• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN TEORITIS

1.1 Latar Belakang Masalah

Perpustakaan merupakan suatu sarana atau sebuah gedung tempat menyimpan informasi. Perpustakaan juga merupakan tempat mengelola, memelihara, dan bertugas menyebarluaskan informasi. Informasi yang dimiliki oleh perpustakaan berupa buku, majalah, jurnal, serta informasi dalam bentuk non-tercetak atau media audio-visual. Dengan kata lain, perpustakaan adalah tempat mengelola seluruh informasi dalam bentuk tercetak dan non-tercetak dari segala sumber agar dapat disebarluaskan kepada pemustaka serta memelihara informasi tersebut agar tidak hilang dan dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya sesuai dengan kebutuhan pemustaka.

Jenis-jenis perpustakaan diantaranya Perpustakaan Umum, Perpustakaan Daerah, Perpustakaan Perguruan Tinggi, Perpustakaan Khusus dan Perpustakaan Sekolah. Masing-masing dari tiap jenis perpustakaan tersebut memiliki fungsi dan pemustaka yang berbeda-beda pula.

Perpustakaan perguruan tinggi adalah perpustakaan yang terdapat pada perguruan tinggi, badan bawahannya, maupun lembaga yang berafiliasi dengan perguruan tinggi. Masyarakat yang dilayani perpustakaan ini bersifat homogen. Perpustakaan perguruan tinggi bertujuan menunjang Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu : Pendidikan dan pengajaran, Penelitian, dan Pengabdian pada masyarakat.

Secara sederhana perpustakaan perguruan tinggi adalah perpustakaan yang dikelola oleh perguruan tinggi dengan tujuan membantu tercapainya tujuan perguruan tinggi. Bentuk perpustakaan perguruan tinggi adalah universitas, institut, sekolah tinggi, akademi, politeknik, dan sebagainya. Seperti: Fakultas, Departemen, Jurusan, Program Studi, Lembaga Penelitian, dan lain sebagainya.

2

Keberadaan berbagai perpustakaan pada sebuah perguruan tinggi dapat menjadi suatu sistem perpustakaan yang saling membantu untuk mendukung pencapaian tujuan perguruan tinggi induknya. Sebagai suatu sistem, pengelolaan perpustakaan-perpustakaan pada perguruan tinggi ada kalanya berbeda antara satu dengan perguruan tinggi lainnya.

Menurut Saleh, pada pertengahan tahun enampuluhan, mulai terjadi perubahan dalam hal pengelolaan informasi di perpustakaan. Kemampuan kertas sebagai media informasi yang sudah berlangsung ratusan tahun ditantang oleh media elektronik yang menawarkan cara yang berbeda dalam menyimpan dan menemubalikkan informasi.

Sebelum konsep perpustakaan digital populer seperti sekarang ini, ada beberapa pemikiran tentang perkembangan perpustakaan digital yang lebih evolutif dan memberikan perhatian yang lebih banyak kepada peran penting “perpustakaan biasa”. Pemikiran tersebut terangkum dalam konsep perpustakaan hibrida (hybrida library). Setelah melalui berbagai diskusi, konsep ini sempat menjadi tumpuan bagi para prakitisi untuk lebih sadar tentang kesulitan yang dialami jika ingin mendirikan perpustakaan digital sebagai sesuatu yang baru.

Negara yang termasuk paling aktif melakukan penelitian dan pengembangan konsep perpustakaan hibrida adalah Inggris. Negara ini menyelenggarakan lima proyek perpustakaan hibrida, masing-masing diberi nama BUILDER, AGORA, MALIBU, HeadLine, dan HyLife. Masing-masing proyek ini memiliki ciri tersendiri, namun secara bersama mereka mencari cara terbaik mengembangkan jasa perpustakaan dengan memanfaatkan teknologi terbaru.

Sekitar 30 tahun terakhir, ‘dunia teks’ mendapat tantangan dari teknologi- teknologi baru yang menghadirkan tidak hanya teks linear, tetapi juga teks berkaitan (hypertext), dan gambar imajinasi yang seakan-akan hidup. Baik teknologi cetak, analog maupun teknologi digital adalah teknologi yang berfungsi merekam isi pernyataan manusia di sebuah media.

3

Teknologi cetak melahirkan dunia teks yang sangat menentukan peradaban manusia. Ciri khas teknologi cetak adalah kemampuannya menembus ruang- waktu. Buku, surat kabar, dan jurnal adalah hasil dari teknologi cetak. Teknologi analog lanjutan dari kekuatan teknologi cetak dalam mendorong peradaban manusia lebih maju lagi, terutama setelah listrik ditemukan. Jika teknologi cetak terbatas pada teks dan gambar atau foto, maka teknologi analog memungkinkan manusia merekam suara dan ‘gambar hidup’. Teknologi elektronik dan digital menciptakan rekaman dengan ciri berbeda. Pesan yang terekam tidak terikat pada satu media, sehingga dapat dikaitkan atau digabungkan ke serangkaian media (multiple media). Teknologi digital mampu memampatkan isi sehingga media digital cenderung kecil tapi berdaya tampung sangat besar, dapat diperbanyak berulang-ulang tanpa mengurangi kualitas turunannya. Jika teknologi cetak hanya untuk teks dan foto, analog hanya untuk audio-visual, maka teknologi digital dapat untuk segala jenis media: teks, foto, suara, gambar hidup. Oleh karenanya, disebut multimedia.

Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang begitu cepat berdampak secara signifikan terhadap eksistensi perpustakaan. Fenomena sosial yang terjadi pada masyarakat adalah ketergantungan masyarakat terhadap gadget mereka dalam berkomuninasi atau berinteraksi dan aktivitas lainnya seperti browsing, email, chatting dan lainnya. Perpustakaan harus tanggap terhadap perkembangan trend teknologi informasi komunikasi.

Paradigma perpustakaan menurut Fatmawati saat ini telah bergeser ke arah generasi millennial. Millennials adalah nama pendek dari generasi Y, yaitu sebuah generasi dimana pemustaka berperilaku sebagai seseorang yang haus akan ilmu pengetahuan. Paradigma perpustakaan generasi millennial ini dicirikan adanya masyarakat pembelajar yang selalu berinteraksi dengan internet dimanapun dan kapanpun membutuhkan informasi. Jadi layanan perpustakaan yang masih konvensional harus berbenah dan harus mampu mengakomodasi perubahan perilaku masyarakat dalam akses informasi. Adanya kemajuan iptek, maka perpustakaan harus selalu mencari jalan dengan pemanfaatan inovasi teknologi

4

informasi terbaru agar kualitas layanan menjadi semakin terus meningkat. Pemustaka yang dalam kehidupannya selalu bersinggungan dengan peralatan teknologi sering diistilahkan dengan generasi gadget.

Perpustakaan Sekolah Tinggi Theologia (STT) Pelita Kebenaran menyediakan koleksi digital sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran bagi pemustakanya. Akan tetapi, bahan pustaka digital tersebut kurang dimanfaatkan dengan baik oleh pemustaka Program S1 dan S2. Hal ini didasari oleh informasi pustakawan yang menyatakan bahwasanya pemustaka tidak memanfaatkan pustaka digital yang menjadi koleksi perpustakaan.

Selain pemanfaatan pustaka digital, hal lain yang ditemukan penulis dalam penelitian awal adalah koleksi digital tersebut tidak atau belum terintegrasi dengan sistem yang digunakan oleh perpustakaaan, dalam hal ini sistem yang dimaksud adalah aplikasi Senayan. Kolesi digital tersebut tersimpan pada komputer yang berbeda dengan komputer server. Terdapat dua buah komputer di dalam perpustakaan, yaitu komputer server yang difungsikan sebagai sirkulasi, pengentrian data koleksi bahan pustaka, dan pengentrian data pengguna. Sedangkan komputer lainnya difungsikan sebagai penyimpanan koleksi digital perpustakaan. Koleksi digital yang dimiliki oleh Perpustakaan STT Pelita Kebenaran adalah hasil sumbangan dari perorangan yang melakukan kunjungan ke perpustakaan tersebut. Jumlah koleksi digital yang disumbangkan kira-kira 3.000 judul dengan bidang-bidang ilmu yang berbeda dilayangkan secara offline. Sedangkan jumlah seluruh koleksi tercetak dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2013 pada Perpustakaan STT Pelita Kebenaran adalah 1.252 judul dan 2.050 eksemplar.

Berdasarkan uraian tersebut, kurang dimanfaatkannya sejumlah pustaka digital oleh Perpustakaan STT Pelita Kebenaran menjadikan penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut tentang pemanfaatan pustaka digital sebagai sumber belajar sehingga penulis menetapkan judul penelitian ini, yaitu: “Evaluasi

5

Pemanfaatan Koleksi Digital Pada Sekolah Tinggi Theologia Pelita Kebenaran Medan”

Dokumen terkait