
2.4.1. Kemitraan Petani Penangkar Benih
Lestari (2009), mengatakan kemitraan adalah jalinan kerjasama di dalam
menjalankan usaha yang merupakan strategi bisnis yang dilakukan oleh kedua
belah pihak atau lebih dengan mengandung prinsip saling menguntungkan.
Alasannya adalah pada dasarnya kedua belah pihak atau lebih memiliki
9
13 kelemahan dan kelebihan, sehingga dengan adanya kemitraan yang terjalin
tentunya akan saling melengkapi.
Melihat definisi dasar tersebut, maka didapatkan bahwa Kemitraan petani
penangkar benih adalah suatu ikatan perjanjian kerjasama antara petani sebagai
penangkar benih dengan perusahaan benih milik pemerintah ataupun swasta lokal
dan luar negeri di dalam memproduksi benih, dimana terkandung makna saling
menguntungkan dan saling membutuhkan terkait keterbatasan lahan dan
sumberdaya manusia.
2.5. Produksi Benih Padi
Rahim dan Hastuti (2008), mengatakan bahwa produksi komoditas
pertanian dapat dinyatakan sebagai suatu perangkat prosedur dan kegiatan yang
terjadi di dalam menghasilkan komoditas berupa suatu kegiatan usahatani maupun
usaha lainnya. Proses produksi komoditas pertanian atau disebut juga budidaya
tanaman merupakan proses usaha bercocok tanam / budidaya di lahan untuk
menghasilkan bahan segar (raw material), dimana bahan segar tersebut nantinya akan dijadikan bahan baku setengah jadi (work in process) atau barang jadi (finished product). Di dalam proses produksi di lahan, dapat menggunakan faktor-faktor produksi seperti lahan, tenaga kerja, modal, pupuk, pestisida, teknologi, dan
manajemen.
Berdasarkan beberapa penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
produksi benih padi adalah seperangkat proses kegiatan budidaya tanaman padi
dengan menggunakan berbagai kombinasi input dan teknologi yang tersedia dengan menggunakan benih indukan (parent seed) berkualitas dan bermutu tinggi untuk menghasilkan output berupa benih padi bersertifikat sesuai dengan ketentuan standar mutu yang telah ditetapkan oleh BPSB.
2.6. Penelitian Terdahulu
Lestari (2009), melakukan penelitian yang berkaitan terhadap pendapatan
dan kepuasan peternak plasma didalam bermitra. Berdasarkan hasil mengenai
karakteristik responden, didapatkan bahwa didapatkan mayoritas responden
berjenis kelamin laki-laki (94 persen), berusia 25-35 tahun (54 persen),
14 (42 persen), jumlah ternak yang dipelihara antara 2.000-10.000 ekor (84 persen),
peternak memiliki pekerjaan diluar usaha ternak ayam (52 persen), pengalaman
beternak kurang dari lima tahun (62 persen), status kepemilikan lahan milik
sendiri (96 persen), alasan beternak ayam karena sebagai pekerjaan utama (44
persen), alasan bermitra dengan PT. X adalah untuk meningkatkan keuntungan
(58 persen), lama bermitra dengan perusahaan PT. X selama satu tahun (36
persen), sumber informasi mengenai PT. X didapatkan langsung dari pihak
perusahaan (48 persen), dan manfaat yang diperoleh dengan kemitraan adalah
resiko usaha rendah (30 persen). Peternak yang memproduksi skala besar
mendapatkan R/C rasio sebesar 1,066, sedangkan peternak yang memproduksi
dalam skala sedang memperoleh nilai R/C rasio 1,069, maka didapatkan bahwa
skala usaha tidak menjadi jaminan akan mendapatkan keuntungan yang lebih
besar.
Femina (2006), melakukan penelitian yang berkaitan dengan dampak
kebijakan harga gabah terhadap produksi padi di pulau jawa. Penelitian tersebut
menggunakan persamaan simultan untuk melihat faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi padi di pulau jawa. Hasil penelitian yang dilakukan,
maka didapatkanlah faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi dimana
memiliki variabel independen seperti harga dasar gabah, harga dasar pupuk urea, dan luas areal padi. Respon mengenai luas areal panen padi dalam jangka pendek
inelastis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Disti (2006), melakukan penelitian dengan judul Analisa pendapatan dan
efisiensi produksi usahatani program pengelolaan tanaman dan sumberdaya
terpadu (PTT). Hasil yang didapatkan bahwa berdasarkan evaluasi program PTT,
maka teknologi yang masih digunakan oleh petani adalah penggunaan organic
padat dan efisiensi penggunaan urea, SP36, dan phonska berdasarkan pupuk
berimbang. Berdasarkan hasil perbandingan tingkat pendapatan, bahwa
penggunaan faktor produksi usahatani masih dapat ditingkatkan, alasannya adalah
ditunjukkan oleh nilai R/C rasio atas biaya tunai lebih besar dibandingkan dengan
biaya aktual.
Rohela (2008), melakukan penelitian yang berjudul Dampak program
15 penelitian yang dilakukan adalah apabila dilihat dari bilai R/C rasio yang
didapatkan bahwa nilai R/C rasio petani program lebih tinggi apabila
dibandingkan dengan petani non program. Berdasarjan hasil analisis pendapatan
usahatani bahwa petani padi program P2BN lebih tinggi yaitu sebesar 5.757
kg/Ha. Dalam pengujian efektif tidaknya program P2BN dalam meningkatkan
pendapatan petani maka dilakukan analsisi regresi berganda dalam mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani dengan variabel independen
yang dimiliki antara lain adalah biaya tenaga kerja, biaya saprodi, hasil produksi.
Harga jual. Variabel dependennya adalah pendapatan petani, dengan dummy D1
untuk petani yang berpendidikan SMP, D2 utnuk petani yang berpendidikan SMA,
D3 untuk petani lahan sendiri, dan D4 untuk petani peserta program P2BN.
Penelitian berjudul Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi
Benih Padi Varietas Ciherang (Studi Kasus : Petani Penangkar Benih PT. Sang
Hyang Seri (Persero) Regional Manager (RM) I Unit Bisnis Daerah (UBD)
Khusus Sukamandi, Subang – Jawa Barat memiliki persamaan dan perbedaan
Persamaan dengan Lestari, Disti, dan Rohela adalah didalam menganalisa
pendapatan yang didapatkan oleh petani, sedangkan persamaan dengan femina
adalah didalam menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi.
Persamaannya secara umum adalah terdapat beberapa kesamaan komoditi yang
digunakan, menganalisis gambaran umum kemitraan, karakteristik responden,
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi. Perbedaan penelitian
yang dilakukan dengan penelitian sebelumnya adalah lebih spesifik terhadap
produksi benih dengan spesifik penggunaan varietas ciherang dan masalah yang
16
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1. Konsep Pendapatan Usahatani
Suratiyah (2006), mengatakan bahwa usahatani sebagai ilmu yang
mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan dan
mengkoordinasikan didalam penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan
seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal
mungkin. Soekartawi (2003), menambahkan bahwa tujuan dari usahatani antara
lain dikategorikan menjadi dua yaitu maximum profit minimum profit, konsep maximum profit adalah bagaimana mengalokasikan sumberdaya dengan jumlah
tertentu seefisien mungkin, untuk memperoleh maximum profit. Sedangkan konsep minimum profit adalah bagaimana menekan biaya produksi sekecil-kecilnya untuk mencapai tingkat produksi tertentu.
Soekartawi et al (1986), mengatakan bahwa dalam usahatani, para petani memperhitungkan biaya-biaya yang dikeluarkannya, serta memperhitungkan
penerimaan yang diperoleh. Biaya atau pengeluaran total usahatani adalah semua
nilai masukan yang habis dipakai atau dikeluarkan di dalam produksi. Biaya
didalam usahatani dibedakan menjadi dua yaitu biaya tunai dan biaya yang
diperhitungkan. Biaya tunai usahatani artinya adalah jumlah uang yang di
bayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani, sedangkan biaya yang
diperhitungkan merupakan pengeluaran secara tidak tunai yang dikeluarkan oleh
petani dimana dapat berupa faktor produksi yang digunakan tanpa menggunakan
biaya tunai seperti sewa lahan yang diperhitungkan atas lahan milik sendiri,
penggunaan tenaga kerja dalam keluarga, penggunaan bibit dari hasil produksi,
dan penyusutan dari sarana produksi.
Dilihat dari sifatnya, biaya produksi terdiri dari fixed cost dan variabel cost. Fixed cost adalah pengeluaran usahatani yang tidak bergantung kepada besarnya produksi, sedangkan variabel cost adalah merupakan pengeluaran usahatani yang digunakan untuk tanaman tertentu dan jumlahnya berubah seiring
besarnya produksi yang dilakukan. Penerimaan tunai usahatani adalah nilai uang
17 usahatani merupakan sejumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan
jasa bagi usahatani. Selisih antara penerimaan tunai dan pengeluaran tunai disebut
dengan pendapatan tunai usaha tani. pendpatan kotor usahatani disebut sebagai
nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual maupun
yang tidak dijual. Selisih antara pendapan kotor usahatani dan pengeluaran total
usahatani disebut sebagai pendapatan bersih tunai.
Soeharjo dan Patong (1973) dalam Nadhwatunnaja (2008), mangatakan bahwa pendapatan yang besar tidak selalu menunjukkan efisiensi yang tinggi,
alasannya adalah kemungkinan pendapatan yang besar itu diperoleh dari investasi
yang berlebihan. Oleh karena itu analisis pendapatan selalu diikuti dengan
pengukuran efisiensi. Hernanto (1989) dalam Purba (2008), menambahkan salah satu ukuran efisiensi adalah penerimaan untuk rupiah yang dikeluarkan ( revenue-cost ratio atau R/C.
Analisis R/C digunakan untuk mengetahui keuntungan relatif usahatani
yang dilakukan berdasarkan besarnya penerimaan yang diperoleh dengan
pengeluaran dalam satu satuan biaya. Apabila R/C > 1, maka penerimaan yang
diperoleh lebih besar dari setiap unit biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh
penerimaan tersebut. Apabila R/C < 1, maka setiap unit yang dikeluarkan akan
lebih besar daripada penerimaan yang diperoleh, dan apabila R/C = 1, maka
kegiatan usaha impas (tidak untung/tidak rugi).
Suratiyah (2006), mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi besarnya
biaya dan pendapatan sangat kompleks, sehingga dibagi menjadi dua yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi biaya dan
pendapatan terdiri dari 1) umur petani; 2) pendidikan; 3) pengetahuan; 4)
pengalaman; 5) keterampilan; 6) luas lahan; 7) modal. Sedangkan untuk faktor
eksternal yang memepengaruhi biaya dan pendapatan terdiri dari 1) ketersediaan
input; 2) harga input; 3) permintaan output; 4) harga output. Adapun bagan mengenai faktor internal dan eksternal yang secara bersamaan mempengaruhi
18
Faktor Internal Faktor Eksternal
Umur Petani Input
Pendidikan a. Ketersediaan
Pengetahuan b. Harga
Keterampilan Output
Luas Lahan a. Permintaan
Modal b. Harga
Gambar 1. Faktor Internal dan Eksternal Usahatani Sumber : Suratiyah (2006)
3.1.2. Teori Produksi
Soekartawi (1990), mengatakan bahwa hasil akhir dari suatu proses
produksi adalah produk atau output. Nicholson (1999), mengatakan bahwa produksi adalah kegiatan dalam menghasilkan output dengan menggunakan kombinasi input produksi dan teknologi terbaik yang dimiliki. Soekartawi et al (1986), menambahkan bahwa input dalam produksi biasa disebut sebagai faktor produksi.
3.1.3. Faktor Produksi
Soekartawi (1990), mengatakan bahwa faktor produksi disebut juga
sebagai “korbanan produksi”, dimana faktor produksi atau disebut juga sebagai
input di dalam berproduksi yang digunakan untuk menghasilkan suatu produk yang dihasilkan (output). Dalam menghasilkan suatu produk, maka diperlukan adanya pengetahuan mengenai hubungan antara faktor input dan output. Hubungan antara input dan output disebut juga sebagai “factor relationship”.
Produksi merupakan suatu proses di dalam menciptakan suatu produk
yang dihasilkan (output). Hubungan mengenai faktor produksi dengan produksi, dimana hasil akhir dari suatu proses produksi adalah produk (output). Produksi di dalam bidang pertanian dapat bervariasi, yang mana disebabkan karena perbedaan
kualitas, alasannya adalah karena kualitas yang baik dihasilkan oleh proses
produksi yang baik, dan dilaksanakan dengan baik, dan begitu pula sebaliknya. Usahatani
19
3.1.4. Fungsi Produksi
Lipsey (1995), mengatakan bahwa fungsi produksi adalah hubungan
mengenai input yang digunakan di dalam proses produksi dengan kuantitas hasil output yang dihasilkan.
Soekartawi (1990), mengatakan bahwa Fungsi produksi adalah hubungan
fisik antara variabel yang dipengaruhi (Y sebagai dependent) dan variabel yang mempengaruhinya (X sebagai independent), dimana variabel Y dijelaskan berupa output di dalam produksi dan variabel X dijelaskan berupa input di dalam produksi. Soekartawi et al (1986), menambahkan bahwa variabel input di dalam produksi dapat berupa seperti tanah, pupuk, tenaga kerja, modal, iklim, dan
lain-lain yang dapat mempengaruhi besar kecilnya produksi, namun tidak semua input
dipakai di dalam analisis, hal tersebut tergantung dari penting tidaknya pengaruh
input yang digunakan terhadap produksi. Secara matematis fungsi produksi dapat
ditulis sebagai berikut :
Y = f ( X1, X2,.., Xn)
Dimana :
Y = Output / hasil produksi
f = bentuk hubungan yang mentransformasikan faktor-faktor di dalam produksi dengan hasil produksi
X1, X2,.., Xn = input / faktor produksi
Soekartawi (1990), mengatakan bahwa Pengukuran tingkat produktivitas
dari suatu produksi yang dilaksanakan memiliki dua tolak ukur yaitu produk
marginal (PM) dan produk rata-rata (PR). PM adalah tambahan satu-satuan input di dalam produksi (X) yang dapat menyebabkan pertambahan atau pengurangan
satu-satuan output produksi yang dihasilkan (Y). rumus penulisan PM adalah sebagai berikut :
PM = ǻ୷
οଡ଼ Dimana :
οY = Perubahan hasil produksi
20 Apabila PM konstan maka dapat diartikan bahwa setiap tambahan unit
input (X) dapat menyebabkan setiap tambahan unit output (Y) secara proporsional. Apabila terjadi suatu penambahan satu-satuan unit input produksi (X), akan tetapi menyebabkan satu-satuan unit output produksi yang menurun (Y),
maka peristiwa tersebut disebut sebagai the law of diminishing returns (kenaikan hasil yang semakin berkurang) dimana menyebabkan PM turun. PR adalah
perbandingan antara produk total per jumlah input. Rumus PR dapat dituliskan sebagai berikut :
PR = ଢ଼
ଡ଼ Dimana :
Y = Hasil produksi
Xi = Jumlah faktor produksi
Dalam mengukur perubahan yang terjadi dari produk total (PT) yang
diproduksi/dihasilkan yang disebabkan oleh faktor produksi (input) yang digunakan di dalam berproduksi dapat dinyatakan dengan elastisitas produksi
(Ep). Ep adalah persentase perubahan dari produk yang dihasilkan (output) akibat persentase perubahan dari input produksi yang digunakan. Persamaan Ep dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut :
E୮ = PM . 1 PR
Dimana :
Ep = Elastisitas Produksi PM = Produk Marginal PR = Produk Rata-rata
Soekartawi (1990), mengatakan bahwa Fungsi produksi berdasarkan nilai
Ep terbagi menjadi tiga daerah yaitu :
1) Tahap I (increasing rate) dimana lebih dari satu (Ep > 1) yang artinya adalah bahwa produksi masih dapat ditingkatkan dengan pemakaian faktor produksi
yang lebih banyak.
2) Tahap II (decreasing rate) dimana nol kurang dari Ep dan Ep kurang dari satu (0 < Ep < 1) yang artinya adalah bahwa setiap penambahan faktor produksi
21 paling rendah nol persen. Daerah dua dicirikan dengan penambahan hasil
produksi yang menurun, dan pada daerah dua dicapai keuntungan maksimum
dengan penggunaan faktor tertentu.
3) Tahap III (negative decreasing rate) dimana Ep kurang dari nol (Ep < 0) yang artinya adalah setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen, maka
akan menyebabkan penurunan tambahan produksi sebesar nilai Ep. Adapun
tahapan suatu proses di dalam produksi dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Tahapan Suatu Proses Produksi Sumber : Soekartawi, 1990
Keterangan :
PT = Produk total PM = Produk marginal PR = Produk rata-rata Y = Produksi X = Faktor produksi
Ep>1
X1 X2 X3
X
PM
PR PM/PR
Y
PT
Ep<0
0<Ep<1
III II
22 Berdasarkan gambar dua mengenai tahapan suatu proses produksi, maka
Hubungan antara PM dan PT dapat dijelaskan bahwa :
1) Apabila PT meningkat, maka nilai PM akan positif
2) Apabila PT mencapai titik maksimum, maka PM akan berubah menjadi nol
3) Apabila PT mulai menurun, maka nilai PM akan negative
Hubungan antara PM dan PR antara lain adalah :
1) Apabila PM > PR, maka PR masih berada dalam keadaan menaik
2) Apabila PM < PR, maka PR dalam keadaan menurun
3) Apabila PM = PR, maka PR dalam keadaan maksimum.
Hubungan antara PM dan PT, PM dan PR dengan besar kecilnya nilai Ep
adalah sebagai berikut :
1) Ep = 1, dimana PR akan mencapai kondisi maksimum apabila PR = PM, dan
sebaliknya apabila PM = 0 dalam situasi PR keadaan menurun, maka Ep = 0.
2) Ep > 1, dimana PT dalam keadaan menaik pada tahap increasing rate dan PR akan meningkat pada daerah I.
3) 0 < Ep < 1, dimana dalam kondisi tersebut maka setiap tambahan sejumlah
input yang digunakan tidak diimbangi secara proporsional oleh tambahan output yang dihasilkan. Hal tersebut terjadi pada daerah II (rasional), dimana PT akan menaik pada tahap decreasing rate.
4) Ep < 0, dimana terletak pada daerah irrasional III. Dalam kondisi tersebut, PT
dalam keadaan menurun, nilai PM akan negatif, dan PR akan menurun.
Apabila terus meningkatkan input produksi, maka akan tetap merugikan bagi petani yang berproduksi.
Soekartawi (1990), menambahkan bahwa di dalam melakukan suatu
kegiatan produksi, Returns to scale (RTS) perlu untuk diketahui dari kegiatan usaha produksi yang dilakukan dan disesuaikan dengan kaidah increasing, constant, atau decreasing returns to scale. RTS merupakan penjumlahan dari semua elastisitas faktor-faktor produksi, dimana terbagi menjadi tiga bagian yaitu
23 kondisi demikian setiap penambahan input faktor produksi akan proporsional dengan penambahan output produksi yang dihasilkan; (3) increasing returns to scale, dimana ȭܾ > 1, yang artinya berarti setiap proporsi penambahan input faktor produksi akan menghasilkan tambahan output produksi yang proporsinya lebih besar.
3.1.5.Model Fungsi Produksi
Soekartawi et al (1986), mengatakan bahwa terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan di dalam memilih fungsi produksi yaitu :
1) Fungsi produksi harus dapat menggambarkan dan mendekati keadaan kegiatan
budidaya yang sebenarnya terjadi.
2) Fungsi produksi yang digunakan dapat dengan mudah untuk diukur atau
dihitung secara statistik.
3) Fungsi produksi dapat dengan mudah untuk di artikan khususnya arti ekonomi
dan parameter yang menyusun fungsi produksi tersebut.
Model fungsi produksi yang digunakan di dalam penelitian ini adalah
menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas. Soekartawi (1990), mengatakan
bahwa model fungsi produksi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan
yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang dijelaskan biasa
disebut dengan istilah dependent (Y) dan variabel yang menjelaskan biasa disebut dengan istilah independent (X).
Soekartawi (1990), menambahkan bahwa penyelesaian mengenai
hubungan antara variabel dependent dan independent dalam fungsi produksi Cobb-Douglas untuk menaksir parameter-parameternya harus ditransformasikan
kedalam double logaritme natural (ln) sehingga merupakan bentuk linear berganda (multiple linear) yang kemudian dianalisis menggunakan metode kuadrat terkecil (ordinary least square). Penyelesaian di dalam fungsi produksi Cobb-Douglas selalu dilogaritmakan dan diubah bentuk fungsinya menjadi fungsi
linear, dengan persyaratan :
1) Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol, alasannya adalah karena
logaritma dari nol adalah merupakan suatu bilangan yang besarnya tidak
24 2) Diasumsikan bahwa tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan
(non neutral difference in the respective technologies), apabila fungsi Cobb-Douglas dipakai sebagai model di dalam pengamatan, dan bila diperlukan
adanya analisis yang memerlukan model lebih dari satu model, maka
perbedaan model tersebut terletak pada intercept dan tidak terletak pada slope model tersebut.
3) Perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim adalah sudah
terkandung di dalam disturbance term.
Pertimbangan dasar dalam penggunaan model fungsi produksi
Cobb-Douglas berdasarkan kelebihan yang dimiliki antara lain :
1) Penyelesaian relatif lebih mudah, karena dapat dirubah ke dalam bentuk
linear.
2) Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan
koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukkan besaran nilai elastisitas.
3) Besaran nilai elastisitas tersebut sekaligus menunjukkan tingkat besaran
returns to scale (RTS).
Model fungsi produksi Cobb-Douglas memiliki beberapa kelemahan yang
dimiliki diantaranya yaitu :
1) Spesifikasi variabel yang keliru akan menghasilkan Ep bernilai negatif atau
memiliki nilai terlalu besar atau memiliki nilai terlalu kecil. Spesifikasi
variabel yang keliru dapat menimbulkan adanya multikolinearitas pada
variabel independent (X) yang digunakan sebagai input faktor produksi. 2) Kesalahan di dalam pengukuran variabel dapat menyebabkan nilai besaran Ep
terlalu tinggi atau terlalu rendah.
3) Terjadi adanya multikolinearitas, dimana variabel X tidak mempunyai
hubungan kuat di dalam mempengaruhi variabel Y, akan tetapi variabel X
tersebut dipengaruhi oleh variabel X lainnya yang termasuk ke dalam input faktor produksi.
Persamaan model fungsi produksi Cobb-Douglas secara matematik dapat
25 Xi = variabel independent a,b = besaran yang akan diduga
u = disturbance term (unsur sisa/galat) e = logaritma natural (2,718)
Berdasarkan beberapa kelemahan yang dimiliki model fungsi produksi
Cobb-Douglas, maka dalam mempermudah pendugaan terhadap persamaan
tersebut diubah ke dalam bentuk double logaritme natural (ln) dengan cara melogaritmakan persamaan yang dimiliki di dalam penyelesaian fungsi produksi
Cobb-Douglas. Secara matematik dapat dituliskan sebagai berikut :
ln Y = ln a + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 + … + bi ln Xi + … + bn ln Xn + u
Berdasarkan persamaan tersebut dapat dijelaskan bahwa nilai b1 sampai bn
adalah tetap walaupun variabel X1 sampai Xn yang terlibat telah dilogaritmakan.
Alasannya adalah karena b1 sampai bn pada model fungsi produksi Cobb-Douglas
sekaligus sebagai Ep variabel Xn terhadap Y.
Parameter dugaan dari fungsi produksi Cobb-Douglas yang telah di
transformasikan dalam bentuk double logaritme natural (ln) merupakan bentuk linear berganda (variabel independent lebih dari satu), yang kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (ordinary least square). Metode pendugaan OLS dapat dipakai apabila memenuhi beberapa asumsi
diantaranya yaitu :
1) Variabel u adalah variabel acak yang riil dimana memiliki nilai tengah nol; E (un) = 0
2) Homoskedastisitas, dimana ragam untuk setiap ui memiliki nilai sama untuk
setiap pengamatan Xi; E (ui2) = ıଶ (varians konstan)
3) Tidak terdapat autokorelasi; E (uiun) = 0, dimana i QFRY
4) Besaran ui menyebar secara normal; ui ~ N (0, ıଶ)
26
3.2. Hubungan Karakteristik Petani Penangkar Benih Terhadap Produksi
Suratiyah (2006), mengatakan bahwa tenaga kerja merupakan salah satu
unsur penentu bagi keberhasilan kegiatan usahatani. karakteristik yang dimiliki
petani merupakan faktor penting yang dimiliki petani di dalam menjalankan
usahataninya karna akan berdampak kepada biaya dan pendapatan pada akhirnya
dalam mengelola usahataninya.
Besarnya pendapatan yang diterima petani berdasarkan banyaknya hasil
produksi benih yang dihasilkan pada satu satuan waktu produksi. Oleh karena itu
karakteristik yang dimiliki petani memiliki hubungan terhadap hasil produksi
yang akan dicapai. Suratiyah (2006), menambahkan bahwa apabila ditinjau dari
segi usia, semakin tua umur petani maka akan semakin berpengalaman dan
semakin baik dalam mengelola usahataninya, akan tetapi semakin tua umur petani
maka akansemakin menurun kemampuan fisiknya sehingga memerlukan tenaga
kerja tambahan dalam mengelola usahataninya.
Pendidikan yang ditempuh oleh petani baik formal dan terutama non
formal misalnya seperti adanya kursus yang diberikan oleh kelompok tani
setempat, penyuluhan, atau studi banding yang pada akhirnya dapat membuka
jalan fikiran petani dan menambah keterampilan dan pengalaman petani didalam
mengelola usahatani yang dijalankannya.
3.3. Kerangka Operasional
PT. SHS melakukan kerjasama kemitraan dengan para petani penangkar
benih. Kerjasama kemitraan akan dapat berlangsung dengan adanya persetujuan
dari PT. SHS selaku perusahaan inti dan pihak petani penangkar selaku plasma.
Bagi PT. SHS kerjasama kemitraan tersebut berfungsi guna untuk memenuhi
kebutuhan dan kekontinuitasan produksi yang berorientasi terhadap profit.
Sedangkan bagi petani penangkar kerjasama kemitraan tersebut dapat membantu
didalam memperoleh bantuan modal, jaminan pemasaran produk hasil produksi
benih,dan pemberian pelatihan mengenai budidaya produksi benih padi yang baik.
Produksi Benih padi PT. SHS sebagian besar memproduksi benih padi
varietas ciherang. Adanya penurunan hasil produksi terjadi pada musim tanam
27 telah terjadi adanya penurunan produksi benih padi varietas ciherang dari para
petani penangkar benih yang berkerjasama dengan PT. SHS. Oleh karena itu perlu
dilakukan analisis untuk melihat faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan
menurunnya produksi benih padi varietas ciherang yang di produksi oleh para
petani penangkar benih, karakteristik umum petani penangkar benih dan
kemitraan yang terjalin.
Analisis pendapatan usahatani digunakan untuk melihat banyaknya
penerimaan yang didapatkan petani penangkar didalam memproduksi benih padi
varietas ciherang. Korelasi antara atribut karakteristik umum petani penangkar
benih terhadap produksi dianalisis menggunakan korelasi rank spearman dengan
variable X yang terkandung adalah usia, pendidikan, pengalaman, pelatihan,
jumlah tanggungan, dan pendapatan. Sedangkan variabel Y nya adalah hasil
produksi. Alasan menggunakan korelasi rank spearman adalah data yang
digunakan berbentuk data ordinal.
Dari hasil analisis tersebut diatas dapat dilihat mengenai faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi produksi benih padi varietas ciherang dengan
menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas dimana penyelesaiannya mengenai
hubungan antara variabel dependen dan independen, maka parameter-parameternya harus ditransformasikan kedalam double logaritme natural (ln) sehingga merupakan suatu bentuk liniear berganda yang kemudian dianalisis
menggunakan metode ordinary least square (OLS). Alasan menggunakan analisis OLS adalah karena data yang digunakan berbentuk rasio dan digunakan untuk
menjelaskan mengenai hubungan antara variable X mempengaruhi Y. Bagan
28
Gambar 3. Bagan Kerangka Operasional
Ordinary Least Square (OLS)
x PT. SHS melakukan kerjasama kemitraan dengan para petani penangkar benih untuk memproduksi benih padi pada lahan kerjasama
x Prioritas benih padi yang diproduksi yaitu varietas ciherang
Produktivitas produksi benih padi varietas ciherang yang diproduksi oleh petani penangkar mengalami penurunan
PT. Sang Hyang Seri
Rekomendasi kepada PT. SHS berdasarkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produksi benih padi varietas ciherang agar dapat tercapai
optimalisasi produksi benih padi varietas ciherang
Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Produksi Benih varietas Ciherang
Fungsi Produksi Cobb-Douglas
Analisis Pendapatan usahatani
Analisis Pendapatan R/C
Karakteristik umum petani penangkar benih terhadap
produksi
29
IV METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT. Sang Hyang Seri (Persero) Unit Bisnis
Daerah (UBD) Khusus Sukamandi, Subang – Jawa Barat. Pemilihan lokasi
dilakukan dengan menggunakan purposive sampling dimana teknik penentuan berdasarkan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tersebut antara lain adalah 1).
PT. SHS merupakan produsen benih padi terbesar di Indonesia yang menguasai
25 persen benih padi di Indonesia dengan kapasitas produksi benih padi 25.000
ton per tahun, 2). PT. SHS memiliki lahan sawah yaitu 3.150,65 hektar dalam satu
lokasi dan berada dalam satu pengelolaan manajemen. Kegiatan pengambilan data
dilakukan pada bulan Maret 2011 sampai Mei 2011.
4.2. Metode Penentuan Sampel
Metode yang digunakan dalam penentuan sampel adalah menggunakan
Stratified Sample. Metode tersebut digunakan jika populasi yang tidak homogen, maka populasi dibagi kedalam kelompok yang homogen lebih dahulu atau dalam
strata, dan anggota sample ditarik dari setiap strata (Nazir, 2005). Adapun
mengenai jumlah petani mitra berdasarkan luasan lahan kerjasama yang dikelola
dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Jumlah Petani Mitra Berdasarkan Luasan Lahan Kerjasama yang Dikelola Musim 2010/2011
Luas Lahan (Ha) Jumlah Petani Persen (%) Jumlah Responden
1,00-1,50 574 48 48
1,51-2,00 521 44 44
> 2,00 89 8 8
Total 1184 100 100
Sumber : SHS, 2010 (Data Diolah)
Dalam pengambilan responden dilakukan dengan menggunakan
convinience sampling yang artinya adalah kemudahan di dalam memperoleh responden untuk penelitian, dilakukan setelah jumlah responden telah ditentukan
berdasarkan persentase proporsional pada setiap luasan lahan yang memproduksi
benih padi varietas ciherang. Dalam penerapannya, penulis diperbantukan oleh
30 Alasannya adalah sulitnya didalam membedakan antara petani yang melakukan
kemitraan dengan tenaga kerja atau buruh harian dikarenakan luasan lahan yang
terlalu luas.
Berdasarkan Tabel 8, didapatkan bahwa jumlah petani penangkar benih
untuk dijadikan sebagai responden berjumlah 100 orang pada lahan kerjasama
yang memproduksi benih varietas ciherang di PT. SHS. Penentuan jumlah
tersebut dengan alasan jumlah petani mitra berdasarkan luasan lahan kerjasama
yang dikelola oleh petani penangkar benih.
4.3. Jenis Data yang Dikumpulkan
Data primer adalah sumber data yang diperoleh atau dikumpulkan secara
langsung di lapangan oleh seseorang yang akan melakukan penelitian atau yang
bersangkutan yang memerlukannya (Sugiyono, 2009). Data primer didapatkan
secara langsung di lapangan, dimana berdasarkan kuesioner yang berisi
pertanyaan-pertanyaan mengenai karakteristik umum dan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi produksi benih padi varietas ciherang oleh petani penangkar benih
yang berkerjasama dengan PT. SHS. Selain itu, diperoleh juga mengenai data-data
yang berkaitan dengan perusahaan. Sedangkan dari segi waktunya merupakan
data cross section yang artinya adalah data yang diperoleh pada saat pengumpulan di lapang dan diambil dalam kurun waktu tertentu sesuai kebutuhan penelitian.
Data sekunder adalah sumber data yang secara tidak langsung memberikan
data kepada pengunpul data atau seseorang yang akan melakukan penelitian. Data
sekunder diperoleh dari lembaga Departemen Pertanian (Deptan), Badan Pusat
Statistik (BPS), Perpustakaan LSI IPB, dan internet.
4.4. Metode Pengumpulan Data
Sugiyono (2009), mengatakan metode pengumpulan data merupakan
langkah yang paling utama di dalam melaksanakan penelitian, alasan tujuan
utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Adapun macam-macam teknik
pengumpulan data yaitu observasi, wawancara, Kuesioner (Angket), trianggulasi/
31
Gambar 4. Macam-macam Teknik Pengumpulan Data
Sumber : Sugiyono (2009)
Teknik pengumpulan data yang dilakukan di dalam penelitian ini adalah :
1. Wawancara
Nazir (2005), mengatakan bahwa wawancara Yaitu proses memperoleh
keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara Tanya jawab, sambil bertatap
muka.
2. Kuesioner
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden
untuk dijawabnya.
4.5. Metode Pengolahan Data
Sugiyono (2009), mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah metode
penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah dan
hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi
berdasarkan data yang ditemukan di lapangan. Penelitian kuantitatif adalah
metode penelitian dimana data penelitian yang dimiliki berupa angka-angka dan
dianalisis menggunakan statistik.
Teknik analisis data dalam penelitian kualitatif dapat menggunakan
statistik deskriptif, dimana digunakan untuk menganalisa data dengan cara
mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana
adanya berdasarkan data yang didapatkan dilapangan. Teknik analisis data dalam
penelitian kuantitatif dapat menggunakan statistik inferensia yang artinya adalah Teknik Pengumpulan Data
Wawancara
Kuesioner (Angket) Obsevasi
32 teknik statistik yang digunakan dalam menganalisis suatu data sampel, dan
hasilnya akan diberlakukan untuk populasi sampel yang dimiliki.
Statistik inferensia meliputi statistik parametris dan non parametris.
Penelitian ini menggunakan uji statistik parametris dan non parametris. Uji
statistik parametris merupakan pengujian yang memerlukan terpenuhi banyak
asumsi dan statistik parametris dapat digunakan untuk data yang berbentuk
interval dan rasio. Asumsi yang utama adalah dimana data yang akan di analisis
harus berdistribusi normal. Statistik non parametris merupakan pengujian yang
tidak memerlukan terpenuhinya banyak asumsi dan digunakan apabila datanya
berbentuk nominal atau ordinal.
Data yang akan diolah dan dianalisis dalam penelitian ini menggunakan
data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif mengenai gambaran umum
kemitraan yang dilaksanakan oleh PT. SHS dengan para petani penangkar benih.
Karakteristik umum petani penangkar benih, dan Karakteristik Usahatani akan
dianalisis secara deskriptif dengan bantuan dalam bentuk tabulasi frekuensi
sederhana.
Data kuantitatif akan digunakan untuk menganalisis pendapatan usahatani
dengan menggunakan analisis R/C, analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi benih padi varietas ciherang akan dianalisis menggunakan model fungsi
produksi Cobb-Douglas yang diselesaikan menggunakan metode ordinary least square (OLS), dan menganalisis hubungan karakteristik petani penangkar terhadap produksi benih padi varietas ciherang dengan menggunakan alat analisis
korelasi rank spearman.
Pengolahan data primer menggunakan Microsoft Excel, dan SPSS 14,
yang bertujuan untuk memperoleh hasil dan kesimpulan berdasarkan data yang
telah terkumpul.
4.5.1. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi
4.5.1.1. Fungsi Produksi Cobb-Douglas
Soekartawi (1990), mengatakan bahwa fungsi produksi adalah merupakan
hubungan fisik antara variabel yang dipengaruhi/dijelaskan (Y) dan variabel yang
33 Fungsi produksi yang digunakan adalah menggunakan fungsi produksi
Cobb-Douglas, dengan menetapkan terlebih dahulu faktor-faktor produksi yang
digunakan dalam memproduksi benih padi varietas ciherang di PT. SHS RM I
UBD Khusus Sukamandi, Subang-Jawa Barat, dan langkah selanjutnya adalah
menyusun faktor produksi yang digunakan (input) kedalam suatu model fungsi produksi Cobb-Douglas untuk menduga hubungan mengenai faktor produksi yang
digunakan (input) dengan jumlah produksi yang dihasilkan (output).
Rahim dan Hastuti (2008), mengatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi komoditas pertanian yaitu lahan pertanian, tenaga kerja,
modal (fixed cost, variabel cost), pupuk (urea, TSP, KCl), pestisida, benih/bibit, teknologi, dan manajemen.
Soekartawi et al (1986), menambahkan bahwa input produksi seperti lahan, pupuk, tenaga kerja, modal, iklim, dan sebagainya yang dapat
mempengaruhi besar kecilnya output produksi yang diperoleh, namun tidak semua masukan tersebut digunakan dalam analisis yang dilakukan, hal tersebut
tergantung dari penting atau tidaknya pengaruh input produksi terhadap output yang diperoleh.
4.5.1.2. Uji Asumsi Ordinary Least Square
Metode pendugaan yang digunakan di dalam penelitian ini adalah
menggunakan uji asumsi Ordinary Least Square, dan didalam penyelesaian penghitungan uji asumsi OLS dihitung menggunakan software minitab 14.
Asumsi dalam ordinary least square yaitu model linier (dalam parameter), komponen error (menyebar acak & normal dengan nilai tengah 0), ragamnya
homogen, dan terdapat autokorelasi, dan tidak terdapat multikolinear diantara
variabel independent (X). Dengan mengacu kepada asumsi OLS, maka pengujian
awal yang harus dilakukan agar pengujian OLS dapat digunakan adalah sebagai
berikut :
1) Uji Normalitas
Sugiyono (2009), mengatakan bahwa untuk menguji normalitas data yang
berbentuk rasio dapat menggunakan statistik parametris. Iriawan dan Astuti
(2006) dalam Nadhwatunnaja (2008), mengatakan bahwa residual di dalam
34 uji normal residual pada grafik telah melebihi 15 persen. Pengujian hipotesis
di dalam penelitian ini menggunakan statistik parametris karena data yang di
uji berbentuk ratio dan akan di uji menggunakan Chi Kuadrat.
2) Homoskedastisitas
Iriawan dan Astuti (2006) dalam Nadhwatunnaja (2008), mengatakan bahwa
suatu model akan memenuhi asumsi homoskedastisitas, dimana memiliki
kandungan error yang sama, yaitu nilai Y bervariasi dan memiliki satuan
yang sama baik untuk nilai variabel X yang tinggi ataupun nilai variabel X
yang rendah. Hal tersebut dilihat dari plot antara sisaan dengan nilai dugaan
yang telah menunjukkan bahwa titik-titik tersebut telah menyebar secara acak
dan tidak membentuk pola.
3) Multikolinearitas
Soekartawi (2003) dalam Nadhwatunnaja (2008), mengatakan bahwa
multikolinearitas merupakan situasi yang nilai-nilai pengamatan memiliki
hubungan yang kuat, sehingga menyebabkan variabel X tidak begitu
mempengaruhi variabel Y, akan tetapi variabel X dipengaruhi oleh variabel
X. Dalam mendeteksi adanya multikolinearitas dapat dilihat dari nilai Varians Inflation Factor (VIF). Apabila nilai VIF>10, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat adanya multikolinear diantara variabel Independent (X).
4) Autokorelasi
Uji Autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linier ada
korelasi antar error satu dengan yang lainnya. Gujarati (1993) diacu dalam Nadhwatunnaja (2008), menambahkan bahwa autokorelasi merupakan suatu
kondisi linier antara serangkaian anggota observasi, dimana berdasarkan
waktu dan ruang. Nadhwatunnaja (2008), mengatakan bahwa masalah
mengenai adanya autokorelasi pada umumnya terdapat pada data time series. Di dalam penelitian ini tidak dilakukan autokorelasi, alasannya adalah data
yang digunakan di dalam penelitian ini bukan menggunakan data time series, akan tetapi menggunakan data cross section.
Secara matematik model fungsi produksi Cobb-Douglas yang di
transformasikan ke dalam bentuk linier dan dianalisis menggunakan uji asumsi
35
lnY= lnߚ + ߚଵlnX1 + ߚଶlnX2 + ߚଷlnX3 + ߚସlnX4 + ߚହlnX5 + ߚlnX6 + ߚlnX7 + u
Dimana :
lnY = Hasil Produksi per musim tanam (Kg) lnX1 = Luas lahan (m2)
lnX2 = Benih (Kg) lnX3 = Urea (Kg) lnX4 = TSP (Kg) lnX5 = NPK (Kg) lnX6 = Obat-obatan (ml) lnX7 = Tenaga Kerja (Rp)
lnߚ = Nilai Konstanta (Intercept)
ߚଵ, ߚଶ, …ߚ୬ = Koefisien Regresi (Slope)
u = disturbance term (unsur sisa/galat)
Unsur error (u) di dalam model mewakili :
x Variabel yang tidak dimasukkan ke dalam model
x Komponen Nonlinieritas hubungan antara variabel independent dengan variabel dependent
x Adanya salah ukur saat melakukan observasi
x Kejadian yang sifatnya Random
Dengan menggunakan Metode Ordinary Least Square, digunakan untuk mencari Pendugaan Koefisien Regresi. untuk menguji hipotesis digunakan Uji-F
dan Uji-T serta didukung dengan nilai Koefisien Determinasi (R2).
x R2
Gujarati (1993) dalam Nadhwatunnaja (2008), mengatakan bahwa
Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur besarnya variabel
variasi-variasi variabel Dependen (Y) yang dapat dijelaskan oleh model (R2), sedangkan
besarnya variabel-variabel Dependen yang tidak dapat dijelaskan di dalam model
(1-R2) maka akan dijelaskan oleh komponen error (u). Nilai koefisien determinasi berkisar antara nilai nol (0) dan satu (1), apabila nilai koefisien determinasi
semakin mendekati satu, maka semakin besar keragaan mengenai produktivitas
36 x Uji-F
Uji-F digunakan untuk melihat mengenai variabel independen (X) apakah berpengaruh terhadap variabel tidak dependen (Y). Di dalam penelitian ini untuk melihat apakah model dugaan yang digunakan signifikan untuk menduga variabel
X mempengaruhi variabel Y.
Dari Tabel F, untuk taraf nyata = ן, V1 = k & V2 = (n-k-1), maka akan diperoleh nilai Fן(v1=k & v2=(n-k-1)). Kriteria ujinya adalah Bila Fhit > Fן(v1, v2) atau
apabila P < ן, maka dapat disimpulkan bahwa tolak H0 pada taraf nyata ן.
Berdasarkan kriteria Uji-F, maka apabila Fhit > Fן atau P < ן, maka secara
bersamaan variabel-variabel independen memiliki pengaruh yang nyata terhadap
dependen (Y), maka tolak H0, dan sebaliknya apabila Fhit < Fן atau P > ן, maka
terima H0, yang artinya adalah secara bersamaan variabel-variabel independen tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen (Y).
x Uji-t
Uji-t digunakan untuk mengetahui apakah koefisien regresi dugaan dari
masing-masing variabel independen (Xi) berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel dependen (Y).
Uji statistik yang digunakan di dalam pengujian signifikansi
masing-masing koefisien regresi dugaan menggunakan Uji-t adalah sebagai berikut :
t
hit=
ௌ
Dimana :
bi = Koefisien regresi ke-i
Sbi = Standar Deviasi Koefisien Regresi ke-i
Dari tabel T, untuk taraf nyata = ן & DF = (n-k-1), maka akan diperoleh nilai tן(ିିଵ). Kriteria Uji-t adalah Bila |t୦୧୲| > t(ן/ଶ,ିିଵ) atau bila P < ן,
maka dapat disimpulkan tolak H0 pada taraf nyata ן (uji 2 arah). Apabila |t୦୧୲| <
37 Berdasarkan kriteria Uji-t, maka dapat disimpulkan bahwa apabila bi
memiliki tanda positif, maka dapat disimpulkan bahwa apabila Xi meningkat satu
satuan Xi, maka diduga variabel dependen (Y) rata-rata akan meningkat sebesar bi satuan Y, Cateris paribus. Apabila bi memiliki tanda negatif, maka dapat disimpulkan bahwa apabila Xi meningkat satu satuan Xi, maka diduga variabel
dependen (Y) rata-rata akan turun sebesar bi satuan Y, Cateris paribus.
4.5.1.3. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka diajukan
hipotesis sebagai dasar pertimbangan di dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
o Tolak H0, Bila |t୦୧୲| > t(ן/ଶ,ିିଵ)
o Terima H0, Bila |t୦୧୲| < t(ן/ଶ,ିିଵ)
Kriteria Uji-t adalah sebagai berikut :
H0 : Tidak memiliki hubungan nyata input produksi yang digunakan dapat mempengaruhi hasil produksi benih padi varietas ciherang yang diproduksi
oleh para petani penangkar benih.
H1 : Adanya input produksi yang memiliki hubungan dalam mempengaruhi
produksi benih padi varietas ciherang yang diproduksi oleh para petani
penangkar benih.
4.5.2. Analisis Pendapatan Usahatani
Dalam menganalisis pendapatan usahatani merupakan hasil pengurangan
antara penerimaan usahatani (total revenue) dengan sejumlah biaya yang dikeluarkan dalam memproduksi. Penerimaan total usahatani merupakan nilai dari
harga dikalikan dengan total produksi dalam periode tertentu. Total biaya
pengeluaran merupakan semua nilai factor produksi yang dipergunakan didalam
menghasilkan suatu produk dalam periode tertentu. Pendapatan total usahatani
adalah merupakan selisih antara penerimaan yang dikurangi dengan pengeluaran
total. Adapun rumus pendapatan usahatani adalah sebagai berikut :
TR = Y + L
38 Dimana :
TR = Total penerimaan (Total revenue) (Rp) TC = Total biaya (Total cost) (Rp)
ʌ
= Pendapatan (Rp)Y = Penerimaan dari penjualan hasil produksi benih (Rp) L = Penerimaan Lain-lain (Rp)
P = Biaya Pupuk (Rp) B = Biaya Benih (Rp) PE = Biaya obat tanaman (Rp) TK = Biaya tenaga Kerja (Rp) BL = Biaya lain-lain
Dengan kriteria sebagai berikut :
x Apabila TR > TC, maka usaha tersebut menguntungkan
x Apabila TR = TC, maka usaha tersebut impas
x Apabila TR < TC, maka usaha tersebut rugi
4.5.2.1. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya
Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C) menggambarkan
penerimaan yang diperoleh dari setiap satu-satuan biaya yang dikeluarkan
didalam kegiatan usahatani. R/C digunakan untuk mengetahui mengenai tingkat
keuntungan relative kegiatan usahatani yang dijalankan. Adapun rumus R/C
antara lain adalah sebagai berikut :
R/C =ୖ େ
R/C menunjukkan besarnya penerimaan untuk setiap satu satuan rupiah
biaya yang dilakukan dalam periode tertentu. Rumus yang digunakan dalam R/C
adalah apabila R/C > 1 maka usahatani tersebut menguntungkan untuk dijalankan,
yang artinya adalah penerimaan yang diperoleh lebih besar dari setiap unit biaya
yang dikeluarkan selama proses produksi dalam periode produksi tertentu, dan
apabila R/C < 1 maka usahatani tersebut tidak menguntungkan, yang artinya
adalah penerimaan yang diperoleh lebih kecil daripada biaya yang dikeluarkan
selama proses produksi dalam periode produksi tertentu.
4.5.2.2. Pengujian Skala Usaha