• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

2.4 PT Sang Hyang Seri sebagai Produsen Benih Pad

Beberapa penelitian terkait dengan PT. Sang Hyang Seri telah dilakukan sebelumnya, diantaranya oleh Alviah (2007), Noviyanty (2005) dan Roslinawati (2007). Penelitian tersebut difokuskan pada kegiatan PT. Sang Hyang Seri terutama yang berhubungan dengan benih padi.

Alviah (2007) meneliti mengenai Analisis Efektifitas Strategi Promosi Benih Padi dan Palawija pada PT. Sang Hyang Seri (PERSERO), di Desa Dukuh, Kecamatan Ciasem, Kabupaten Subang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi promosi PT. Sang Hyang Seri menampilkan keunggulan dari produk dan dilakukan secara gencar ketika hampir tiba masa tanam. Bentuk-bentuk promosi yang dilakukan oleh PT. Sang Hyang Seri adalah promosi secara Above The Line

20   

(ATL) menggunakan media cetak (koran, majalah, kemasan luar, brosur, buklet, poster, billboard, dan spanduk) maupun media elektronik (radio dan televisi) serta Below The Line (BTL) melalui promosi penjualan (demplot, Farm Field Day, pameran dan expo, hadiah), humas dan publisitas, penjualan pribadi serta pemasaran langsung.

Efektifitas promosi PT. Sang Hyang Seri diukur melalui dampak komunikasi dan penjualan. Dampak komunikasi promosi benih Sang Hyang Seri dengan menggunakan tingkat brand awarness, diperoleh hasil bahwa produk benih PT. Sang Hyang Seri telah menjadi top of mind di benak responden. Hasil EPIC Model menunjukkan hasil dimana responden menilai promosi yang dilakukan PT. Sang Hyang Seri sudah efektif. Namun bila dilihat masing-masing dimensi, hanya dimensi dampak serta dimensi empati yang termasuk kategori efektif, sedangkan dimensi persuasi dan komunikasi masih tergolong kriteria cukup efektif. Untuk mengukur kecenderungan hubungan biaya promosi dengan jumlah penjualan, digunakan analisis korelasi dan analisis linear berganda. Hasil analisis korelasi menunjukkan hubungan positif dan searah antara biaya promosi dengan jumlah penjualan. Selain itu, dari hasil analisis linier berganda diketahui bahwa model layak dan biaya promosi mempengaruhi jumlah penjualan secara nyata.

Penelitian lain dilakukan oleh Noviyanty (2005) mengenai Analisis Efisiensi Supply Chain Produk Benih Padi pada PT. Sang Hyang Seri (PERSERO). Hasil penelitian menunjukkan bahwa PT. Sang Hyang Seri (PERSERO) berada dalam kondisi supply chain yang belum optimal. Hal ini disebabkan oleh belum adanya kerjasama dengan mata rantai di hilir seperti distributor dan kios. Berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan model SCOR, diketahui bahwa elemen sumber untuk pesanan merupakan elemen yang sangat kritikal untuk proses pelaksanaan.

Untuk dapat mengoptimalkan aliran-aliran informasi mulai dari jadwal pengiriman calon benih padi, penerimaan calon benih padi, verifikasi calon benih padi, pemindahan calon benih padi dan pembayaran terhadap suppliers, maka terdapat ukuran-ukuran pelaksanaan untuk tiap aliran-aliran informasi yang harus diperhatikan, seperti kehandalan, ketanggapan, fleksibilitas, biaya, dan aset.

Berdasarkan hasil penelitian setiap aliran informasi memiliki ukuran pelaksanaan yang berbeda-beda.

Berbeda dengan kedua penelitian sebelumnya, Roslinawati (2007) melakukan penelitian mengenai Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Benih Padi pada PT. Sang Hyang Seri RM 1 Sukamandi, Subang, Jawa Barat. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa metode perusahaan dalam menentukan harga pokok produksi tidak termasuk ke dalam metode Full Costing, Variabel Costing maupun Activity Based Costing. Rata-rata harga pokok produksi dengan menggunakan metode full costing maupun variable costing memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan menggunakan metode perusahaan. Hal ini disebabkan adanya perbedaan dalam menganalisis biaya. Pada metode perusahaan, biaya pengemasan yang merupakan biaya pemasaran dimasukkan ke dalam perhitungan harga pokok produksi (biaya produksi).

Metode full costing yang menghasilkan harga pokok produksi di bawah harga pokok produksi metode perusahaan dan di atas harga pokok produksi dengan metode variable costing, dianggap paling tepat karena berada di tengah- tengah, artinya tidak terlalu tinggi maupun rendah. Harga pokok produksi yang terlalu tinggi akan menghasilkan harga jual yang tinggi dan menyulitkan petani. Sedangkan harga pokok produksi yang terlalu rendah akan menyebabkan dicabutnya subsidi karena perusahaan dianggap mampu berdiri sendiri.

2.5 Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya

Penelitian-penelitian terdahulu mengenai pengaruh kemitraan terhadap pendapatan petani menunjukkan bahwa kemitraan memberikan pengaruh positif terhadap pendapatan, dimana petani mitra memperoleh pendapatan lebih tinggi dibandingkan petani non mitra. Walaupun beberapa penelitian menunjukkan hasil sebaliknya, namun kemitraan tetap memberikan manfaat dan menjadi solusi bagi petani dalam hal ketersediaan modal dan pendapatan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada komoditas yang akan diteliti. Penelitian ini akan meneliti mengenai perbandingan tingkat pendapatan antara petani mitra dengan petani non mitra yang melakukan penangkaran benih padi, dimana penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya. Benih padi merupakan

22   

komoditi sentral, dimana kualitas tanaman padi sangat bergantung dari kualitas benih padi yang digunakan. Karena itu, kegiatan penangkaran benih padi perlu mendapat perhatian. Salah satu perusahaan yang melakukan usaha penangkaran benih padi adalah PT. Sang Hyang Seri (PT. SHS).

Selain itu, penelitian-penelitian terdahulu mengenai PT. SHS, belum pernah membahas mengenai kemitraan yang diterapkan pada perusahaan tersebut. Penelitian ini berusaha mengkaji mengenai pola kemitraan yang diterapkan oleh PT. SHS, kinerja atribut kepuasan kemitraan, serta melihat perbandingan pendapatan antara penangkar benih padi mitra dengan penangkar benih padi non mitra.

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi Benih

Menurut Sadjad et al. (1975) yang dimaksud dengan benih ialah biji tanaman yang dipergunakan untuk keperluan dan pengembangan usahatani, memiliki fungsi agronomis atau merupakan komponen agronomi. Sedangkan menurut Peraturan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan No. 01/Kpts/HK.310/C/1/2009 mengenai Persyaratan dan Tata Cara Sertifikasi Benih Bina Tanaman Pangan, benih tanaman, yang selanjutnya disebut benih, adalah tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak dan atau mengembangbiakkan tanaman.

Pengertian benih berbeda dengan biji, karena benih dikembangkan untuk tujuan tertentu yaitu mengembangbiakkan tanaman. Hal ini berbeda dengan fungsi biji, dimana biji tidak dimaksudkan untuk ditanam melainkan digunakan sebagai bahan pangan ataupun pakan ternak dan unggas serta fungsi lainnya seperti bahan dasar produk industri, kepentingan penelitian maupun sebagai bahan baku untuk kerajinan. Benih di sini dimaksudkan sebagai biji tanaman yang dipergunakan untuk tujuan pertanaman, bukan untuk dikonsumsi.

Benih merupakan komoditi pertanian yang paling berpengaruh pada proses usahatani. Berdasarkan Teori Kesejajaran Sadjad terdapat kesejajaran antara tataran usahatani dengan kinerja mutu benih. Artinya tataran usahatani meningkat apabila benih yang digunakan sebagai produk teknologi juga semakin maju tingkatannya. Jadi dengan kata lain, tataran usahatani sejajar dengan tingkat teknologi yang diterapkan untuk memproduksi benih.

3.1.2 Industri Benih

24   

tergantung pada ideologi masing-masing negara, serta faktor ekonomi yang berbeda. Dalam satu negara dapat ditemukan lebih dari satu tipe industri benih.

Industri benih tipe swasta dikelola oleh pemilikan individual, korporasi, koperasi, asosiasi, ataupun suatu bentuk kemitraan. Perusahaan swasta tidak bergantung terhadap pemerintah dan umumnya memiliki PDB yang mandiri. Campur tangan pemerintah hanya sebatas pembuatan perundangan yang umumnya bersifat melindungi produsen maupun konsumen. Tipe lain yaitu industri benih yang pengelolaannya swasta tetapi masih mendapatkan bantuan dari pemerintah di segenap lini usaha, baik dalam hal PDB, pelaksanaan perbanyakan benih bersertifikat, pengawasan internal ataupun pemasarannya.

Disesuaikan dengan konsumennya industri benih dapat diklasifikasikan dari tingkatan yang teknologinya masih sederhana sampai yang canggih. Berdasarkan Teori Kesejajaran Sadjad, industri benih diklasifikasikan ke dalam lima tingkatan dari tingkat I hingga tingkat V dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Industri Benih Tingkat I, dimana teknologi yang digunakan merupakan teknologi sederhana

2. Industri Benih Tingkat II, merupakan industri yang telah menggunakan mesin-mesin pembersih

3. Industri Benih Tingkat III, merupakan industri benih yang melaksanakan pemilahan benih yang sudah bersih. Benih ini dipilah berdasarkan besar butiran, panjang, lebar, tebal atau berat. Industri ini menghasilkan kinerja fisik benih yang prima

4. Industri Benih Tingkat IV, Industri pada tingkat ini selain memproduksi sebagaimana pada industri tingkat III juga selalu berhubungan dengan lembaga litbang (selaku penghasil varetas dan mulai memasuki program sertifikasi), meski belum memilikinya sendiri untuk lebih terjamin kelangsungan industrinya

5. Industri tingkat V, Industri ini memiliki kemampuan memproduksi benih hasil litbang sendiri. Litbang ini selain memproduksi varietas hibrida yang selalu diperbaharui juga melakukan penelitian dan pengembangan bioteknologi.

Klasifikasi industri benih didasarkan pada teknologi yang digunakan serta kebutuhan konsumen akan mutu genetiknya. Apabila teknologi yang digunakan sama, tetapi tuntutan jaminan mutu teknologi oleh konsumen meningkat, maka industri benih yang mampu melayani benih bermutu sesuai tuntutan konsumen lebih tinggi tingkatannya. Industri benih yang memiliki PDB secara mandiri juga akan lebih tinggi tingkatannya dibandingkan indutri yang tidak memiliki PDB sendiri.

PT. Sang Hyang Seri (PT. SHS) sebagai salah satu produsen benih di Indonesia termasuk ke dalam golongan industri benih tingkat V, karena telah memiliki Lembaga Penelitian dan Pengembangan (Litbang) sendiri. Bahkan kini, PT. SHS telah terakreditasi, sehingga dapat melakukan proses sertifikasi sendiri tanpa pngawasan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB). Berdasarkan tipenya, PT. SHS merupakan perusahaan milik negara (BUMN). Pada awal pendiriannya PT. SHS difokuskan pada produksi benih padi sawah. Produksi padi mengambil posisi yang sangat strategis dan pemerintah menjadikannya sebagai strategi utama pembangunan. Komoditas padi sawah merupakan komoditas ekonomis dimana pedagang tidak dapat dengan leluasa tanpa campur tangan pemerintah. Hal ini disebabkan oleh karena beras merupakan bahan pangan pokok yang sangat rentan untuk menjaga stabilitas politik negara.

3.1.3 Penangkaran Benih

Penangkaran benih merupakan upaya menghasilkan benih unggul sebagai benih sumber maupun benih sebar yang akan digunakan untuk menghasilkan tanaman varietas unggul. Pada penangkaran benih, benih sumber yang digunakan untuk penanaman produksi benih haruslah satu kelas lebih tinggi dari kelas benih yang akan diproduksi. Untuk memproduksi benih kelas BD (benih dasar), maka benih sumbernya haruslah benih padi kelas BS (benih penjenis). Untuk memproduksi benih kelas BP (benih pokok), maka benih sumbernya berasal dari benih dasar atau benih penjenis. Sedangkan untuk memproduksi benih kelas BR (benih sebar) benih sumbernya dapat berasal dari benih pokok, benih dasar atau benih penjenis.

26   

Pada dasarnya budidaya penangkaran benih padi hampir sama dengan budidaya padi pada umumnya. Yang membedakan di sini adalah adanya seleksi atau roguing. Salah satu syarat dari benih bermutu adalah memiliki tingkat kemurnian genetik yang tinggi, oleh karena itu roguing perlu dilakukan dengan benar dan dimulai dari fase vegetatif sampai akhir pertanaman. Roguing dilakukan untuk membuang rumpun-rumpun tanaman yang ciri-ciri morfologisnya menyimpang dari ciri-ciri varietas tanaman yang diproduksi benihnya.

Saat panen yang tepat adalah pada waktu biji telah masak fisiologis, atau apabila sekitar 90-95 persen malai telah menguning. Benih padi ketika baru dipanen masih tercampur dengan kotoran fisik dan benih jelek. Karena itu, bila pertanaman benih telah lulus dari pemeriksaan lapangan, masalah mutu benih padi setelah panen biasanya berasosiasi dengan mutu fisiologis, mutu fisik dan kesehatan benih. Lahan pertanaman untuk produksi benih dapat dipanen apabila sudah dinyatakan lulus sertifikasi lapangan oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB). Sebelum panen dilakukan, semua malai dari kegiatan roguing harus dikeluarkan dari areal yang akan dipanen. Kegiatan ini dilakukan untuk menghindari tercampurnya calon benih dengan malai sisa roguing.

3.1.4 Sertifikasi Benih

Berdasarkan Peraturan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan No. 01/Kpts/HK.310/C/1/2009 tentang Persyaratan dan Tata Cara Sertifikasi Benih Bina Tanaman Pangan, sertifikasi benih merupakan proses pemberian sertifikat benih tanaman setelah melalui pemeriksaan lapangan dan atau pengujian, pengawasan serta memenuhi semua persyaratan dan standar benih bina. Sertifikasi benih merupakan suatu sistem atau mekanisme pengujian benih berkala untuk mengarahkan, mengendalikan, dan mengorganisasi perbanyakan serta produksi benih (Mugnisjah dan Setiawan 1995).

Berdasarkan Peraturan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan No. 01/Kpts/HK.310/C/1/2009 tentang Persyaratan dan Tata Cara Sertifikasi Benih Bina Tanaman Pangan, benih bersertifikat adalah benih yang proses produksinya melalui sertifikasi benih, sertifikasi sistem manajemen mutu dan/atau sertifikasi

produk. Benih bersertifikat ditetapkan ke dalam kelas-kelas benih sesuai dengan urutan keturunan dan mutunya, antara lain sebagai berikut:

a. Benih Penjenis (BS), adalah benih yang diproduksi di bawah pengawasan Pemulia yang bersangkutan dengan prosedur baku yang memenuhi sertifikasi sistem mutu sehingga tingkat kemurnian genetik varietas (true- to-type) terpelihara dengan sempurna

b. Benih Dasar (BD), merupakan keturunan pertama dari Benih Penjenis (BS) yang memenuhi standar mutu kelas Benih Dasar.

c. Benih Pokok (BP), merupakan keturunan pertama dari Benih Dasar atau Benih Penjenis yang memenuhi standar mutu kelas Benih Pokok

d. Benih Sebar (BR), merupakan keturunan pertama dari Benih Pokok, Benih Dasar atau Benih Penjenis yang memnuhi standar mutu kelas Benih Sebar. Standar Mutu Benih Bersertifikat dibagi menjadi dua, yaitu Standar Lapangan dan Standar Pengujian Laboratorium.

a. Standar Lapangan

Tabel 7. Standar Lapangan Kelas Benih Bersertifikat Kelas

Benih

Isolasi Jarak (m)

Varietas Lain dari Tipe Simpang (max) (%)

Isolasi

waktu (hari) Catatan

BS 2 0,0 30 Isolasi waktu dihitung berdasarkan perbedaan waktu berbunga BD 2 0,0 30 BP 2 0,2 30 BR 2 0,5 30

Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan (2009) b. Standar Pengujian Laboratorium

Tabel 8. Standar Pengujian Laboratorium Kelas Benih Bersertifikat

Kelas Benih Kadar air (max) (%) Benih Murni (min) (%) Kotoran Benih (max) (%) Biji Tanaman Lain (max) (%) Biji Gulma (max) (%) Campuran Varietas Lain (max) (%) Daya Tumbuh (min) (%) BS 13,0 99,0 1,0 0,0 0,0 0,0 80 BD 13,0 99,0 1,0 0,0 0,0 0,0 80 BP 13,0 99,0 1,0 0,1 0,0 0,1 80 BR 13,0 99,0 2,0 0,2 0,0 0,2 80

28   

Mugnisjah dan Setiawan (1995) dalam bukunya Produksi Benih menyatakan tujuan sertifikasi benih adalah untuk memelihara dan menyediakan benih dan bahan perbanyakan tanaman bermutu tinggi dari varietas berdaya hasil tinggi bagi masyarakat sehingga dapat ditanam dan didistribusikan dengan identitas genetik yang terjamin. Dengan kata lain tujuan sertifikasi benih adalah untuk memberikan jaminan bagi konsumen benih tentang beberapa aspek mutu yang penting, yang tidak dapat ditentukan dengan segera dengan hanya memeriksa benihnya saja. Selain itu, sertifikasi benih juga bertujuan: (1) menjamin kemurnian dan kebenaran varietas, dan (2) menjamin ketersediaan benih bermutu secara berkesinambungan. Sertifikasi dilakukan dalam tiga tahap, yaitu pemeriksaan lapangan, pemeriksaan laboratorium, dan pengawasan pemasangan label (Wahyuni 2005)6. Pengawasan pemasangan label bertujuan untuk mengetahui kebenaran pemasangan dan isi label. Warna label untuk tanaman padi disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Kelas Benih dan Warna Label Benih Sertifikasi

Kelas Benih Warna Label

Benih Penjenis (BS, Breeder Seed) Kuning

Benih Dasar (BD, Foundation Seed) Putih

Benih Pokok (BP, Stock Seed) Ungu

Benih Sebar (BR, Extension Seed) Biru

Sumber: Puslitbangtan (2007); Wahyuni (2005)

Pengawasan dilakukan sejak proses produksi benih hingga penanganan pascapanen. Pengawasan lapangan untuk tanaman padi dari BPSB dilakukan sebanyak 4 kali, yaitu pemeriksaan pendahuluan sebelum pengolahan tanah, pemeriksaan lapangan pertama saat fase vegetatif (30 hari setelah tanam), pemeriksaan fase berbunga (30 hari sebelum panen), dan pemeriksaan fase masak (1 minggu sebelum panen) (Wahyuni 2005).

      

6 

Petunjuk Teknis Penangkaran Benih Padi. 

http://www.pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/p3264071.pdf  [6 November 2010] 

3.1.5 Sistem Perbenihan

Dalam setiap usaha pertanian, benih merupakan titik awal kegiatan budidaya, sehingga kualitas produk budidaya akan sangat tergantung pada kualitas benihnya (Darmowiyono 1999). Berbicara mengenai masalah perbenihan tidak dapat lepas dari kebijakan pangan nasional. Karena itu, penyediaan benih di tingkat nasional perlu dikelola dengan baik agar memberikan keuntungan baik untuk pihak produsen maupun konsumen. Benih tanaman merupakan salah satu sarana budidaya tanaman dalam upaya peningkatan produksi dan mutu hasil budidaya tanaman yang nantinya diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani serta kesejahteraan masyarakat.

Kegiatan perbenihan merupakan mata rantai kegiatan yang harus dilaksanakan secara terprogram, terarah, terpadu serta berkesinambungan mulai dari hulu hingga hilir. Kegiatan ini mulai dari aspek penelitian dalam menghasilkan varietas-varietas unggul baru, pelepasan varietas, perencanaan perbanyakan benih, sertifikasi, pemasaran hingga pengawasan pemasaran. Oleh karena itu, dibutuhkan kerjasama dari lembaga-lembaga atau instansi-instansi yang terlibat dalam kegiatan perbenihan tersebut, diantaranya institusi pemerintah, pengawas, penelitian dan pengembangan, produsen, maupun pedagang benih.

Pembangunan perbenihan yang telah dilaksanakan perlu disempurnakan secara terus-menerus demi kemajuan industri benih, agar ketersedian benih bermutu dari varietas unggul terus terjaga untuk memenuhi kebutuhan petani maupun perusahaan agribisnis pengguna benih. Pembangunan perbenihan haruslah memenuhi prinsip enam tepat, yaitu jenis/varietas, tepat jumlah, tepat mutu, tepat lokasi, tepat waktu serta tepat harga. Dalam perkembangan perbenihan, teknologi terutama sangat dibutuhkan dalam peningkatan kualitas benih. Kartasapoetra (1992) menyatakan teknologi benih adalah produksi benih dalam rangka pengadaan benih yang terwujud dengan praktek-praktek dalam jangkauan penyelamatan benih sejak dipungut, dikelola, dipelihara sampai benih- benih tersebut ditanam kembali sesuai dengan cara-cara semestinya dengan mengingat unsur-unsur musim yang mendorong pertumbuhannya. Teknologi benih dapat juga dikatakan sebagai serangkaian perlakuan-perlakuan untuk meningkatkan sifat genetika dan fisik benih, diantaranya:

30   

a. Pengembangan varietas b. Evaluasi dan pelepasan benih c. Usaha produksi benih

d. Pemungutan hasil

e. Pengeringan benih dalam arti pengaturan kadar airnya

f. Pengolahan benih yang meliputi pembersihan (cleaning). Penggolongan (grading) serta usaha-usaha pemeliharaannya (chemis, fisis, mekanis) agar tercegah dari segala bentuk hama penyakit, mempertahankan kualitas, mempertahankan daya tumbuhnya

g. Pengujian kualitas

h. Penyimpanan dan pengemasan i. Sertifikasi benih

j. Perlindungan (hukum, undang-undang dan peraturan) k. Distribusi benih (pemasaran)

Sertifikasi benih sangat penting terutama dalam menghasilkan benih-benih berkualitas. Permasalahan yang banyak dihadapi saat ini adalah masih banyaknya petani yang menggunakan benih hasil penangkaran sendiri tanpa melalui proses sertifikasi. Hal ini dapat berpengaruh terhadap kualitas tanaman yang dihasilkan. Persyaratan dan tata cara sertifikasi benih bina tanaman pangan diatur dalam Peraturan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan No. 01/Kpts/HK.310/C/1/2009 . Sedangkan produksi, sertifikasi dan peredaran benih bina diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 39/Permentan/OT.140/8/2006.

Pada komoditas padi, salah satu inovasi teknologi yang tepat untuk meningkatkan pendapatan petani melalui usahatani padi adalah teknologi penangkaran benih padi varietas unggul. Hal ini menjadi tujuan utama dalam rangka meningkatkan pendapatan para petani padi. Dengan menghasilkan benih padi varietas unggul bersertifikat berarti harga jual yang diterima oleh petani lebih tinggi jika dibandingkan dengan padi konsumsi. Selain itu, peningkatan kualitas benih padi akan meningkatkan kualitas serta produktivitas padi yang dihasilkan.

3.1.6 Konsep Kemitraan

Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan (Hafsah, 2000). Kartasasmita (1996) mengemukakan bahwa kemitraan usaha, terutama dalam dunia usaha adalah hubungan antara pelaku usaha yang didasarkan pada ikatan usaha yang saling menguntungkan dalam hubungan kerjasama yang sinergis, yang hasilnya bukanlah suatu zero-sum-game melainkan positive-sum-game atau win- win situation. SK Mentan No. 940/Kpts/OT. 210/10/1997 tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, menyebutkan bahwa kemitraan usaha pertanian adalah kerjasama usaha antara perusahaan mitra dan kelompok mitra di bidang usaha pertanian. Usaha tanaman pangan dan holtikultura adalah usaha yang dilaksanakan oleh petani ataupun pengusaha, baik di lahan miliknya atau dilahan sewa atau lahan hak guna usaha, mulai dari perbenihan, budidaya, pengolahan, sampai pemasarannya.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan, kemitraan yang ideal adalah kemitraan yang saling memperkuat, saling menguntungkan dan saling menghidupi. Menurut Hafsah (2000), kemitraan yang ideal adalah kemitraan antara usaha menengah dan usaha besar yang kuat di kelasnya dengan pengusaha kecil yang kuat di bidangnya yang didasari oleh kesejajaran kedudukan atau mempunyai derajat yang sama bagi kedua pihak yang bermitra, tidak ada pihak yang dirugikan dalam kemitraan dengan tujuan bersama untuk meningkatkan keuntungan atau pendapatan melalui pengembangan usahanya, tanpa saling mengeksploitasi satu sama lain serta tumbuh berkembangnya rasa saling percaya di antara mereka. Tujuan kemitraan adalah untuk meningkatkan pendapatan, kesinambungan usaha, meningkatkan kualitas sumberdaya kelompok mitra, peningkatan skala usaha, serta menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kelompok usaha mandiri (Soemardjo et al. 2004). Secara umum, kemitraan usaha adalah kerjasama antara dua pihak dengan hak dan kewajiban yang setara dan saling menguntungkan. Hubungan kemitraan usaha umumnya dilakukan antara dua pihak yang memiliki posisi sepadan dalam hal tawar-menawar.

32   

Keberhasilan suatu kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan oleh kedua pihak yang bermitra dalam menerapkan etika bisnis. Pengertian etika itu sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995) adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral. Karena itu, semakin kuat pemahaman dan penerapan etika bisnis dalam bermitra maka akan semakin kokoh pondasi dari kemitraan itu sendiri. Selain memberikan keuntungan untuk kedua belah pihak, kemitraan juga memberikan nilai tambah bagi pihak yang bermitra dari berbagai aspek seperti aspek manajemen, pemasaran, teknologi, permodalan dan keuntungan.

Dalam SK Mentan No. 940/Kpts/OT. 210/10/1997 tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, dikemukakan mengenai pola-pola kemitraan usaha yang dapat dilaksanakan, diantaranya (1) Pola Kemitraan Inti Plasma, (2) Pola Kemitraan Subkontrak, (3) Pola Kemitraan Dagang Umum, (4) pola Kemitraan Keagenan, dan (5) Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA).

1. Pola Kemitraan Inti Plasma

Dalam model ini pengusaha-pengusaha besar bertindak sebagai