• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Petani dalam Memilih Benih Padi Bersertifkat PT SHS (Sang Hyang Seri) di Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Petani dalam Memilih Benih Padi Bersertifkat PT SHS (Sang Hyang Seri) di Kabupaten Bogor"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN

PEMBELIAN PETANI DALAM MEMILIH BENIH PADI

BERSERTIFIKAT PT SHS (SANG HYANG SERI)

DI KABUPATEN BOGOR

FACHRY RAMADHAN

DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK

CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Petani dalam Memilih Benih Padi Bersertifikat PT SHS (Sang Hyang Seri) di Kabupaten Bogoradalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2013

(4)

ABSTRAK

FACHRY RAMADHAN. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Petani dalam Memilih Benih Padi Bersertifikat PT SHS (Sang Hyang Seri) di Kabupaten Bogor.Dibimbing oleh DWI RACHMINA.

PT SHS merupakan salah satu perusahaan yang menghadapipersaingan dalam industri benih di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) untuk mengidentifikasi karakteristik dan proses pengambilan keputusan pembelian benih bersertifikat oleh petani padi, 2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan petani, 3) menentukan strategi / bauran pemasaran manajerial yang tepat bagi perusahaan. Berdasarkan wawancara dengan 50 petani yang dipilih menggunakansimple random sampling, menunjukkan bahwa sebagian besar petani berumur tua, pendidikan terakhirsekolah dasar, kepemilikan tanah milik sendiri seluas 0,8-3 hektar, dan memiliki pendapatan lebih dari Rp 9 juta per musim tanam. Proses pengambilan keputusan pembelian oleh petani dimulai oleh keinginan mereka untuk memperoleh produktivitas padi yang tinggi, informasi tentang benih bersertifikat didapatkan sebagian besar petani melalui kios saprotan, kriteria utama yang menjadi pertimbangan petani dalam memilih benih padiadalah mutu benih, dan benih bersertifikat yang paling digunakan oleh petani adalah merek benih dari PT SHS, dan pembelian tersebut dilakukan secara individu. Analisis lebih lanjut dari faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam proses pengambilan keputusan pembelian benih padi bersertifikat menunjukkan bahwa faktor mutu benih merupakan faktor yang paling mempengaruhi keputusan pembelian petani. Oleh karena itu, mutu dan kualitas benih padi yang dihasilkanmenjadi prioritas utama untuk diperhatikan dalam upaya memenangkan persaingan.

Kata kunci:benih, perilaku konsumen, proses pembelian konsumen

ABSTRACT

FACHRY RAMADHAN. The Factors That Affecting Farmers Purchasing Decisions in Choosing a Certified Rice Seeds Produced by PT SHS (Sang Hyang Seri)in Bogor, West Java. Supervised by DWI RACHMINA.

(5)

iii productivity, information on certified seed retrieved most of the farmers through the stall saprotan, the main criteria into consideration in selecting the seed farmers rice is certified seed, and the seed quality that is certified is the most used by farmers is a brand of seeds from PT SHS, those purchasing is a done individually. Further analysis of the factors that affect farmers in the decision-making process of purchasing a certified padi seeds showed that the economic and the product is the most influences factor that affecting purchasing decisions by farmers where the primary variable of this factor is the quality of the seed. Therefore, the quality of the seed is a priority to be considered in order to win the competition.

(6)

v

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN

PEMBELIAN PETANI DALAM MEMILIH BENIH PADI

BERSERTIFIKAT PT SHS (SANG HYANG SERI) DI

KABUPATEN BOGOR

FACHRY RAMADHAN

DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(7)
(8)

ix Judul Skripsi : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian

Petani dalam Memilih Benih Padi Bersertifkat PT SHS (Sang Hyang Seri) di Kabupaten Bogor

Nama : Fachry Ramadhan NIM : H34096033

Disetujui oleh

Dr Ir Dwi Rachmina, MSi Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Februari 2012 ini ialah perilaku konsumen, dengan judul Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Petani dalam Memilih Benih Padi Bersertifkat PT SHS (Sang Hyang Seri) di Kabupaten Bogor. Penyusunan skripsi ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Dwi Rachmina, MSi selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Jasiman, Bapak Mahmud dan Bapak Agrah dari BP3K (BadanPelaksana Penyuluhan Pertanian dan Kehutanan) Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga, sahabat, dan kawan-kawan atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(10)

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 5

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 7

Ruang Lingkup Penelitian 7

TINJAUAN PUSTAKA 7

Perilaku Konsumen dalam Pengambilan Keputusan 7 Benih Padi yang Bermutu Sebagai Input Usahatani 9

Benih Bersertifikat 10

Varietas Unggul 11

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Konsumen 12 Alat Analisis dalam Kajian Perilaku Konsumen 13

KERANGKA PEMIKIRAN 14

Kerangka Pemikiran Teoritis 14

Benih Sebagai Input Produksi 14

Petani Sebagai Konsumen Industri 17

Perilaku Konsumen 18

Proses Keputusan Pembelian Konsumen 19

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Keputusan Pembelian

Konsmen 20

Strategi Pemasaran 23

Kerangka Pemikiran Operasional 25

METODE PENELITIAN 27

Lokasi dan Waktu Penelitian 27

Jenis dan Sumber Data 27

Metode Pengambilan Sampel 28

Pengujian Kuisioner 28

Metode Analisis Data 29

Analisis Deskriptif 29

Tabulasi Top Two Boxes 29

Analisis Korespondensi 29

GAMBARAN UMUM OBJEK DAN LOKASI PENELITIAN 31

Profil PT SHS (Sang Hyang Seri) 31

Gambaran Umum Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor 33 KARAKTERISTIK UMUM PETANI DAN PROSES PENGAMBILAN

(11)

Proses Pengambilan Keputusan Pembelian Petani Terhadap Benih Padi

Bersertifikat PT SHS 37

Pengenalan Kebutuhan Penggunaan Benih Padi Bersertifikat oleh

Petani 37

Pencarian Informasi Produk Benih Bersertifikat PT SHS oleh Petani 38 Penilaian Terhadap Alternatif Produk Benih Bersertifkat oleh Petani 39 Keputusan Pembelian oleh Petani terhadap Produk Benih

Bersertifikat PT SHS 40

Tindakan Petani Setelah Pembelian Benih Padi Bersertifikat PT SHS 41 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PEMBELIAN PETANI DALAM MEMILIH BENIH PADI

BERSERTIFIKAT PT SHS 43

Menentukan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Keputusan

Pembelian Petani terhadap Benih Padi Bersertifikat PT SHS 43

Strategi Terhadap Bauran Pemasaran 50

Strategi Produk 50

Strategi Harga 51

Strategi Promosi 51

Strategi Tempat Dan Distribusi 52

SIMPULAN DAN SARAN 53

Simpulan 53

Saran 54

DAFTAR PUSTAKA 54

LAMPIRAN 57

(12)

1 Luas panen, produktivitas, produksi, dan konsumsi padi nasional dan

laju pertumbuhannya pada Tahun 2006-2010 1

2 Kebutuhan, produksi dan penggunaan benih padi bersertifikat nasional

pada Tahun 2005 - 2009 3

3 Karakteristik umur petani di Desa Ciasmara Kecamatan Pamijahan

Kabupaten Bogor pada Bulan Februari-April 2012 35 4 Karakteristik pendidikan petani di Desa Ciasmara Kecamatan

Pamijahan Kabupaten Bogor pada Bulan Februari-April 2012 35 5 Karakteristik pendapatan usahatani petani di Desa Ciasmara Kecamatan

Pamijahan Kabupaten Bogor pada Bulan Februari-April 2012 36 6 Karakteristik status kepemilikan lahan petani di Desa Ciasmara

Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor pada Bulan

Februari-April 2012 37

7 Alasan atau motivasi petani dalam melakukan usahatani padi di Desa Ciasmara Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor pada Bulan

Februari – April 2012 37

8 Sebaran persentase petani berdasarkan alasan menggunakan benih padi bersertifikat PT SHS di Desa Ciasmara Kecamatan Pamijahan

Kabupaten Bogor pada Bulan Februari – April 2012 38 9 Sebaran persentase petani berdasarkan sumber mendapatkan informasi

benih padi bersertifkat PT SHS di Desa Ciasmara Kecamatan

Pamijahan Kabupaten Bogor pada Bulan Februari – April 2012 39 10 Kriteria petani dalam pemilihan benih padi bersertifikat PT SHS di

Desa Ciasmara Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor pada

Bulan Februari - April 2012 40

11 Penggunaan merek perusahaan benih padi oleh petani di Desa Ciasmara Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor pada Bulan

Februari – April 2012 40

12 Cara pembelian benih padi bersertifikat PT SHS oleh petani di Desa Ciasmara Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor pada

Bulan Februari – April 2012 41

13 Tindakan petani terhadap kondisi kenaikan harga atas benih padi yang digunakan di Desa Ciasmara Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor

pada Bulan Februari – April 2012 42

14 Tindakan petani terhadap kondisi ketersediaan benih padi yang digunakan di Desa Ciasmara Kecamatan Pamijahan Kabupaten

Bogor pada Bulan Februari – April 2012 42

15 Sikap petani terhadap produk benih padi yang digunakan di Desa Ciasmara Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor pada Bulan

(13)

1 Faktor-faktor yang mempengaruhi proses keputusan pembelian 20

2 Kerangka pemikiran operasional 26

3 Top two boxes variabel sangat berpengaruh dan berpengaruh 44 4 Plot variabel dalam analisis korespondensi 45

DAFTAR LAMPIRAN

1 Daftar nama perusahaan/produsen utama benih tanaman pangan di

Indonesia 57

2 Data luas panen, produktivitas, dan produksi tanaman padi seluruh

propinsi di Indonesia pada Tahun 2009 58

3 Data luas tanam, luas panen, produksi, dan produktivitas padi di

Propinsi Jawa Barat pada Tahun 2009 59

4 Luas panen, produktivitas, dan produksi tanaman padi di Kabupaten

Bogor pada Tahun 2009 60

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Program swasembada beras yang telah dicanangkan oleh pemerintah sejak tahun 2005 melalui program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) telah menunjukkan hasilnya, yaitu adanya kenaikan produksi padi Indonesia dari tahun 2007 hingga 2010 lalu (Tabel 1). Berdasarkan data pada Tabel 1 tersebut dapat dilihat bahwa produksi padi Indonesia dari tahun 2006 hingga tahun 2010 lalu terus mengalami peningkatan dengan laju pertumbuhan mencapai 5,12 persen per tahun. Peningkatan produksi tersebut membuat Indonesia mencapai surplus produksi padi, yaitu di tahun 2007 hingga 2010, sehingga pemerintah tidak perlu khawatir untuk memenuhi konsumsi beras nasional yang memiliki laju pertumbuhan lebih rendah, yaitu sebesar 3,42 persen per tahun (Tabel 1).

Tabel 1 Luas panen, produktivitas, produksi, dan konsumsi padi nasional dan laju pertumbuhannya pada Tahun 2006-2010a

Tahun Luas panen

Produktivitas Padi

Jumlah Produksi Padi

Konsumsi Beras

Ha Ton/Ha Ton Ton

2006 11 786 430 4,62 54 454 937 54 489 189 2007 12 147 637 4,71 57 157 435 53 491 169 2008 12 327 425 4,89 60 325 925 59 692 175 2009 12 883 576 4,99 64 398 890 60 454 405 2010 13 253 450 5,02 66 469 394 62 844 406

Laju (% / th) 2,98 2, 3 5,12 3,42

a

Sumber : Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan, Dirjen Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian (2011).

Pada tahun 2006 lalu jumlah produksi padi Indonesia sebesar 54.454.937 ton Gabah Kering Giling (GKG) masih berada dibawah jumlah konsumsi beras nasional yaitu sebesar 54.489.189 (Tabel 1). Oleh karena itu, pemerintah melakukan kebijakan impor beras sebanyak 1,5 juta ton dan diprediksi akan mengimpor beras lagi sebanyak 1,1 juta ton di tahun 2007.1 Namun, ternyata pada tahun 2007 lalu produksi padi Nasional mampu mencapai 57,15 juta ton Gabah Kering Giling (GKG), produksi tersebut mengalami peningkatan sebesar 4,96 persen jika dibandingkan produksi pada tahun 2006. Demikian juga pada tahun 2009 lalu, produksi padi Nasional mencapai 64,398 juta ton GKG atau naik sebesar 6,75 persen dibanding produksi pada tahun 2008. Sedangkan pada tahun 2010 lalu produksi padi Nasional mencapai 66,469 juta ton gabah kering giling (GKP), naik sebesar 2,720 juta ton atau naik 3,22 persen dibanding tahun 2009.

1

(15)

Peningkatan produksi yang telah berhasil dilakukan oleh pemerintah melalui program P2BN mulai dari tahun 2007 hingga tahun 2010 tersebut, dijalankan dengan beberapa strategi, antara lain : peningkatan produktivitas, perluasan areal, pengamanan produksi, serta kelembagaan dan pembiayaan (Direktorat Perbenihan Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, 2011).

Strategi Perluasan Areal produksi dilakukan dengan menambah areal produksi di wilayah sentra dan mendorong penciptaan daerah sentra baru. Laju pertumbuhan luas areal panen padi di Indonesia pada tahun 2006 hingga 2010 mencapai 2,98 persen per tahun (Tabel 1). Peningkatan luas areal tersebut, menjadi salah satu faktor keberhasilan pemerintah dalam melakukan peningkatkan produksi padi. Namun, untuk perkembangannya di masa yang akan datang, Strategi tersebut akan menghadapi kendala, terutama seiring dengan tingginya tingkat konversi lahan pertanian yang terjadi saat ini yang diperuntukkan bagi pemukiman, industri dan modernisasi. Sehingga pemerintah tidak dapat terus bergantung kepada strategi ini dalam jangka waktu yang panjang.

Pemerintah juga tidak dapat mengandalakan strategi pengamanan produksi serta strategi kelembagaan dan pembiayaan, karena strategi tersebut hanya merupakan strategi pendukung untuk melakukan strategi yang lainnya. Oleh karena itu, strategi peningkatan produktivitas tanaman padi merupakan strategi ideal yang menjadi prioritas utama bagi pemerintah untuk memperoleh peningkatan produksi padi dalam program P2BN. Pertumbuhan produktivitas padi nasional pada tahun 2006 hingga 2010 tercatat cukup baik, yaitu mencapai 2,3 persen per tahun (Tabel 1). Oleh karena itu, pemerintah dapat mengandalkan strategi peningkatan produktivitas untuk menjalankan Program P2BN. Melalui strategi ini, pemerintah memakai penggunaan input benih padi yang unggul dan bermutu di tingkat petani, sehingga dapat memberikan pengaruh kepada peningkatan produktivitas padi.

Benih merupakan salah satu input utama, sekaligus faktor yang cukup dominan dalam menentukan tingkat produktivitas tanaman padi. Benih mengandung potensi genetik produksi yang akan memberikan hasil dalam usaha pertanian. Sebaik apapun faktor lingkungan yang disediakan seperti ketersediaan unsur hara dan lainnya, namun ketika potensi benihnya rendah, maka produksi yang dihasilkan juga rendah. Oleh karena itu, input benih dalam usahatani padi perlu menjadi perhatian yang besar bagi pemerintah dalam menjalankan program P2BN agar peningkatan produksi padi dapat tercapai.

Benih padi yang bersertifikat adalah benih padi yang telah melalui berbagai proses, mulai dari penyiapan dan pengolahan lahan, penanaman dan pemeliharaan tanaman, hingga panen dan pasca panen, serta penyimpanan benih yang dilakukan dengan sebaik mungkin, sehingga diperoleh benih padi dengan mutu yang baik. Oleh karena itu, jika benih padi bersertifikat digunakan oleh para petani, maka mereka akan memperoleh produktivitas tanaman padi yang tinggi antara tujuh sampai delapan ton per ha. Dampak ekonomisnya adalah meningkatnya efisiensi dan pendapatan petani melalui peningkatan produktivitas (LL Mustain 2005 ; Podesta 2009).

(16)

akibat banyaknya perusahaan yang masuk dalam industri. Peningkatan produksi benih padi bersertifikat ini juga terjadi seiring dengan peningkatan jumlah penggunaan benih bersertifikat di Indonesia yang memiliki pertumbuhan sebesar 14,1 persen per tahun. Namun, jumlah produksi benih tersebut ternyata belum mampu memenuhi kebutuhan benih padi untuk seluruh luasan tanamnya di Indonesia (Tabel 2).

Tabel 2 Kebutuhan, produksi dan penggunaan benih padi bersertifikat nasional pada Tahun 2005 – 2009a

Tahun

Kebutuhan Benih Padi Bersertifikat

(Ton)

Produksi Benih Padi Bersertifikat

(Ton)

Penggunaan Benih Padi Bersertifikat

(Ton)

2005 299 319 120 375 120 374

2006 299 184 121 412 121 478

2007 304 629 152 054 152 039

2008 309 655 173 658 173 662

2009 320 898 201 531 201 517

Laju (% / th) 2,3 14,06 14,1

a

Sumber : Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan, Dirjen Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian (2011).

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa peluang yang ditawarkan dalam industri benih nasional masih besar karena adanya selisih yang masih tinggi antara produksi benih padi bersertifikat dengan kebutuhan benih padi nasional. Melihat besarnya peluang dalam industri ini, maka banyak perusahaan yang menanamkan investasinya di sektor pembenihan, baik dengan melakukan pendirian perusahaan pembenihan baru maupun dengan melakukan perluasan kapasitas produksinya. Menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Perbenihan Indonesia (Asbenindo) Sidi Asmon2, investasi di sektor benih pada tahun 2010 lalu meningkat sebesar 10 persen menjadi 5,5 triliun dibanding tahun 2009. Lampiran 1 menunjukkan beberapa perusahaan utama yang bergerak dalam industri benih nasional khususnya benih tanaman pangan (Padi dan Jagung).

Seluruh perusahaan di Lampiran 1 tersebut adalah perusahaan dengan skala usaha besar, yang telah memiliki area pemasaran di daerah-daerah penanaman dan produksi padi, baik di dalam maupun luar Pulau Jawa. Beberapa diantaranya merupakan perusahaan BUMN (Badan Usaha Milik Negara), yakni PT Sang Hyang Seri (SHS) dan PT Pertani, sedangkan sisanya adalah perusahaan swasta. Selain itu, banyak pula terdapat produsen dan penangkar pembenihan lain, baik swasta persero maupun perorangan dengan skala yang lebih kecil namun telah mendapatkan ijin sertifikasi dari Kementerian Pertanian melalui Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) untuk memproduksi benih padi

2

(17)

bersertifikat. Banyaknya perusahaan yang bergerak dalam industri benih nasional membuat tingkat persaingan dalam industri ini menjadi tinggi.

Salah satu perusahaan yang bergerak dalam industri benih nasional adalah PT SHS (Sang Hyang Seri) Persero. PT SHS (Persero) adalah perusahaan BUMN yang memproduksi benih tanaman padi, jagung, kacang-kacangan dan juga sayuran. PT SHS merupakan perusahaan benih pertama yang didirikan di Indonesia oleh pemerintah, sehingga menjadikannya sebagai pioner dalam usaha perbenihan nasional, khususnya untuk benih tanaman pangan. Jumlah produksi benih padi PT SHS pada tahun 2010 mencapai sekitar 105.000 ton, terdiri dari benih padi non hibrida dan hibrida. Dengan jumlah tersebut PT SHS mampu memasok 34 persen dari kebutuhan benih padi nasional (Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan, 2011).

Pada umumnya produksi benih padi konvesional (non hibrida) bersertifikat dihasilkan oleh perusahaan BUMN, sedangkan benih padi hibrida bersertifikat dihasilkan terutama oleh perusahaan swasta. Namun saat ini, perusahaan BUMN seperti PT SHS dan PT Pertani, bekerja sama dengan balai penelitian padi serta balai besar padi mampu menghasilkan benih padi hibrida. Dengan adanya kemampuan industri benih nasional untuk melakukan produksi benih padi bersertifikat diharapkan mampu memenuhi kebutuhan benih padi nasional, sehingga petani dapat menggunakan benih padi bersertifikat untuk pertanaman padi mereka.

Di Indonesia, padi merupakan tanaman pangan paling utama selain jagung, sagu, dan umbi-umbian. Padi dijadikan sebagai sumber karbohidrat utama karena produktivitasnya tinggi dan dapat disimpan lama (Taslim dan Fagi 1988 dalam Saheda 2008). Kesesuaian agroklimat Indonesia menyebabkan tanaman padi dapat tersebar di hampir di seluruh wilayah Indonesia. Sentra penanaman padi di Indoneisa meliputi Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Jumlah produksi padi di propinsi sentra tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1.

Propinsi Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi padi yang memiliki potensi luas lahan sawah yang cukup besar yaitu sebesar 1,9 juta ha dengan hasil produksi yang tinggi mencapai 11,3 juta ton gabah kering giling (GKG). Pada tahun 2010 areal pertanian di Jawa Barat meningkat hingga mencapai 2,03 juta ha dengan produksi padi mencapai 11,855 juta ton GKG (3; Suganda 2010). Produksi padi di Jawa Barat merata di beberapa daerah termasuk Kabupaten Bogor (Lampiran 2).

Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah penanaman dan produksi padi dengan luas lahan pertanian untuk pertanaman padi mencapai hingga 88.267 ha. Pada tahun 2010, total produksi padi di Kabupaten Bogor adalah sebesar

500.686 ton atau menyumbang 4,4 persen dari total produksi padi Jawa Barat. Apabila dilihat dari jumlah produksinya, Kabupaten Bogor memang menghasilkan produksi padi yang relatif masih lebih rendah dibandingkan kabupaten lain di Jawa Barat. Namun, potensi untuk mengembangkan produksi padi di Kabupaten Bogor masih cukup besar, yaitu dengan pemanfaatan lahan tidur yang terdapat di sejumlah wilayah di Kabupaten Bogor. Luas lahan tidur yang ada di wilayah

3

(18)

Kabupaten Bogor adalah sebanyak 8.250 Ha, lahan tidur tersebut berpotensi untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian khususnya pertanaman padi.

Kabupaten Bogor juga mempunyai agroklimat yang mendukung serta SDM yang mencukupi untuk mengembangkan tanaman padi. Selain itu, dengan adanya pencanangan program revitalisasi pertanian khususnya bagi komoditas padi yang merupakan salah satu program unggulan dari pemerintah daerah di Kabupaten Bogor, diharapkan dapat meningkatkan produksi padi di Kabupaten Bogor. Dengan seluruh keunggulan tersebut, Kabupaten Bogor menjadi salah satu wilayah yang memiliki potensi strategis bagi pemasaran produk benih padi bersertifikat.

Kabuputen Bogor memiliki beberapa wilayah sentra penanaman padi, beberapa diantaranya yaitu di kecamatan Pamijahan, Cariu, Jonggol, Darmaga dan Tanjung sari (Lampiran 3). Sebaran penggunaan varietas padi yang umumnya banyak digunakan di Jawa Barat terutama di Kabupaten Bogor adalah varietas Ciherang, IR-64, Cigeulis dan Situbagendit (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jawa Barat, 2010).

Seiring dengan meningkatnya persaingan yang terjadi dalam industri benih, PT SHS perlu mewaspadai bermunculannya banyak merek benih padi yang menjadi pesaing dalam memasarkan produknya kepada petani, khususnya petani padi yang berada di Kabupaten Bogor. Oleh karena itu, PT SHS dituntut untuk terus meningkatkan daya saing. PT SHS harus mampu menghasilkan produk serta pelayanan yang baik bagi pelanggan, sehingga pemahaman akan perilaku konsumen menjadi penting bagi perusahaan, karena pemasaran pada dasarnya adalah bertujuan memenuhi dan memuaskan kebutuhan serta keinginan konsumen yang dituju atau konsumen sasaran (target konsumen). Bidang ilmu perilaku konsumen mempelajari bagaimana individu, kelompok dan organisasi memilih, memakai, serta memanfaatkan suatu produk dalam rangka memuaskan kebutuhan dan hasrat mereka.

Pemahaman yang mendalam mengenai perilaku petani perlu dimiliki agar PT SHS dapat merancang sebuah strategi pemasaran yang baik, sehingga petani selalu bersedia untuk membeli produk perusahaan. Salah satu upaya pemahaman mengenai perilaku konsumen yang dapat dilakukan perusahaan yaitu dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi proses keputusan pembelian petani dalam memilih produk benih padi perusahaan. Hal tersebut dapat menjadi informasi penting untuk diaplikasikan oleh manajemen perusahaan dalam melakukan pengambilan keputusan berkaitan dengan strategi pemasaran melalui urutan prioritas petani dalam pemilihan produk.

Perumusan Masalah

(19)

Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama, setiap pelaku usaha yang bergerak dalam industri saat ini yang berjumlah 21 perusahaan besar dan perusahaan-perusahaan kecil lainya pada suatu saat akan mencapai kondisi dimana seluruh pelaku usaha tersebut memperebutkan pangsa pasar yang sama. Hal ini mengindikasikan bahwa persaingan dalam industri benih akan semakin ketat. Banyaknya merek benih padi yang ditawarkan oleh berbagai perusahaan benih dengan harga, mutu dan kualitas yang berbeda-beda kepada petani, menyebabkan tingkat persaingan dalam industri semakin tinggi.

PT SHS saat ini memiliki pangsa pasar terbesar dengan persentase 34 persen (Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, 2011), sehingga menjadikannya sebagai pemimpin pasar dalam industri benih di Indonesia, terutama di daerah Kabupaten Bogor. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Kabupaten Bogor (2010) pada tahun 2009, PT SHS merupakan perusahaan yang menguasai pasar benih di daerah Kabupaten Bogor. PT SHS sebagai pemimpin pasar menguasai sebesar 36 persen pasokan benih padi di Kabupaten Bogor ini. Namun, kondisi persaingan yang tinggi menjadi ancaman bagi perusahaan. Oleh karena itu, agar dapat memenangkan persaingan PT SHS perlu menerapkan strategi pemasaran yang tepat, sehingga mampu menambah/memperluas pangsa pasarnya atau minimal dapat bertahan dari persaingan dengan mempertahankan pangsa pasar yang telah dimilikinya saat ini.

Untuk membuat strategi pemasaran yang tepat, salah satu upayanya adalah perusahaan perlu memahami perilaku dari konsumennya yaitu petani. PT SHS perlu memahami bagaimana konsumen mengumpulkan informasi berkenaan dengan berbagai alternatif dan menggunakan informasi itu untuk memilih benih padi perusahaan. PT SHS juga perlu memahami bagaimana proses keputusan petani dan faktor-faktor yang mempengaruhi alasan pembeliannya. Dengan mempelajari konsumennya, maka perusahaan akan mendapatkan masukan dan informasi bagi pengembangan produk, fitur produk, harga, promosi, dan saluran pemasaran. Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik petani dan tahapan proses pengambilan keputusan pembelian petani terhadap benih padi berserifikat PT SHS di Kabupaten Bogor?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan petani terhadap pemilihan benih padi bersertifikat PT SHS di Kabupaten Bogor?

3. Bagaimana rekomendasi bauran pemasaran yang dapat diterapkan oleh bagi perusahaan?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan penelitian ini adalah :

(20)

2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan petani di Kabupaten Bogor terhadap pemilihan benih padi bersertifikat merek PT SHS.

3. Menentukan strategi manajerial / bauran pemasaran yang tepat bagi perusahaan.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan menjadi :

1. Media belajar dan bahan informasi bagi kalangan akademik dan petani. 2. Bahan masukan bagi produsen benih dalam kaitannya untuk meningkatkan

pangsa pasar dan menghadapi persaingan.

Ruang Lingkup Penelitian

1. Produk yang dikaji adalah benih padi bersertifikat merek PT SHS.

2. Objek penelitian dilakukan pada petani padi di Desa Ciasmara Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor yang mengunakan benih padi bersertifikat.

3. Penelitian ini difokuskan kepada analisis faktor-faktor dalam proses

pengambilan keputusan petani dalam memilih merek benih padi PT SHS dan dianalisis berdasarkan teori perilaku konsumen.

TINJAUAN PUSTAKA

Perilaku Konsumen dalam Pengambilan Keputusan

(21)

Teori perilaku konsumen juga dapat digunakan untuk menganalisis kepuasan konsumen. Apabila kinerja suatu produk berada dibawah harapan, maka konsumen tidak puas dan sebaliknya apabila kinerja melebihi harapan, maka konsumen akan sangat puas. Penelitian mengenai kepuasan konsumen menjadi topik sentral dalam dunia riset pasar dan berkembang pesat. Yunita (2007) mengungkapkan bahwa kepuasan konsumen terhadap benih jagung hibrida PT. PERTANI (Persero) berada pada atribut kuadaran II yaitu harga, ukuran tongkol, dan produksi panen. Sedangkan menurut Saheda (2008) kepuasan konsumen terhadap benih padi pandan wangi juga terletak pada kuadran II yaitu pada hasil produksi, daya tumbuh, tahan rebah, kualitas beras, warna beras, tekstur nasi, dan aroma nasi. Kedua penelitian tersebut sama-sama menunjukkan bahwa kepuasan konsumen berada di kuadran II pada analisis IPA.

Proses pembelian dimulai pada saat konsumen menyadari adanya kebutuhan. Dalam melakukan pembelian tersebut, seorang konsumen akan dihadapkan pada dua atau lebih alternatif pilihan. Pilihan mana yang akan dipilih oleh konsumen dipengaruhi oleh adanya kebiasaan dalam membeli. Kebiasaan dalam membeli diwujudkan oleh tahap proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh konsumen baik mental maupun fisik. Penelitian yang dilakukan oleh Melaty (2005) dan Friza (2007), menunjukkan adanya perbedaan mengenai tahap proses pembelian konsumen antara konsumen restoran Imah Hejo dan konsumen restoran fast food (KFC dan A&W), hal ini diduga disebabkan oleh adanya perbedaan karakteristik jenis restoran di antara kedua restoran tesebut.

(22)

food adalah Rp 20.000 – Rp. 50.000. Responden restoran KFC dan A&W memilih ayam goreng sebagai menu yang paling disukai. Sebagian besar responden restoran KFC dan A&W memutuskan kunjungan ke restoran fast food tergantung situasi. Evaluasi pasca pembelian terdiri dari tanggapan responden setelah makan di restoran A&W cukup puas, sedangkan responden KFC menyatakan puas. Apabila harga di restoran fast food naik, maka sebagian responden pada restoran KFC dan A&W akan memilih untuk mengurangi frekuensi pembelian mereka.

Selain tahap proses pengambilan keputusan, hal lain yang harus diperhatikan dalam proses pembelian konsumen adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keputusan pembelian. Yunita (2008), Melaty (2005) dan Friza (2007) meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen dalam membeli suatu produk. Yunita (2008) menjelaskan bahwa terdapat dua peubah bebas yang berpengaruh nyata terhadap keputusan pembelian benih jagung hibrida yaitu pendapatan dan alasan pembelian. Menurut Melaty (2005) terdapat enam faktor yang mempengaruhi proses keputusan pembelian di Restoran Imah Hejo. Faktor pertama terdiri dari variabel kekhasan rasa menu, kenyamanan, live music, jenis menu dan kebersihan. Faktor kedua terdiri dari variabel kecepatan pramusaji, harga, promosi, dan fasilitas. Faktor ketiga terdiri dari variabel pendapatan, pekerjaan, dan gaya hidup. Faktor keempat terdiri dari variabel lokasi, budaya, dan nama besar artis. Faktor kelima terdiri dari variabel saudara, keluarga dan teman. Dan Faktor keenam terdiri dar variabel waktu luang dan hobi. Sedangkan Friza (2007) mengungkapkan bahwa terdapat tiga atribut yang berpengaruh terhadap keputusan pemilihan restoran fast food yaitu variabel harga makanan, areal parkir, dan rasa makan yang dihidangkan. Hasil penelitian dari ketiga peneliti tersebut menunjukkan bahwa untuk setiap jenis produk dan konsumen berbeda, maka faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian mereka akan berbeda pula.

Benih Padi yang Bermutu Sebagai Input Usahatani

(23)

Untuk menjaga kelangsungan dan keamanan hayati, melalui SK Menteri Pertanian No. 460/KPTS/II/1971, pemerintah membagi benih dalam empat kelas benih (Sadjad, 1993), yaitu:

1. Benih Penjenis atau Breeder Seed (BS)

Merupakan benih yang dihasilkan oleh instansi yang ditunjuk atau dibawah pengawasan pemuliaan tanaman dan atau instansi yang menanganinya (lembaga Penelitian atau Perguruan Tinggi). Benih ini jumlahnya sedikit dan merupakan sumber untuk perbanyakan benih dasar. Khsusus untuk benih penjenis tidak dilakukan sertifikasi. Benih ini masih murni dan diberi label putih.

2. Benih dasar atau Foundation Seed (FS)

Benih dari hasil perbanyakan benih penjenis (BS) yang diproduksi di bawah bimbingan intensif dan pengawasan yang ketat, sehingga varietas yang tinggi dan identitas genetisnya dapat terpelihara. Benih ini diproduksi oleh instansi atau penangkar benih sesuai ketetapan Badan Benih Nasional yang disertifikasi oleh Sub Direktorat Pembinaan Mutu Benih Direktorat Tanaman Pangan dan diberi label putih.

3. Benih pokok atau Stock Seed (SS)

Benih pokok adalah benih yang diperbanyak dari benih dasar atau benih penjenis. Perbanyakan ini dilakukan dengan memperhatikan tingkat kemurnian varietas, memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan dan disertifikasi oleh instansi yang berwenang dan diberi label ungu.

4. Benih sebar atau Ekstension Seed (ES)

Benih sebar adalah hasil perbanyakan dari benih penjenis, benih dasar atau benih pokok yang akan disebarkan kepada petani dengan menjaga tingkat kemurnian varietas yang memenuhi standar mutu benih yang telah ditetapkan dan telah disertifikasi sebagai benih sebar. Benih ini diberi label biru.

Benih Bersertifikat

Hal yang membedakan benih bersertifikat dengan benih biasa adalah benih bersertifikat merupakan benih yang dihasilkan dengan cara dan tujuan khusus untuk disemaikan menjadi pertanaman dan kemudian disertifikasi oleh Balai Pengawasan Dan Sertifikasi Benih (BPSB). Sedangkan benih biasa merupakan benih yang disisihkan dari panen pertanaman komoditas yang bersangkutan dan tidak disertifikasi oleh BPSB. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang sistem Budi Daya Tanaman yang menyebutkan bahwa varietas hasil pemuliaan atau introduksi dari luar negeri sebelum diedarkan terlebih dahulu mendapat izin dilepas oleh pemerintah (Sadjad, 1993). Varietas yang belum dilepas oleh pemerintah dilarang diedarkan. Benih dari varietas yang telah dilepas tersebut disebut benih bina. Benih bina yang diedarkan harus melalui sertifikasi dan memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Menurut Soetopo (1993) dalam Dewi (2008) keunggulan benih bersertifikat dibandingkan dengan benih biasa diantaranya adalah:

(24)

2. Keseragaman pertumbuhan, pembungaan dan pemasakan buah sehingga dapat dipanen sekaligus.

3. Rendemen beras tinggi dan mutunya seragam.

4. Penggunaan benih padi bersertifikat mampu meningkatkan hasil panen 5-15 persen per hektar.

5. Meningkatkan mutu produksi beras yang dihasilkan.

6. Mutu benih dapat menentukan kebutuhan dan respon sarana produksi lainnya, dimana peranan sarana produksi tidak akan terlihat apabila benih yang digunakan tidak bermutu.

Varietas Unggul

Siregar (1981) dalam Saheda (2008) mendeskripsikan varietas unggul adalah varietas dimana tanaman-tanaman mempunyai sifat-sifat yang lebih daripada sifat yang dimiliki varietas padi lainnya. Sifat-sifat unggul itu bisa merupakan daya hasil yang lebih tinggi, umur yang lebih pendek, ketahanan terhadap gangguan hama penyakit, lebih tahan terhadap tumbangnya tanaman, dan rasa nasi yang lebih enak. Varietas unggul yang telah dilepas oleh pemerintah dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu varietas nonhibrida dan varietas hibrida. Verietas nonhibrida terdiri dari Varietas Unggul Baru (VUB) dan Varietas Unggul Tipe Baru (VUTB). Sedangkan varietas hibrida hanya meliputi varietas hibrida. Varietas unggul baru merupakan verietas hasil dari persilangan biasa antara padi jenis indica (cere). Sedangkan VUTB dihasilkan melalui persilangan antara padi jenis indica dengan japonica (Soetopo 1993) dalam Dewi (2004). Prinsip utama dalam pembentukanVUTB adalah melakukan modifikasi arsitektur tanaman pada varietas modern masa kini agar mampu menghasilkan biomassa dan indeks panen yang tinggi. Padi tipe baru (PTB) memiliki sifat penting, antara lain (a) jumlah anakan sedikit (7-12 batang) dan semuanya produktif, (b) malai lebih panjang dan lebat (>300 butir/malai), (c) batang besar dan kokoh, (d) daun tegak, tebal, dan hijau tua, (e) perakaran panjang dan lebat. Potensi hasil PTB 10-25 persen tebih tinggi dibandingkan dengan varietas unggul yang ada saat ini (Soetopo, 1993) dalam Dewi (2008).

(25)

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Konsumen

Dalam melakukan pembelian, seseorang akan melalui suatu tahapan proses keputusan pembelian, dimana tahapan dan proses tersebut sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor penting. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian sangat penting untuk diketahui agar pihak yang berkepentingan dalam melakukan pemasaran dapat menerapkan strategi pemasaran yang efektif kepada konsumen, sehingga perusahaan dapat mengalahkan kompetitor atau minimal bertahan terutama dalam kondisi persaingan usaha yang ketat. Oleh karena itu, perlu dipelajari apakah suatu faktor tertentu memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keputusan konsumen dalam melakukan pembelian suatu produk. Dengan demikian, maka organisasi atau perusahaan dapat memasukkannya sebagai pertimbangan ketika menyusun kebijakan pemasarannya.

Terdapat berbagai variabel yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian konsumen. Hady (2008) dalam penelitianya menggunakan variabel pendapatan, jumlah anggota keluarga, dan jumlah jam kerja ibu rumah tangga sebagai faktor internal dan variabel harga, label halal, rasa, nilai gizi, kemasan, promosi, dan tempat pembelian sebagai faktor eksternal, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variabel apa saja yang menjadi faktor utama dalam mempengaruhi keputusan konsumen untuk mengkonsumsi produk chicken nugget di Kota Bogor. Pemilihan variabel-variabel tersebut telah disesuaikan dengan jenis produk dan konsumen yang ditelitinya. Gita (2005) menggunakan variabel pendidikan, pekerjaan, pendapatan, jumlah anggota keluarga, pengambil keputusan, media paling berpengaruh, alokasi dana, tempat dan tata letak pembelian, ketersediaan, promosi, motivasi, dan kualitas papaya dalam penelitianya untuk menjadi variabel yang diuji sebagai faktor yang mempengaruhi pembelian papaya eksotik dibandingkan dengan papaya local di Kota Bogor, Depok dan Jakarta. Sajiwa (2007) memakai variabel lokasi outlet, ketersediaan fasilitas untuk makan, pelayanan baik, kebersihan tempat, kenyamanan tempat, antrian, harga, pilihan rasa, kerenyahan, dan merk terkenal untuk diteliti manakah variabel yang mempengaruhi pemilihan produk crepe di Kota Bogor. Sedangkan Aprilani (2007) menggunakan variabel jenis kelamin, umur, pendapatan, tingkat pendidikan, status pernikahan, pekerjaaan, dan pernah mengkonsumsi sebagai variabel dalam penelitiannya untuk mengetahui variabel mana yang menjadi faktor utama dalam mempengaruhi keputusan pembelian saus sambal di Kota Bogor.

(26)

yang diduga dapat mempengaruhi keputusan pembelian bagi segala macam jenis konsumen termasuk petani.

Alat Analisis dalam Kajian Perilaku Konsumen

Dalam melakukan kajian penelitian mengenai perilaku konsumen, terdapat beberapa alat analisis yang sering digunakan, beberapa diantaranya yaitu, Analisis Regresi, Analisis Faktor, Important Performance Analysis (IPA), Customer Satisfaction Index (CSI), Analisis Diagonal, analisis Deskriptif, Model Multi Atribut Angka Ideal, Analisis SAM, Analisis Diskriminan dan Analisis sikap Fishbein. Masing-masing alat tersebut digunakan untuk meneliti dan menganalisis setiap topik/kajian yang berbeda-beda dalam perilaku konsumen. Yunita (2007), Fahmi (2008) dan Saheda (2008), dalam melakukan penelitiannya mengenai perilaku konsumen menggunakan alat Analisis IPA dan CSI. Alat analisis tersebut digunakan karena penelitian yang mereka lakukan salah satunya bertujuan untuk menilai kepuasan konsumen. Dengan menggunakan IPA dan CSI dapat diketahui berada pada tingkat mana kepuasan konsumen/petani terhadap produk benih jagung PT Pertani di Kecamatan Tanjung Medar, Kabupaten Sumedang, benih Padi Varietas Unggul di Kabupaten Kediri, serta benih padi Pandan Wangi di Kabupaten Cianjur.

Melaty (2005) dan Friza (2007) melakukan penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan karakteristik dan tahapan proses pembelian yang dilakukan konsumen, oleh karena itu kedua peneliti menggunakan alat analisis yang sama yaitu menggunakan Analisis Deskriptif. Analisis deskriptif merupakan metode yang tepat dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, dan suatu sistem pemikiran. Berdasarkan hasil kedua penelitian tersebut diketahui bahwa terdapat perbedaan dalam tahap proses pembelian konsumen antara konsumen restoran Imah Hejo dan konsumen restoran fast food (KFC dan A&W) Bogor, hal ini diduga dikarenakan adanya perbedaan karakteristik jenis restoran diantara kedua restoran tesebut.

Dalam melakukan penelitian tentang perilaku konsumen, terutama untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi proses keputusan pembelian konsumen, beberapa peneliti menggunakan alat analisis yang berbeda. Yunita (2008) dan Hady (2008) dalam penelitiannya mengenai produk benih Jagung Hibrida dan produk Chicken Nugget, menggunakan alat Analisis Regresi. Untuk meneliti faktor yang mempengaruhi proses keputusan pembelian konsumen restoran Imah Hejo dan Pepaya Eksotik, Melaty (2005) dan Gita (2005) menggunakan alat Analisis Faktor. Sedangkan friza (2007) menggunakan Analisis Diskriminan untuk meneliti faktor yang mempengaruhi proses keputusan pembelian konsumen restoran fast food (KFC dan A&W). Selain itu, Hidayatunnismah (2003) dalam menganalisis kejadian tindak kriminal di Kota Bogor menggunakan Ananlisis Korepondensi. Meskipun alat analisis yang digunakan dan produk yang dikaji berbeda, para peneliti tersebut melakukan penelitian dengan tujuan yang sama yaitu untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi proses keputusan respondennya.

(27)

dan Fahmi (2008), dapat menggunakan Analisis Sikap Multiatribut Fishbein. Melalui analisis ini dapat diketahui sikap konsumen terhadap suatu produk didasarkan pada kepercayaan yang diringkas mengenai atribut produk yang bersangkutan yang diberi bobot oleh evaluasi terhadap atribut tersebut. Dengan demikian dapat dilihat bahwa apakah konsumen memiliki sikap yang mendukung (positif) atau tidak mendukung (negatif) terhadap produk yang ditawarkan tersebut.

Penelitian ini berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Petani Dalam Memilih Benih Padi Bersertifikat PT SHS (Sang Hyang Seri) Di Kabupaten Bogor”. Melalui penelitian sebelumnya dapat dilihat persamaan yang dimiliki yaitu topik penelitian dan komoditas terdapat pada penelitian yang dilakukan oleh Saheda (2008) dan Fahmi (2008), perbedaan hanya terletak pada alat analisis, waktu dan lokasi penelitian. Sedangkan pada penelitian Gita (2005), Melaty (2005), Aprilani (2008), Yunita (2007), Friza (2007), dan Hady (2008) kesamaan terdapat pada topik yang diteliti yaitu perilaku konsumen, perbedaaanya terletak pada komoditas, alat analisisnya serta waktu dan tempat penelitian.

Mengacu pada penelitian sebelumnya tersebut, penelitian ini dibuat untuk mengetahui dan mempelajari gambaran mengenai tahapan proses keputusan pembelian petani terhadap benih padi bersertifikat dan faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan pembelian petani dalam memilih merek benih padi bersertifikat. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi proses keputusan pembelian petani, variabel yang digunakan dalam penelitian ini diambil berdasarkan teori pada literatur dan penelitian terdahulu. Variabel tersebut terdiri dari faktor internal yang meliputi variabel pendidikan terakhir, pendapatan, usia, keluarga, tokoh yang disegani, dan pengeluaran. Serta faktor eksternal yang terdiri dari variabel ketersediaan benih, volume benih dalam kemasan, mutu benih (genetik, fisik, fisiologis), tahan hama dan penyakit, harga benih, promosi, desain kemasan, warna kemasan, kadaluarsa, penampakan. Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan alat analisis Deskriptif , Top 2 Boxes, dan analisis Korepondensi.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis yang diambil dalam penelitian ini berasal dari berbagai penelusuran teori-teori yang relevan dengan masalah penelitian. Adapun kerangka pemikiran teoritis pada penelitian ini terdiri dari Pengertian mengenai Benih Padi Bersertifikat, Varietas Unggul, Teori Produksi, Petani sebagai pembeli bisni, Perilaku konsumen, Proses keputusan pembelian konsumen, Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian konsumen, dan Strategi pemasaran (4P).

Benih Sebagai Input Produksi

(28)

teknologi terbaik yang tersedia. Soekartawi et.al (1986) menjelaskan bahwa produksi merupakan usaha-usaha pengelolaan secara optimal penggunaan sumberdaya atau sering disebut faktor-faktor produksi yang terdiri dari, tenaga kerja, mesin-mesin, peralatan, bahan mentah, dan sebagainya yang digunakan dalam upaya memproses transformasi bahan mentah dan tenaga kerja menjadi berbagai produk barang dan jasa.

Jika melihat dari perspektif pertanian menurut Soekartawi et.al (1986) menyebutkan bahwa hubungan kuantitatif antara masukan dan produksi dikenal dengan istilah fungsi produksi. Fungsi produksi yang dimaksud merupakan hubungan fisik atau teknis antara faktor-faktor produksi yang dipergunakan dengan jumlah produk yang dihasilkan per satuan waktu tanpa memperhatikan harga. faktor seperti benih, tanah, pupuk, tenaga kerja, modal, iklim, dan sebagainya tersebut mempengaruhi besar kecilnya produksi yang akan diperoleh. Karena petani mengetahui berapa jumlah masukan (faktor produksi) yang dipakai, maka mereka dapat menduga berapa jumlah produksi yang akan dihasilkan. Jika di dalam lingkup pertanian khususnya tanaman padi, maka faktor yang dimaksudkan Soekartawi et.al (1986) pada penelitian ini diantaranya benih padi, pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja. Hubungan antara faktor produksi (input) dan produksi (output) biasanya disebut dengan fungsi produksi atau disebut dengan factor relationship. Output biasanya menjadi variabel yang dijelaskan (Y), sedangkan input biasanya menjadi variabel yang menjelaskan (X). Hubungan fisik yang terjadi antara input dan output tersebut dapat ditunjukkan dengan penambahan input (X) tertentu maka akan meningkatkan ouput (Y). Maka secara matematis fungsi produksi tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut:

Y = f (X1, X2, X3, ..., Xn) Dimana :

Y = tingkat produksi atau output yang dihasilkan

F = bentuk hubungan yang mentransformasikan faktor – faktor produksi dalam hasil produksi

X = faktor – faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi

Soekartawi et.al (1986) menjelaskan apabila Y merupakan produksi dan Xi adalah masukan atau faktor – faktor dari produksi, maka besar kecilnya Y juga tergantung dari besar kecilnya X1, X2, X3, ... , Xn yang dipakai.

Hubungan masukan dan produksi pertanian mengikuti kaidah kenaikan hasil yang berkurang, atau dikenal dengan hukum The Law of Deminishing Return. Tiap tambahan unit masukan akan mengakibatkan proporsi unit tambahan produksi yang semakin kecil dibanding unit tambahan masukan tersebut. Kemudian suatu ketika sejumlah unit tambahan masukan akan menghasilkan produksi yang semakin terus berkurang (Soekartawi et.al, 1986).

Menurut Soekartawi et.al (1986), terdapat dua tolak ukur yang digunakan untuk mengukur tingkat produktivitas dari suatu proses produksi, yaitu Produk Marjinal (PM) dan Produk rata – ratsa (PR). Produk marjinal adalah penambahan atau pengurangan keluaran (output) yang dihasilkan dari setiap penambahan satu satuan masukan (input) yang digunakan. Produk rata-rata adalah tingkat produksi yang dicapai setiap satuan faktor produksi (input).

(29)

merupakan persentase perbandingan dari output (keluaran) yang dihasilkan sebagai akibat dari persentase dari input (masukan) yang digunakan. Menurut Soekartawi (1986), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi produksi pertanian, yaitu : 1. Lahan Pertanian

Lahan pertanian merupakan penentu dari pengaruh faktor produksi komoditas pertanian. Secara umum dikatakan, semakin luas lahan (yang digarap/ditanami), semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan oleh lahan tersebut. Pentingnya faktor produksi lahan bukan saja dilihat dari segi luas atau sempitnya lahan, tetapi juga segi lain, misalnya aspek kesuburan tanah, macam penggunaan lahan (tanah sawah, tegalan dan sebagainya) dan topografi (tanah dataran pantai, rendah dan dataran tinggi).

2. Tenaga Kerja

Tenaga kerja dalam hal ini petani merupakan faktor penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi komoditas pertanian. Tenaga kerja harus mempunyai kualitas berpikir yang maju seperti petani yang mampu mengadopsi inovasi-inovasi baru, terutama dalam menggunakan teknologi untuk pencapaian komoditas yang bagus sehingga nilai jual tinggi. Penggunaan tenaga kerja dapat dinyatakan sebagai curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai.

Usahatani yang mempunyai ukuran lahan berskala kecil biasanya disebut usahatani skala kecil, dan biasanya pula menggunakan tenaga kerja keluarga. Lain halnya dengan usahatani berskala besar, selain menggunakan tenaga kerja luar keluarga juga memiliki tenaga kerja ahli. Ukuran tenaga kerja dapat dinyatakan dalam harian orang kerja (HOK), sedangkan dalam analisis ketenagakerjaan diperlukan standarisasi tenaga kerja yang biasanya disebut dengan hari kerja setara pria (HKSP).

3. Modal

Setiap kegiatan dalam mencapai tujuan membutuhkan modal, apalagi kegiatan proses produksi komoditas pertanian. Dalam kegiatan proses tersebut, modal dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu modal tetap (fixed cost) dan modal tidak tetap (variable cost). Modal tetap (fixed cost) terdiri atas tanah, bangunan, mesin dan peralatan pertanian dimana biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi tidak habis dalam sekali proses produksi, sedangkan modal yang tidak tetap (variable cost) terdiri dari benih, pupuk, pestisida, dan upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja. Besar kecilnya skala usaha pertanian atau usahatani tergantung dari skala usahatani, macam komoditas dan tersedianya kredit. Skala usahatani sangat menentukan besar kecilnya modal yang dipakai. Makin besar skala usahatani, makin besar pula modal yang dipakai, begitu pula sebaliknya. Macam komoditas tertentu dalam proses produksi komoditas pertanian juga menentukan besar kecilnya modal yang dipakai. Tersedianya kredit sangat menentukan keberhasilan usahatani.

4. Pupuk

(30)

5. Pestisida

Pestisida sangat dibutuhkan tanaman untuk mencegah serta membasmi hama dan penyakit yang menyerangnya. Pestisida merupakan racun yang mengandung zat-zat aktif sebagai pembasmi hama dan penyakit pada tanaman.

6. Benih

Benih menentukan keunggulan dari suatu komoditas. Benih unggul yang bermutu biasanya memiliki kelebihan secara genetis dan fisiologis, sehingga hasil komoditasnya akan memiliki kuantitas serta kualitas yang tinggi dibandingkan dengan komoditas lain.

7. Teknologi

Penggunaan teknologi dapat menciptakan rekayasa perlakuan terhadap tanaman dan dapat mencapai tingkat efisiensi yang tinggi. Sebagai contoh, tanaman padi dapat dipanen dua kali dalam setahun, tetapi dengan adanya perlakuan teknologi terhadap komoditas tersebut, tanaman padi dapat dipanen tiga kali setahun.

Petani Sebagai Konsumen Industri

Konsumen industri merupakan konsumen yang melakukan pembelian output suatu perusahaan sebagai input dalam kegiatan bisnisnya. Hal ini berbeda dengan konsumen pribadi yang membeli suatu produk untuk penggunaan pribadi mereka sendiri. Petani merupakan salah satu konsumen industri. Petani membeli produk yang dibutuhkan untuk mengoperasikan kegiatan bisnisnya. Sebagai konsumen industri, pemilihan terhadap suatu input tertentu akan dilakukan oleh petani apabila akan memberikan nilai positif dalam arus penerimaan mereka, karena dalam setiap kegiatannya petani akan selalu berusaha untuk memaksimalkan laba.

Dari sudut teori ekonomi, keuntungan maksimum dapat diperoleh apabila alokasi penggunaan input efisien, yaitu jika nilai produk marginal (VMP

a) sama dengan harga inputnya (P

x). Ini juga berarti bahwa perbandingan antara nilai produk marginal dengan titik kombinasi tersebut (k) sama dengan satu (Widodo, 1989) dalam Purbiantoro (2007). Secara matematis efesiensi alokatif dituliskan:

VMP

a = Px atau VMPa / Px = 1

Apabila k = 1 berarti penggunaan input effesien, k > 1 maka penggunaan input belum effesian dan perlu ditambah, sedangkan bila k < 1 maka penggunaan input belum efisien dan perlu dikurangi.

Dalam banyak hal, perilaku pembelian bisnis hanya memiliki sedikit perbedaan dengan praktek-praktek pembelian konsumen. Permintaan produk bisnis dirangsang oleh permintaan atas barang-barang konsumsi dan kurang sensitif terhadap perubahan harga. Perbedaan lainnya meliputi keterampilan membeli pada diri pembeli, perbedaan pembuat keputusan serta hubungan antara pembeli dan penjual (Griffin dan Ebert, 2003).

1. Perbedaaan permintaan

(31)

barang-barang konsumsi), sementara inelastisitas permintaan bagi produk bisnis tidak dipengaruhi oleh perubahan harga.

2. Perbedaan pembeli

Tidak seperti kebanyakan konsumen, pembeli bisnis merupakan para profesional, spesialis, dan ahli (atau paling tidak mempunyai informasi yang cukup).

3. Perbedaan pembuatan keputusan

Proses keputusan organisasi berbeda dalam tiga hal penting, yaitu (1) pengembangan spefikasi produk; (2) pengevaluasian alternatif yang ada; dan (3) pembuatan evaluasi pasca pembelian.

4. Perbedaan hubungan pembeli dan penjual

Hubungan antara konsumen dan penjual kadang-kadang tidak pribadi dan cepat berakhir; hubungan ini seringkali berupa interaksi satu kali yang dilakukan singkat. Sebaliknya, situasi bisnis sering mencakup hubungan pembeli dan penjual dalam frekuensi yang sering dan berlangsung lama yang dapat bermanfaat bagi kedua belah pihak.

Samuelson dalam Saleh (2003) memperkenalkan suatu pengetahuan tentang preferensi konsumen yang diberi nama teori preferensi nyata (realed preference), yaitu setiap konsumen atau pembeli pasti mempunyai preferensi yang mengarahkannya dalam memilih atau membeli suatu produk dari berbagai pilihan produk yang ada. Jadi apa yang dipilih atau dibelinya merupakan petunjuk atas susunan preferensinya, dengan kata lain permintaannya merupakan preferensi nyata baginya.

Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen didefinisikan oleh Schiffman dan Kanuk (1994) dalam Sumarwan (2004) sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka. Sedangkan menurut Engel (1994) definisi perilaku konsumen sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakannya. Perilaku konsumen merupakan hal-hal yang mendasari konsumen untuk membuat keputusan pembelian. Untuk barang berharga jual rendah (low-involvement) proses pengambilan keputusan dilakukan dengan mudah, sedangkan untuk barang berharga jual tinggi (high-involvement) proses pengambilan keputusan dilakukan dengan dengan pertimbangan yang matang (Duncan, 2005).

(32)

perantara); sumber umum (media massa, organisasi); dan sumber pengalaman (penanganan, pemeriksaan penggunaan produk). Konsumen akan memusatkan perhatiannya terhadap ciri atau atribut produk. Ciri lain yang mempengaruhi tahap pencarian adalah situasi dan ciri produk, lingkungan eceran dan konsumen itu sendiri (Engel, 1994).

Menurut Perner (2009) pemahaman akan perilaku konsumen dapat diaplikasikan dalam beberapa hal, yang pertama adalah untuk merancang sebuah strategi pemasaran yang baik, seperti menentukan kapan saat yang tepat perusahaan memberikan diskon untuk menarik pembeli. Kedua, perilaku konsumen dapat membantu pembuat keputusan membuat kebijakan publik, misalnya dengan mengetahui bahwa konsumen akan banyak menggunakan transportasi saat lebaran, pembuat keputusan dapat merencanakan harga tiket transportasi di hari raya tersebut. Aplikasi ketiga adalah dalam hal pemasaran sosial (social marketing), yaitu penyebaran ide di antara konsumen. Dengan memahami sikap konsumen dalam menghadapi sesuatu, seseorang dapat menyebarkan ide dengan lebih cepat dan efektif.

Proses Keputusan Pembelian Konsumen

Schiffman dan Kanuk (2003) dalam Anwar (2007) mendefinisikan suatu keputusan sebagai pemilihan suatu tindakan dari dua atau lebih alternatif. Seorang konsumen yang hendak melakukan pilihan maka ia harus memiliki pilihan alternatif. Proses pembelian dimulai apabila konsumen menyadari suatu masalah atau kebutuhan. Menurut Kotler (2005) kesadaran akan kebutuhan terjadi sewaktu konsumen memiliki peluang untuk mengubah kebiasaan untuk membeli. Terdapat lima tahapan proses pengambilan keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen baik yang bersifat mental maupun fisik. Kelima tahapan tersebut adalah:

a. Pengenalan Kebutuhan

Timbulnya kebutuhan merupakan proses pertama timbulnya permintaan, karena adanya keinginan dan kebutuhan konsumen yang belum terpenuhi atau terpuaskan. Menurut Engel (1994) pengenalan kebutuhan sebagai tahap awal pengambilan keputusan dipengaruhi oleh tiga determinan yaitu informasi yang disimpan dalam ingatan, perbedaan individual dan pengaruh lingkungan. Pengenalan kebutuhan didefinisikan sebagai persepsi atas perbedaan antara keadaan yang diinginkan dengan situasi aktual yang memadai untuk membangkitkan dan mengaktifkan proses keputusan.

b. Pencarian Informasi

Kotler (2005) menyatakan konsumen yang tergugah akan kebutuhannya terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Konsumen akan mencari informasi yang disimpan di dalam ingatan (pencarian internal) atau mendapatkan informasi yang relevan dengan keputusan dari lingkungan (Pencarian eksternal).

c. Evaluasi Alternatif

(33)

d. Keputusan Pembelian

Konsumen membentuk niat untuk membeli produk yang paling disukai, ada dua faktor yang berada diantara niat pembelian dan keputusan pembelian yaitu : (1) faktor sikap orang lain, sejauh mana sikap orang lain mengurangi alternatif seseorang, (2) faktor situasi yang tidak terantisipasi yang dapat muncul dan mengubah niat pembelian (Kotler, 2005). Konsumen memperoleh alternatif yang dipilih atau pengganti yang dapat diterima bila perlu.

e. Hasil

Setelah pembelian terjadi konsumen akan mengevaluasi hasil pembelian yang telah dilakukannya. Konsumen mengevaluasi apakah alternatif yang dipilih memenuhi kebutuhan dan harapan segera sesudah digunakan. Hasil evaluasi setelah terjadi pembelian dapat berupa kepuasan atau ketidakpuasan. Jika mereka puas maka kenyakinan dan sikap yang terbentuk akan berpengaruh positif terhadap pembelian selanjutnya. Kepuasan berfungsi mengukuhkan loyalitas pembeli, sementara ketidakpuasan dapat menyebabkan keluhan, komunikasi lisan yang negatif dan upaya untuk menuntut ganti rugi secara hukum.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Keputusan Pembelian Konsmen Engel (1994) mengungkapkan bahwa ada tiga faktor utama yang mempengaruhi konsumen dalam melakukan keputusan pembelian produk yaitu ; (1) faktor lingkungan yang terdiri dari budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga dan situasi, (2) faktor perbedaan individu yang terdiri dari sumberdaya konsumen, Motivasi dan keterlibatan, pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup, dan demografi, dan (3) faktor psikologis, terdiri dari pengolahan informasi, pembelajaran, perubahan sikap dan perilaku. Ketiga faktor tersebut sangat mempengaruhi tiap tahapan proses keputusan pembelian konsumen. Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 1.

(34)

1. Faktor Lingkungan

Lingkungan akan mempengaruhi proses keputusan yang dilakukan konsumen, karena menurut Engel (1994) konsumen hidup dalam lingkungan yang komplek. Terdapat lima faktor yang mempengaruhi proses keputusan konsumen yaitu :

a. Budaya

Budaya merupakan faktor lingkungan yang mempunyai pengaruh paling luas dan paling dalam terhadap perilaku. Hal ini dikarenakan budayalah yang menuntun keinginan dan perilaku seseorang dari kecil sampai tumbuh dewasa (Kotler, 1997). Budaya mengacu pada seperangkat nilai, gagasan, sikap dan simbol lain bermakna melayani manusia untuk berkomunikasi, membuat tafsiran dan mengevaluasi.

Walupun konsumen bebas dalam menentukan pilihan namun karenan konsumen hidup dilingkungan dengan kebudayaan yang mempunyai batasan batasan tertentu, maka kebebasan tersebut juga dipengaruhi oleh nilainilai social budaya dan norma-norma masyarakat tersebut. Budaya mempengaruhi konsumen dalam tiga faktor yaitu (1) budaya mempengaruhi struktur konsumen, (2) budaya mempengaruhi bagaimana individu mengambil keputusan, (3) budaya adalah variabel utama dalam penciptaan dan komunikasi makna dari sebuah produk.

b. Kelas Sosial

Kelas sosial adalah bentuk lain dari pengelompokan masyarakat kedalam kelas atau kelompok yang berbeda. Kelas sosial akan mempengaruhi jenis produk, jenis jasa, dan merek yang di konsumsi konsumen (Sumarwan, 2002). Kelas sosial tidak hanya ditentukan oleh pendapatan, tetapi juga ditentukan oleh pekerjaan, prestasi, interaksi, pemilikan, orientasi, nilai, dan sebagainya.

c. Pengaruh Pribadi

Pengaruh pribadi adalah tekanan yang dirasakan untuk menyesuaikan diri dengan norma dan harapan yang diberikan oleh orang lain. Selain itu pengaruh pribadi berkaitan dengan cara-cara dimana kepercayaan, sikap dan perilaku konsumen dipengaruhi ketika orang lain digunakan sebagai kelompok acuan. Menurut Kotler (2005) kelompok acuan terdiri dari kelompok-kelompok yang mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap sikap ataupun perilaku seseorang seperti keluarga, organisasi formal, dan lain-lainnya.

d. Keluarga

Keluarga merupakan kelompok acuan primer yang paling berpengaruh terhadap sikap dan perilaku individu. Setiap anggota keluarga memegang peranan penting dalam pemberian pengaruh, pengambilan keputusan, pembelian dan pemakaian.

e. Pengaruh Situasi

(35)

orang lain dalam situasi bersangkut, (3) waktu, (4) tugas, yaitu tujuan dan sasaran tertentu yang dimiliki konsumen dalam situasi dan, (5) keadaan antiseden atau suasana hati sementara.

2. Faktor Perbedaan Individu

Perbedaan individu merupakan faktor internal yang menggerakan perilaku. Engel (1994) menyatakan bahwa ada lima cara dimana konsumen mungkin berbeda sehingga berpengaruh terhadap perilaku konsumen yaitu :

a. Sumberdaya Konsumen

Sumberdaya yang dimiliki konsumen atau apa yang akan tersedia dimasa yang akan datang berperan penting dalam keputusan membelian. Setiap konsumen membawa tiga sumberdaya kedalam setiap situasi pengambilan keputusan yaitu sumber daya ekonomi (pendapatan dan kekayaan), sumber daya temporal (waktu) dan sumber daya kognitif (kapasitas mental yang tersedia untuk menjalankan berbagai kegiatan pengolahan industri). Konsumen memiliki keterbatasan pada setiap sumberdaya yang dimilikinya sehingga konsumen harus mampu mengalokasikannya secara bijaksana.

b. Motivasi dan Keterlibatan

Menurut Engel (1994) motivasi dan keterlibatan merupakan variabel utama. Kebutuhan didefinisikan sebagai perbedaan yang disadari antara keadaan ideal dengan keadaan yang sebenarnya sehingga dapat mengaktifkan perilaku. Motivasi merupakan suatu dorongan dari dalam diri seseorang untuk memenuhi kebutuhannya dan memperoleh kepuasan dari pemenuhan kebutuhan tersebut. Keterlibatan mengacu pada tingkat relevansi yang disadari dalam tindakan pembelian. Bila keterlibatan tinggi, ada motivasi lebih kuat untuk memperoleh dan mengolah informasi serta kemungkinan yang jauh lebih besar dari pemecahan kebutuhan yang diinginkan.

c. Pengetahuan

Pengetahuan didefinisikan sebagai informasi yang disimpan dalam ingatan, himpunan bagian dari informasi total yang relevan dengan fungsi konsumen di dalam pasar (Engel, 1994). Pengetahuan konsumen dibagi menjadi tiga kategori, yaitu (1) pengetahuan produk mencakup atribut produk dan kepercayaanya, (2) pengetahuan pembeli, yaitu dimana dan kapan membeli, dan (3) pengetahuan pemakaian dilihat dari pengetahuan konsumen dan iklan.

d. Sikap

Sikap merupakan keseluruhan evaluasi yang dilakukan konsumen. Sikap ini dilakukan konsumen berdasarkan pandangannya terhadap produk dan proses belajar baik dari pengalaman maupun dari yang lain. Intensitasnya, dukungan dan kepercayaannya adalah sikap penting dari sikap. Sementara Kotler (1997) menyatakan bahwa sikap adalah evaluasi perasaan emosional dan kecenderungan tindakan menguntungkan atau tidak menguntungkan dan bertahan lama dari seseorang terhadap beberapa objek atau gagasan.

e. Kepribadian, Gaya Hidup dan Demografi

(36)

lama terhadap lingkunganya. Kepribadian biasanya dijelaskan dengan menggunakan ciri-ciri seperti kepercayaan diri, dominasi, ketaatan, dan lain-lainnnya. Kepribadian dapat dapat menjadi variabel yang sangat berguna dalam menganalisis perilaku konsumen. Gaya hidup adalah pola dimana seseorang hidup dan menghabiskan waktu serta uang yang diekspresikan dalam aktifitas, minat dan opini seseorang. Faktor demografi akan menggambarkan karakteristik dari seorang konsumen. Beberapa karakteristik yang sangat penting untuk memahami konsumen adalah usia, jenis, kelamin, pekerjaan, pendidikan, agama,suku bangsa, pendapatan, jenis keluarga,dan lain-lain.

3. Faktor Psikologis

Faktor terakhir yang mempengaruhi konsumen dalam melakukan keputusan pembelian produk adalah proses psikologis. Proses spikologis merupakan proses sentral yang membentuk aspek motivasi dan perilaku konsumen. Kotler (1997), menyebutkan bahwa pembelian yang dilakukan dipengaruhi oleh empat factor psikologis utama yaitu motivasi, preferensi, pengetahuan, keyakinan, dan pendirian. Proses psikologis meliputi :

a. Pemrosesan Informasi

Pemrosesan informasi di definisikan sebagai proses dimana rangsangan pemasaran diterima, ditafsirkan, disimpan dalam ingatan di ambil lagi oleh konsumen untuk menilai alterntif-alternatif produk (Engel, 1994). Pemrosesan dapat dirinci menjadi lima tahap dasar yaitu pemaparan, perhatian, pemahaman, penerimaan dan retensi.

b. Pembelajaran

Pembelajaran merupakan proses dimana pengalaman menyebabkan perubahan dalam pengetahuan, sikap, atau perilaku. Terdapat empat jenis utama pembelajaran yaitu pembelajaran kognitif yang berkenaan dengan proses mental yang menetukan retensi informasi, pengkondisian klasik yang berfokus pada pembelajaran melalui asosiasi stimulus respon, pengkondisian operant yang mempertimbangkan bagaimana perilaku dimodifikasi oleh pengukuh dan penghukum, dan pembelajaran vicarious yang merupakan suatu proses yang berusaha merubah perilaku dengan meminta individu mengamati tindakan orang lain (model) dan akibat perilaku yang bersangkutan.

c. Perubahan Sikap dan Perilaku

Tahap yang terakhir dari proses psikologis ini adalah perubahan sikap dan perilaku. Perubahan dalam sikap dan perilaku adalah sasaran pemasaran yang lazim. Proses ini mencerminkan pengaruh psikologis dasar yang menjadi subjek dari beberapa dasawarsa penelitian yang intensif.

Strategi Pemasaran

(37)

4P, yaitu produk (product), tempat (place), promosi (promotion), dan harga (price).

1. Product (Produk)

Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk diperhatikan, dimiliki, dipakai, dan dikonsumsi sehingga dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan (Kotler, 2005). Strategi dalam bauran produk memerlukan berbagai keputusan yang terkoordinasi antara bagian produksi dan pemasaran.

2. Price (Harga)

Harga merupakan faktor penting bagi konsumen dalam melakukan keputusan pembelian terhadap barang yang diinginkan. Harga adalah sejumlah uang yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari barang serta pelayanannya. Harga merupakan variabel yang berubah dengan cepat karena adanya perubahan faktor-faktor penyusunnya (Kotler, 2005).

3. Place (Tempat)

Tempat adalah berbagai kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk membuat produk dan sekaligus memasarkannya. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan tempat adalah:

a. Place, berhubungan dengan letak atau posisi baik itu di tengah komunitas yang besar atau di daerah pinggiran atau bahkan di tepi jalan yang dekat dengan penduduk.

b. Parking, adalah tempat parkir yang merupakan bagian dari property perusahaan atau tempat parkir umum.

c. Accesbility, berhubungan dengan ketersediaan jalan yang memudahkan untuk mencapai restoran atau perusahaan tersebut.

d. Viability, artinya perusahaan sebaiknya mudah dilihat dan diketahui orang banyak.

4. Promotion (Promosi)

Promosi adalah berbagai kegiatan perusahaan untuk mengkomunikasikan dan memperkenalkan produk pada pasar sasaran. Strategi promosi yang dapat dilakukan perusahaan meliputi antara lain:

a. Advertising, yaitu semua bentuk presentasi nonpersonal dan promosi ide, barang, atau jasa oleh sponsor yang ditunjuk dengan mendapat bayaran. b. Sales promotion, yaitu insentif jangka pendek untuk mendorong

keinginan mencoba atau pembelian produk dan jasa.

c. Public relations and publicity, yaitu berbagai program yang dirancang untuk mempromosikan dan/atau melindungi citra perusahaan atau produk individual yang dihasilkan.

d. Personal selling, yaitu interaksi langsung antara satu atau lebih calon pembeli dengan tujuan melakukan penjualan.

Gambar

Tabel 1 Luas panen, produktivitas, produksi, dan konsumsi padi nasional dan laju a
Gambar 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses keputusan pembelian
Gambar 2. Kerangka pemikiran operasional

Referensi

Dokumen terkait

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan Analisis of Variance (ANOVA) dan dilakukan UjiBNT (Beda Nyata Terkecil) pada taraf α = 5%. Hasil

Dalam merancang arsitektur sistem informasi PT.Sumber Sehat akan digunakan metodologi Enterprise Architecture Planning karena EAP dibuat berdasarkan visi dan misi perusahaan

Hal ini penting untuk dicatat perusahaan adalah untuk terus mempertahankan pelanggan yang sudah ada dan terus bekerja pada pelanggan potensial baru agar tidak

5R\DOWL +DN &amp;LSWD VHEDJDL KDN WDJLKDQ GDUL SHUMDQMLDQ /LVHQVL \DQJ PHUXSDNDQ LPEDODQ DWDV

“Mempercayakan salah satu instansi untuk membantu sekolah dalam pengadaan laboratorium komputer multimedia, laboratorium bahasa, software sekolah sampai software

Pada proses penciptaan limbah kayu sebagai media limbah kayu ini, langkah pertama adalah menyiapkan media kayu berupa sisa-sisa potongan kayu dari berbagai

Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000

Perkembangan dan Kemajuan teknologi komunikasi sangat mempengaruhi gaya hidup masyarakat Kota Manado yang sangat senang dengan penampilan yang glamour agar